• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umur Simpan Cumi-Cumi (Loligo Sp.) Olahan Dengan Kemasan Vakum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Umur Simpan Cumi-Cumi (Loligo Sp.) Olahan Dengan Kemasan Vakum"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

UMUR SIMPAN CUMI-CUMI (Loligosp.) OLAHAN DENGAN KEMASAN VAKUM

Oleh : Berlianto Nugroho

F34102068

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

UMUR SIMPAN CUMI-CUMI (

Loligo

sp.) OLAHAN

DENGAN KEMASAN VAKUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BERLIANTO NUGROHO F34102068

2007

(3)

Berlianto Nugroho. F34102068. Umur Simpan Cumi-cumi (Loligo sp.) Olahan dengan Kemasan Vakum. Di bawah bimbingan Ir. M. Zein Nasution, MAppSc. dan Dr. Ir. Endang Warsiki, MT.

RINGKASAN

Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2 yang mempunyai potensi sumber daya perikanan sebesar 6,6 juta ton per tahun. Cumi-cumi adalah salah satu komoditas perikanan Indonesia yang potensinya mencapai 28,25 ribu ton pada tahun 2005 (www.dkp.go.id, 2006). Pemanfaatan cumi-cumi terutama adalah sebagai bahan makanan (seafood). Seperti halnya produk perikanan lainnya, cumi-cumi mudah mengalami penurunan mutu, sehingga memerlukan proses pengolahan lanjutan atau langsung diolah untuk disajikan. Cumi-cumi olahan merupakan salah satu alternatif yang diharapkan dapat mempertahankan mutu sekaligus memberikan kemudahan konsumsi. Cara pengolahan ini menghasilkan produk dengan penampakan yang menarik, dan dengan aroma khas bumbu lokal dengan tetap mempertahankan cita rasa cumi-cumi itu sendiri. Produk cumi-cumi-cumi-cumi olahan ini dapat langsung dikonsumsi atau diolah lagi seperti dikukus, digoreng, dipanggang, atau dibakar. Produk cumi-cumi siap saji ini memerlukan suatu teknik pengemasan yang dapat menjaga keawetan produk tersebut. Pengemasan vakum adalah cara yang dipilih untuk keperluan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya simpan cumi-cumi olahan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menerapkan teknik kemasan vakum untuk produk cumi-cumi olahan, menduga umur simpan cumi-cumi olahan dalam kemasan vakum, dan mengukur kandungan gizi cumi-cumi olahan selama penyimpanan dalam kemasan vakum.

Penelitian ini dilakukan dengan menyimpan cumi-cumi olahan di dalam kemasan pada tiga variasi suhu yang berbeda, yaitu 30, 10, dan -15oC. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan mengemas cumi-cumi olahan dengan kemasan non-vakum, kemasan PP vakum, dan kemasan PE vakum.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, cumi-cumi olahan memiliki kadar air sebesar 72,58%; pH sebesar 6,64; derajat hue sebesar 1,44 untuk bagian luar dan 1,47 untuk bagian dalam; nilai chroma sebesar 1,19 untuk bagian luar dan 1,11 untuk bagian dalam; nilai kekerasan 6,80/mm.det; kadar protein 14,43%; kadar lemak kasar 1,70%; kadar fosfor 1,36%; kadar besi 2,32 mg/kg; dan terdapat total mikroba sebanyak 2,10 – 5,50 x 102 koloni/g.

Selama masa penyimpanan, terjadi perubahan pH, nilai kekerasan, kadar air, kadar protein, dan pertumbuhan total mikroba. Parameter kritis umur simpan cumi-cumi olahan adalah adanya pertumbuhan total mikroba.

(4)

cumi-cumi olahan yang dikemas dengan kemasan non-vakum, cumi-cumi-cumi-cumi olahan dikemas dengan PP vakum, dan cumi-cumi olahan dikemas dengan kemasan PE vakum.

(5)

Berlianto Nugroho. F34102068.The Shelf Life of Processed Squid (Loligosp.) in the Vacuum Packaging. Supervised by Ir. M. Zein Nasution, MAppSc. and Dr. Ir. Endang Warsiki, MT.

SUMMARY

Indonesia is an archipelago country with 5.8 million km2 of sea territory, which own a potential fishery resource. The resources could be estimated at about 6.6 million tons per year. Squid is one of Indonesia fishery resources, which reached 28.25 thousand tons in year of 2005. The used of squid is usually as seafood. As any other fishery products, squid can easily decay, thus an advance processing is necessary. Processed squid, one among various alternatives to prolong squid shelf life, can be used to maintain the quality of squid and also give the ease of consumption. The products can directly be consumed, stewed, fried, roasted, or grilled. A specific packaging technique is needed to improve quality of this ready food. Vacuum packaging is a technique used to that necessity.

The objective of this study is to obtain the shelf life of processed squid in different condition of storage. The other objective of this study is to apply the vacuum packaging technique for processed squid and to estimate the shelf life of the product in vacuum pack. The quality during storage is measured to know the decreasing of the nutrition contents of processed squid.

The study was held by keeping the processed squid in vacuum pack at three different temperatures i.e.: 30, 10, -15oC. There were three type of packaging methods used in this study, poly propylene vacuum pack, and poly ethylene vacuum pack. Non vacuum pack is conducted as control.

The result of this study showed that, the processed squid has moisture content of 72.58%; pH of 6.64; hue degree of 1.44 for outer and 1.47 for inner surface; chrome value of 1.19 and 1.11 for outer and inner surface respectively; hardness value of 6.80/mm.sec; protein content of 14.43%; crude fat content of 1.70%; phosphor value of 1.36%; iron content of 2.32 mg/kg. The result also showed that processed squid has 2.10 – 5.50 x 102 colony/g of total microbe.

(6)
(7)

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UMUR SIMPAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) OLAHAN DENGAN KEMASAN VAKUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BERLIANTO NUGROHO F34102068

Dilahirkan pada tanggal 10 Desember 1983 di Jakarta

Tanggal lulus: 28 April 2007

Menyetujui,

Bogor, Mei 2007

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Umur Simpan Cumi-cumi (Loligo sp.) Olahan dengan Kemasan Vakum” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali

dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, 19 April 2007

Yang Membuat Pernyataan

Nama : Berlianto Nugroho

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 10 Desember 1983. Penulis merupakan anak

ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kusnadi dan Ibu Supadmi (almh.).

Pada tahun 1988 penulis memulai pendidikan di TK Angkasa III Halim Perdana

Kusuma. Tahun 1990 penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SD Angkasa

III Halim Perdana Kusuma dan lulus tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan

di SLTPN 128 Halim Perdana Kusuma dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun

yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 67 Halim Perdana

Kusuma dan lulus pada tahun 2002.

Penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Teknologi Indsutri

Pertanian, Fakulatas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun

2002 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan tinggi, penulis terlibat

aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai staff Divisi Media Islami Forum

Bina Islami (FBI) Fateta (2003-2004), Wakil Ketua UKM Thifan Po Khan IPB

(2003-2004), staff Divisi Public Relation FBI-Fateta (2004-2005), Ketua UKM

Thifan Po Khan IPB (2004-2005), dan Dewan Penasehat FBI-Fateta (2005-2006).

Penulis juga sempat menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada

tahun 2004, dan asisten praktikum Peralatan Industri Pertanian pada tahun 2006.

Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang (PL) di PT PG

Rajawali II Unit PG Subang dengan judul “Teknologi Produksi Gula di PT PG

Rajawali II Unit PG Subang”. Sebagai pelaksanaan tugas akhir, penulis

melakukan penelitian dengan judul “Umur Simpan Cumi-cumi (Loligo sp.)

Olahan dengan Kemasan Vakum” di Laboratorium Pengemasan Departemen

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan

segala nikmat, petunjuk, kehendak, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyajikan hasil penelitan penulis dalam bentuk skripsi ini. Shalawat serta salam

tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, beserta keluarga

dan para sahabat beliau, dan seluruh pengikut beliau yang memegang teguh ajaran

beliau.

Skripsi ini dituliskan untuk menerangkan hasil penelitian penulis mengenai

umur simpan produk makanan laut, yaitu cumi-cumi. Cumi-cumi merupakan hasil

perikanan yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Pengolahan hasil perikanan

ini biasanya dalam bentuk seafood yang banyak dijual di rumah makan ataupun

restoran. Selama ini belum ada bentuk pengolahan yang dapat membuat makanan

laut ini mempunyai umur simpan yang cukup lama. Pun belum banyak dilakukan

pengemasan makanan laut (seafood) dengan pengemasan vakum. Penulis

mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengemasan

vakum memberikan dampak terhadap umur simpan cumi-cumi yang sudah diolah

ini. Hasil terhadap penelitian itulah yang ditulis dalam bentuk skripsi ini.

