• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6.1 Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis aspek morfologi dari material padat (siklodekstrin dan molekul tamu, secara masing-masing) dan produk yang dihasilkan dari pencampuran siklodekstrin dengan molekul tamu (Ramnik singh et al, 2010)

Scanning electron microscopy (SEM) menggunakan sinar terfokus energi tinggi elektron untuk menghasilkan berbagai sinyal pada permukaan spesimen padat. Sinyal yang berasal dari interaksi elektron-sampel mengungkapkan informasi tentang sampel termasuk morfologi eksternal (tekstur), komposisi kimia, dan struktur kristal dan orientasi dari bahan yang membentuk sampel. Dalam sebagian besar aplikasi, data yang dikumpulkan melalui area tertentu dari permukaan sampel, dan gambar 2 dimensi yang dihasilkanmenampilkan variasi jarak dalam properti. Daerah lebar mulai ± 1 cm sampai 5 mikron dapat dicitrakan dalam modus pemindaian menggunakan teknik konvensional Scanning Electron Microscopy(perbesaran mulai dari 20X menjadi sekitar 30.000 X, resolusi jarak dari 50 sampai 100 nm) (Swapp).

2.6.2 Karl Fisher

Analisis kadar air kompleks siklodekstrin adalah uji yang penting untuk evaluasi kualitas proses kompleksasi: jika interaksi molekul tamu-siklodekstrin sesuai maka molekul air dari rongga dalam siklodekstrin diganti dengan molekul tamu sehingga kadar air menurun. Molekul-molekul air tetap berada di kompleks dan kandungan air yang tinggi dari kompleks siklodekstrin dapat ditentukan. Dengan mempertimbangkan pengamatan ini, kadar air kompleks β-siklodekstrin dengan serbuk fraksi etil asetat daun sukun dapat dievaluasi.

Metode terbaik yang digunakan untuk alasan ini adalah metode karl fischer titration, yang memungkinkan untuk mengevaluasi hanya kadar air dibandingkan dengan metode lain yang digunakan untuk evaluasi kandungan air/kelembaban (misalnya analisis termogravimetri, yang menentukan semua

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prinsip pengukuran karl fischer titration adalah kandungan air didalam alkohol basa bereaksi dengan iodium dan sulfur dioksida secara kuantitatif sebagai berikut :

H O +I +SO +CH OH + 3RN --› [RNH]SO CH +2[RNH]I

2.7 Kelarutan

Kelarutan didefinisikan secara kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen (Martin et al., 1990). Suatu sifat fisika-kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air yang baik agar mendapatkan efek terapi. Senyawa-senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Jika kelarutan dari suatu obat kurang, maka dipertimbangkan hal yang dapat memperbaiki kelarutannya (Ansel, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat aktif adalah(Martin

et al, 1990):

a. Pengaruh pH

Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan adalah senyawa organik yang bersifat asam atau basa lemah. Kelarutan asam-asam organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamida dalam air akan bertambah dengan meningkatnya pH, karena terbentuk garam yang mudah larut air. Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkaloid dan anastetik lokal pada umumnya sukar larut dalam air. Apabila pH larutan diturunkan dengan penambahan asam kuat, maka akan terbentuk garam yang mudah larut air.

b. Suhu

Kelarutan zat padat dalam pelarut ideal tergantung pada suhu, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut. Pengaruh suhu terhadap kelarutan zat dalam larutan ideal mengacu pada persamaan Van’t

Hoff. Pada suhu di atas titik leleh, zat akan berada dalam keadaan cair sehingga dapat bercampur dengan pelarut dalam setiap perbandingan. c. Jenis pelarut

Kelarutan suatu zat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan zat-zat polar dan ionik, begitu pula sebaliknya. Kelarutan zat juga bergantung pada struktur zat seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat maka semakin sukar zat tersebut larut dalam air. Menurut Hildebrane, kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen lebih penting daripada kepolaran suatu zat.

d. Bentuk dan ukuran partikel

Kelarutan suatu zat akan meningkat dengan berkurangnya ukuran partikel zat tersebut. Konfigurasi molekul dan susunan kristal juga berpengaruh terhadap kelarutan zat. Partikel berbentuk tidak simetris lebih mudah larut bila dibandingkan dengan partikel berbentuk simetris.

e. Konstanta dielektrik bahan pelarut

Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi polaritas bahan pelarut. Pelarut polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi sehingga dapat melarutkan zat-zat yang bersifat polar, sedangkan zat-zat non polar sukar larut di dalamnya. Demikian pula sebaliknya zat-zat yang polar sukar larut di dalam bahan pelarut non polar. Konstanta dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi dan merupakan rasio antara kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv) atau ε= Cx x Cv

Besarnya konstanta dielektrik menurut Moor dapat diatur dengan menambahkan bahan pelarut lain. Suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan dengan pelarut tunggalnya yang disebut dengan co-solvency, sedangkan bahan pelarut di dalam pelarut campur yang mampu meningkatkan kelarutan zat disebut co-solvent. Co-solvent

yang umum digunakn adalah etanol, gliserin dan propilen glikol. f. Adanya penambahan zat-zat lain

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta polar. Apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi rendah akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian polar kearah air dan bagian non polar kearah udara. Kumpulan surfaktan akan membentuk suatu lapisan mono molekular. Bila permukaan cairan telah jenuh dengan molekul-molekul surfaktan, maka molekul-molekul yang berada didalam cairan akan membentuk agregat yang disebut misel.konsentrasi pada saat misel terbentuk disebut konsentrasi misel kritik (KMK).

Sifat penting misel adalah kemampuannya dalam menaikkan kelarutan zat-zat yang sukar larut dalam air, proses ini desebut solubilisasi miselar. Solubilisasi miselar terjadi karena molekul zat yang sukar larut berasosiasi dengan misel membentuk larutan jernih dan stabil secara termodinamika selain penambahan surfaktan dapat dilakukan penambahan zat-zat pembentuk kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu obat.

Penambahan zat – zat lain seperti siklodekstrin dapat digunakan sebagai zat yang dapat meningkatkan kelarutan dengan pembentukkan kompleks. Kompleks yang terbentuk antara siklodekstrin– molekul obat yang bersifat lipofilik akan membentuk suatu kompleks inklusi. Hal yang mendorong terbentuknya kompleks yaitu : perpindahan molekul air yang berenergi tinggi dari rongga siklodekstrin, interaksi van der walls, dan terbentuknya ikatan hidrogen dan hidrofobik (Sharma et al, 2009).

BAB 3

Dokumen terkait