• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fotovoltaik Persambungan CdS/P3HT-Kitosan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Karakteristik Fotovoltaik Persambungan CdS/P3HT-Kitosan

Sel surya hibrid polimer menggunakan kombinasi polimer dan bahan semikonduktor inorganik terkonjugasi yang dapat mengkonversi cahaya matahari menjadi muatan. Keuntungan dua bahan dengan sifat elektronik yang merupakan persambungan tipe p dan n sangat penting dalam operasi dari setiap sel surya hibrid polimer karena fotoeksitasi dari polimer terkonjugasi menyediakan ikatan pasangan elektron-hole atau eksiton dibanding muatan bebas. Eksiton ini dapat dipisahkan secara efisien pada interface dengan bahan kedua melalui transfer elektron atau hole untuk menghasilkan muatan bebas yang dapat membangkitkan efek fotovoltaik.

Penyinaran sel dengan cahaya polikromatik memungkinkan CdS menyerap cahaya sehingga berkontibusi dalam generasi muatan. Muatan yang berkontribusi besar dalam menghasilkan arus adalah muatan yang terbentuk pada

persambungan polimer-CdS. Hal ini disebabkan muatan yang dibentuk di sekitar persambungan lebih mudah dipisahkan oleh medan listrik pada daerah persambungan sehingga dapat menghasilkan arus foto.

Untuk keperluan sel surya, semikonduktor tipe-n berada pada lapisan atas sambungan p yang menghadap ke arah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh lebih tipis dari semikonduktor tipe-p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan semikonduktor p.

Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka elektron mendapat energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini meninggalkan hole pada daerah yang ditinggalkan oleh elektron yang disebut dengan fotogenerasi elektron-hole (electron-hole photogeneration) yakni, terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari.

Selanjutnya, dikarenakan pada sambungan pn terdapat medan listrik E, elektron hasil fotogenerasi tertarik ke arah semikonduktor n, begitu pula dengan hole yang tertarik ke arah semikonduktor p. Apabila rangkaian kabel dihubungkan kedua bagian semikonduktor, maka elektron akan mengalir melalui kabel. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut menyala dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus listrik ini timbul akibat pergerakan elektron.

Pada semikonduktor, ketika dikenai cahaya (foton) yang memiliki energi hυ ≥ Eg, elektron pada pita valensi akan tereksitasi ke pita konduksi, meninggalkan hole pada pita valensi. Pasangan elektron-hole ini disebut eksiton. Pada material organik, Eg besarnya sama dengan perbedaan energi antara lowest unoccupied molecular orbit (LUMO) dengan highest occupied molecular orbit (HOMO). Kelebihan energi (hυ - Eg) akan dibuang dalam bentuk panas.

Selanjutnya, sel surya yang efisien harus memiliki spektrum absorbsi yang lebar, sehingga dapat menghasilkan banyak pasangan elektron-hole (eksiton). Selain itu pula dibutuhkan material dengan reflektansi yang rendah. Konfigurasi sel dimana dibuat persambungan CdS dan P3HT-Kitosan diantara dua lapisan ITO seperti pada Gambar 15.

Karakterisasi sel fotovoltaik yang dibuat dapat dikarakterisasi dengan 2 cara yaitu dengan menguji nilai arus yang keluar dari sel dengan memberikan tegangan yang bervariasi dan dengan menguji tegangan rangkaian terbuka (Voc) sel terhadap waktu yang dibuat dengan menggunakan sumber cahaya lampu MHF M1102. Karakterisasi I-V yang pertama menggunakan software Lab Tracer dan yang kedua menggunakan alat Keithly 2400 Source Meter. Ketika CdS (semikonduktor tipe-n) dan polimer (semikonduktor tipe-p) disambungkan maka elektron pada CdS akan berdifusi melewati persambungan menuju ke polimer yang akan mengisi hole pada polimer sehingga akan menghasilkan ion negatif. Sebaliknya hole pada polimer akan berdifusi pula melintasi persambungan menuju ke CdS yang akan bersatu dengan elektron yang menghasilkan ion positif. Secara keseluruhan daerah ini merupakan daerah netral tanpa ada hole dan elektron di dalamnya. Akibat terjadinya daerah deplesi maka elektron tidak dapat melintasi persambungan, begitupula dengan hole karena pada daerah deplesi ini terbentuk potensial penghalang yang menghalangi terjadinya difusi. Karena terjadi pemisahan muatan maka akan terjadi medan listrik yang arahnya dari semikonduktor tipe-p ke tipe-n. Pada temperatur kamar, level Fermi kedua semikonduktor berada pada kesetimbangan sehingga secara keseluruhan tidak ada arus yang mengalir dalam sel. Sel akan menghasilkan arus jika diberikan tegangan eksternal.

