• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

4.1. Karakteristik Data Responden

4.1.1. Distribusi Karakteristik Usia Responden

Usia merupakan lama hidup responden yaitu pembulatan mulai dari lahir hingga penelitian dilakukan, dikategorikan berdasarkan usia ≤18 tahun, 19 tahun dan ≥ 20 tahun.

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Usia Responden

No Usia Frekuensi Persentase

1 ≤18 tahun 20 20,83

2 19 tahun 30 31,25

3 ≥ 20 tahun 46 47,92

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa hampir dari seluruh responden yaitu sebanyak 46 orang (47,92%) memiliki usia ≥ 20

tahun. Hal ini dapat disimpulkan bahwa responden dengan usia ≥ 20 tahun lebih

banyak dibandingkan dengan responden dengan usia 19 atau 18 tahun dikarenakan penelitian dilakukan pada 3 angkatan yang jaraknya berurutan dan tahun lahir dari responden lebih banyak di tahun 1990-1991 sehingga diperoleh data yang kurang bervariasi berdasarkan usia.

4.1.2. Distribusi Karakteristik Riwayat Miopia Keluarga Pada Responden Riwayat keluarga dilihat berdasarkan dari ada tidaknya keluarga inti responden yang diketahui memakai kacamata untuk melihat jauh, dikategorikan menjadi ada riwayat miopia keluarga (ayah dan ibu, ayah / ibu, saudara kandung) dan tidak ada riwayat miopia keluarga.

Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Riwayat Miopia Keluarga Responden

No Riwayat Keluarga Frekuensi Persentase

1 Tidak Ada 37 38.54

2 Saudara Kandung 14 14.58

3 Ayah/Ibu 26 27.08

4 Ayah dan Ibu 19 19.79

Total 96 100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat lebih dari sebagian responden yaitu sebanyak 59 orang (61.45%) memiliki riwayat miopia keluarga. Hal ini berarti bahwa hampir seluruh responden memiliki keterkaitan miopia dalam keluarganya.

4.1.3. Distribusi Karakteristik Pendidikan Orang Tua Responden

Pendidikan orang tua responden dilihat berdasarkan jenis pendidikan terakhir yang di peroleh hingga saat penelitian dilakukan, dikategorikan menjadi pendidikan rendah (SD-SMP) dan pendidikan tinggi (SMA-Strata)

22

Tabel 4.3. Distribusi Karakteristik Pendidikan Orang Tua Responden

No Pendidikan Frekuensi Persentase

1 SD-SMP 12 12.50

2 SMA-Strata 84 87.50

Total 96 100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa hampir seluruh responden yaitu sebanyak 84 orang (87,50%) orang tuanya memiliki pendidikan tinggi yaitu pendidikan SMA-Strata.

4.1.4. Distribusi Karakteristik Penghasilan Orang Tua Responden

Penghasilan orang tua responden dilihat berdasarkan penghasilan rata-rata yang diperoleh dalam satu bulan, dikategorikan menjadi penghasilan rendah (< Rp.1.250.000), sedang (Rp. 1.250.000 – Rp. 5.000.000) dan Tinggi (>Rp. 5.000.000)

Tabel 4.4. Distribusi Karakteristik Penghasilan Orang Tua Responden

No Penghasilan Frekuensi Persentase

1 < Rp 1.2500.000,00 5 5.21

2 Rp 1.250.000,00 - Rp 5.000.000,00 40 41.67

3 > Rp 5.000.000,00 51 53.13

Total 96 100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 51 orang (53,13%) memiliki penghasilan tinggi yaitu lebih dari Rp 5.000.000 setiap bulannya.

4.1.5. Distribusi Karakteristik Aktivitas Melihat Dekat Responden

Aktivitas melihat dekat dilihat berdasarkan lamanya waktu (jam) per hari yang dibutuhkan untuk menonton televisi, membaca, kebiasaan menggunakan

komputer / laptop, bermain video game. Dikategorikan menjadi < 5 jam, 5-10 jam, > 10 jam

Tabel 4.5. Distribusi Karakteristik Aktivitas Melihat Dekat Responden

No Aktivitas Melihat

Dekat Frekuensi Persentase

1 < 5 jam 46 47,92

2 5 - 10 jam 36 37,50

3 > 10 jam 14 14,58

Total 96 100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 46 orang (47,92%) melakukan aktivitas dekat kurang dari 5 jam, 36 orang (37,50%).

4.2. Analisis Univariat

Pada analisis univariat ini ditampilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun independen kemudian dilakukan perincian dari setiap variabel yang berkaitan dengan prevalensi miopia.

4.2.1. Prevalensi Miopia Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011 dan Derajat Keparahan / Koreksi Miopia

Distribusi prevalensi miopia pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut :

24

Tabel 4.6. Distribusi Prevalensi Miopia Responden

No Miopia Frekuensi Persentase

1 Ya 60 62.50

2 Tidak 36 37.50

Total 96 100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 96 orang responden terlihat bahwa sebagian besar dari seluruh responden yaitu sebanyak 60 orang (62,50%) menderita miopia, Hal ini dapat disimpulkan bahwa prevalensi miopia pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cukup tinggi.

