III. METODE PENELITIAN
4.4. Karakteristik fisika kimia perairan
Nilai pengukuran parameter fisika-kimia perairan dilakukan pada waktu yang sama dengan waktu pengambilan sampel makrozoobenthos. Pengukuran kualitas air secara fisika kimia dapat menunjang hasil analisis kualitas air dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Karakteristik fisika kimia perairan hulu Sungai Cisadane
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Parameter Satuan Baku mutu 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Suhu oC 28 23,6 24,1 20,0 20,6 21,7 21,0 24,3 24,1 22,0 22,2 23,4 22,3 28,2 24,0 25,0 26,5 25,0 24,0 Kekeruhan NTU - 4,0 1,7 1,6 4,0 3,0 4,0 11,0 6,5 11,0 3,0 5,0 4,0 7,0 12,0 10,0 6,0 6,0 7,0 TSS mg/l 50 21,0 6,0 2,0 12,0 21,0 10,0 7,0 10,0 16,0 12,0 30,0 11,0 11,0 14,0 14,0 13,0 8,0 23,0 Kecepatan arus cm/s - 142,3 67,2 63,4 107 68,7 99,1 56,2 82,4 107,4 67,5 76,0 103 31,6 13,3 8,3 4,7 13,9 19,5 Kedalaman m - 0,5 0,1 0,2 0,2 0,3 0,2 0,3 0,2 0,3 0,2 0,2 0,3 0,4 0,8 0,8 0,4 0,3 0,4 Lebar sungai m - 6,9 6,4 6,1 5,8 5,5 6,2 10,1 9,1 10,0 9,6 9,4 8,8 7,1 13,0 12,8 7,2 12,4 12,3 Lebar badan sungai m - 11,0 7,4 8,0 8,0 8,2 7,8 14,1 9,5 12,8 11,2 10,9 11,1 9,0 13,0 14,0 9,1 14,2 14,4 pH 6 – 9 8,2 8,2 7,3 7,2 7,2 7,5 8,0 8,0 7,3 7,3 7,4 7,5 8,3 8,3 7,7 8,7 7,8 7,6 DO mg/l >4 8,2 8,3 7,6 9,7 8,1 7,5 7,9 7,3 8,0 8,1 7,9 7,4 7,6 7,7 6,5 8,9 7,3 7,3 BOD mg/l 3 1,2 2,0 2,0 2,4 2,3 1,0 5,5 1,4 2,8 3,2 2,1 1,1 2,2 1,4 1,6 4,1 2,5 1,9 COD mg/l 25 2,0 5,0 2,0 6,0 6,0 6,0 4,0 2,0 4,0 8,0 4,0 2,0 2,0 3,0 4,0 6,0 6,0 6,0
1. Suhu
Suhu air sungai dipengaruhi oleh variasi musim, iklim, ketinggian dari permukaan laut (altitude) lintang, elevasi dan vegetasi di sepanjang aliran sungai dan masukan air tanah. Rata-rata suhu air di daerah hulu Sungai Cisadane berkisar antara 20 – 28 oC. Dimana pada stasiun 1, suhu terendah terdapat pada sampling ketiga yaitu 20oC dan tertinggi pada sampling kedua sebesar 24,1oC. Pada stasiun 2, nilai suhu terendah pada sampling ketiga yaitu 22oC dan tertinggi pada sampling pertama yaitu 24,3oC. Sedangkan pada stasiun 3, nilai suhu tertinggi pada sampling pertama yaitu 28oC dan terendah pada sampling kedua yaitu 23oC. Variasi nilai suhu yang terdapat di hulu Sungai Cisadane diduga terjadi karena perbedaan waktu pengamatan dari sampling 1 dan sampling berikutnya. Suhu sangat berhubungan erat dengan cuaca, waktu, ketinggian lokasi atau tata guna lahan dan aliran sungai. Dilihat dari baku mutu air kelas II menurut PP No. 82 tahun 2001 suhu air berkisar 21 – 27 oC. Jika dibandingkan dengan suhu di hulu sungai cisadane masih termasuk kedalam baku mutu air. Dan jika dilihat kisaran toleransi untuk kehidupan makrozoobenthos yaitu di bawah 35oC.