Penulis sadar, bahwa usaha penulis dari saat akan memulai penelitian

hingga tertuliskannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ir. M. Zein Nasution, MAppSc selaku pembimbing pertama penulis atas

segala arahan dan bimbingan baik selama penulis kuliah di kampus IPB

2. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT selaku pembimbing kedua penulis atas segala

arahan, bimbingan, dan dorongan selama penulis melakukan penelitian dan

menyusun skripsi ini

3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran terhadap isi skripsi ini

4. Bapak dan kedua kakak penulis yang telah banyak memberikan nasehat,

(11)

SKRIPSI

UMUR SIMPAN CUMI-CUMI (Loligosp.) OLAHAN DENGAN KEMASAN VAKUM

Oleh : Berlianto Nugroho

F34102068

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

UMUR SIMPAN CUMI-CUMI (

Loligo

sp.) OLAHAN

DENGAN KEMASAN VAKUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BERLIANTO NUGROHO F34102068

2007

(13)

Berlianto Nugroho. F34102068. Umur Simpan Cumi-cumi (Loligo sp.) Olahan dengan Kemasan Vakum. Di bawah bimbingan Ir. M. Zein Nasution, MAppSc. dan Dr. Ir. Endang Warsiki, MT.

RINGKASAN

Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2 yang mempunyai potensi sumber daya perikanan sebesar 6,6 juta ton per tahun. Cumi-cumi adalah salah satu komoditas perikanan Indonesia yang potensinya mencapai 28,25 ribu ton pada tahun 2005 (www.dkp.go.id, 2006). Pemanfaatan cumi-cumi terutama adalah sebagai bahan makanan (seafood). Seperti halnya produk perikanan lainnya, cumi-cumi mudah mengalami penurunan mutu, sehingga memerlukan proses pengolahan lanjutan atau langsung diolah untuk disajikan. Cumi-cumi olahan merupakan salah satu alternatif yang diharapkan dapat mempertahankan mutu sekaligus memberikan kemudahan konsumsi. Cara pengolahan ini menghasilkan produk dengan penampakan yang menarik, dan dengan aroma khas bumbu lokal dengan tetap mempertahankan cita rasa cumi-cumi itu sendiri. Produk cumi-cumi-cumi-cumi olahan ini dapat langsung dikonsumsi atau diolah lagi seperti dikukus, digoreng, dipanggang, atau dibakar. Produk cumi-cumi siap saji ini memerlukan suatu teknik pengemasan yang dapat menjaga keawetan produk tersebut. Pengemasan vakum adalah cara yang dipilih untuk keperluan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya simpan cumi-cumi olahan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menerapkan teknik kemasan vakum untuk produk cumi-cumi olahan, menduga umur simpan cumi-cumi olahan dalam kemasan vakum, dan mengukur kandungan gizi cumi-cumi olahan selama penyimpanan dalam kemasan vakum.

Penelitian ini dilakukan dengan menyimpan cumi-cumi olahan di dalam kemasan pada tiga variasi suhu yang berbeda, yaitu 30, 10, dan -15oC. Perlakuan yang dilakukan adalah dengan mengemas cumi-cumi olahan dengan kemasan non-vakum, kemasan PP vakum, dan kemasan PE vakum.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, cumi-cumi olahan memiliki kadar air sebesar 72,58%; pH sebesar 6,64; derajat hue sebesar 1,44 untuk bagian luar dan 1,47 untuk bagian dalam; nilai chroma sebesar 1,19 untuk bagian luar dan 1,11 untuk bagian dalam; nilai kekerasan 6,80/mm.det; kadar protein 14,43%; kadar lemak kasar 1,70%; kadar fosfor 1,36%; kadar besi 2,32 mg/kg; dan terdapat total mikroba sebanyak 2,10 – 5,50 x 102 koloni/g.

Selama masa penyimpanan, terjadi perubahan pH, nilai kekerasan, kadar air, kadar protein, dan pertumbuhan total mikroba. Parameter kritis umur simpan cumi-cumi olahan adalah adanya pertumbuhan total mikroba.

(14)

cumi-cumi olahan yang dikemas dengan kemasan non-vakum, cumi-cumi-cumi-cumi olahan dikemas dengan PP vakum, dan cumi-cumi olahan dikemas dengan kemasan PE vakum.

(15)

Berlianto Nugroho. F34102068.The Shelf Life of Processed Squid (Loligosp.) in the Vacuum Packaging. Supervised by Ir. M. Zein Nasution, MAppSc. and Dr. Ir. Endang Warsiki, MT.

SUMMARY

Indonesia is an archipelago country with 5.8 million km2 of sea territory, which own a potential fishery resource. The resources could be estimated at about 6.6 million tons per year. Squid is one of Indonesia fishery resources, which reached 28.25 thousand tons in year of 2005. The used of squid is usually as seafood. As any other fishery products, squid can easily decay, thus an advance processing is necessary. Processed squid, one among various alternatives to prolong squid shelf life, can be used to maintain the quality of squid and also give the ease of consumption. The products can directly be consumed, stewed, fried, roasted, or grilled. A specific packaging technique is needed to improve quality of this ready food. Vacuum packaging is a technique used to that necessity.

The objective of this study is to obtain the shelf life of processed squid in different condition of storage. The other objective of this study is to apply the vacuum packaging technique for processed squid and to estimate the shelf life of the product in vacuum pack. The quality during storage is measured to know the decreasing of the nutrition contents of processed squid.

The study was held by keeping the processed squid in vacuum pack at three different temperatures i.e.: 30, 10, -15oC. There were three type of packaging methods used in this study, poly propylene vacuum pack, and poly ethylene vacuum pack. Non vacuum pack is conducted as control.

The result of this study showed that, the processed squid has moisture content of 72.58%; pH of 6.64; hue degree of 1.44 for outer and 1.47 for inner surface; chrome value of 1.19 and 1.11 for outer and inner surface respectively; hardness value of 6.80/mm.sec; protein content of 14.43%; crude fat content of 1.70%; phosphor value of 1.36%; iron content of 2.32 mg/kg. The result also showed that processed squid has 2.10 – 5.50 x 102 colony/g of total microbe.

(16)
(17)

BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UMUR SIMPAN CUMI-CUMI (Loligo sp.) OLAHAN DENGAN KEMASAN VAKUM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

BERLIANTO NUGROHO F34102068

Dilahirkan pada tanggal 10 Desember 1983 di Jakarta

Tanggal lulus: 28 April 2007

Menyetujui,

Bogor, Mei 2007

(18)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Umur Simpan Cumi-cumi (Loligo sp.) Olahan dengan Kemasan Vakum” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali

dengan jelas ditujukan rujukannya.

Bogor, 19 April 2007

Yang Membuat Pernyataan

Nama : Berlianto Nugroho

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 10 Desember 1983. Penulis merupakan anak

ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kusnadi dan Ibu Supadmi (almh.).

Pada tahun 1988 penulis memulai pendidikan di TK Angkasa III Halim Perdana

Kusuma. Tahun 1990 penulis memasuki jenjang pendidikan dasar di SD Angkasa

III Halim Perdana Kusuma dan lulus tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan

di SLTPN 128 Halim Perdana Kusuma dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun

yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 67 Halim Perdana

Kusuma dan lulus pada tahun 2002.

Penulis melanjutkan pendidikannya di Departemen Teknologi Indsutri

Pertanian, Fakulatas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor pada tahun

2002 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan tinggi, penulis terlibat

aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai staff Divisi Media Islami Forum

Bina Islami (FBI) Fateta (2003-2004), Wakil Ketua UKM Thifan Po Khan IPB

(2003-2004), staff Divisi Public Relation FBI-Fateta (2004-2005), Ketua UKM

Thifan Po Khan IPB (2004-2005), dan Dewan Penasehat FBI-Fateta (2005-2006).

Penulis juga sempat menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada

tahun 2004, dan asisten praktikum Peralatan Industri Pertanian pada tahun 2006.

Pada tahun 2005, penulis melaksanakan Praktek Lapang (PL) di PT PG

Rajawali II Unit PG Subang dengan judul “Teknologi Produksi Gula di PT PG

Rajawali II Unit PG Subang”. Sebagai pelaksanaan tugas akhir, penulis

melakukan penelitian dengan judul “Umur Simpan Cumi-cumi (Loligo sp.)

Olahan dengan Kemasan Vakum” di Laboratorium Pengemasan Departemen

(20)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah memberikan

segala nikmat, petunjuk, kehendak, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyajikan hasil penelitan penulis dalam bentuk skripsi ini. Shalawat serta salam

tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW, beserta keluarga

dan para sahabat beliau, dan seluruh pengikut beliau yang memegang teguh ajaran

beliau.

Skripsi ini dituliskan untuk menerangkan hasil penelitian penulis mengenai

umur simpan produk makanan laut, yaitu cumi-cumi. Cumi-cumi merupakan hasil

perikanan yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Pengolahan hasil perikanan

ini biasanya dalam bentuk seafood yang banyak dijual di rumah makan ataupun

restoran. Selama ini belum ada bentuk pengolahan yang dapat membuat makanan

laut ini mempunyai umur simpan yang cukup lama. Pun belum banyak dilakukan

pengemasan makanan laut (seafood) dengan pengemasan vakum. Penulis

mencoba melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengemasan

vakum memberikan dampak terhadap umur simpan cumi-cumi yang sudah diolah

ini. Hasil terhadap penelitian itulah yang ditulis dalam bentuk skripsi ini.

