• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.14. Konsep, Klasifikasi, dan Karakteristik Belanja Daerah 1 Konsep Belanja Daerah

4.14.3. Karakteristik Belanja Daerah

Biaya adalah penurunan manfaat ekonomis masa depan atau jasa potensial selama periode pelaporan dalam bentuk arus kas, konsumsi aktiva atau terjadinya kewajiban yang ditimbulkan karena pengurangan dalam aktiva/ ekuitas neto, selain dari yang berhubungan dengan distribusi enitas ekonomi itu sendiri.

Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002), Biaya dapat dikategorikan sebagai belanja dan beban.Belanja adalah jenis biaya yang timbulnya berdampak langsung kepada berkurangnya saldo kas maupun uang enitas yang berada di bank.Beban dapat berarti pengakuan biaya-biaya non-kas baik karena penyusutan, amoritas, penyisihan atau cadangan.Penyisihan per persediaan itu sendiri.Berdasarkan manfaatnya, biaya yang telah terjadi pada suatu periode dapat diklasifikasikan sebagai opersi dan non-operasi.

Dan dalam bukunya “ Sistem Akutansi Dalam Sektor Publik “ modul untuk Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan mengemukakan bahwa, Belanja atau biaya diklasifikasikan menurut penggunaan belanja/ biaya dirinci berdasarkan kelompok jenis belanja/ biaya, sedangkan pusat pertanggungjawaban dirinci berdasarkan bagian atau fungsi dan unit organisasi pemerintah daerah. (Indra Bastian, 2002)

Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan mengenai karakteristik belanja daerah yaitu adanya penurunan manfaat ekonomis yang berdampak terhadap penurunan saldo kas maupun uang entitas yang ada di bank, berada dalam tahun anggaran tertentu, dan belanja daerah diklasifikasikan menurut penggunaan belanja/ biaya dan pusat pertanggungjawaban.

4.15.PDRB

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu wilayah atau provinsi dalam periode tertentu ditunjukan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto didefinisikan sebagai

jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah seluruh nilai tambah yang timbul dari berbagai kegiatan ekonomi di suatu wilayah, tanpa memperhatikan pemilikan atas faktor produksinya, apakah milik penduduk wilayah tersebut ataukah milik penduduk wilayah lain (Sadono Sukirno, 2006).

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi, sedangkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

Badan Pusat Statistik menjelaskan untuk lebih jelas dalam penghitungan angka-angka PDRB ada tiga pendekatan yang kerap digunakan dalam melakukan perhitungan, yaitu menurut pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran.

Pengertian PDRB dapat pula dilihat dari tiga pendekatan tersebut, yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Dilihat dari pendekatan Produksi, PDRB merupakan nilai produksi netto dari barang dan jasa yang dihasilkan daerah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi sembilan sektor lapangan usaha, yaitu sektor pertanian, pertambangan, perdagangan hotel dan restoran,

pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan jasa-jasa.

Dilihat dari pendekatan pendapatan, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi dalam suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang diterima adalah upah, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan dikurangi pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali balas jasa faktor produksi di atas termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung netto. Seluruh komponen pendapatan ini secara sektoral disebut sebagai nilai tambah bruto.

Adapun dilihat dari pendekatan Pengeluaran, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah semua komponen permintaan akhir seperti: pengukuran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi, pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor netto.

4.16. IPM

Menurut BPS (2008) “IPM merupakan ukuran agregat dari dimensi dasar pembangunan dengan melihat perkembangannya”. Selanjutnya Siregar (2003) menyatakan bahwa “IPM merupakan indikator keberhasilan dalam pembangunan sosial dan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. Berdasarkan uraian diatas maka disimpulkan bahwa IPM merupakan sarana yang digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian variabel-variabel dari pembangunan manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat disuatu negara atau wilayah.

Indeks Pembangunan Manusia mengukur tiga dimensi pembangunan manusia yang terdiri dari:

1. Umur panjang dan sehat yang diukur dengan Usia Harapan Hidup sejak lahir

2. Pengetahuan atau pendidikan yang diukur dengan Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah atau tingkat partisipasi sekolah.

3. Kemampuan untuk hidup layak yang diukur dengan daya bel (per capita adjusted purchasing power) atau tingkatan pengeluaran per kapita.

