• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

4. Karakteristik Anak Tunarungu

Menurut Conny R. Semiawan dan Frieda Maugunsong, anak berbakat yang memiliki hambatan pendengaran, memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Keinginan membangun kemampuan membaca dan berbicara tanpa instruksi.

b) Kemampuan membaca sejak usia belia. c) Memiliki ingatan yang kuat.

d) Kemampuan untuk mengikuti pembelajaran yang sama di sekolah biasa.

e) Cepat mendapatkan ide.

f) Kemampuan menalar yang tinggi.

g) Performa akademis yang superior di sekolah. h) Memiliki ketertarikan pada banyak hal.

i) Mendapatkan informasi dengan cara-cara yang nontradisional.

j) Mampu untuk menggunakan kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

k) Tertunda dalam pemahaman konsep. l) Memiliki inisiatif yang tinggi. m) Memiliki selera humor yang tinggi. n) Intuitif.14

Sedangkan menurut Dadang Garnida, ada beberapa ciri-ciri anak tunarungu yakni sebagai berikut:

a) Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar. b) Banyak perhatian terhadap getaran,.

c) Terlambat dalam perkembangan bahasa. d) Tidak ada reaksi terhadap bunyi dan suara.

e) Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi. f) Kurang atau tidak tanggap dalam diajak bicara.

g) Ucapan kata tidak jelas, kualitas suara aneh/monoton.15

Ciri anak tunarungu yang dijelaskan oleh Dadang Garnida, menspesifikasikan bahwa anak tunarungu dapat dilihat cirinya dari segi fisik anak tersebut. Seperti anak tunarungu yang akan secara spontan memiringkan kepalanya untuk berusaha dapat mendengarkan suara atau biasanya ada tunarungu

14

Conny R. Semiawan dan Frieda Maugunsong, (2010), Keluarbiasaan Ganda (Twice Exceptionality): Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya, Jakarta: Kencana, hal. 95-96

15

jika berkomunikasi dengan teman sejawatnya akan spontan menggunakan bahasa isyarat dikarenakan hambatan mereka dalam berbicara. Dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya. Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami tunarungu.

5. Klasifikasi dan Penyebab Anak Tunarungu a. Klasifikasi secara etiologis

1) Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi ketika anak masih berada dalam kandungan ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan terjadi pada saat anak dalam kandungan antara lain sebagai berikut.

a) Hereditas atau keturunan; salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempunyai gen sel pembawa sifat abnormal.

b) Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakit, terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga.

c) Karena keracunan obatan; pada suatu kehamilan, ibu meminum obat-obatan terlalu banyak, ibu seorang pecandu alkohol, atau ibu meminum obat penggugur kandungan, hal ini akan dapat menyebabkan ketunarunguan pada anak yang dilahirkan.16

Dalam kitab Fathul Mu‟in Bab Nikah dijelaskan salah satu syarat wanita yang boleh dinikahi yakni:

16

)

ٍتَّ١ِبَْٕرَا َْٚا ٍتَبْ٠ ِشَل ٍتَب ا َشَل ِِْٓ ٌَٝ ْٚ َا ِِٗبَسَٔ ِْٝف َِِّّْٓ َُْٕٗع )ٌةَذْ١ِعَب( ٌتَبا َشَل ) َٚ

،

.بًفْ١ ِحَٔ ُذٌَ ٌَْٛاُء ٝ ِزَ١َف ِتَبْ٠ ِشَمٌْا ِٝف ِة َْٛحَّشٌا ِفْعَضٌِ

Artinya: Wanita kerabat jauh dari nasab sendiri lebih utama dari pada kerabat dekat atau bukan kerabat, karena kecilnya syahwat terhadap kerabat dekat yang hal ini mengakibatkan anak yang lahir menjadi kurus.17

Penjelasan di atas mengatakan bahwa menikahi wanita karena kecilnya syahwat terhadap kerabat dekat mengakibatkan anak yang lahir kurus ataupun bisa disebut dengan catat.