Penulis sadar, bahwa usaha penulis dari saat akan memulai penelitian

hingga tertuliskannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Dalam

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Ir. M. Zein Nasution, MAppSc selaku pembimbing pertama penulis atas

segala arahan dan bimbingan baik selama penulis kuliah di kampus IPB

2. Dr. Ir. Endang Warsiki, MT selaku pembimbing kedua penulis atas segala

arahan, bimbingan, dan dorongan selama penulis melakukan penelitian dan

menyusun skripsi ini

3. Dr. Ir. Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran terhadap isi skripsi ini

4. Bapak dan kedua kakak penulis yang telah banyak memberikan nasehat,

(21)

5. Kurnia Meirina rekan penelitian sekaligus sebimbingan serta rekan satu

bimbingan yang lain, Yuli Handayani, yang telah banyak membantu penulis

selama pengerjaan tugas akhir ini

6. PT AGFI yang berkenan memberikan topik permasalahan ini untuk menjadi

bahan penelitian penulis, khususnya Pak Johan dan Mbak Wiwit yang telah

banyak membantu penulis selama penelitian

7. Teman-teman di laboratorium selama penelitian: Herry, Tarwin, Dodi, Arban,

Anna, Fifi, Firda, Maria Ulfah, Evi, Asti, Desi, Vivi, dan Veni yang telah

banyak membantu penulis saat menjalani masa-masa penelitian

8. Teman-teman TIN 39 atas segala bantuan dan dorongan kepada penulis

selama menjalani masa kuliah di TIN

9. Seluruh pengajar, karyawan, laboran, dan tenaga penunjang di lingkungan

Departemen TIN atas segala bantuan yang sudah diberikan kepada penulis

selama penulis menempuh studi di TIN

10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu di sini. Semoga

Allah membalas kebaikan kalian dengan kebaikan yang lebih baik lagi.

Bersama kata pengantar ini penulis juga meminta saran dan kritikan dari

para pembaca sebagai perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini

memberikan manfaat bagi para pembaca.

Bogor, April 2007

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL ...v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. CUMI-CUMI ... 4

2.2. PENGEMASAN VAKUM ...6

2.3. KEMASAN PLASTIK ... 8

2.4. PENENTUAN UMUR SIMPAN ... 11

III. METODOLOGI ...14

3.1. ALAT DAN BAHAN ... 14

3.2. METODE PENELITIAN ... 14

3.2.1. Penentuan sifat fisis mekanis plastik pengemas ... 14

3.2.2. Pengolahan cumi-cumi ... 14

3.2.3. Karakterisasi awal cumi-cumi ... 15

3.2.4. Penyimpanan cumi-cumi olahan ... 15

3.2.5. Analisa perubahan mutu selama penyimpanan ... 16

3.2.6. Analisis biaya ... 16

3.2.7. Penentuan kondisi pengemasan-penyimpanan terbaik ... 16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

4.1. SIFAT FISIS MEKANIS PLASTIK PENGEMAS ... 18

4.2. KARAKTERISASI AWAL CUMI-CUMI ... 19

4.2.1. Nilai pH ... 19

4.2.2. Warna ...19

(23)

4.2.4. Kadar Air ... 21

4.2.5. Kadar Protein ... 22

4.2.6. Kadar Lemak ... 23

4.2.7. Kadar Fosfor ... 24

4.2.8. Kadar Besi ... 25

4.2.9. Uji Mikroba ... 26

4.3. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN ...27

4.3.1. Perubahan pH ... 27

4.3.2. Kekerasan ... 31

4.3.3. Pertumbuhan Total Mikroba ...34

4.3.4. Analisa Proksimat setelah Penyimpanan ... 38

4.3.4.1. Kadar Air ... 38

4.3.4.2. Kadar Protein ... 41

4.4. PENENTUAN UMUR SIMPAN ... 44

4.5. ANALISIS BIAYA ... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1. KESIMPULAN ... 47

5.2. SARAN ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Pertumbuhan nilai ekspor cumi-cumi ... 2

Tabel 2.1. Komposisi cumi-cumi per 100 gram ... 6

Tabel 2.2. Daya tembus plastik terhadap N2, O2, CO2, dan H2O ... 9 Tabel 2.3. Ketahanan plastik terhadap bahan-bahan kimia ... 10

Tabel 2.4. Ketahanan plastik terhadap O2, SO2, dan H2O pada suhu 25oC.... 11 Tabel 3. Frekuensi pengujian terhadap cumi-cumi olahan yang disimpan

pada variasi suhu yang berbeda ... 16 Tabel 4.1. Sifat fisis-mekanis plastikpolypropylenedanpolyethylene ... 18

Tabel 4.2. Warna sampel dalam derajathue ... 20

Tabel 4.3. Hasil uji mikroba pada cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan 27

Tabel 4.5. Umur simpan cumi-cumi olahan pada tiap perlakuan ... 46

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2. Bagian tubuh cumi-cumi ... 5

Gambar 3. Diagram alir penelitian ... 17

Gambar 4.1. Nilai pH cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan ... 19

Gambar 4.2. Nilai kekerasan cumi-cumi segar dan olahan ... 21

Gambar 4.3. Kadar air cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan ... 21

Gambar 4.4. Kadar protein cumi-cumi segar dan olahan ... 22

Gambar 4.5. Kadar lemak cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan ... 24

Gambar 4.6. Kadar fosfor cumi-cumi segar dan olahan ... 25

Gambar 4.7. Kadar besi cumi-cumi segar dan olahan ... 26

Gambar 4.8. Grafik perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu 30±2oC .... 29 Gambar 4.9. Grafik perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu 10±2oC .... 29 Gambar 4.10. Grafik perubahan nilai pH pada penyimpanan suhu -15±5oC .. 30 Gambar 4.11. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu

30±2oC ... 31 Gambar 4.12. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu

10±2oC ... 32 Gambar 4.13. Grafik perubahan nilai kekerasan pada penyimpanan suhu

-15±5oC ... 34 Gambar 4.14. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu

30±2oC ... 35 Gambar 4.15. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu

10±2oC ... 36 Gambar 4.16. Grafik pertumbuhan total mikroba pada penyimpanan suhu

(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur analisa sifat fisis-mekanis bahan kemasan ... 52

Lampiran 2. Prosedur analisa karakterisasi mutu cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan ... 53 Lampiran 3. Rekapitulasi analisis ragam nilai pH ... 58

Lampiran 4. Diagram warna ... 59

Lampiran 5. Warna sampel dalam derajat hue ... 60

Lampiran 6. Rekapitulasi analisis ragam nilai kekerasan ... 61

Lampiran 7. Rekapitulasi analisis ragam kadar air ………...……… 62

Lampiran 8. Rekapitulasi analisis ragam kadar protein ... 63

Lampiran 9. Rekapitulasi analisis ragam kadar lemak ... 64

Lampiran 10. Kurva standar fosfat ……….. 65

Lampiran 11. Rekapitulasi analisis ragam kadar fosfor ... 66

(27)

I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi

sumber daya kelautan yang besar. Wilayah daratan Indonesia seluas 1,9 juta km2 tersebar pada sekitar 17.500 buah pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas

(sekitar 5,8 juta km2). Panjang garis pantai yang mengelilingi daratan tersebut adalah sekitar 81.000 km, yang merupakan garis pantai tropis terpanjang atau

terpanjang kedua di dunia setelah Kanada (Dahuri, 2003).

Perairan Indonesia diperkirakan mempunyai potensi sumber daya perikanan

sebesar 6,6 juta ton per tahun. Dari potensi perikanan yang begitu besar tersebut,

hanya 38 persen yang digunakan untuk keperluan konsumsi dan ekspor. Sumber

daya perairan laut tersebut terdiri atas ikan pelagis besar sebanyak 1,65 juta ton,

ikan pelagis kecil 3,6 juta ton, ikan karang 145 ribu ton, udang paneid 94,8 ribu

ton, lobster 4,8 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton (Dahuri, 2004).

Potensi cumi-cumi ini cukup besar melihat kecenderungan pangan dunia

yang berkembang ke arah cara makan (diet) yang sehat. Cumi-cumi mengandung

asam lemak tidak jenuh seperti EPA dan DHA yang diyakini mampu mengurangi

resiko penyumbatan pembuluh darah, stroke, dan penyakit jantung. Potensi

cumi-cumi di perairan Indonesia sendiri diperkirakan 28.250 ton per tahun, dengan

tingkat produksi sebesar 21.390 ton per tahun (Dahuri, 2003).

Potensi besar ini juga dapat dilihat dari data nilai ekspor cumi-cumi. Nilai

ekspor binatang laut yang dikelompokkan ke dalam hewan yang memiliki kaki di

kepala ini (keluarga chephalopoda) selama lima tahun terakhir terus meningkat.

Eskpor cumi-cumi yang pada tahun 2001 mencapai 13 ribu ton lebih (senilai US$

22 ribu) nilai produksi ekspornya menunjukkan peningkatan yang cukup tajam

pada tahun 2005. Tahun 2005 lalu jumlahnya berlipat menjadi 25 ribu ton lebih

(senilai lebih dari US$ 42 ribu). Peningkatan nilai ekspor ini ternyata masih jauh

lebih kecil dari kebutuhan cumi-cumi di pasar dunia. Di Amerika tahun 2005 lalu

membutuhkan 640 ribu ton cumi-cumi. Di saat yang sama Jepang membutuhkan

(28)

sekitar 200 ribu ton saja (www.dkp.go.id, 2006). Pertumbuhan ekspor cumi-cumi

dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Pertumbuhan nilai ekspor cumi-cumi

Tahun Nilai (US$)

Sumber: Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan,DKP

Pemanfaatan cumi-cumi terutama adalah sebagai bahan makanan (seafood),

seperti cumi bakar, kering cumi, dan berbagai macam hidanganseafood lainnya.