Gambar 30 Kurva karakteristik arus(I)-tegangan(V) sel A1 dan A2

Gambar 30 menunjukkan kurva arus-tegangan sel A1 dan A2. Gambar ini memperlihatkan distribusi arus-tegangan yang tidak linier dan tidak simetri

menunjukkan bahwa pada sel terbentuk potensial penghalang yang dapat menghambat aliran muatan. Kurva ini dapat menjelaskan bahwa pada setiap sel telah terbentuk persambungan (junction) yang sangat diharapkan dalam sebuah sel fotovoltaik baik itu dalam kondisi gelap maupun pada saat disinari. Kedua sel dalam kondisi gelap menunjukkan kenaikan arus ketika diberikan panjar maju hal ini dikarenakan daerah deplesi pada persambungan akan mengalami penyempitan sehingga elektron yang sangat berkontribusi terhadap arus yang dihasilkan dapat mengalir dengan mudah. Pada saat itu, sel diberikan tambahan tegangan eksternal yaitu 0 - 4 volt. Ketika diberikan panjar mundur (-4 - 0 Volt), potensial penghalang sel akan semakin besar sehingga muatan-muatan pembawa tidak dapat mengalir. Dalam keadaan itu, arus yang dihasilkan mendekati nol. Namun, pada tegangan yang lebih kecil, akan terjadi kebocoran arus.

Adanya penyinaran oleh cahaya pada permukaan sel akan meningkatkan pasangan elektron-hole pada daerah persambungan CdS/Polimer. Pasangan elektron-hole ini akan terpisah akibat adanya medan listrik yang selanjutnya akan berkontribusi terhadap peningkatan arus foto sehingga dari Gambar 30, terlihat adanya peningkatan arus ketika sel disinari dibandingkan pada kondisi gelap. Oleh karena itu sel yang dibuat bersifat fotovoltaik.

Respon dinamik sel terhadap cahaya ditunjukkan pada gambar 31. Pada gambar terlihat bahwa karakteristik tiap sel berbeda-beda. Besarnya intensitas cahaya yang diberikan sebesar 71,8 W/m2. Sel A4 menunjukkan sensitifitas yang lebih baik dibandingkan dengan sel A1, A2 dan A3. Terjadinya perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakteristik sel dalam merespon cahaya, ada sel yang sensitifitasnya tinggi namun ada juga sel yang sensitifitasnya rendah. Sel yang tingkat sensitifitasnya rendah hanya dapat merespon cahaya jika cahaya yang mengenainya memiliki intensitas yang tinggi. Hal ini juga dapat disebabkan oleh sedikitnya eksiton yang dibangkitkan dan sedikitnya jumlah muatan yang sampai pada elektroda ketika sel disinari dengan cahaya yang intensitasnya rendah. Sedikitnya muatan yang sampai di elektroda dapat disebabkan oleh panjang lintasan difusi muatan sehingga banyak muatan yang berekombinasi sebelum sampai di elektroda. Jadi, luas penampang sel juga mempengaruhi respon dinamik sel.

Gambar 31 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel A1, A2, A3 dan A4 terhadap cahaya

Dari gambar berikut dapat diketahui seberapa besar tegangan rangkaian terbukanya (Voc). Nilai Voc masing-masing sel dapat dilihat pada Tabel 7. Tegangan yang dihasilkan oleh sel tidak menunjukkan kinerja yang baik. Misalnya untuk sel A1, ketika disinari, tegangan Vocnya mencapai nilai 234 mV. Namun setelah tidak disinari dan selanjutnya disinari lagi, terlihat bahwa Voc yang dihasilkan lebih kecil yakni sebesar 196 mV saja. Sedangkan respon dinamik untuk sel B1, B2 B3 dan B4 diperlihatkan pada Gambar 32.

