• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan Latar belakang

Ikan patin merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting. Ikan ini memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya, diantaranya sebagai ikan yang rakus terhadap makanan. Dalam usia 6 bulan saja ikan patin sudah bisa mencapai panjang 35-40 cm. Keunggulan ikan patin yang lain adalah tempat pemeliharaan ikan patin tidak memerlukan air yang mengalir. Ikan patin banyak ditemukan di sungai dan danau karena ikan ini merupakan ikan yang hidup di perairan umum (Khairuman dan Suhenda 2002). Dalam budidaya ikan patin umumnya dipelihara dalam kandang apung atau bubu yang dibiarkan di sungai-sungai ataupun kolam, dan ikan jenis ini banyak sekali diekspor ke negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat (Cacot dan Lazard 2004).

Selain karena pasar ekspornya yang bernilai tinggi, ikan ini juga termasuk ikan yang mudah dibudidaya. Produksi ikan patin melonjak di Asia Tenggara terutama Vietnam sepanjang tahun 2006, dengan nilai ekspor yang berlipat ganda dari pendapatan ekspor tahun sebelumnya (Josupeit 2006). Ikan patin yang diekspor untuk pasar Eropa dan Amerika umumnya berbentuk fillet. Sehingga menyisakan limbah atau

by-product bahan selain daging fillet untuk diolah lebih lanjut.

Berdasarkan karakterisasinya sebagai produk sampingan atau limbah, maka

by-product ikan patin menyimpan potensi untuk dikembangkan. Oleh karena itu

karakterisasi awal by-product ikan patin menjadi hal yang perlu diperhatikan, untuk pengembangan pengolahan by-product ikan patin terutama sebagai bahan pangan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi by-product ikan patin dan menentukan jenis by-product ikan patin yang prospektif dalam menghasilkan minyak ikan.

Bahan dan metode Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari hingga Juni 2013. Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laboratorium Bahan Baku Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dan Laboratorium MIPA Terpadu, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan utama ikan patin (Pangasius hypophthalmus), bahan yang digunakan dalam preparasi dan ekstraksi ikan patin seperti air, etanol, kloroform, standar asam lemak Supelco FAME mix 37

components.

Alat-alat yang digunakan adalah untuk preparasi sampel antara lain panci, kompor, pisau, blender dan alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain oven, kjeldahl sistem, soxlet, alat titrasi, cawan porselen, gegep, tanur, destilator. Alat-alat yang digunakan untuk analisa antara lain alat destruksi, labu destruksi, spektrofotometer,

Atomic Absorption Spectrofotometer (AAS) merk Buck Scientific, gas chromatography

6

Metode penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu pengambilan dan preparasi sampel, analisis proksimat, uji kandungan logam berat, dan analisis profil asam lemak dari by-product ikan patin.

Pengambilan dan preparasi sampel

Tahap penelitian ini dimulai dari pengambilan dan preparasi sampel serta persiapan bahan dan alat untuk berbagai pengujian yang akan dilakukan. Bahan by-product ikan patin diperoleh dari pasar tradisional di Parung, Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Selanjutnya ikan patin dibawa menuju laboratorium dalam keadaan hidup, dengan menggunakan plastik yang berisi es dan air. Ikan patin kemudian dicuci dengan air bersih lalu dilakukan penyiangan, untuk memisahkan antara daging dan by-product. Kemudian terhadap product dilakukan homogenisasi terpisah dari masing-masing

by-product yang telah dipreparasi untuk dilakukan analisis proksimat, logam berat dan profil

asam lemak. By-product yang tersisa disimpan pada suhu -20oC. Penghitungan rendemen:

( ) ( )

( )

Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu, lemak dan protein.

a. Kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan, sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai proses kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali.

Perhitungan kadar air :

( )

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)

b. Kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.

7

Perhitungan kadar abu:

( )

Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (g)

B = Berat cawan dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

c. Kadar protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0,25 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410oC selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, kedalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100

o

C. Destilat ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red yang berwarna merah muda, setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh.

Perhitungan kadar protein:

( ) ( )

*) Faktor koreksi alat = 2.5 % Kadar protein = % N x faktor konversi * *) Faktor konversi = 6.25

d. Kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (benzena). Refluks dilakukan selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak:

( )

Keterangan :W1= Berat sampel (g)

W2= Berat labu lemak kosong (g) W3= Berat labu lemak dengan lemak (g)

8

e. Kadar karbohidrat (AOAC 2005)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya.