Selain bahan makanan, limbah cumi-cumi berguna sebagai sumber khitosan.

Seperti halnya produk perikanan lainnya, cumi-cumi mudah mengalami

penurunan mutu, sehingga memerlukan proses pengolahan lanjutan atau langsung

diolah untuk disajikan. Pengolahan lanjutan untuk mempertahankan mutu

cumi-cumi yang biasa dilakukan adalah dengan pengeringan, pengasapan, dan

pembekuan. Jenis pengolahan ini memerlukan pengolahan lanjutan untuk dapat

dikonsumsi manusia.

Dari cara-cara yang ada untuk mengurangi kerugian fisik, gizi, dan ekonomi

belum ada cara pengolahan yang praktis yang dapat mengakomodasi dua tujuan;

(i) mempertahankan mutu dan (ii) kemudahan konsumsi. Cumi-cumi olahan

merupakan salah satu alternatif yang diharapkan dapat mengakomodasi dua tujuan

tersebut. Cara pengolahan cumi-cumi olahan ini menghasilkan produk dengan

penampakan yang menarik dan dengan aroma khas bumbu lokal, dengan tidak

menghilangkan cita rasa cumi-cumi itu sendiri. Produk cumi-cumi olahan dapat

langsung dikonsumsi atau diolah lagi seperti dikukus, digoreng, dipanggang, atau

dibakar. Produk cumi-cumi olahan ini juga diharapkan mempunyai daya tahan

yang cukup lama sehingga dapat didistribusikan ke tempat yang cukup jauh,

sehingga memerlukan suatu teknik pengemasan yang dapat menjaga keawetan produk tersebut. Pengemasan vakum adalah teknik pengemasan yang dipilih

(29)

Teknik pengemasan vakum dilakukan dengan menurunkan kandungan udara

di dalam kemasan, termasuk di dalamnya oksigen. Pengemasan vakum terbukti

mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba inilah yang

menjadi salah satu penyebab utama penurunan mutu produk makanan, terutama

produk hasil perikanan.

1.2. TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan daya simpan cumi-cumi

olahan dengan tetap mempertahankan nilai gizi, sedangkan tujuan khusus

penelitian ini adalah :

1. Menerapkan teknik kemasan vakum untuk produk cumi-cumi olahan

2. Menentukan umur simpan cumi-cumi olahan dalam kemasan vakum

3. Mengukur kandungan gizi cumi-cumi olahan selama penyimpanan dalam

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. CUMI-CUMI

Cumi-cumi (Loligo sp.) termasuk dalam kelas Cephalopoda (Buchsbaum,

1948). Klasifikasi cumi-cumi selengkapnya adalah (Kreuzer, 1984)

Phylum : Mollusca

Kelas : Cephalopoda

Ordo : Teuthoidea

Subordo : Myopsida

Famili : Loliginidae

Genus :Loligosp.,Ommastrephes sp.,Todarodes sp.,Illex

illecebrosus

Walaupun termasukphylum moluska, cumi-cumi tidak seperti jenis-jenis moluska

lainnya. Cumi-cumi, sotong, dan gurita tidak memiliki cangkang luar. Cumi-cumi

memiliki kerangka tipis dan bening yang terdapat di dalam tubuhnya (Dahuri,

2003).

Tubuh cumi-cumi berbentuk kerucut dilapisi otot mantel berwarna putih

dengan sirip berbentuk segi tiga pada bagian punggung. Pada ujung mantel bagian

perut terbuka dan disebut “collar” dihubungkan dengan ujung leher oleh semacam

tulang rawan sehingga memungkinkan efektifitas penutupan rongga mantel.

Karakteristik yang dimiliki cumi-cumi adalah adanya kantung tinta yang terdapat

di atas usus besar yang bermuara di dekat anus sebagai benteng pertahanan dan

perlawanan yang akan berkontraksi dan mengeluarkan cairan berwarna hitam

ketika diserang musuh sehingga membentuk awan berwarna hitam di

sekelilingnya yang memungkinkan cumi-cumi terhindar dari predator lain

(Johnsonet al, 1977). Gambar bagian tubuh cumi-cumi dapat dilihat pada Gambar

(31)

Gambar 2. Bagian tubuh cumi-cumi (www.e-dukasi.net)

Cumi-cumi (Loligo sp.) tidak seperti binatang bilateral lainnya yang

memanjang anteroposterior, sumbu panjang tubuh cumi-cumi memanjang

dorsoventral. Cumi-cumi berenang dengan permukaan ventral yang maju

sedangkan permukaan dorsal ada di bagian belakang, permukaan anterior di atas

dan posterior di bawah (Buchsbaum, 1948).

Cumi-cumi (Loligo sp.) mempunyai kandungan protein yang tinggi dan

kandungan lemak yang rendah. Kandungan protein, lemak dan

komponen-komponen lainnya dari tubuh cumi-cumi dalam 100 gram bahan dapat dilihat pada

(32)

Tabel 2.1. Komposisi cumi-cumi per 100 gram

Komposisi Satuan Jumlaha Jumlahb

Energi Kalori 75

Kadar air gram 82,0 81,8

Protein gram 15,3 15,6

Lemak gram 0,8 1,0

Kadar abu gram 1,2 1,5

Karbohidrat gram 0,7

Kalsium mg 15 18

Phospor mg 194 170

Besi mg 1,0 0,2

Natrium mg 176 200

Kalium mg 266 290

Retinol mg 15

Tiamin mg 0,03

Riboflavin mg 0,008

Niasin mg 32

Sumber:aFAO (1972)

bOkuzumi dan Fujii (2000)

2.2. PENGEMASAN VAKUM

Tujuan dari pengemasan pangan adalah untuk melindungi produk dari

lingkungan sekitarnya dalam rangka peningkatan mutu simpan. Menurut Buckle

et al(1988), pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi-fungsi

utama :

1) Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan

perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya

2) Harus memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan

fisik, air, oksigen dan sinar

3) Harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses

pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke dalam kemasan. Hal

(33)

mesin-mesin yang ada atau yang baru akan dibeli atau disewa untuk

keperluan tersebut

4) Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut

rancangan, di mana bukan saja memberi kemudahan pada konsumen

misalnya kemudahan dalam membuka atau menutup kembali wadah

tersebut, tetapi juga harus dapat mempermudah pada tahap selanjutnya

selama pengolahaan di gudang dan selama pengangkutan untuk distribusi.

Terutama harus dipertimbangkan dalam ukuran, bentuk dan berat dari unit

pengepakan

5) Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan. Unit-unit

pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan

melindungi apa yang dijual.

Sistem pengemasan dengan gas hampa (tekanan kurang dari 1 atm) yang

dilakukan dengan mengeluarkan oksigen dari kemasan (Syarief dan Halid., 1989),

dikenal sebagai kemasan vakum. Kemasan vakum dibuat dengan memasukkan

produk ke dalam plastik, diikuti dengan pemompaan udara keluar kemudian

ditutup dan setelah itu plastik kemasan direkatkan dengan panas (Jay, 2000).

Proses pengvakuman dalam kemasan bertujuan untuk menurunkan

kandungan udara di dalam kemasan, termasuk oksigen. Kandungan oksigen yang

rendah terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikroba. Menurut Petersenet.

al. (1999) rendahnya oksigen yang terdapat dalam kemasan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan mikroba seperti Pseudomonas, Moraxella,

Acinetobacter, Flavobacterium danCytophaga.

Ketersediaan oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.

Kapang bersifat aerobik sedangkan sebagian besar khamir bersifat aerobik

fakultatif. Bakteri sendiri ada yang bersifat aerobik maupun anaerobik.

Berdasarkan kebutuhan akan oksigen, mikroorganisme dapat dibedakan atas tiga

grup (Fardiaz dan Haryadi, 1997), yaitu:

• aerob : hanya dapat tumbuh jika terdapat oksigen di lingkungannya

(34)

• anaerob fakultatif : dapat tumbuh tanpa atau dengan adanya oksigen. Khusus untuk produk-produk perikanan, Saccharow dan Griffin (1980) menjelaskan bahwa bahan pengemas harus dapat (i) mengurangi oksidasi lemak;

(ii) mengurangi dehidrasi; (iii) menekan kerusakan akibat bakteri dan bahan

kimia; (iv) menghilangkan tetesan; dan (v) mencegah penyebaran bau.

2.3. KEMASAN PLASTIK

Bahan plastik mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam daya tembusnya

terhadap gas seperti nitrogen, oksigen, belerang oksida dan uap air. Karena fungsi

bahan pengemas dalam menurunkan tingkat pembusukan dari beberapa bahan

pangan sangat erat hubungannya dengan penembusan gas, baik ke dalam maupun

ke luar dari kemasan, keterangan mengenai daya tembus kemasan sangat penting

dalam penelitian pengawetan. Sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu,

ketebalan lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer (seperti RH, untuk

pemindahan uap air) dan faktor lainnya (Buckleet al, 1988).