Gambar 32 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel B1, B2, B3 dan B4 terhadap cahaya

Besarnya respon dinamik sel juga dapat dilihat dari konstanta waktu, jika sel dianalogikan sebagai kapasitor. Tabel 7 juga menunjukkan konstanta waktu

A1 A2 A3 A4 Terang Gelap Terang Gelap B1 B2 B3 B4

tiap sel. Besarnya konstanta waktu sel dapat pula dilihat dari lambatnya penurunan tegangan ketika penyinaran dihentikan.

Dari gambar terlihat bahwa sel B4 mempunyai nilai Voc yang lebih besar dibanding sel yang lainnya. Sedangkan konstanta waktu yang paling baik dimiliki oleh sel B1. Hal ini berarti bahwa sel ini merespon cahaya datag dengan baik walaupun terlihat bahwa sel ini memiliki Voc yang lebih kecil. Kecilnya kostanta waktu ini dapat memperbesar recovery response atau mempercepat penurunan tegangan ketika penyinaran dihentikan. Sel B2 merupakan sel yang memiliki konstanta waktu yang paling besar yang berarti bahwa sel ini menunjukkan respon yang kurang baik terhadap cahaya. Gambar 33 menunjukkan respon dinamik dan kestabilan tegangan sel C1, C2, C3 dan C4 terhadap cahaya.

Dengan menggunakan sumber cahaya yang sama, masing-masing sel D1, D2, D3 dan D4 disinari dan menghasilkan respon dinamik seperti diperlihatkan pada Gambar 34. Dari keseluruhan grafik terlihat bahwa semua sel CdS/P3HT-kitosan merespon cahaya dengan baik. Sel B1 (sel dengan CdS doping 4% wt tanpa annealing) merupakan sel dengan konstanta waktu terkecil (2.5 sekon). Hal ini menunjukkan bahwa sel ini memiliki respon cahaya yang lebih baik dibanding sel-sel lainnya. Sedangkan sel B3 (sel dengan CdS doping 4% wt dan dengan suhu annealing 300oC) merupakan sel dengan konstanta waktu terbesar (43,75 sekon).

Gambar 33 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel C1, C2, C3 dan C4 terhadap cahaya Terang Gelap C1 C2 C3 C4

Gambar 33 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel D1, D2, D3 dan D4 terhadap cahaya

Parameter fotovoltaik yang diamati terutama nilai tegangan rangkaian terbuka (Voc) sangat dipengaruhi oleh struktur selnya masing-masing. Lapisan polimer yang terlalu tebal dapat meningkatkan hambatan dalam sel. Peningkatan hambatan ini berarti penurunan konduktifitas sel yang mempengaruhi mobilitas muatan pembawa di dalam sel. Selain itu dapat pula dipengaruhi oleh luas permukaan masing-masing sel.

Ketebalan lapisan polimer yang diteteskan pada tiap sel tidak dapat dikatakan sama untuk semua sel. Walaupun pada saat penetesan dilakukan teknik drop casting di mana diharapkan diperoleh ketebalan polimer yang sama untuk semua sel, namun karena polimernya bersifat gel maka terjadi kebocoran pada tepi lapisan. Pengurangan jumlah polimer berarti penurunan jumlah eksiton yang dapat dibangkitkan ketika sel disinari.

Tabel 7 Tegangan Rangkaian Terbuka (Voc

Sampel

) dan Konstanta Waktu Tiap Sel CdS/P3HT-Kitosan

Voc (mV) τ (RC) (sekon) Sampel Voc (mV) τ (RC) (sekon) A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 196 189 206 221 117 193 266 231 37,5 20,3 25,7 11,9 2,5 38,1 43,57 31,1 C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 155 286 262 110 278 220 203 107 19,8 22,6 20,7 5,4 20,4 26,3 15,5 10,97 Terang Gelap D1 D2 D3 D4

Dari data pada tabel di atas terlihat bahwa sel yang memiliki tegangan rangkaian terbuka (Voc) yang besar dimiliki oleh sel dengan doping 6% wt dan suhu annealing 200oC yakni 286 mV. Sel ini memiliki konstanta waktu sebesar 10,87 sekon yang menunjukkan bahwa sel ini memiliki respon cahaya yang baik walaupun tak sebaik sel B1. Sel ini memiliki luas permukaan persambungan yang luas dan morfologi sel yang baik secara kasat mata. Luasnya bidang interface antara CdS dan polimer berarti semakin banyak pula pasangan elektron-hole yang ada sehingga arus dan tegangan yang dihasilkan pun akan semakin banyak.