15.00 18.00 21.00 24.00 27.00 30.00 70607 140707 100807 150907 271007 171107
Waktu Sam pling
S u h u ( o C ) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
2. Kekeruhan
Nilai kekeruhan di daerah hulu Sungai Cisadane memiliki kisaran yang sangat berfluktuatif yaitu 1,6 – 12 NTU. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan organisme lain (Eaton et al. 1976; Davis dan Cornwell 1991 in Effendi 2003). Pada stasiun 1, nilai kekeruhan terendah pada sampling ketiga yaitu 1,6 NTU, hal ini disebabkan pada sampling ketiga sudah memasuki musim kemarau, sehingga lumpur atau bahan organik di perairan terakumulasi menjadi substrat lumpur dan mengendap. Pada stasiun 2, dimana sampling ketiga memiliki nilai kekeruhan yang tertinggi yaitu 11 NTU, dan terendah pada sampling keempat yaitu 3 NTU. Adapun pada stasiun 3, kekeruhan tertinggi pada sampling kedua yaitu 12 NTU, dan terendah pada sampling keempat yaitu 6 NTU. Sedangkan sampling pertama dan keenam memiliki nilai kekeruhan yang sama yaitu 7 NTU, hal ini diduga karena kondisi musim pada kedua waktu tersebut sama yaitu musim peralihan anatara musim kemarau dan musim hujan.
0 2 4 6 8 10 12 14 70607 140707 100807 150907 271007 171107 Waktu pengamatan K e k e ru h a n ( N T U ) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Pada Gambar 12 dapat dilihat kondisi Sungai Cisadane dari stasiun 1, 2 dan 3 secara umum mengalami peningkatan. Hal ini diduga akibat adanya tata guna lahan di sekitar lokasi penelitian yang bervariasi, seperti pada stasiun 1 yang banyak terdapat sawah sehingga banyaknya limpasan dari sawah berupa limbah pestisida, dan terdapatnya akar pohon yang dapat menyerap limbah dari daratan. Pada stasiun 2 diduga disebabkan oleh limbah pestisida dan limbah rumah tangga yang berada di sekitar sungai. Stasiun 3, diduga adanya masukan limbah organik dari pemukiman warga dan terdapatnya pertambangan pasir. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan disekitar sungai dan semakin banyak masukan bahan organik yang dapat menyebabkan tingginya nilai kekeruhan di suatu perairan.
3. Padatan tersuspensi (Total Suspended Solid/ TSS)
Kandungan padatan tersuspensi di daerah hulu Sungai Cisadane memiliki nilai yang bervariasi berkisar antara 2 – 23 mg/l. Nilai terendah terdapat pada stasiun 1 sampling ketiga, dimana berbanding lurus dengan nilai kekeruhan. Dan nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 sampling keenam, hal ini dimungkinkan pada saat sampling terjadi aktivitas yang meningkat di sekitar sungai, dimana sedang berlangsungnya kegiatan pertambangan pasir. Tingginya nilai padatan tersuspensi akan berpengaruh pada kekeruhan perairan dan akan berpengaruh juga pada kemampuan melekatnya organisme di substrat. Secara keseluruhan, pengaruh bahan tersuspensi pada komunitas invertebrata bentik adalah ditandai pada perubahan komposisi spesies dan kelimpahan spesies.
4. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman di daerah hulu Sungai Cisadane berkisar antara 7,2 – 8,7. kondisi pH di hulu Sungai Cisadane dapat dilihat pada Gambar 13. Pada pengamatan pH di Sungai Cisadane tiap stasiun pada setiap sampling memiliki kisaran nilai yang hampir sama, dimana dari pengamatan pertama sampai terakhir mengalami penurun, dan stasiun 1, 2, dan 3 mengalami kenaikan. Nilai pH terendah terdapat pada stasiun 1 sampling keempat dan kelima dengan nilai sebesar 7,2 dan nilai pH terbesar pada stasiun 3 sampling keempat yaitu 8,7. Hal ini diduga dipengaruhi oleh penggunaan lahan, aktivitas masyarakat setempat dan
juga pupuk buatan yang biasanya berupa bahan organik yang bersifat asam. Nilai kisaran pH di hulu Sungai Cisadane ini masih berada dalam kisaran pH yang dapat ditoleransi organisme makrozoobenthos, termasuk serangga yaitu 4,5 – 8,5 (Hawkes 1979). 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 70607 140707 100807 150907 271007 171107
Waktu Sam pling
p
H
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 13. pH tiap stasiun pada setiap sampling
5. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen / DO)
Nilai oksigen terlarut daerah hulu Sungai Cisadane dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai kandungan oksigen terlarut berkisar antara 6,48 – 9,72 mg/l. Nilai kandungan oksigen terlarut hulu Sungai Cisadane jika dibandingkan dengan nilai baku mutu kelas II PP No. 82 tahun 2001 yaitu ≥ 4 mg/l (Lampiran 12), maka nilai kisaran DO berada di atas nilai baku mutu yang ditetapkan, artinya masih memenuhi baku mutu air yang ditetapkan untuk pariwisata dan perikanan, begitu juga dengan organisme makrozoobenthos. Dilihat dari kadar DO dari stasiun 1,2, dan 3 yang cukup bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kecepatan arus yang makin ke hilir semakin lambat, begitu juga dengan kedalaman semakin ke hilir semakin besar, dan turbulensi masih mungkin terjadi. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal), musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence)
massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi 2003). Pengaruh ketersediaan oksigen terlarut dalam air bersifat langsung terhadap keberadaan makrozoobenthos, karena organisme ini memerlukan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Parameter kualitas air ini sangat menentukan kelompok organisme yang mampu berkembang biak.
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 70607 140707 100807 150907 271007 171107
Waktu Sam pling
D O (m g /l) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 14. DO tiap stasiun pada setiap sampling
6. Kebutuhan oksigen biokimiawi (Biochemical Oxyen Demand /BOD)
Nilai kandungan kebutuhan oksigen biokimiawi di daerah hulu Sungai Cisadane dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai BOD di hulu Sungai Cisadane memiliki kisaran antara lain 1,01 – 4,05 mg/l. BOD merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi komunitas bentik makroinvertebrata. Pada stasiun 1, kadar BOD terbesar terdapat pada sampling keempat yaitu 2,43 mg/l dan terendah pada sampling keenam yaitu 1,01 mg/l. Pada stasiun 2 kadar BOD berkisar antara 1,14 – 3,24 mg/l, dan stasiun 3 berkisar antara 1,41 – 4,05 mg/l. Dimungkinkan adanya masukan bahan organik yang berasal dari kegiatan masyarakat setempat dan pohon yang berada disekeliling DAS yang dapat meningkatkan kandungan bahan organik, akan tetapi tingginya kandungan
oksigen terlarut di perairan dapat membantu proses pendekomposisian bahan organik yang masuk ke perairan yang dilakukan oleh bakteri.
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 70607 140707 100807 150907 271007 171107
Waktu Sam pling
B O D ( m g /l ) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 15. BOD tiap stasiun pada setiap sampling
7. Kebutuhan oksigen kimiawi (chemical Oxyen Demand /COD)