Polyethylene (PE) merupakan plastik tipis berlapis tunggal yang banyak

digunakan dalam industri pengemasan fleksibel. Kemasan HDPE (High Density

Polyethylene) merupakan salah satu jenis plastik yang populer di kalangan masyarakat. Plastik ini dihasilkan pada tekanan dan suhu rendah (50 – 70oC), tahan terhadap suhu 120oC, kedap air dan kedap udara (Syarief dan Halid, 1989). Menurut Buckle et. al. (1987), plastik HDPE mampu memberikan perlindungan

terbaik terhadap air (uap air), lemak serta asam dan basa.

Di dalam Buckle et. al. (1988), Polypropylene lebih kaku, kuat dan ringan

daripadapolyethylene dengan daya tembus uap air yang rendah, ketahanan yang

baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Plastik

tipis yang tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap

suhu tetapi bukan penahan gas yang baik.

Menurut Saccharow dan Griffin (1980), pada umumnya plastik yang

digunakan untuk pengemasan vakum segar adalah polyvinyledene chlorida

(PVDC). Plastik ini memiliki karakteristik permeabilitas oksigen yang rendah dan

(35)

PVDC diperlukan untuk teknik penyimpanan vakum. Plastik lain yang bisa

digunakan adalah PVDC-cellophane,polyethyelne, polypropylenesataupolyester.

Tabel 2.2. Daya tembus plastik terhadap N2, O2, CO2 dan H2O Daya tembus (cm3/cm2/mm/det/cmHg) x 1010 Plastik tipis

Ethyl cellulosa 84 265 2000 130000

Cellulose acetat 2,8 7,8 68 75000 Sumber: Buckleet. al. (1988)

Nilai-nilai pada Tabel 2.2 di atas menunjukkan daya tembus gas N2, O2, CO2, dan H2O terhadap berbagai jenis plastik. Semakin besar nilai yang ditunjukkan berarti semakin besar pula daya tembus gas tersebut terhadap plastik.

Daya tembus gas yang besar pada suatu plastik menunjukkan bahwa plastik

tersebut bukanlah barrier yang baik terhadap gas yang dimaksud. Daya tembus

gas dan uap air berbanding terbalik dengan densitas plastik. Semakin besar

densitas plastik, maka daya tembus gas dan uap air terhadap plastik tersebut

(36)

Tabel 2.3. Ketahanan plastik terhadap bahan-bahan kimia Ketahanan terhadap Bahan plastik

Lemak dan minyak Pelarut organik Air Asam Basa

Cellophan biasa (plain) Tak tembus (impermeable) Tak larut Sedang Asam-asam lemah sampai kuat

Basa-basa lemah sampai kuat Berlapis NC (NC coated) Tak tembus Lapisan terserang Sedang Asam-asam lemah

sampai kuat Berlapis polyethylene Seperti polyethylene Seperti polyethylene - Sangat baik Sangat baik

Cellulosa asetat Baik Larut kecuali dalam

hidrokarbon

- Asam-asam lemah sampai kuat

Basa-basa lemah sampai kuat

Polyamide (Nylon 6) Sangat baik Sangat baik Sangat baik Jelek Sangat baik

Polyethylen dengan - kerapatan (density) rendah

Dapat sedikit menggembung pada perendaman yang lama

Baik kecuali pelarut-pelarut hidrokarbon yang

mengandung khlor

Sangat baik Sangat baik Sangat baik

- kerapatan sedang Baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik

- Kerapatan tinggi Sangat baik Baik Sangat baik Sangat baik Sangat baik

Polyester (mylar, scotch,

pak, videne)

Sangat baik sangat baik Sangat baik Baik Baik

Polystirene (oriented) Baik Sangat baik sampai jelek Sangat baik Baik Sangat baik Rubber hydrochloride

(Pliofilm)

Sangat baik Baik kecuali dalam larutan hidrokarbon yang

mengandung khlor

(chlorinated)

Sangat baik Baik Baik

Vinylidene Cryovac Sangat baik Baik sampai sangat baik Sangat baik Sangat baik Baik kecuali amonia Saran Sangat baik Baik sampai sangat baik Sangat baik Sangat baik kecuali

H2SO4 & HNO3

(37)

Tabel 2.4. Daya tembus plastik terhadap O2, SO2 dan H2O pada suhu 25oC Daya tembus (cm3/cm2/mm/det/cmHg) x 1010

Plastik tipis Ketebalan

* Diukur terhadap RH 75% Sumber: Buckleet. al. (1988)

2.4. PENENTUAN UMUR SIMPAN

Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian tentang waktu

antara saat produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan mutu produk

masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Floros (1993) menyatakan bahwa umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi

penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu

tertentu.

Floros (1993) lebih lanjut menyatakan umur simpan produk pangan dapat

diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan

dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage

Studies(ESS) dan Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). ESS yang sering juga

disebut sebagai metoda konvensional adalah penentuan tanggal kadaluwarsa

dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari dan

dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat

mutu kadaluarsa. Penentuan umur simpan produk dilakukan dengan mengamati

produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi

(38)

Asumsi dasar yang mendasari pengujian dengan metode ASLT adalah

bahwa prinsip kinetika kimia dapat diaplikasikan untuk mengukur efek yang

disebabkan oleh faktor eksternal seperti temperatur, kelembaban, cahaya dan

atmosfer gas yang mempengaruhi tingkat kerusakan. Metode ASLT dilakukan

dengan memberikan perlakuan terhadap makanan pada lingkungan terkendali di

mana satu atau lebih faktor eksternal ditetapkan pada tingkat yang lebih tinggi

dari keadaan normal, tingkat kerusakan akan semakin cepat atau terakselerasi,

menghasilkan waktu yang lebih singkat hingga produk rusak. Karena efek dari

faktor eksternal yang menyebabkan kerusakan dapat diukur, besar akselerasi dapat

dihitung dan umur produk sebenarnya di bawah kondisi normal juga dapat

dihitung (Robertsen, 1993).

Salah satu faktor eksternal yang sering digunakan sebagai acuan untuk

pendugaan umur simpan adalah suhu. Pengaruh suhu pada tingkat reaksi

dijelaskan melalui persamaan Arrhenius (Syarief dan Hariyadi, 1993):

k

=

k

o

e

-E/RT

di mana k adalah konstanta penurunan mutu; ko merupakan konstanta tidak terpengaruh suhu; E adalah energi aktivasi; R adalah konstanta gas (1,986

kal/mol); dan T adalah suhu mutlak.

Parameter lain yang sering digunakan untuk menjelaskan hubungan antara

suhu dan konstanta tingkat reaksi menurut Singh (1994) adalah dengan Q10. Q10 didefinisikan sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang

dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme

berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan

kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan

dalam hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan

kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum

(39)

air, gas, dan bau termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat

(Labuza, 1982).

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya awet bahan pangan yang telah

dikemas adalah :

1) Sifat alamiah dari bahan pangan dan mekanisme di mana bahan ini

mengalami kerusakan, misalnya kepekaannya terhadap kelembaban dan

oksigen, dan kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan kimia dan fisik

di dalam bahan pangan

2) Ukuran bahan pengemas sehubungan dengan volume bahan yang dikemas

3) Kondisi atmosfer (terutama suhu dan kelembaban) di mana kemasan

dibutuhkan untuk melindungi selama pengangkutan dan sebelum digunakan.

4) Ketahanan bahan pengemas secara keseluruhan terhadap air, gas atmosfer

dan bau, termasuk ketahanan dari tutup, penutupan dan lipatan.

Pengaruh kadar air dan aktivitas air (water activity) sangat penting sekali

dalam menentukan daya awet dari bahan pangan, karena keduanya mempengaruhi

sifat-sifat fisik (misalnya pengerasan, pengeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia,

perubahan-perubahan kimia (misalnya pencoklatan), kebusukan oleh

mikroorganisme, dan perubahan enzimatis, terutama pada bahan-bahan pangan

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah cumi-cumi (Loligo

sp) segar dan cumi-cumi olahan yang diperoleh dari salah satu rumah makan di

Bogor. Keperluan lainnya adalah bahan kimia yang digunakan untuk analisis

seperti HNO3, H2SO4 pekat, HCl 0,02 N, NaOH 50%, NaOH 0,02 N, hexan,Plate

Count Agar (PCA), dan pereaksi Vanadat-Molibdat. Bahan kemasan yang

digunakan terdiri dari plastik HDPE tebal, PP tebal, dan PE campuran.

Peralatan penelitian yang digunakan adalah timbangan analitik, oven,

inkubator, referigerator, freezer, pH meter, penetrometer, Color Measuring

Digital Display System, destruktor, erlenmeyer, tabung reaksi, autoclave,

spektrofotometer, blender, gelas piala, pipet, buret, cawan porselen, dan alat-alat gelas lainnya.

3.2. METODE PENELITIAN

3.2.1. Penentuan sifat fisis mekanis plastik pengemas

Sifat fisis mekanis plastik pengemas dianalisis untuk memberikan gambaran

awal mengenai plastik yang digunakan untuk mengemas cumi-cumi olahan yang

digunakan dalam penelitian ini. Adapun sifat-sifat tersebut meliputi ketebalan,

gramatur, dan densitas. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1.

