• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Cagar Budaya

2.1.2 Karakteristik Kawasan Cagar Budaya

Potensi suatu kawasan budaya yang dilestarikan meliputi karakter sejarah, baik fisik maupun spirit kawasan (ICOMOS, 1987). Karakter sejarah tersebut antara lain: (1) pola kawasan, meliputi pola jalan dan permukiman; (2) hubungan antara bangunan dan open space; (3) tampilan eksterior dan interior bangunan, meliputi skala, ukuran, langgam, struktur, bahan bangunan, warna, dan dekorasi; (4) beragam fungsi kawasan yang hidup sepanjang waktu. Sedangkan menurut Dobby (1978) kriteria umum yang digunakan untuk melihat potensi sebagai parameter untuk menentukan obyek yang perlu dilestarikan yaitu estetika, kejamakan, kelangkaan, sejarah, pengaruh pada kawasan sekitar, dan keistimewaan.

Menurut Kasdi (2013), penentuan kawasan cagar budaya didasarkan pada karakteristik:

 Umur, berkenaan dengan usia kawasan cagar budaya terbangun minimal 50 tahun;

 Nilai sejarah, peristiwa perubahan, nilai perjuangan/pengurbanan, ketokohan, politik, sosial, budaya dalam skala nasional, wilayah, dan daerah;  Keaslian, keberadaan kawasan cagar budaya yang masih

asli, baik lengkap maupun tidak lengkap;

 Kelangkaan, berkenaan dengan tatanan tapak atau tatanan lingkungan yang jarang ditemukan;

 Ilmu pengetahuan, berkenaan dengan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kawasan cagar budaya.

Ruskin (dalam Rohananda, 2014) mengatakan bahwa karakteristik dari suatu kawasan cagar budaya yang memiliki nilai kesejarahan adalah:

 Suatu kawasan yang pernah menjadi pusat-pusat dari kompleksitas fungsi dari kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya yang mengakumulasikan makna kesejarahan (historical significance). Bentuk tipologi dan morfologi cagar budaya dapat berupa historic site, traditional district, maupun colonial district yang pada umumnya merupakan suatu locus solus yang pernah berperan sebagai pusat-pusat dari kompleksitas fungsi dan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya dalam beberapa skala lingkungan (district, sub district neighbourhood, area, dan sub area).

 Kawasan yang mengakumulasikan nilai-nilai atau makna kultural (cultural significance). Makna cultural dari suatu tempat terwujud dalam materi fisiknya (fabric), tempatnya (setting), dan isinya. Isi yang terakumulasi dalam cagar budaya memiliki nilai-nilai signifikan, seperti estetika/arsitektonis, kejamakan/tipikal, kelangkaan, peran sejarah, pengaruh terhadap lingkungan, dan keistimewaan.

Tabel 2. 2 Karakteristik Kawasan Cagar Budaya No Sumber

Teori Karakteristik

1 ICOMOS,

1987 Pola kawasan, meliputi pola jalan dan permukiman; Hubungan antara bangunan dan open space; Tampilan eksterior dan interior bangunan,

meliputi skala, ukuran, langgam, struktur, bahan bangunan, warna, dan dekorasi;

Beragam fungsi kawasan yang hidup sepanjang waktu

2 Dobby,

1978 Estetika; Kejamakan; Kelangkaan; Sejarah;

Pengaruh pada kawasan sekitar; dan Keistimewaan.

3 Kasdi,

2013 Umur Nilai sejarah Keaslian Kelangkaan Ilmu pengetahuan 4 Ruskin dalam Rohananda, 2014

Pernah menjadi pusat kegiatan kesejarahan/peran sejarah

Pada umumnya berbentuk locus solus Estetika

Kejamakan Kelangkaan

Pengaruh terhadap lingkungan Keistimewaan

Sumber: diolah dari ICOMOS (1987), Dobby (1978), Kasdi (2013), dan Ruskin (dalam Rohananda, 2014)

Dobby (1978), Kasdi (2013), dan Ruskin (dalam Rohananda, 2014) berpendapat bahwa aspek kelangkaan merupakan salah satu karakteristik kawasan cagar budaya. Menurut Kasdi (2013), kelangkaan merupakan tatanan tapak atau

tatanan lingkungan yang jarang ditemukan dan berusia 50 tahun atau lebih. Aspek ini sejalan dengan aspek keistimewaan, seperti yang diungkapkan oleh Ruskin (dalam Rohananda, 2014) dan Kasdi (2013) dan aspek keaslian yang diungkapkan oleh Dobby (1978). Dari ketiga aspek tersebut, dapat diketahui terdapat perbedaan signifikan kawasan bila dibandingkan dengan kawasan lainnya.