Distribusi derajat keparahan/koreksi miopia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Distribusi Keparahan / Koreksi ODS Responden Miopia

No Koreksi Miopia ODS Frekuensi Persentase

1 0-3 46 76.67

2 3-6 14 23.33

3 >6 0 0.00

Total 60 100.00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden miopia terlihat bahwa hampir dari seluruh responden yaitu sebanyak 46 orang (76,67%) memiliki koreksi miopia ODS 0-3 sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat miopia yang terjadi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011 merupakan miopia ringan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2009 didapatkan prevalensi miopia sebesar 60% dengan jumlah sampel 90 orang. Jika mengacu kepada data tersebut, terjadi peningkatan prevalensi miopia sebesar 2,50% pada

mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto dan Inakawati (2002-2003)20 di RSUP Dr. Kariadi Semarang, didapatkan bahwa kelainan refraksi tak terkoreksi penuh yang paling banyak yaitu berupa miopia sebesar 58,15%.

Dalam penelitian yang sama, derajat keparahan / koreksi miopia lebih banyak pada derajat ringan yaitu sebanyak 30 orang dengan usia 11-20 tahun dan 25 orang dengan usia 20-30 tahun20.

4.2.2. Gambaran Distribusi Usia Responden Miopia Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

Distribusi usia responden miopia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.8. Gambaran Distribusi Usia Responden Miopia

No Usia Miopi Tidak Miopi Total Persentase

f % f %

1 ≤18 tahun 14 23,33 6 16,67 20 20,83

2 19 tahun 16 26,67 14 38,89 30 31,25

3 ≥20 tahun 30 50,00 16 44,44 46 47,92

Total 60 100,00 36 100,00 96 100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden penderita miopia terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 30 orang (50,00%) berusia

≥ 20 tahun, ini berarti bahwa usia ≥ 20 tahun memiliki kecenderungan mengalami miopia lebih besar.

Prevalensi miopia cenderung meningkat dengan meningkatnya usia, namun mekanisme dari hal ini belum diketahui. Suatu teori menjelaskan bahwa prevalensi miopia pada orang dewasa disebabkan oleh perubahan indeks refraksi lensa, yaitu indeks refraksi lensa meningkat dengan meningkatnya kekeruhan inti lensa sejalan dengan meningkatnya usia6.

Penelitian lain menunjukkan bahwa miopia dapat menjadi progresif dengan bertambahnya usia, hal ini dikarenakan bola mata masih mengalami

26

pertumbuhan atau pemanjangan serta perubahan komponen bola mata yang pada akhirnya akan mengakibatkan perubahan status refraksi menjadi lebih miopia21.

4.2.3. Gambaran Distribusi Riwayat Keluarga Responden Miopia Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

Distribusi riwayat keluarga pada responden miopia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.9. Gambaran Distribusi Riwayat Keluarga Responden Miopia

No Riwayat Keluarga

Miopia Tidak Miopia

Total Persentase

F % F %

1 Tidak Ada 23 38,33 14 38,89 37 38,54

2 Saudara Kandung 11 18,33 3 8,33 14 14,58

3 Ayah/Ibu 14 23,33 12 33,33 26 27,08

4 Ayah dan Ibu 12 20,00 7 19,44 19 19,79

Total 60 100,00 36 100,00 96 100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden penderita miopia terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 37 orang (61,66%) memiliki riwayat miopia keluarga, hal ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan riwayat miopia keluarga cenderung mempengaruhi miopia pada responden.

Lam dkk22, dalam penelitiannya mengemukakan bahwa riwayat miopia pada orang tua mempengaruhi pertumbuhan bola mata anak. Pertumbuhan bola mata dan pergeseran refraksi ke arah miopia terjadi lebih cepat pada anak dengan riwayat miopia. Seseorang dengan predisposisi keluarga dan terpapar oleh faktor miopigenik maka emetropisasi akan berjalan tak terkendali yang mengakibatkan pemanjangan aksial bola mata dan terjadi miopia sedang pada usia dewasa23.

Anak dengan riwayat ayah dan ibu miopia cenderung melakukan aktivitas melihat lebih dekat dibandingkan anak tanpa orang tua miopia24.

4.2.4. Gambaran Distribusi Pendidikan Orang Tua Responden Miopia Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

Distribusi pendidikan orang tua responden miopia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.10. Gambaran Distribusi Pendidikan Orang Tua Responden Miopia

No Pendidikan Miopia Tidak Miopia Total Persentase

f % F %

1 SD-SMP 6 10,00 6 16,67 12 12,50

2 SMA-Strata 54 90,00 30 83,33 84 87,50

Total 60 100,00 36 100,00 96 100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden penderita miopia terlihat bahwa hampir seluruh responden yaitu sebanyak 54 orang (90,00%) orang tuanya berpendidikan SMA-Strata, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden yang mengalami miopia memiliki orang tua dengan pendidikan tinggi.