3.2.2. Pengolahan cumi-cumi

Pembuatan cumi-cumi olahan dilakukan dengan membersihkan cumi-cumi

dari kotoran sebagai tahap awal pengolahan. Sebagai persiapan untuk tahap

pengolahan selanjutnya ialah dengan menyiapkan bumbu halus, yaitu kemiri yang

dihaluskan. Selain bumbu halus, bumbu kering yang terdiri dari bawang merah,

bawang putih, garam, kunyit, cabai merah dan santan juga disiapkan. Pengolahan

cumi-cumi olahan dilakukan dengan memasak cumi-cumi bersama dengan bumbu

halus, bumbu kering, dan air yang dimasukkan ke dalam wajan. Pengolahan

(41)

cumi-cummi diangkat dan ditiriskan. Air bumbu yang tersisa dipanaskan hingga kental.

Setelah air bumbu kental dan mengering, cumi-cumi dimasukkan kembali ke

dalam wajan untuk kemudian diaduk bersama bumbu hingga rata.

3.2.3. Karakterisasi awal cumi-cumi

Karakterisasi cumi bertujuan untuk mengetahui kondisi awal

cumi-cumi sebagai acuan untuk mengetahui perubahan mutu cumi-cumi selama

penyimpanan. Ada dua macam cumi-cumi yang dianalisis dalam penelitian ini,

yaitu cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan. Uji-uji yang dilakukan terhadap

cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan adalah sebagai berikut.

i. Cumi-cumi segar

Dalam penelitian ini, cumi-cumi segar dianalisis kadar air, kadar protein,

kadar lemak, kadar fosfor, kadar besi, total mikroba, tekstur, pH, dan warna.

Metode analisis karakterisasi cumi-cumi segar disajikan pada Lampiran 2.

ii. Cumi-cumi olahan

Cumi-cumi segar setelah diolah (dimasak) kembali dianalisis untuk

mengetahui kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar fosfor, kadar besi, total

mikroba, tekstur, pH, dan warna. Metode analisis karakterisasi cumi-cumi olahan

disajikan pada Lampiran 2.

3.2.4. Penyimpanan cumi-cumi olahan

Cumi-cumi olahan disimpan dengan tiga jenis kemasan yang berbeda dalam

tiga variasi suhu. Jenis kemasan pertama adalah kemasan non-vakum dengan jenis

plastik yang digunakan adalah high density polyethylene (HDPE). Jenis kemasan

kedua adalah kemasan vakum dengan plastik pengemasnya berjenis

polypropylene. Jenis kemasan ketiga adalah kemasan vakum dengan plastik pengemasnya adalahpolyethylene campuran nylon 1,5/PE 15/LLDPE 40.

Cumi-cumi dalam kemasan ini kemudian disimpan sampai diperkirakan mutu Cumi-

cumi-cumi tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Variasi suhu penyimpanan dilakukan

pada suhu -15, 10, dan 30oC dengan dua kali ulangan.

Perkiraan suhu penyimpanan yang digunakan oleh konsumen menjadi dasar

(42)

10oC merupakan rata-rata suhu referigerator (kulkas) tempat konsumen biasa menyimpan bahan makanan untuk jangka waktu cukup lama (menengah).

Penggunaan suhu -15oC karena suhu ini merupakan suhu rata-rata freezer jika konsumen ingin menyimpan bahan makanan, termasuk cumi-cumi olahan, untuk

jangka waktu yang sangat lama.

3.2.5. Analisis perubahan mutu selama penyimpanan

Cumi-cumi olahan dalam kemasan diuji tekstur (kekerasan), warna, pH, dan

TPC secara periodik. Frekuensi pengujian untuk masing variasi suhu dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Frekuensi pengujian terhadap cumi-cumi olahan yang disimpan pada variasi suhu yang berbeda.

Suhu Frekuensi pengujian

-15oC Setiap minggu 10oC Setiap dua hari

30oC Setiap 6 jam (kekerasan, pH, warna) dan 12 jam 1x (uji mikroba)

3.2.6. Analisis biaya

Analisis biaya dilakukan untuk memperkirakan kenaikan biaya produksi dan

kaitannya dengan nilai tambah produk. Biaya yang dihitung meliputi harga dasar

cumi-cumi olahan, harga plastik, dan biaya pengemasan.

3.2.7. Penentuan kondisi pengemasan terbaik

Hasil analisis penurunan mutu cumi olahan dan analisis umur simpan

digunakan untuk menentukan kondisi pengemasan dan penyimpanan terbaik.

Penentuan kondisi penyimpanan terbaik dilakukan dengan membandingkan umur

simpan cumi-cumi olahan dalam tiap perlakuan ditambah dengan perbandingan

melalui analisis biaya. Kondisi terbaik adalah kondisi penyimpanan yang dapat

memberikan umur simpan paling lama dan biaya yang paling sedikit. Detail

(43)

Analisis Mutu

Cumi-cumi olahan Analisis Mutu

Penyimpanan (-15, 10, 30oC)

Umur Simpan Cumi Olahan Pengemasan vakum dengan 3 jenis kemasan

(PE,PP, kontrol)

Analisis Mutu

Penentuan kondisi pengemasan

terbaik Pemasakan/pengolahan

Cumi-cumi segar

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. SIFAT FISIS MEKANIS PLASTIK PENGEMAS

Sifat fisis-mekanis plastik yang digunakan untuk mengemas cumi-cumi

olahan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari tabel tersebut terlihat bahwa plastik PE

yang digunakan untuk kemasan vakum lebih tipis daripada plastik PP dan HDPE.

Perbandingan gramatur juga meperlihatkan bahwa plastik PE memiliki gramatur

yang lebih rendah dibandingkan plastik PP dan HDPE. Sebaliknya, densitas

menunjukkan bahwa plastik PE campuran memiliki densitas yang lebih tinggi

daripada plastik PP dan HDPE. Plastik PP yang digunakan untuk kemasan vakum

memiliki densitas terendah bila dibandingkan dengan dua jenis plastik lainnya.

Nilai gramatur plastik menunjukkan bobot plastik per satuan luas,

sedangkan densitas menunjukkan bobot plastik per satuan volume. Nilai densitas

menunjukkan tingkat kerapatan plastik tersebut. Nilai densitas yang besar

menunjukkan bahwa kerapatan plastik tersebut tinggi sehingga lebih sukar

ditembus oleh uap air.

Tabel 4.1. Sifat fisis-mekanis plastikpolypropylene danpolyethylene

Sifat HDPE

(kemasan non-vakum)

PE PP

Tebal (mm) 0,103 0,0728 0,1026

Gramatur (g/m2) 90,71 68,79 82,78

Densitas (g/m3) 0,88068 0,944918 0,806823

Jika informasi pada Tabel 4.1 di atas dibandingkan dengan informasi yang

didapat dari studi pustaka, maka dapat disimpulkan bahwa plastik yang paling

dapat menghambat O2 dan H2O adalah PE, kemudian HDPE dan PP. Hal ini dapat dimungkinkan karena jenis plastik PE yang digunakan merupakan jenis plastik

(45)

4.2. KARAKTERISASI AWAL CUMI-CUMI

Gambar 4.1. Nilai pH cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan

Dari Gambar 4.1 di atas terlihat bahwa pH cumi-cumi segar tidak

mengalami perubahan yang signifikan setelah diolah menjadi produk cumi-cumi

olahan. Untuk memperkuat penilaian ini, dengan menggunakan analisis ragam

terhadap atribut pH pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil bahwa tidak

ada perbedaan yang nyata antara nilai pH cumi-cumi segar dengan pH cumi-cumi

olahan. Rekapitulasi analisis ragam nilai pH disajikan pada Lampiran 3. Nilai pH

cumi-cumi segar adalah 6,62 ± 0,02 dan nilai pH cumi-cumi olahan adalah 6,64 ±

0,05. Nilai pH yang berada pada kisaran 6 – 7 pada cumi-cumi olahan merupakan

kondisi yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Kondisi pH optimum bagi

pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir berada pada kisaran 6,5 – 7,5, walaupun

khamir lebih suka tumbuh pada kondisi asam (pH 4 – 4,5).

4.2.2. Warna

Pengukuran terhadap warna cumi-cumi dilakukan pada dua sisi cumi. Sisi

bagian dalam dan sisi bagian luar cumi-cumi. Hasil pengukuran terhadap warna

(46)

Tabel 4.2. Hasil pengukuran terhadap warna cumi-cumi

Sampel ohue Chroma

Bagian dalam 63,52 ± 1,42 31,24 ± 3,74

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa antara bagian dalam dengan

bagian luar cumi-cumi tidak terdapat perbedaan warna yang nyata. Warna kedua

bagian tersebut, baik cumi-cumi segar maupun cumi-cumi olahan berada pada

kisaran derajat hue yang menunjukkan warna yellow red (kuning-merah).

Diagram warna dapat dilihat pada Lampiran 4, sedangkan keterangan warna

sampel dalam derajat hue dapat dilihat pada Lampiran 5.