Nilai kebutuhan oksigen kimiawi di hulu Sungai Cisadane berkisar antara 2 – 8 mg/l. Dimana nilai terbesar pada stasiun 2 sampling keempat. Nilai ini diduga dipengaruhi sebagian besar oleh masukan bahan organik baik yang mudah terurai maupun yang sulit terurai dimana pada stasiun 2 ini banyak terdapat sawah yang menggunakan sungai sebagai tempat irigasi sehingga adanya limpasan dari daratan berupa zat kimia dari pestisida. Masukan bahan organik yang terdapat di perairan hulu Sungai Cisadane berasal dari aktivitas disekitar lokasi penelitian dan dari perairan itu sendiri yang berupa organisme bentik yang mati. Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa nilai COD pada sampling kedua hampir sama dengan nilai COD pada sampling terakhir untuk stasiun 2, di stasiun 1 dan 3 pada sampling keempat, lima dan enam memiliki nilai yang sama. Akan tetapi, di stasiun 3 satiap sampling nilai COD yang diketahui mengalami kenaikan sedangkan di stasiun 1 mengalami fluktuasi dan mulai stabil pada sampling keempat, lima dan enam.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 70607 140707 100807 150907 271007 171107
Waktu Sam pling
C O D ( m g /L ) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Gambar 16. COD tiap stasiun pada setiap sampling
8. Kecepatan arus dan tipe substrat
Pada stasiun 1 kecepatan arus berkisar antara 63,4 – 142,3 cm/det menunjukkan bahwa arus di stasiun 1 tergolong sangat cepat. Di stasiun 2 memiliki kecepatan arus berkisar antara 56,2 – 103 cm/det, menunjukkan bahwa stasiun 2 memiliki arus cepat dan stasiun 3 memiliki kecepatan arus berkisar antara 4,74 – 19,5, menunjukkan kecepatan arus tergolong lambat. Hal ini dipengaruhi oleh kedalaman dan tipe substrat, dimana pada stasiun 3 memiliki kedalam paling tinggi daripada stasiun 1 dan 2. Begitu juga dengan tipe substrat stasiun 1 dan 2 memiliki tipe substrat batu besar berpasir, untuk stasiun 2 sedikit berlumpur, sedangkan pada stasiun 3 memiliki tipe substrat batu berpasir tetapi tidak batu besar. Selain itu juga disebabkan posisi ketinggian dimana stasiun 1 lebih hulu dari 2 dan 3. kecepatan arus di hulu Sungai Cisadane tergolong berarus sedang sampai cepat (Welch 1980 in Rachmawati 1999).
Kualitas air perairan Sungai Cisadane tergolong baik dilihat dri parameter fisika kimia dan didukung oleh nilai baku mutu kelas II PP No. 82 tahun 2001. Hal ini diketahui dari hasil pengukuran yang dibandingkan dengan baku mutu diperoleh nilai kualitas air masih dalam rentang baku mutu yang baik untuk perikanan dan pariwisata (kelas II). Begitu juga jika dikaitan dengan analisis menggunakaan Indeks Pencemaran (IP) yang diuji berdasarkan stasiun, dimana stasiun 1 memiliki nilai IP sebesar 0,49; stasiun 2 sebesar 0,59; dan stasiun 3
senilai 0,61. Dari ketiga hasil tersebut dapat diketahui bahwa kualitas pencemaran di stasiun 3 lebih tinggi dari pada stasiun 1 maupun stasiun 2. Hal ini diduga karena pada stasiun 3 lebih banyak mendapat limpasan dari daratan, dikaitkan dengan tata guna lahan pada stasiun 3 yang terletak setelah pemukiman yang dekat dengan sungai, sehingga banyaknya limbah domestik yang berasal dari RT dan adanya irigasi sawah merupakan salah satu penyebab tingginya tingkat pencemaran di stasiun tersebut jika dibandingkan dengan dua stasiun lainnya, serta terdapatnya kegiatan penambangan pasir di sekitar stasiun tersebut. Akan tetapi status mutu air bagian hulu Sungai Cisadane termasuk kedalam kondisi baik yakni yang memenuhi baku mutu yaitu masih masuk kedalam selang 0 - 1,0.
Adapun dilihat dari sampling yang dilakukan sebanyak enam kali setiap bulan diperoleh Indeks Pencemaran (IP) secara berurut yaitu 0,52; 0,43; 0,57; 1,06; 0,63; dan 0,39 (Lampiran 13). Indeks Pencemar tertinggi diperoleh pada sampling keempat yang merupakan musim kemarau. Dimana pada sampling tersebut diperoleh kandungan bahan organik (BOD dan COD) yang tinggi juga. Hal ini disebabkan adanya akumulasi bahan organik pada saat musim kemarau meningkat dan rata-rata kedalaman perairan mengalami penurunan, sehingga dibutuhkan kandungan oksigen terlarut yang cukup besar untuk mendekomposisi bahan organik tersebut, seperti yang diketahui bahwa kandungan oksigen terlarut juga meningkat pada sampling keempat ini. Banyaknya masukkan dari kegiatan masyarakat setempat dapat meningkatkan kandungan bahan organik di perairan tersebut, misalnya kegiatan irigasi sawah yang membuang pestisida dan kegiatan rumah tangga lainnya.