Tingkat pendidikan seseorang sering digunakan untuk menghubungkan lamanya waktu bekerja dalam jarak dekat dengan miopia pada orang – orang yang berpendidikan tinggi. Hasilnya adalah orang yang berpendidikan tinggi lebih banyak yang mengalami miopia25.

Banyaknya buku yang dibaca per minggu merupakan salah satu petanda aktivitas melihat dekat yang secara independen berhubungan dengan tingkat pendidikan dan perilaku orang tua serta status ekonomi keluarga. Keluarga dengan tingkat penddidikan tinggi dan perilaku suka membaca akan mendorong anaknya untuk membaca atau melakukan aktivitas melihat dekat yang lebih banyak26.

4.2.5. Gambaran Distribusi Penghasilan Orang Tua Responden Miopia Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

Distribusi penghasilan orang tua responden miopia dapat dilihat pada tabel berikut:

28

Tabel 4.11. Gambaran Distribusi Penghasilan Orang Tua Responden Miopia

No Penghasilan Miopia Tidak Miopia Total Persentase

f % f % 1 <Rp 1.2500.000,00 3 5,00 2 5,56 5 5,21 2 Rp 1.250.000,00 - Rp 5.000.000,00 24 40,00 16 44,44 40 41,67 3 > Rp 5.000.000,00 33 55,00 18 50,00 51 53,13 Total 60 100,00 36 100,00 96 100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden penderita miopia terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 33 orang (55,00%) orang tuanya memiliki penghasilan lebih dari Rp 5.000.000, ini dapat disimpulkan bahwa responden miopia cenderung memiliki orang tua dengan penghasilan tinggi.

Berbagai penelitian mendapatkan prevalensi miopia meningkat dengan meningkatnya penghasilan keluarga dan tingkat pendidikan1.

Keluarga dengan status ekonomi yang lebih tinggi mempunyai kemampuan lebih baik untuk membeli buku dan fasilitas untuk pergi ke perpustakaan atau toko buku serta membeli fasilitas lainnya26.

4.2.6. Gambaran Distribusi Aktivitas Melihat Dekat Responden Miopia Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

Distribusi aktivitas melihat dekat responden miopia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.12. Gambaran Distribusi Aktivitas Melihat Dekat Responden Miopia

No Aktivitas Melihat Dekat

Miopia Tidak Miopia Total Persentase

f % f %

1 < 5 jam 26 43,33 20 55,56 46 47,92 2 5 - 10 jam 24 40,00 12 33,33 36 37,50 3 > 10 jam 10 16,67 4 11,11 14 14,58 Total 60 100,00 36 100,00 96 100,00

Berdasarkan tabel di atas dari 60 orang responden terlihat bahwa sebagian dari seluruh responden yaitu sebanyak 34 orang (56,67%) melakukan aktivitas melihat dekat lebih dari 5 jam sedangkan sebanyak 20 orang (55,56%) responden tidak miopia melakukan aktivitas melihat dekat kurang dari 5 jam . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden miopia melakukan aktivitas dekat lebih lama dibandingkan dengan responden tidak miopia.

Aktivitas melihat dekat dari beberapa penelitian diketahui dapat meningkatkan terjadinya miopia26. Aktivitas melihat dekat menyebabkan akomodasi terus menerus, sehingga menyebabkan meningkatnya suhu pada bilik mata depan yang selanjutnya akan meningkatkan produksi cairan intraokular. Peningkatan tersebut akan meningkatkan tekanan bola mata yang berhubungan dengan miopia27.

Aktivitas melihat dekat menyebabkan stress induces distant accomodation yang terus menerus dan mengakibatkan perubahan biokimia dari sklerayaitu fibroblas sklera yang merupakan suatu mekanisme kimia untuk peregangan, terjadi setelah 30 menit saat berakomodasi. Akumulasi akomodasi yang terus menerus menyebabkan memanjangnya waktu mekanisme peregangan yang berdampak pada meregangnya sklera, sehingga bayangan objek pada aktivitas melihat dekat jatuh di depan retina18.

Bukti lain ditemukan pada anak muda China di Hongkong yang miopia menunjukkan adanya kecenderungan tingginya blur driven nearwork-induced transient myopia yang terus menerus setelah aktivitas melihat dekat. Hal ini diperkirakan dapat mengeksaserbasi predisposisi genetik mata miop yang selanjutnya dapat mengalami progresivitas24.

Miopia lebih banyak terdapat pada orang-orang yang pekerjaannya memerlukan fokus mata jarak dekat dalam kurun waktu yang lama, seperti pekerjaan yang berhubungan dengan komputer/laptop20.

4.3. Keterbatasan Penelitian

Dokumen terkait