• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Karakterisasi Campuran Polimer

2.6Karakterisasi Campuran Polimer

Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui dan menganalisa campuran polimer. Karakterisasi yang dilakukan menggunakan faurier transform infrared spectroscopy (FT-IR), scanning electron microscopy (SEM), uji tarik dan kandungan gel.

2.6.1 Analisis FT – IR ( Fourier Transform Infrared Spectroscopy )

Spektroskopi infra merah merupakan metode yang sangat luas digunakan untuk karakterisasi struktur molekul polimer, karena memberikan banyak informasi. Perbandingan posisi adsorpsi dalam spectrum infra merah suatu sampel polimer dengan daerah absorpsi dalam spectrum infra merah suatu sampel polimer dengan daerah absorpsi karekteristik, menunjukkan identifikasi pada keberadaan ikatan dan gugus fungsi dalam polimer (Rabek, J.F, 1975).

Sampel yang digunakan untuk analisa dapat berupa padat, cair dan gas. Metode penyiapan untuk polimer antara lain melarutkan polimer ke dalam suatu pelarut seperti karbon bisulfida, karbon tetra klorida atau kloform, pembuatan film transparan dan metode pellet Kbr.

Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup persyaratan ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki computer yang terdedikasi, kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum (Stevens, M.P., 2001).

Pada saat ini spektrofotometer infra merah sering digunakan untuk keperluan analisa kuantitatif, akan tetapi sering digunakan untuk analisa kualitatif dengan spektrofotometer ultra-lembayung dan sinar tampak. Penggunaan spektrofotometer infra merah dimaksudkan untuk analisa yang lebih banyak ditujukan untuk identifikasi senyawa organik.

Pada tahun 1935 beberapa perusahaan kimia telah menggunakan spektrofotometer infra merah untuk analisa kuantitatif senyawa organik. Hal ini mungkin disebabkan spektrum infra merah senyawa organik yang bersifat khas karena

mempunyai gugus fungsi yang berbeda-beda. Sehingga senyawa yang berbeda akan mempunyai struktur yang berbeda pula. Sistem analisa spektroskopi infra merah telah memberikan keunggulan dalam mengkarakterisasi senyawa organik dan formulasi bahan-bahan polimer.

Analisa infra merah menyangkut penentuan gugus fungsi dari molekul yang memberikan regangan pada daerah serapan infra merah. Dimana daerah serapan infra merah terletak antara spectrum elektromagnetik sinar tampak dan spektrum radio yaitu 4000-400 cm-1. Ahli kimia organik pada tahun 1930 secara serius mulai memikirkan spektra infra merah sebagai salah satu yang memungkinkan untuk mengidentifikasi senyawa melalui gugus fungsinya (Silverstain, R.M., 1986).

Hubungan kuantitatif antara konsentrasi (C) dan adsobsi (A) pada spektroskopi infra merah diberikan oleh persamaan Lambert – Beer :

………...……..(2.1)

ε = Absorbsifitas molar

L = Tebal sampel (jarak yang ditempuh sinar IR yang menembus sampel) Hubungan intensitas radiasi, absorbansi (A) didefenisikan sebagai :

……….(2.2) lo = Intensitas radiasi sebelum melewati sampel

Untuk mengukur serapan gugus dari serapan spektrum infra merah digunakan cara dasar tangen. Seperti terlihat pada gambar 2.3 dengan menggunakan metode garis AC, maka harga lo adalah panjang BE dan I = De, sehingga harga absorbansi adalah :

………(2.3)

Hal ini dilakukan mengingat transmisi 100% tidak pernah dicapai karena adanya serapan dari medium (serapan latar belakang).

Analisis infra merah memberikan informasi tentang kandungan aditif, panjang rantai, struktur polimer. Di samping itu analisis mengenai bahan polimer yang terdegradasi oksidatif dengan munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap rantai polimer. Gugus lain yang menunjukkan terjadinya degradasi oksidatif adalah gugus karbonil dan karboksilat. Umumnya pita serapan polimer pada spektrum infra merah adalah adanya ikatan C/H/regangan pada daerah 2880 cm-1 s/d 2900cm-1 dan regangan dari gugus lain yang mendukung suatu analisa mineral (Hummel, D.O., 1985).

2.6.2 Skanning Elektron Mikroskopi (SEM)

Skanning Elektron Mikroskopi (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop electron pancaran karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan itu secara langsung.

Pada dasarnya SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron dan dipantulkan atau berkas sinar elekton sekunder. SEM meggunakan prinsip skanning dengan prinsip utamanya adalah berkas elektron diarahkan pada titik-titik permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen.

Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi di teruskan. Jika permukaan spesimen tidak rata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlaah dan arah yang berbeda dan jika ditangkap detektor akan diteruskan ke sistem layer dan akan diperoleh gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi (Nur, 1997).

2.6.3 Kandungan Gel (derajat sambung silang)

Penentuan derajat sambung silang dilakukan dengan menentukan kandungan gel bahan. Pelarut yang digunakan adalah xilena yang dapat melarutkan karet sintesis. Kandungan gel dalam sampel diukur dengan teknik ekstraksi. Sampel ditimbang dan selanjutnya dimasukkan dalam tabung soklet yang dibawahnya terdapat pelarut xilena yang dipanaskan pada titik didihnya selama 8 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, sampel dikeringkan dan ditimbang kembali.

Persentase kandungan gel (derajat sambung silang) dalam sampel diperoleh dengan perhitungan :

………..(2.4)

Dimana, Wg = berat sampel setelah diekstraksi

Wo = berat sampel sebelum ekstraksi (Halimatuddaliana, Ismail.,2008)

2.6.4 Kekuatan Tarik

Sifat-sifat mekanik pada polimer dapat dinyatakan dalam beberapa parameter yaitu modulus elastisitas (modulus young), kuat tarik (tensile strengh), kuat tekan (inpact strength) dan kuat leleh (fattyque strength) untuk bahan polimer, parameter-parameter mekanik tersebut dapat diperoleh dari kurva tegangan regangan. Sifat tegangan regangan polimer sangat dipengaruhi oleh laju deformasi (laju regangan) suhu dan lingkungan adanya air, oksigen dan pelarut organik. Pada umumnya penurunan laju deformasi sama dengan laju peningkatan temperatur terhadap sifat tegangan regangan yaitu bahan menjadi lebih lunak dan lebih rapuh. Tegangan dan regangan memiliki perbedaan arti, dalam hal mekanika tegangan normal merupakan gaya tegak lurus persatuan luas sedangkan regangan merupakan hasil perpanjangan.

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan didefenisikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampangnya pada keadaan semula.

……….(2.5)

Keterangan :

σt = kekuatan tarik bahan (Kgf/mm2) Fmaks = Tegangan maksimum (Kgf)

Ao = Luas penampang mula-mula (mm2)

Disamping bersama kekuatan tarik (σt) sifat mekanik bahan juga diamati dari sifat kemulurannya (ε) yang didefenisikan sebagai :

………(2.6)

Keterangan :

ε = Kemuluran (%)

Io = Panjang spesimen mula-mula (mm)

If = Panjang spesimen setelah diberi beban (mm) (wirjosentono, 1993)

BAB 3

Dokumen terkait