Dalam buku Sunan Ibnu Majah, pada bab 29 megenai larangan menyetubuhi perempuan pada dubur mereka, dijelaskan bahwa:

ِذََّّحُِ َْٓع ُْ بَ١ْفُس بَْٕى :َلا بَل . َِٓسَحٌْا ُْٓب ًُْ١َِّر َٚ ،ًٍَْٙس ِٝبَأ ُْٓب ًَُْٙس ََٓح َّذَح

َُْٛٙ٠ ْتَٔ بَو :ُي ُْٛمَ٠ ِ َّاللَّ ِذْبَع َْٓب َشِب بَر َحَِّس ََُّٗٔأ ، ِس ِذَىٌُّْْٕا ِْٓب ا

َأ َِْٓ :ُي ُْٛمَت ُد

َُٗٔ بَحْبُس ُ َّاللَّ َي َضَٔ َأَف .َي َْٛحَأ ُذٌَ ٌَْٛا َْ بَو ،بَ٘ ِشُبُد ِِْٓ ،بٍَُِٙبُل ِٝف ًةَأ َشِْا َٝت

.ُُْتْئِش ََّٝٔأ ُُْىَح ْشَحا ُْٛت ْأَف ُُْىٌَ ٌث ْشَح ُُوُؤ َسِٔ

18

Artinya: Mewartakan kepada kami Sahl bin Abu Sahl dan Jamil bin Al-Hasan, keduanya berkata: Mewartakan kepada kami Sufyan Bin Muhammad bin Al-Munkadir, bahwa dia mendengar Jabir bin „Abdullah berkata: “Dahulu, orang-orang Yahudi berkata: Barangsiapa yang mendatangi perempuan dari belakang duburnya, maka anak yang akan lahir bermata

17Aliy As‟ad, (1980), Terjemah Fathul Muin, Kudus: Menara Kudus, hal. 11

18

Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ibnu Majah, (1992), Terjemah Sunan Ibnu Majah, Semarang: Asy-Syifa‟, hal. 658

juling. Maka turun ayat (yang artinya): “istri-istri kalian adalah ladang bagi kalian, oleh sebab itu, datangilah ladang kalian dari mana saja kalian suka.”

Dari hadis tersebut Nabi menjelaskan bahwa tidak ada hubungan variasi dalam hubungan biologis dengan keadaan anak yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Seperti yang dianggap oleh kaum yahudi apabila seorang suami mendatangi istrinya dari belakang akan menyebabkan anak akan juling. Darimana saja yang diinginkan oleh suami istri dalam hubungan biologis dalam islam itu diperbolehkan asalkan sasarannya tetap pada yang semestinya bukan pada yang dilarang (dubur atau anus).

Di dalam buku Rod Lahij dikemukakan bahwa, menikahi pria peminum khamar akan merusak keturunan, dikarenakan dampak negatif alkohol atas sperma menyebabkan kekacauan kromosom. Alhasil, anak yang lahir akan tidak sempurna dan tidak sehat, menanggung beban kelemahan jasmani dan akan menerima keguncangan yang membahayakan, yang pada akhirnya akan menjurus pada kegilaan atau kelemahan fisik secara umum dan kemandulan pada wanita 19

Dari sisi wiratsah (bawaan) dan ihwal pewarisan bermacam-macam penyakit, ia menambahkan , “keluarga akan lenyap total setelah dua atau tiga keturunan. Di samping itu, anak-anak para peminum khamar secara keseluruhan menyandang cacat-cacat jasmani, dan akan dilanda krisis-krisis daya akal seperti lemahnya daya ingat, penyimpangan dalam perkembangan daya akal, , mengidap penyakit saraf dan segenap penyakit jasmani.”20

19

Rod Lahij. 2005. Dalam Buaian Nabi: Merajut Kebahagiaan Si Kecil. Jakarta: Zahra. hal. 26-28

20

Jadi dapat disimpulkan bahwa menikahi wanita karena kecilnya syahwat terhadap kerabat dekat, menyetubuhi perempuan pada dubur serta menikahi pria penimun khamar menyebabkan keturunan yang lahir tidak sehat atau cacat secara jasmani.