Perhitungan kadar karbohidrat:

( ) ( )

Analisis logam berat Cd, Pb, Hg, Ni dan As (BSN 2009)

Analisis dilakukan menggunakan sampel sebanyak 1 g yang dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL, ditambahkan 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4, kemudian didiamkan 24 jam. Sampel kemudian didestruksi hingga jernih, didinginkan, dan ditambahkan 10-20 mL air bebas ion, dipanaskan ±10 menit, diangkat, dan dinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan dimasukkan ke dalam labu takar). Larutan ditambahkan air sampai batas tanda tera. Kemudian dikocok dan disaring dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel dipreparasi dan dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Ni, As) pada analisis air (APHA 3110 untuk logam Cd, Pb, dan Ni; metode 3114 untuk As; dan metode 3112 untuk Hg). Filtrat dianalisis menggunakan Atomic

Absorption Spectrophotometer (AAS).

Perhitungan kandungan logam:

( ) ( )

Penentuan total lipid (Bligh dan Dyer 1959)

Sebanyak 5 g sampel dimasukkan dalam tabung erlenmeyer, kemudian ditambahkan 20 mL ethanol (MeOH), 10 mL kloroform (CHCl3) dan dihomogenasi dengan vortex mixer selama 2 menit, ditambahkan CHCl3 sebanyak 10 mL, dan dikocok kembali selama 2 menit. Larutan ditambahkan aquades sebanyak 18 mL dan kembali dikocok dengan vortex mixer selama 2 menit. Larutan kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm (Sigma Santorius 2-16 Germany) selama 10 menit. Lapisan paling bawah kemudian dipindahkan ke wadah lain dengan pipet Pasteur. Ektraksi kedua dilakukan dengan penambahan 20 mL MeOH 10% (v/v) dalam CHCl3 kemudian divortex selama 2 menit dan kembali disentrifuse. Setelah itu fase yang terlarut dalam CHCl3 ditambahkan kedalam hasil ekstraksi pertama.

Langkah terakhir adalah melakukan evaporasi dengan alat rotary evaporator pada suhu 45°C.

Perhitungam rendemen minyak ikan:

( )

Analisis profil asam lemak (AOAC 2005)

Metode analisis yang digunakan menggunakan prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi.

Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan

tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan (Fardiaz 1989). Hasil analisis akan terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter

masing-9

masing asam lemak dan dibandingkan dengan standar. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat.

a. Pembentukan metil ester

Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3

dan n-heksana. Sebanyak 0,02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 5 mL NaOH-metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80°C. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 5 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80°C selama 20 menit dan didinginkan. Kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan dikocok. Selanjutnya, ditambahkan 5 mL heksana, kemudian dikocok dengan baik. Larutan heksana di bagian atas larutan dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 μl sampel lemak diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization

detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui

kromatogram (peak).

b. Idenfikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas Shimadzu GC 2010 Plus. Gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary column merk Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.

a) Kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column)

b) Dimensi kolom : P = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 0,25 μm film Thickness c) Laju alir N2 : 30 mL/menit

d) Laju alir H2 : 40 mL/menit e) Laju alir udara : 400 mL/menit f) Suhu injektor : 220°C

g) Suhu detektor : 240°C h) Inject volume : 1 μL

Analisis kuantitatif asam lemak dihitung dengan rumus : ( )

Rancangan penelitian

Analisis data yang dilakukan terhadap hasil penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) Tahap 1:

H0 = Bagian by-product tidak mempengaruhi kandungan zat gizi, profil asam lemak, kandungan logam dan rendemen minyak ikan

H1 = bagian by-product mempengaruhi kandungan zat gizi, profil asam lemak, kandungan logam dan rendemen minyak ikan

10

Model observasi Rancangan Acak Lengkap (RAL), yaitu sebagai berikut:

Yij = µ + αi + ɛij

Keterangan:

Yij = respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j µ = pengaruh rata-rata umum

αi = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

ɛij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j j = 1,2, dan 3

Jika terdapat perbedaan nyata diantara perlakuan maka analisis akan dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Duncan.

11

Hasil dan Pembahasan

Rendemen By-product ikan patin

Persentase rendemen by-product ikan patin didapatkan dengan membandingkan antara by-product (kepala, kulit, usus, hati dan gonad) dengan bobot ikan. Persentase hasil perhitungan rendemen by-product disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Persentase rendemen by-product ikan patin (Pangasiushypophthalmus) Bagian by-product ikan patin Persentase rendemen (%)

Kepala 19,8±1,86a

Kulit 14,23±2,38a

Gonad 5,31±0,58b

Usus 3,57±0,35b

Hati 1,7±0,23b

keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05).