Untuk intensitas warna, berdasarkan nilaichroma, warna cumi-cumi bagian

dalam lebih tinggi intensitasnya daripada bagian luar. Hal ini berlaku pada

cumi-cumi segar dan cumi-cumi-cumi-cumi olahan. Warna bagian luar cumi-cumi-cumi-cumi lebih redup

daripada bagian dalam. Secara penglihatan visual pun dapat dilihat bahwa warna

bagian dalam berwarna lebih putih cemerlang.

4.2.3. Kekerasan

Nilai kekerasan yang diperoleh berbanding terbalik dengan kekerasan.

Semakin besar nilai, maka kekerasan cumi-cumi semakin lunak. Nilai yang

diperoleh untuk cumi-cumi segar berada dalam kisaran 3,2 – 4,3 /mm.det dan

cumi-cumi olahan berada dalam kisaran 6,3 – 7,3 /mm.det.

Hasil analisis ragam terhadap nilai kekerasan pada taraf signifikansi =

0,05 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nyata antara nilai kekerasan

cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kekerasan

cumi-cumi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Cumi-cumi segar memiliki tekstur yang kenyal dan padat sedangkan

cumi-cumi olahan karena pengaruh pemasakan terutama pemanasan, memiliki tekstur

yang lebih lunak daripada cumi-cumi segar, seperti yang terlihat pada Gambar

(47)

0,0

Gambar 4.2. Nilai kekerasan cumi-cumi segar dan olahan

4.2.4. Kadar Air

Pengukuran kadar air cumi-cumi segar dan olahan menunjukkan bahwa

kadar air cumi-cumi segar lebih tinggi dari kadar air cumi-cumi olahan, seperti

yang terlihar pada Gambar 4.3. Kadar air cumi-cumi segar sebesar 84,54%,

sedangkan kadar air cumi-cumi olahan sebesar 72,57%. Kadar air yang cukup

tinggi ini cocok untuk pertumbuhan mikrorganisme seperti bakteri, sehingga

bahan makanan yang memiliki kadar air tinggi rentan terhadap kerusakan akibat

bakteri. Selain bakteri, kapang dan khamir juga dapat hidup pada kondisi ini.

64

(48)

Hasil analisis ragam terhadap kadar air cumi-cumi pada taraf signifikansi

= 0,05 didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan nyata antara kadar air

cumi segar dengan cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kadar air

cumi-cumi dapat dilihat pada Lampiran 7.

Penurunan kadar air cumi-cumi olahan ini disebabkan karena pemanasan

yang dilakukan saat mengolah cumi-cumi. Pemanasan ini yang menyebabkan

kadar air cumi-cumi menurun karena menguap. Selain itu, penambahan garam,

yang merupakan salah satu bumbu yang digunakan untuk mengolah cumi-cumi,

dapat mengikat air sehingga menurunkan kadar air cumi-cumi.

4.2.5. Kadar Protein

Kadar protein yang diukur adalah kadar protein kasar dengan menggunakan

metode Kjeldahl. Kadar protein untuk cumi-cumi segar adalah sebesar 5,9 –

10,3%, sedangkan cumi-cumi olahan memiliki kadar protein sebesar 13,6 – 15,1%

(Gambar 4.4). Hasil analisis ragam terhadap kadar protein pada taraf signifikansi

= 0,05 didapatkan hasil tidak terdapat perbedaan nyata antara kadar protein

cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam kadar

protein disajikan pada Lampiran 8.

0,0

(49)

Berdasarkan Okuzumi dan Fujii (2000), kadar protein cumi-cumi segar

berkisar antara 15 – 20%. Rendahnya kadar protein cumi-cumi kemungkinan

disebabkan variasi sampel yang diambil. Perbedaan spesies, waktu panen, masa

kembang-biak, usia cumi-cumi bisa menjadi faktor-faktor yang menyebabkan

perbedaan nilai protein yang diperoleh dibandingkan dengan literatur. Ini diakui

juga oleh Okuzumi dan Fujii (2000), bahwa sifat umum cumi-cumi yang

terdeteksi bisa berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas.

Berdasarkan Sahidi dan Botta (1994), kebanyakan ikan segar mengandung

16 – 24% protein. Nilai ini dapat meningkat hingga 35% pada ikan yang sudah

dimasak. Tingginya kadar air pada golongan moluska berpengaruh pada

rendahnya kadar protein (8 – 18%).

4.2.6. Kadar Lemak

Hasil pengukuran kadar lemak terhadap cumi-cumi segar dan cumi-cumi

olahan dengan dua kali ulangan menunjukkan hasil berada dalam kisaran 0,372 –

0,763% untuk cumi segar dan 1,727 – 2,213% untuk cumi olahan (Gambar 4.5).

Hasil analisis ragam terhadap kadar lemak cumi-cumi segar dengan cumi-cumi

olahan pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil bahwa terdapat

perbedaan yang nyata antara nilai keduanya. Rekapitulasi analisis ragam terhadap

kadar lemak disajikan pada Lampiran 9.

Dari grafik pada Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar

lemak setelah cumi-cumi diolah. Peningkatan ini kemungkinan dikarenakan pada

pengolahan cumi-cumi ditambahkan santan yang merupakan emulsi minyak

dalam air, sehingga menambah kandungan lemak terukur. Berdasarkan Okuzumi

(50)

0,0

Gambar 4.5. Kadar lemak cumi-cumi segar dan cumi-cumi olahan

4.2.7. Kadar Fosfor

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar fosfor pada cumi-cumi segar

sebesar 1,0 – 1,2%. Pengukuran pada cumi-cumi olahan menunjukkan bahwa

kadar fosfor yang terkandung di dalamnya sebesar 1,34 – 1,38%. Hasil analisis

ragam terhadap kadar fosfor pada taraf signifikansi = 0,05 didapatkan hasil

bahwa terdapat perbedaan nyata antara kadar fosfor cumi-cumi segar dengan

cumi-cumi olahan. Rekapitulasi analisis ragam terhadap kadar fosfor disajikan

pada Lampiran 11.

Pada Gambar 4.6 di bawah dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar

fosfor selama pengolahan. Terjadi peningkatan kadar fosfor kemungkinan karena

pengaruh penambahan bumbu saat pengolahan, sehingga menambah kandungan

(51)

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0

cumi-cumi

Ka

d

a

r Fo

sfo

r

(%)

segar

olahan

Gambar 4.6. Kadar fosfor cumi-cumi segar dan olahan

4.2.8. Kadar Besi

Berdasarkan Gaman dan Sherrington (1981), fungsi zat besi adalah sebagai

salah satu pembentuk sel darah merah. Zat besi tidak dirusakkan oleh pemasakan,

tetapi sejumlah kecil akan hilang bersama air karena zat besi larut dalam air. Hasil

pemeriksaan terhadap kandungan zat besi pada cumi segar dan olahan

menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan di antara keduanya. Hasil analisis

ragam terhadap kadar besi pada taraf signifikansi = 0,05 memperlihatkan

perbedaan nyata antara kadar besi cumi-cumi segar dengan cumi-cumi olahan.

(52)

0,0

Gambar 4.7. Kadar besi cumi-cumi segar dan olahan

Dapat dilihat pada Gambar 4.7 bahwa kandungan zat besi cumi-cumi segar

lebih tinggi dibandingkan cumi-cumi olahan. Cumi-cumi segar memiliki

kandungan zat besi sebanyak 7,7 hingga – 8,7 mg/kg (0,7 – 0,9 mg/100g).

Kandungan zat besi cumi-cumi olahan sebesar 1,7 – 2,9 mg/kg (0,1 – 0,3

mg/100g).

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa kadar besi setelah pemasakan

mengalami penurunan yang cukup besar. Adanya penurunan ini kemungkinan

karena pengaruh pemasakan. Berdasarkan Bender (1987), hilangnya zat besi

akibat pemasakan bisa mencapai 32%.

4.2.9. Uji Mikroba

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa cumi-cumi segar tercemar oleh

bermacam-macam mikroba. Pengujian yang dilakukan terhadap cumi-cumi olahan

menunjukkan bahwa terdapat cemaran mikroba, tetapi tidak sebanyak seperti yang

tampak pada cumi-cumi segar. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengolahan

cumi-cumi dapat mengurangi mikroba yang terdapat pada cumi-cumi.

Mikroorganisme yang terdapat pada cumi-cumi olahan tidak hanya bakteri, tetapi

juga sedikit kapang dan khamir. Hal ini menunjukkan bahwa cumi-cumi olahan

(53)

Jumlah total mikroba yang terdapat pada cumi-cumi olahan masih berada

dalam batas aman konsumsi jika dibandingkan dengan SNI 01-2719-1992 untuk

cumi-cumi kering dan SNI 01-2731-1992 untuk cumi-cumi beku. Jumlah

maksimum total mikroba untuk cumi-cumi kering adalah sebanyak 4 x 104 koloni/g dan jumlah maksimum total mikroba untuk cumi-cumi beku adalah 5 x

105 koloni/g.

Tabel 4.3. Hasil uji mikroba pada cumi-cumi segar dan olahan

Sampel Ulangan Standard Plate Count (SPC) Total Mikroba Segar I 4,00 x 104 koloni/g

II 1,20 x 104 koloni/g Olahan I 5,50 x 102koloni/g II 2,10 x 102 koloni/g

Ada beberapa faktor yang menyebabkan jumlah mikroba pada cumi-cumi

olahan lebih rendah daripada cumi-cumi segar. Salah satunya adalah pemanasan.