Tabel 2.1 Indikator IPM

Faktor Indikator Kondisi

Ideal Terburuk Kelangsungan

hidup

Angka Harapan Hidup

(thn) 85 25

Pengetahuan

Angka Melek Huruf (%) 100.0 0.0 Rata-rata lama sekolah

(thn) 15 0 Daya Beli Pendapatan (Konsumsi) Riil Perkapita disesuaikan dalam Rupiah 737.720,- 360.000

Sumber data: UNDP, Human Development Report, 1993

Menurut UNDP (1990) status pencapaian IPM pada suatu negara dibagi tiga kelompok, yaitu:

1. Tingkatan pencapaian rendah, jika suatu negara hanya mampu mencapai tingkat IPM < 50.

2. Tingkatan pencapaian menengah, jika suatu negara hanya mampu mencapai tingkat 50 < IPM < 80.

3. Tingkatan pencapaian tinggi, jika suatu negara hanya mampu mencapai tingkat IPM > 80.

Namun untuk perbandingan antar daerah di Indonesia, yaitu perbandingan antar kabupaten/kota, maka kriteria kedua, yaitu “Tingkatan menengah”, dipecah menjadi 2 (dua) golongan, sehingga gambaran status akan berubah menjadi sebagai berikut :

1. Tingkatan pencapaian rendah, jika suatu daerah hanya mampu mencapai tingkat IPM < 50

2. Tingkatan pencapaian menengah-bawah, jika suatu daerah hanya mampu mencapai tingkat 50 < IPM < 66

3. Tingkatan pencapaian menengah-atas, jika suatu daerah hanya mampu mencapai tingkat 66 < IPM < 80

4. Tingkatan pencapaian atas, jika suatu daerah hanya mampu mencapai tingkat IPM > 80

Adapun tahapan-tahapan menghitung IPM ialah sebagai berikut : Rumus :

1. Indeks Harapan Hidup

IHH = ������������ (��ℎ��)−������� ������������

�������������������� −������������������� � 100 2. Indeks Melek Huruf

IMHF = ���������� (%)−�����������������

������������������ −�������������� ��� � 100 3. Indeks Lama Sekolah

ILS = ���� −�������������� ℎ(��ℎ��)−���� −�������������� ℎ�������

���� −�������������� ℎ�������� –���� −�������������� ℎ������� � 100

4. Indeks Tingkat Pendidikan ITP = 2

3�(����) + 1

3� (���)

5. Indeks Pendapatan Riil Per kapita

IP = ������������������������ −��������������� ���������������� −��������������� � 100 6. IPM IPM = ���+���+�� 3 4.17.Kerangka Pemikiran

Dalam menentukan biaya kesehatan perlu disepakati dahulu asumsi tentang kesehatan bahwa kesehatan adalah modal ekonomi (Rexford dan Stephen,1996), untuk proses produksi dalam pembangunan jika dipandang dari sudut manusia sehat menjadi sumber daya manusia yang selanjutnya bertindak sebagai modal ekonomi. Dengan demikian berapapun biaya yang dipelukan untuk pembiayaan kesehatan adalah suatu investasi yang ditanam untuk dapat diperhitungkan manfaat atau keuntungannya di masa depan.

Pembiayaan kesehatan mempunyai keterkaitan langsung dengan tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat, dengan demikian biaya adalah fungsi derajat kesehatan masyarakat.Derajat kesehatan masyarakat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat yg diukur dengan IPM yang menjadi kontribusi pembangunan sosial ekonomi pemerintah pusat atau daerah.

Indikator-indikator kesehatan yang menjadi yang menjadi komponen IPM adalah Usia Harapan Hidup dan Mortalitas, hal ini berarti bahwa indikator- indikator kesehatan memperlihatkan implikasi kebijakan pemerintah dalam

peningkatan kesejahteraan masyarakat.Pembiayaan kesehatan berpengaruh positif terhadap pencapaian indikator-indikator kesehatan, derajat kesehatan masyarakat dan akhirnya kesejahteraan masyarakat.

Sedangkan indikator ekonomi yang menjadi komponen IPM adalah Faktor Pendapatan.Faktor pendapatan sangat erat hubungannya dengan kemampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan kesehatan. Jika pendapatan per kapita (PDRB) meningkat maka akan mengurangi angka kematian, gizi buruk,sehingga usia harapan hidup akan meningkat. Tingkat pendapatan per kapita secara signifikan mempengaruhi kondisi kesehatan di beberapa Negara.Peningkatan pendapatan per kapita menurunkan angka kematian dan gizi buruk.