Selain kelangkaan, Dobby (1978), Kasdi (2013), dan Ruskin (dalam Rohananda, 2014) mengutarakan bahwa aspek kesejarahan juga termasuk dalam karakteristik kawasan cagar budaya. Aspek kesejarahan dapat dilihat dari nilai sejarah yang terkandung dalam bangunan cagar budaya yang ada di kawasan dan peran kawasan tersebut terhadap sejarah yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh Ruskin (dalam Rohananda, 2014) dan ICOMOS (1978) bahwa aspek kesejarahan di suatu kawasan dapat dilihat dari pusat-pusat dari kompleksitas fungsi dari kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya yang hidup yang mengakumulasikan makna kesejarahan. Sehingga dapat diketahui pengaruh kawasan tersebut terhadap kawasan disekitarnya pada masa lampau. Kasdi (2013) menambahkan adanya nilai sejarah tersebut menjadikan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kawasan cagar budaya tersebut.

Ruskin (dalam Rohananda, 2014) dan Dobby (1978) menjelaskan pengaruh pada kawasan sekitar juga merupakan karakteristik kawasan cagar budaya. adanya cagar budaya di suatu kawasan dapat mempengaruhi lingkungannya, dalam hal ini masyarakat, budaya, dan aktivitas ekonomi masyarakat di kawasan tersebut. Pengaruh tersebut tidak hanya berada di kawasan tersebut, namun juga pada kawasan sekitarnya. Cagar budaya juga memiliki makna untuk meningkatkan kualitas dan citra kawasan tersebut.

Aspek penting lainnya yang disebutkan oleh ICOMOS (1978), Dobby (1978), dan Ruskin (dalam Rohananda, 2014) adalah estetika. Estetika merupakan aspek yang mewakili gaya arsitektur tertentu dengan tata ruang beserta

ornamen-ornamennya yang mewakili suatu peristiwa bersejarah. Estetika menurut ICOMOS (1978) adalah tampilan eksterior dan interior bangunan, meliputi skala, ukuran, langgam, struktur, bahan bangunan, warna, dan dekorasi. Pendapat tersebut sejalan dengan Ruskin (dalam Rohananda, 2014) yang menyebutkan estetika, yang didalamnya termasuk gaya bangunan.

Dari kajian teori diatas, diperoleh karakteristik dalam menentukan kawasan cagar budaya. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik kawasan cagar budaya. Karakteristik kawasan cagar budaya dapat dilihat dari beberapa variabel, antara lain kelangkaan bangunan cagar budaya, nilai sejarah kawasan cagar budaya, estetika bangunan cagar budaya, dan pengaruh terhadap lingkungan sekitar, dengan penjelasan sebagai berikut:

 Kelangkaan bangunan cagar budaya adalah bangunan yang ada di kawasan cagar budaya tidak dapat ditemukan di kawasan lainnya dan memiliki umur bangunan 50 tahun atau lebih.

 Nilai sejarah kawasan cagar budaya adalah bagaimana makna kawasan cagar budaya bagi masyarakat dan pengaruh kawasan tersebut terhadap nilai sosial, budaya, dan ekonomi di kawasan sekitarnya pada masa lampau hingga sekarang.

 Estetika bangunan cagar budaya adalah nilai seni yang terdapat pada bangunan cagar budaya yang ada di kawasan cagar budaya.

 Memiliki pengaruh dengan lingkungan sekitarnya adalah bagaimana keberadaan cagar budaya mempengaruhi masyarakat yang berada di kawasan cagar budaya dan sekitarnya, baik dari segi ekonomi maupun budaya.

Dokumen terkait