Sebaliknya sel yang memiliki Voc yang rendah dimiliki oleh sel D4 (sel dengan doping 8% wt dan suhu annealing 400o

Karena konduktansi sebanding dengan konduktifitas maka bahan yang memiliki konduktansi yang tinggi akan memiliki mobilitas elektron/hole yang tinggi pula. Bahan dengan konduktifitas yang tinggi berarti memiliki kemampuan yang tinggi juga untuk mengalirkan elektron/hole di dalam bahan tersebut. Jadi secara mikroskopik, baik celah energi maupun konduktansi/resistansi CdS mempengaruhi parameter makroskopik efek fotovoltaik persambungan dua tipe semikonduktor yang berbeda. Secara teori kedua hal ini sebanding dengan tegangan rangkaian terbuka (V

C yakni 107 mV. Secara morfologi terlihat bahwa sel ini memiliki ketebalan lapisan polimer yang lebih tipis yang kemungkinan diakibatkan oleh kebocoran lapisan polimer ini pada saat dilakukan pelapisan yang berarti jumlah eksiton (pasangan elektron-hole) yang dibangkitkan juga lebih sedikit.

Celah energi dan konduktifitas CdS merupakan parameter mikroskopik yang mempengaruhi efek fotovoltaik persambungan CdS/P3HT-Kitosan. Hal ini tidak dapat diketahui secara pasti bagaimana pengaruh morfologi, celah energi dan konduktifitas CdS terhadap mekanisme fotovoltaik yang terjadi. Pada saat persambungan CdS/P3HT-Kitosan dikenai cahaya maka elektron pada CdS (semikonduktor tipe-n), persambungan dan pada P3HT-kitosan terjadi eksitasi elektron jika energi foton yang mengenai sel tersebut lebih besar dari celah energi pada tiap bagian tersebut. Walaupun CdS sendiri secara khusus berfungsi sebagai window layer dan penyedia level energi bagi elektron namun CdS harus memiliki mobilitas elektron yang tinggi yang berkaitan erat dengan konduktifitas.

dengan jelas hubungan tersebut karena ketidak konsistenan dalam tiap pengukuran. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan luas permukaan ITO yang sama, spacer (untuk mencegah kebocoran polimer) dan sumber cahaya yang tidak mobile sehingga intensitas cahaya yang diberikan terhadap semua sel, sama.

5.1 Simpulan

1. Pemberian doping Boron dan peningkatan temperatur annealing dapat mengubah struktur, morfologi dan karakteristik optik lapisan tipis CdS.

2. Tegangan rangkaian terbuka (Voc) pada persambungan CdS/P3HT-kitosan terbesar terjadi pada sel C2 (sel dengan doping 6% wt, temperatur annealing 200o

3. Sel yang memiliki konstanta waktu paling kecil yang berarti bahwa sel tersebut sangat merespon cahaya dimiliki oleh sel B1 (sel dengan doping 4% wt, tanpa annealing). Hal ini disebabkan karena sel ini memiliki hambatan dalam yang kecil.

C). Hal ini disebabkan oleh sel ini mempunyai permukaan yang luas dan morfologi selnya secara kasat mata sangat baik.

5.2 Saran

Tidak terkontrolnya lapisan polimer di atas film tipis yang dapat mempengaruhi karakteristik persambungan CdS/Polimer yang disebabkan oleh terjadinya kebocoran pada saat pelapisan, maka perlu dilakukan teknik lainnya untuk mencegah hal tersebut. Teknik yang dapat digunakan seperti penggunaan spacer pada kedua sisi lapisan CdS.

Dokumen terkait