Berdasarkan data yang didapatkan dari Tabel 1 persentase rendemen by-product yang terbesar dan berbeda nyata didapatkan pada bagian kepala (19,8±1,86%) dan kulit (14,23±2,38). Rendemen ikan patin sangat tergantung dari ukuran ikan patin tersebut, terutama rendemen dagingnya. Tabel 1 menunjukkan potensi ekstraksi minyak ikan tertinggi adalah dari bagian by-product terutama kepala dan kulit.

Kandungan gizi

Penentuan kandungan gizi dilakukan dengan analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air, lemak, protein, abu dan karbohidrat dari by-product ikan patin. Hasil penentuan kandungan zat gizi by-product ikan patin (Pangasius hypophthalmus) disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Persentase kandungan zat gizi masing-masing bagian by-product ikan patin (Pangasius hypophthalmus) Bagian by-product Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar karbohidrat (%) Kepala 62,78±1,2a 8,33±0,1a 11,47±1,8b 13,94±1,1a 3,48±0,6a Usus 78,74±2,1a 1,7±0,2b 3,68±0,15c 12,04±2,3a 3,84±1,1a Hati 76,42±1,7a 1,61±0,1b 4,63±0,71c 13,22±1,1a 4,12±0,9a Gonad 29,36±2,3b 0,55±0,05b 60,63±3,1a 4,33±0,8b 5,13±0,5a kulit 62,66±1,1a 0,84±0,1b 26,08±0,51b 4,35±0,7b 6,07±0,15a

keterangan: huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (p<0,05).

Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam masing-masing by-product ikan patin. Hasil pengukuran kadar air menunjukkan bahwa by-product ikan patin memiliki kadar air yang cukup tinggi, terutama di bagian usus, yaitu sebesar 78,74 %. Kadar air sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan habitat tempat tinggal dari ikan tersebut. Selain itu juga faktor umur, ukuran serta jenis kelamin dari spesies juga ikut berpengaruh terhadap kadar air ikan.

Prinsip analisis kadar air yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengukur berat air yang teruapkan dan tidak terikat kuat dalam jaringan bahan dengan bantuan panas. Air merupakan komposisi kimia penting untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Kadungan air yang tinggi pada by-product menyebabkan

12

by-product mudah sekali mengalami kerusakan (highly perishable) apabila tidak

ditangani dengan benar. Hal ini karena air dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan juga reaksi kimiawi dalam jaringan yang diduga melibatkan enzim, salah satunya enzim protease seperti katepsin (Winarno 2008).

Analisis kadar lemak dilakukan bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat dalam masing-masing bagian by-product ikan patin. Lemak merupakan komponen kimia yang dibentuk dari unit structural yang bersifat hidrofobik. Lemak umumnya bersifat larut dalam pelarut organic yang bersifat non polar, dan sulit larut dalam air yang bersifat polar.

Kandungan zat gizi by-product ikan patin (Pangasius hypophthalmus) yang ditampilkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar lemak tertinggi yang berbeda nyata didapatkan di bagian gonad sebesar 60,63%. Data ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Thammapat et al. (2010) yang menyatakan bahwa kandungan lipid terbesar pada ikan patin terdapat pada jeroan, hingga mencapai 93,32%, dengan kecenderungan bagian ventral ikan mengandung lebih banyak lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Hubungan tersebut mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak, apabila kadar air yang terkandung di dalam bahan cukup tinggi. Kandungan lemak yang tinggi pada gonad ikan patin juga dapat disebabkan karena musim, jenis kelamin, serta pakan yang diberikan selama budidaya. Nakamura

et al. (2007) juga menyatakan hal yang sama, dimana kandungan lemak dapat bervariasi

di setiap bagian tubuh ikan terutama ikan budidaya air tawar, tergantung kepada pergerakan, ukuran kolam budidaya serta pakan. Organ reproduksi seperti gonad diduga lebih banyak menyimpan lemak sebagai prekursor asam lemak yang nantinya digunakan sebagai penunjang reproduksi.

Pengukuran protein pada bahan pangan digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan pangan sebagai sumber protein atau tidak. Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino yang berikatan peptida. Protein berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, serta berperan sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat. Molekul protein juga mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 2008).

Hasil pengukuran protein pada by-product ikan patin menunjukkan kadar protein tertinggi diperoleh dari bagian kepala, hati dan usus sebesar 12,04-13,94 %. Kadar protein dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain habitat, umur, makanan yang dicerna, laju metabolisme, laju pergerakan dan tingkat kematangan gonad.

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur ini juga dikenal sebagi zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu (Winarno 2008).

