• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Karakteristik Fisika-Kimia Sedimen 1 Tekstur Sedimen

Tekstur sedimen sangat erat kaitannya dengan fraksi butiran sedimen. Stasiun 1, 2 dan 3 didominasi oleh sedimen berupa pasir halus dengan kisaran persentase 41.65-58.95 %. Untuk Stasiun 4, 5, 6 dan 7 didominasi oleh fraksi sedimen berupa pasir sedang dan kasar dengan kisaran persentase 26.31-51.48 % (Gambar 13). Secara visual tekstur sedimen di Perairan Percut dapat digolongkan kedalam jenis pasir berlumpur.

Pembentukan sedimen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, diantaranya kecepatan arus. Menurut Holme dan Mclntyre (1971) kecepatan arus

37

akan mempengaruhi proses erosi dan deposisi dari sedimen. Sedimen dengan diameter 104 m akan tererosi oleh arus dengan kecepatan 150 cm/dtk dan selanjutnya mengendap pada kecepatan < 90 cm/dtk. Hal yang sama untuk sedimen yang halus dengan diameter 102 m, sedimen ini tererosi pada kecepatan arus > 30 cm/dtk dan terdeposisi pada kecepatan < 15 cm/dtk. Selanjutnya Green (1991) menambahkan bahwa nilai salinitas dapat mempengaruhi laju endapan sedimen, karena pada air laut gaya gravitasi lebih besar dibanding air tawar. Partikel dengan diameter 60 akan tenggelam pada air tawar dengan kecepatan 1 cm untuk setiap 4 detik dan partikel dengan diameter 2 akan tenggelam 1 cm/jam.

Gambar 13 Persentase rata-rata fraksi sedimen di lokasi penelitian, Lpr = lumpur ( = 0.0625-0.0039 mm), Phl = pasir halus ( = 0.25-0.125 mm), Psd = pasir sedang ( = 0.50-0.25 mm) dan

Pks = pasir kasar ( = 1-0.5 mm).

Hal ini juga diungkapkan oleh Nybakken (1988) bahwa pada estuari yang arusnya kuat akan banyak ditemui substrat berpasir karena hanya partikel yang berukuran besar lebih cepat mengendap dari pada partikel yang lebih kecil.

38

Sebaliknya pada estuari yang arusnya lemah jenis sedimennya adalah lumpur dan liat.

Tekstur sedimen akan mempengaruhi struktur komunitas dari hewan bentos. Bentos dari jenis Bivalvia menyukai tekstur berlumpur atau berpasir, Gastropoda memiliki penyebaran yang lebih luas karena mampu beradaptasi pada habitat air tawar ataupun laut dengan tekstur sedimen lunak atau keras. Pada umumnya Gastropoda lebih menyukai substrat pasir berlumpur (Barnes 1987).

4.2.2. Potensial Redok

Potensial redok sedimen Estuari Percut Sei Tuan berkisar antara -10.04-35.80 mV. Pada stasiun pengamatan terdapat nilai Eh yang negatif yaitu

pada Stasiun 4, 5 dan 6 dengan kisaran nilai masing-masing -13.10-10.10 mV; -10.04-1.01 mV dan -1.40-8.04 mV (Gambar 14).

Sedimen suatu ekosistem perairan dapat dibagi ke dalam 3 zona berdasarkan

nilai potensial redoknya, yaitu zona oksidasi yang ditandai dengan nilai Eh > 200 mV, zona transisi dengan Eh 0-200 mV dan zona reduksi dengan nilai

Eh < 0 (Odum 1993). Stasiun 4, 5, dan 6 dapat digolongkan kedalam zona oksidasi hingga reduksi. Hal ini juga dapat disebabkan oleh jumlah bakteri yang terdapat pada sedimen dan kurangnya sirkulasi air sedimen. Biasanya zona reduksi ini ditandai dengan lapisan sedimen berwarna hitam (Lampiran 13). Sedangkan Stasiun 1, 2, 3 dan 7 digolongkan pada zona oksida.

Nilai Eh juga akan mempengaruhi kandungan O2 dalam sedimen, jika nilai

Eh kecil maka kandungan oksigennya juga rendah, seperti yang diungkapkan oleh Rhoads (1974) dalamRazak (2002) bahwa nilai Eh ± 400 mV konsentrasi oksigen berkisar 4-10 mg/l. Nilai Eh < 300 mV oksigennya 0.1 mg/l. Apabila nilai Eh dibawah nol maka nilai oksigen tidak terukur.

Perubahan nilai Eh ini akan mempengaruhi penyebaran hewan makrozoobentos. Hal ini dibuktikan dengan pengambilan bentos menggunakan Sediment corer dan ditemukan bentos hanya terdapat pada lapisan teratas dari sedimen ( 10 cm).

39 -20 -10 0 10 20 30 40 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Pengamatan P o te n si al R ed o k s (m V ) .

Gambar 14 Nilai rata-rata potensial redok di lokasi penelitian.