Selanjutnya salah satu indikator sosial yang menjadi Komponen IPM adalah Rata-Rata Lama Sekolah. Tingkat Pendidikan Masyarakat adalah fakor-faktor yang secara langsung berpengaruh positif terhadap input yang mempengaruhi derajat kesehatan dan Program-program kesehatan dalam proses pencapaian derajat kesehatan optimum.

4.17.1.Skedul Estimasi dan Realisasi Indikator Derajat Kesehatan Masyarakat Tabel 2.2. Estimasi dan realisasi indikator-indikator kesehatan di Kabupaten

Bengkalis

No. Indikator Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

1 AKI Estimasi 15 11 10 10 24

Realisasi 17 13 19 15 28

2 AKB Estimasi 62 50 90 102 104

Realisasi 56 41 79 85 107

Sumber: Renstra Dinkes Kab. Bengkalis 2010-2015 dan Profil Kesehatan Bengkalis 2010-2014

Indikator-indikator kesehatan pada tahun 2010-2014 tidak dapat mencapai skedul estimasi indikator derajat kesehatan dalam upaya pencapaian visi kabupaten bengkalis “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.” Alasan penyebab tidak tercapainya skedul estimasi indikator dan strategi yang diperlukan untuk memenuhi skedul estimasi pencapaian indikator adalah hal yang sangat mendasar untuk diteliti dan dikaji dalam kajian ini.

4.17.2.Alokasi anggaran kesehatan dengan indikator kesehatan

Secara umum derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh multi faktor termasuk alokasi anggaran bidang kesehatan. Hal ini dari indikator- indikator kesehatan di negara-negara Asean walaupun pada negara Asean tertentu seperti Vietnam terdapat fenomena yang berbeda dalam kaitan antara alokasi pendanaan bidang kesehatan dengan indikator-indikator kesehatan sebagaimana yang terlihat dalam table.

Tabel 2.3.Profil Kesehatan Indonesia 2014

Negara

Anggaran Kesehatan Per

Kapita USD

AKB AKI Gizi Buruk

Brunei 939,3 5,6 18 11 Singapore 2426,1 3,3 17 8 Malaysia 409,5 8,1 39 9 Thailand 215,1 6,5 44 15 Filipina 118.8 16,5 170 12 Indonesia 107,7 32 359 23 Vietnam 102,5 46 50 10

Gambaran umum tabel 6, semakin besar alokasi anggaran bidang kesehatan (anggaran kesehatan per kapita), semakin baik indikator-indikator

kesehatan masyarakat. Secara sederhana, dapat diduga kekuatan pengaruh alokasi dana kesehatan bersifat positif terhadap derajat kesehatan, semakin besar biaya kesehatan per kapita semakin baik pencapaian indikator-indikator kesehatan dan semakin baik derajat kesehatan masyarakat.

Pada tabel 7 dibandingkan rata-rata anggaran kesehatan per kapita negara- negara asean pada tahun 2014 dengan anggaran per kapita Kabupaten Bengkalis periode 2010-2014.

Tabel 2.4. Hubungan rata-rata anggaran per kapita dengan indikator derajat kesehatan Wilayah Rata-rata Anggaran Kesehatan per Kapita AKI AKB Asean TA 2014 617 USD 99,57 16,85 Bengkalis TA 2010-2014 20,44 USD 162,66 5,66

Sumber: Profil Kesehatan Indonesia dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis

Dengan rata-rata alokasi dana bidang kesehatan 3 tahun terakhir sebesar Rp 123.279.335.142 untuk rata-rata 530.000 penduduk, berarti alokasi perkapita

rata-rata Rp 204.149 atau setara dengan 20,44 USD (Kurs: Rp 11.745), jauh lebih kecil dari rata-rata negara Asean sebesar 617 USD.

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Masyarakat Bengkalis Sehat yang

Mandiri dan Berkeadilan

Strategi Percepatan Realisasi Indikator Derajat Kesehatan

Optimasi Derajat Kesehatan Masyarakat

Realisasi Indikator Derajat Kesehatan

APBD Dinas Kesehatan

Optimasi APBD Dinkes Perancangan Program

Dokumen terkait