Hasil pengukuran kadar abu pada by-product ikan patin menunjukkan kada abu tertinggi diperoleh dari bagian kepala sebesar 8,33 %. Hasil ini diduga karena pada bagian kepala banyak sekali struktur mineral yang menyusun kerangka kepala ikan patin.

Kadar abu yang bervariasi dapat disebabkan karena perbedaan habitat dan lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Masing-masing individu organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral, sehingga hal ini nantinya akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing-masing bahan.

13

Karbohidrat merupakan komponen organik yang paling banyak tersebar di permukaan bumi. Karbohidrat sangat berperan dalam metabolisme hewan dan tumbuhan. Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi dasar dan paling banyak digunakan sebagai sumber energi utama. Energi yang disumbangkan dari karbohidrat sebesar 4 kkal (Belitz dan Grosch 1978). Karbohidrat juga mempunyai peran penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Winarno 2008).

Hasil perhitungan kadar karbohidrat dengan metode by difference menunjukkan bahwa by-product ikan patin secara statistik memiliki kadar karbohidrat yang sama dan tidak berbeda nyata, berkisar antara 3-6 %. Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode by difference ini merupakan metode penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar juga terhitung sebagai karbohidrat. Kadar karbohidrat yang terhitung ini diduga berupa glikogen dan serat kasar. Hal ini dikarenakan karbohidrat yang terdapat pada hewan umumnya berbentuk glikogen (Winarno 2008).

Residu logam berat

Hasil penentuan residu logam berat yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan sebagian besar kandungan logam berat yang terdapat dalam ikan patin yang digunakan dalam penelitian ini masih dalam ambang batas yang ditetapkan BSN (2009) kecuali kandungan Pb pada bagian usus dan hati.

Tabel 3 Residu logam berat masing-masing bagian by-product ikan patin (Pangasius

hypophthalmus)

Bagian

by-product

Kepala Kulit Usus Gonad Hati Batas

ambang (SNI 2009) Pb 0,91±0,16 0,76±0,20 1,03±0,02 0,57±0,04 1,63±0,17 1 Cd 0,13±0,01 0,08±0,01 0,09±0,01 0,07±0,01 0,10±0,01 0,5 Hg TD 0,001±0,0 0,001±0,0 0,0006±0,0 0,0006±0,0 1 Ni 0,02±0,00 0,04±0,02 TD TD TD 1 As 0,01±0,00 TD TD TD TD 1

Keterangan: satuan semua logam berat adalah parts per million (ppm), TD: tidak terdeteksi

Logam berat berbeda dengan logam biasa. Hal ini karena logam berat dapat menimbulkan efek-efek khusus pada makhluk hidup. Semua logam berat dapat menjadi bahan beracun yang akan meracuni tubuh makhluk hidup, akan tetapi logam tersebut tetap dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh makhluk hidup (Palar 1994). Darmono (2001) dan Effendi (2003) menyatakan bahwa di dalam tubuh makhluk hidup, logam berat akan mengalami bioakumulasi sehingga kadarnya di dalam tubuh lebih besar dari pada lingkungan perairan. Sehingga hewan-hewan seperti kekerangan dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan.

Logam timbal (Pb) bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan keracunan akut dan kronis. Keracunan akut ditandai dengan mulut terasa terbakar, diare sedangkan untuk gejala kronis ditandai dengan mual, anemia, sakit disekitar mulut dan dapat meyebabkan kelumpuhan (Darmono 2001). Logam Pb memunyai target utama yaitu menyerang organ darah dan syaraf, beberapa enzim yang terlibat dalam sintesis darah dihambat oleh Pb. Logam Pb juga dapat mengakibatkan terjadinya hiperaktif, penurunan daya konsentrasi, keterlambatan mental dan menghambat kecerdasan bayi (Hodgson dan Levi 2000).

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar logam berat timbal (Pb) yang melebihi ambang batas aman menurut (BSN 2009) adalah di bagian by-product usus dan hati. Kandungan timbal yang tinggi pada bagian by-product ikan patin ini diduga disebabkan

14

oleh lingkungan budidayanya yang telah tercemar. Hal ini sesuai dengan penelitian Orban et al. (2008) yang menyatakan ikan sangat rentan terhadap kontaminasi zat kimia, terutama ikan air tawar yang banyak tercemari akibat kehidupan manusia disekitarnya.

Logam berat jenis timbal banyak digunakan sebagai zat tambahan dalam bahan bakar kendaraan bermotor, aspal dan pelumas mesin, yang banyak ditemukan disekitar lokasi budidaya ikan air tawar, dan sering digunakan oleh manusia. Sehingga kemungkinan kontaminasi timbal yang berasal dari produk-produk ini kedalam kolam

Dokumen terkait