2) Ketunarunguan saat lahir (neonatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi saat anak dilahirkan. Ada beberapa yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dilahirkan antara lain sebagai berikut.

a) Lahir Prematur, yakni proses lahir bayi yang terlalu dini sehingga berat badannya atau panjang badannya relatif sering di bawah normal, dan jaringan-jaringan tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih muda terkena anoxia (kekurangan oksigen) yang berpengaruh pada kerusakan inti cochlea (cochlear nuclei).

b) Tang verlossing; Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan (tang). Risiko lahir cara ini jika jepitan tang menyebabkan kerusakan yang fatal pada susunan saraf pendengaran, akibatnya kemungkinan anak mengalami ketunarunguan. c) Rhesus factors; setiap manusia mempunyai jenis darah yang disebut

rhesus, disingkat dengan rh. Jenis darah pada manusia adalah jenis darah A-B-AB-O. Pada jenis darah tersebut ada rhesus yang positif dan ada rhesus yang negatif. Ketunarunguan yang dialami oleh anak-anak yang dilahirkan bisa jadi karena ketidakcocokan antara rhesus ibu dan rhesus anak yang dikandungnya.21

21

Mohammad Efendi, (2006), Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 67-68

3) Ketunarunguan setelah lahir (pos natal), yaitu ketunarunguan yang terjadi setelah anak dilahirkan oleh ibunya. Ada beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan terjadi setelah dilahirkan yakni sebagai berikut. a) Penyakit meningitis cerebralis; adalah peradangan yang terjadi pada

selaput otak. Terjadi ketunarunguan ini karena pada pusat susunan saraf pendengaran mengalami kelainan akibat dari peradangan tersebut.

b) Infeksi; ada kemungkinan sesudah anak lahir kemudian terserang penyakit campak (measles), thypus, influenza, dan lain-lain. Keberadaan anak yang terkena infeksi akut menyebabkan anak mengalami tunarungu perseptif karena cirus-cirus akan menyerang bagian-bagian penting dalam rumah siput (cochlea) sehingga mengakibatkan peradangan.22

b. Klasifikasi menurut tarafnya

Mohammad Efendi juga mengelompokkan anak tunarungu jika ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses), dengan ciri sebagai berikut:

a) Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran taraf ringan.

b) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu diperhatikan, terutama harus dekat guru.

c) Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan pendengarannya.

d) Perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya supaya perkembangan bicara dan bahasa tidak terhambat.

22

e) Disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengar untuk meningkatkan ketajaman daya pendengarannya.23

Untuk kepentingan pendidikannya pada anak tunarungu kelompok ini cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk pemahaman percakapan. 2. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB (mild losses) ,

dengan ciri sebagai berikut:

a) Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat b) Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya c) Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah

d) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika berada pada posisi tidak searah dengan pandangannya (berhadapan).

e) Untuk menghindari kesulitan bicara mendapatkan bimbingan yang baik dan intensif

f) Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kelas khusus)

g) Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid) untuk menambah ketajaman daya pendengarannya.24

Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, artikulasi, serta latihan kosakata.

3. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB (moderate losses) , dengan ciri sebagai berikut:

a) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak normal.

b) Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya, jika ia diajak bicara.

c) Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara, terutama pada huruf konsonan. Misalnya huruf konsonan “K” dan “G” mungkin diucapkan menjadi “T” dan “D”.

23

Mohammad Efendi, Ibid., hal. 59

24

d) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.

e) Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas.25

Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta perlu penggunaan alat bantu dengar untuk membantu ketajaman pendengarannya. 4. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe losses),

dengan ciri sebagai berikut: a. Kesulitan membedakan suara

b. Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada disekitarnya memiliki getaran suara.

Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus dalam belajar bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar, sebab anak yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara spontan. Oleh sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu pendidikan, artinya mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi tunarungu. Kebutuhan pendidikan anak tunarungu kelompok ini peru latihan pendengaran intensif, membaca bibir, latihan pembentukan kosakata.26

5. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB ke atas (profoundly losses) , dengan ciri sebagai berikut:

Hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi (± 2,54 cm) atau sama sekali tidak mendengar. Biasanya ia tidak mendengar bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat telinga. Anak tunarungu kelompok ini meskipun menggunakan pengeras suara, tetapi tetap tidak dapat

25

Mohammad Efendi, Ibid., hal. 60

26

memahami atau menangkap suara. Jadi, mereka menggunakan alat bantu dengar atau tidak dalam belajar bicara atau bahasanya sama saja. Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu dalam kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan menggunakan metode-metode pengajaran yang khusus, seperti tactile kinestetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan inderanya yang tersisa.27

c. Klasifikasi Menurut Lokasinya

Mohammad Efendi mengelompokkan anak tunarungu berdasarkan lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasinya dikelompokkan sebagai berikut.

a) Tunarungu Konduktif

Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang berfungsi sebagai penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam dan dinding-dinding labirin mengalami gangguan. Ada beberapa kondisi yang menghalangi masuknya getaran suara atau bunyi ke organ yang berfungsi sebagai penghantar, yaitu tersumbatnya liang telinga oleh kotoran telinga atau kemasukan benda-benda asing lainnya; mengeras, pecah, berlubang pada selaput gendang telinga dan ketiga tulang pendengaran sehingga efeknya dapat menyebabkan kehilangan daya hantaran organ tersebut.28

27

Mohammad Efendi, Ibid., hal. 61

28

b) Tunarungu Perseptif

Ketunarunguan tipe ini disebabkan terganggunya organ-organ pendengaran yang terdapat di belahan telinga bagian dalam. Ketunarunguan perseptif ini terjadi jika getaran yang diterima oleh telinga bagian dalam (terdiri dari rumah siput, serabut saraf pendengaran, corti) yang bekerja mengubah rangsangan mekanis menjadi rangsangan elektris, tidak dapat diterusakan ke pusat pendengaran di otak. Oleh karena itu, tunarungu tipe ini disebut juga tunarungu saraf (saraf yang berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara).29

c) Tunarungu Campuran

Ketunarunguan tipe campuran ini menjelaskan bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut telah terjadi campuran antara ketunarunguan konduktif dan ketunarunguan perseptif. 30

6. Perkembangan Kognitif, Emosional, dan Sosial Pada Anak Tunarungu

a. Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu

Dalam buku Sutjihati Somantri diijelaskan bahwa perkembangan kognitif anak tunarungu dipengaruhi perkembangan bahasa, sehingga hambatan pada bahasa akan menghambat perkembangan inteligensi anak tunarungu. Kerendahan tingkat inteligensi anak tunarungu bukan berasal dari hambatan intelektualnya yang rendah melainkan secara umum karena intelegensinya tidak mendapat kesempatan untuk berkembang. Aspek intelegensi yang terhambat

29

Ibid., hal. 64

30

perkembangannya ialah yang bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian, menghubungkan, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian.31

b. Perkembangan Emosional Anak Tunarungu

Sutjihati Somantri menjelaskan dalam bukunya bahwa kekurangan akan pemahaman bahasa lisan atau tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu menafsirkan sesuatu secara negatif atau salah dan ini sering menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan pada emosinya itu dapat menghambat perkembangan pribadinya dengan menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif, atau sebaliknya menampakkan kebimbangan dan keragu-raguan. Emosi anak tunarungu selalu bergejolak di satu pihak karena kemiskinan bahasanya dan di pihak lain karena pengaruh dari luar yang diterimanya. Anak tunarungu bila ditegur oleh orang yang tidak dikenalnya akan tampak resah dan gelisah.32

c. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu

Menurut Conny R. Semiawan dan Frieda Maugunsong di dalam bukunya bahwa pada remaja tunarungu, perkembangan sosialnya dipengaruhi oleh berbagai hal salah satunya adalah pemilihan bahasa yang digunakan dalam hubungannya dengan orang lain. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila anak tunarungu sering merasa kesepian. Mereka memiliki masalah dalam menemukan orang yang dapat diajak bercakap-cakap. Dari segi penyesuaian diri, anak tunarungu cenderung kaku, egosentris, kurang kreatif, dan kurang mampu berempati.33

31

Sutjihati Somantri, Op.cit., hal. 97

32

Ibid., hal. 98

33

B. Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Dokumen terkait