Selama pengolahan, cumi-cumi mengalami pemanasan dengan memasaknya di

atas api. Proses pemanasan ini menyebabkan sebagian besar mikroorganisme yang

terdapat pada cumi-cumi segar mati. Selain itu, bumbu yang digunakan juga

berperan dalam mengurangi jumlah mikroba yang terdapat pada cumi-cumi. Beberapa bumbu yang digunakan seperti bawang merah, bawang putih, dan

kunyit memiliki kandungan senyawa antimikroba. Pada bawang merah dan

bawang putih terdapat senyawa allicin yang berperan sebagai zat antibakteri

(Palungkun dan Budhiarti, 1992; Wibowo 1991). Selain itu, kunyit mengandung

minyakcurcumin yang mempunyai sifat sebagai antioksidan dan antibakteri.

4.3. PERUBAHAN MUTU SELAMA PENYIMPANAN 4.3.1. Perubahan pH

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu penyebab produk perikanan

menjadi rusak. Derajat keasaman yang rendah menunjukkan produk mengalami

proses pembusukan karena terjadi penguraian protein menjadi senyawa-senyawa

(54)

6,4 – 6,6 disebabkan oleh rendahnya cadangan glikogen dalam daging ikan, ini

yang menjadikan produk perikanan mudah rusak.

Nilai pH cumi-cumi olahan cenderung mengalami penurunan selama

penyimpanan. Gambar 4.8 menunjukkan grafik perubahan pH cumi-cumi olahan

yang disimpan pada suhu 30oC. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa ketiga perlakuan menunjukkan kecenderungan penurunan nilai pH selama penyimpanan.

Dari grafik juga dapat dilihat bahwa cumi-cumi olahan yang disimpan dengan

menggunakan kemasan PE vakum cenderung mengalami penurunan pH yang

lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan yang dapat

mempertahankan pH tidak mengalami penurunan yang besar adalah penyimpanan

dengan menggunakan PP vakum.

Persentase penurunan pH terbesar terjadi pada jam penyimpanan ke-18

hingga jam ke-30. Persentase penurunan pH untuk cumi-cumi olahan yang

disimpan dalam kemasan PP sebesar 9,21%; 11,10% untuk cumi-cumi olahan

yang disimpan dalam kemasan PE; dan sebesar 8,10% untuk cumi-cumi olahan

yang disimpan dengan kemasan non-vakum. Titik pH terendah yang dicapai

adalah 5,36. Sedangkan titik pH terendah yang dicapai oleh cumi olahan yang

disimpan dengan kemasan non-vakum dan dalam kemasan PP adalah 6,15 dan

5,93.

Dari grafik perubahan pH selama penyimpanan pada Gambar 4.8, dapat

dilihat bahwa pada awalnya pH meningkat kemudian menurun. Peningkatan nilai

pH pada awal penyimpanan kemungkinan dikarenakan aktivitas mikroba yang

mengurai asam amino yang menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat basa

sehingga nilai pH meningkat. Nilai pH yang menurun kemungkinan disebabkan

pertumbuhan mikroba yang menggunakan gula-gula sederhana sebagai sumner

metabolismenya sehingga menghasilkan senyawa-senyawa bersifat asam sehingga

(55)

5,0

Gambar 4.8. Grafik perubahan pH pada penyimpanan suhu 30±2oC

Kecenderungan ini juga terlihat pada cumi-cumi olahan yang disimpan pada

suhu 10 dan -15oC. Hanya saja pada perlakuan penyimpanan di suhu 10oC penurunan grafik perubahan pH tidak setajam perlakuan penyimpanan di suhu

30oC. Kecenderungannya nilai pH mengalami peningkatan di awal dan kemudian menurun di akhir. Berdasarkan grafik (Gambar 4.9), cumi-cumi olahan yang

disimpan pada suhu 10oC dan dengan kemasan PE vakum mengalami penurunan pH yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada suhu

penyimpanan yang sama. Nilai pH cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu

10oC berada pada kisaran 6,46 – 7,01.

5,8

(56)

Perbedaan kecenderungan terlihat pada cumi olahan yang disimpan pada

suhu -15oC. Cumi-cumi olahan yang disimpan dengan kemasan non-vakum dan PP vakum memiliki kecenderungan nilai pH yang menurun selama penyimpanan,

tetapi cumi-cumi olahan yang disimpan dengan kemasan PE vakum mengalami

kecenderungan nilai pH yang meningkat (Gambar 4.10). Peningkatan nilai pH ini

kemungkinan karena adanya proses penguraian asam-asam amino menjadi

senyawa yang lebih sederhana, seperti NH3 yang bersifat basa, sehingga menyebabkan peningkatan nilai pH selama penyimpanan. Kondisi ini juga terlihat

pada cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu 30 dan 10oC, hanya saja berlangsung lebih cepat di awal penyimpanan.

5,8

Lama Penyimpanan (minggu)

Nilai

pH

Non-vakum

PP PE

Gambar 4.10. Grafik perubahan pH pada penyimpanan suhu -15±5oC

Untuk jenis kemasan yang sama, cumi-cumi olahan yang disimpan pada

suhu 30oC mengalami penurunan pH yang paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa suhu penyimpanan mempengaruhi laju penurunan pH. Suhu penyimpanan

yang tinggi semakin mempercepat laju penurunan pH cumi-cumi olahan.

Selama penyimpanan, pH cumi-cumi olahan yang disimpan pada suhu 30,

10, dan -15oC cenderung mengalami penurunan. Penurunan pH cumi-cumi olahan dikarenakan proses pembusukan yang menyebabkan daging cumi-cumi semakin

asam. Berdasarkan Ilyas (1983), turunnya pH cumi-cumi disebabkan rendahnya

(57)

laktat akibat terurainya glikogen inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan

pH pada cumi-cumi olahan.

4.3.2. Kekerasan

Bahan pangan yang rusak dan mengalami pembusukan selama penyimpanan

teksturnya akan melunak. Seiring dengan tingkat kerusakan, tekstur bahan pangan

tersebut akan semakin lunak. Untuk produk perikanan dan sejenisnya, daging ikan

akan terasa kenyal jika masih dalam keadaan segar, dan akan terasa lembek/lunak

jika sudah busuk. Untuk kasus penelitian ini, tekstur cumi-cumi olahan akan

semakin melunak seiring dengan laju kerusakan atau pembusukan dari cumi-cumi

tersebut.

Perubahan nilai kekerasan selama penyimpanan pada suhu 30oC (Gambar 4.11) menunjukkan kecenderungan peningkatan nilai kekerasan yang berarti

tekstur cumi-cumi olahan cenderung melunak. Peningkatan terbesar untuk nilai

kekerasan dialami oleh cumi-cumi olahan yang disimpan dengan kemasan PE

vakum. Hal ini menunjukkan tingkat kerusakan terbesar dialami oleh cumi olahan

dengan kemasan PE vakum. Jika dibandingkan dengan perubahan nilai pH,

terlihat korelasi tingkat penurunan pH dengan peningkatan nilai tekstur.

Penurunan pH sejalan dengan kerusakan daging cumi olahan yang ditandai

dengan meningkatnya nilai tekstur (daging cumi-cumi semakin lunak).

5

Lama Penyimpanan (jam)

N

Gambar

Gambar 2. Bagian tubuh cumi-cumi (www.e-dukasi.net)
Tabel 2.1.  Komposisi cumi-cumi per 100 gram
Tabel 2.2. Daya tembus plastik terhadap N 2 , O 2 , CO 2  dan H 2 O
Tabel 2.4. Daya tembus plastik terhadap O 2 , SO 2  dan H 2 O pada suhu 25 o C Daya tembus (cm 3 /cm 2 /mm/det/cmHg) x 10 10
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan termal diaplikasikan pada poduk wingko babat yang telah dikemas dengan kemasan alumunium foil, baik secara vakum maupun tidak vakum, yaitu

Akan tetapi, dengan melihat hasil dari ketiga faktor kritis diatas, yoghurt simbiotik dalam kemasan HDPE pada penyimpanan suhu 2-4°C memiliki umur simpan yang paling

Jadi dapat disimpulkan bahwa penambahan pengemasan vakum dan kombinasi pengemasan vakum-pasteurisasi pada lemper dapat digunakan untuk memperpanjang umur simpan lemper hingga 36

UMUR SIMPAN SIMPLISIA KUNYIT (Curcuma domestica Val.) KEMASAN VAKUM DAN NON VAKUM DENGAN MENGGUNAKAN METODE ACCELERATED SHELF LIFE TEST ” ini tidak terdapat karya

menduga umur simpan kerupuk bawang kentang yang dikemas dalam kemasan.. polypropylene, polyethylene, dan metalized plastic dengan

Maksud dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan umur simpan dari produk minuman sari buah jambu biji merah yang dikemas menggunakan

Akan tetapi, dengan melihat hasil dari ketiga faktor kritis diatas, yoghurt simbiotik dalam kemasan HDPE pada penyimpanan suhu 2-4°C memiliki umur simpan yang paling

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan parameter mutu kritis keripik wortel yang dikemas dalam kemasan polipropilen selama penyimpanan dan menduga umur