4.2.3. C-organik

Kandungan karbon organik pada masing-masing stasiun cenderung bervariasi. C-organik pada Bulan Mei untuk Stasiun 1, 5 dan 6 lebih tinggi

dibandingkan Bulan Maret dan April (Lampiran 10) dengan nilai kisaran 0.07-2.73 % (Gambar 15). Nilai C-organik ini berhubungan dengan tekstur

sedimen yang berpasir, dimana tekstur sedimen seperti ini kurang mampu menahan bahan organik. Menurut EPA (1985) kandungan C-organik dalam sedimen sangat berhubungan dengan jenis/tekstur sedimen, tekstur sedimen yang berbeda mempunyai kandungan bahan organik yang berbeda pula. C-organik dalam sedimen merupakan hasil dekomposisi yang mengendap di dasar perairan. Umumnya pada perairan estuari kandungan C-organik di sedimen berkisar antara ~1-5 %. Untuk menentukan tingkat kesuburan suatu perairan, nilai C-organik sangat berhubungan dengan nilai N, dengan melihat perbandingan antara C dan N yang dikenal dengan Redfield ratios dengan perbandingan 106: 16 yaitu 106 atom karbon dan 16 atom nitrogen (Chester 1990).

Kandungan C-organik pada Stasiun 1, 2, 3 dan 4 lebih tinggi dibandingkan dengan Stasiun 5, 6 dan 7, ini berhubungan dengan jenis sedimen yang rata-rata berupa fraksi lumpur dan pasir halus yang lebih tinggi sedangkan pada Stasiun 5, 6 dan 7 fraksi pasir sedang dan kasar yang lebih tinggi.

40 0 1 2 3 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Pengamatan C -o rg an ik (% ) .

Gambar 15 Nilai rata-rata C-organik di lokasi penelitian.

4.2.4. N-total

Rata-rata N-total di masing-masing stasiun penelitian menunjukkan nilai yang bervariasi. Nilai N-total pada Stasiun 1 mengalami peningkatan pada pengamatan Bulan Mei (Lampiran 11).

0,00 0,10 0,20 0,30 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Pengamatan N -t o ta l (% ) .

Gambar 16 Nilai rata-rata N-total di lokasi penelitian.

N-total rata-rata pada perairan Percut berkisar antara 0.02-0.13 % (Gambar 16). Nilai ini masih berada pada kisaran normal. Kandungan N dalam sedimen sangat berhubungan dengan tekstur sedimen. Sedimen yang teksturnya lebih kasar maka kandungan N-nya lebih rendah. N-total lebih kecil ke arah laut yang memiliki tekstur sedimen berpasir dengan fraksi pasir kasar dan sedang lebih tinggi. Nilai N-total juga berhubungan dengan potensial redok. Pada zona reduksi nitrat lebih rendah karena N banyak ditemukan pada zona transisi dengan nilai

41

diatas 200 mV (Odum 1993). Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh bahwa Stasiun 5 dan 6 memiliki nilai N-total lebih kecil karena pada daerah ini merupakan zona reduksi (Gambar 16).

4.2.5. Rasio C-N

Rasio antara C dan N dapat menentukan tingkat kesuburan dari suatu perairan. Rasio C-N rata-rata di tiap stasiun tidak terlalu jauh berbeda, berkisar antara 0.44-19.60. Rasio C-N erat hubungannya dengan fraksi sedimen dan kecepatan arus. Sedimen dengan fraksi halus (liat) yang tinggi akan memiliki rasio C-N tinggi karena proses dekomposisi akan berjalan dengan lambat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Noguera dan Hendrickx (1997) bahwa nilai C-N tertinggi dijumpai pada sedimen yang halus dan dipengaruhi oleh arus yang lemah sedangkan C-N rendah akan dijumpai pada sedimen yang lebih kasar dan kecepatan arus yang kuat.

Berdasarkan kriteria kandungan zat organik dalam tanah, rasio C-N pada lokasi penelitian tergolong sangat rendah hingga tinggi. Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Razak (2002) menyatakan bahwa rasio C-N < 5 tergolong sangat rendah, 5-10 tergolong rendah, 11-15 tergolong sedang, 16-25 tergolong tinggi dan > 25 tergolong sangat tinggi.

Nilai dari C-N ini juga akan mempengaruhi diversitas hewan bentos, seperti yang diungkapkan oleh Osuna et al. (1992); Noguera et al. (1997) dalam Noguera dan Hendrickx (1997) berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa diversitas yang tinggi dari hewan bentos setara dengan tingginya kandungan Nitrogen dan Carbon dalam sedimen dan ditandai dengan substrat lumpur dan kecepatan arus yang lemah.

42 0 5 10 15 20 25 1 2 3 4 5 6 7 Stasiun Pengamatan R as io C -N .

Gambar 17 Nilai rata-rata Ratio C-N di lokasi penelitian.

Dokumen terkait