• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan unsur hara tanah setelah diberi pupuk sipramin Saritana diperlihatkan pada Tabel 5. Komposisi nitrogen (N) total tanah yang diberi pupuk dengan dosis 0-20% tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0,05), namun pemupukan dengan dosis 40% memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05%). Perbedaan waktu pemberian pupuk tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah N total tanah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% meningkatkan kandungan N tanah dan menyebabkan tanah lebih banyak mengandung unsur N bagi tanaman.

Tabel 5 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan N total tanah (%BK)

Dosis pupuk (%)

N total (%)

Setelah pemberian pupuk Setelah tanaman dipanen

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 0,17±0,02 0,15±0,01 0,16±0,01b 0,11±0,02 0,15±0,08 0,13±0,03 10 0,17±0,03 0,17±0,02 0,17±0,00b 0,09±0,01 0,09±0,01 0,09±0,00 20 0,17±0,04 0,15±0,00 0,16±0,01b 0,11±0,01 0,12±0,01 0,11±0,00 40 0,24±0,01 0,29±0,01 0,26±0,04a 0,13±0,02 0,12±0,00 0,12±0,00 Rataan 0,18±0,02 0,19±0,01 0,11±0,02 0,12±0,02

Keterangan: a,bpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Kandungan unsur hara tanah setelah tanaman dipanen diperlihatkan pada Tabel 5. Kandungan N total tanah setelah tanaman dipanen tidak berbeda nyata diantara perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk. Hal tersebut dikarenakan tanaman yang diberi pupuk sipramin Saritana dengan dosis 0-20% berusaha mendapatkan N dari sumber selain pupuk, misalnya dengan bersimbiosis dengan bakteriRhizobium sp. untuk menangkap N2 dari udara. Kandungan N total tanah

setelah panen rata-rata lebih rendah dibandingkan setelah pemupukan. Kandungan N total tanah setelah tanaman dipanen 24,37% lebih rendah (P<0,05) dibandingkan setelah tanaman diberi pupuk. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian unsur N tersebut diserap oleh tanaman. Menurut Russel (1988) jumlah N yang mudah tersedia hanya bersifat sementara karena mudah tercuci, denitrifikasi atau diserap oleh tanaman.

32

Kandungan C-organik tanah setelah diberi pupuk sipramin Saritana tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata. Komposisi C-organik tanah tersebut tergolong rendah (Tabel 6). Kandungan C-organik <2% tergolong rendah, padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan C-organik >2,5% (Suriadikarta & Simanungkalit 2006). Rendahnya kandungan C-organik pada tanah yang telah diberi pupuk sipramin Saritana dikarenakan kandungan C- organik pada sipramin juga rendah. Kandungan C-organik pada sipramin Saritana yang dipakai dalam penelitian adalah 6,11%.

Tabel 6 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan C-organik tanah (%BK)

Dosis pupuk (%)

C-Organik (%)

Setelah pemberian pupuk Setelah tanaman dipanen

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 0,72±0,45 1,22±0,27 0,97±0,36 1,07±0,17 1,47±0,08 1,27±0,06 10 0,52±0,16 0,79±0,34 0,65±0,19 0,95±0,00 0,80±0,01 0,88±0,01 20 0,44±0,05 0,48±0,11 0,46±0,03 0,92±0,16 1,11±0,01 1,01±0,11 40 0,64±0,33 0,86±0,70 0,75±0,16 1,14±0,15 1,03±0,01 1,08±0,11 Rataan 0,58±0,25 0,84±0,35 1,02±0,12 1,10±0,02

Keterangan: hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Kandungan C-organik tanah setelah tanaman dipanen lebih tinggi dari C- organik tanah setelah tanaman diberi pupuk (Tabel 6). Dosis pupuk cenderung berbeda nyata (P=0,10) dan waktu pemberian pupuk tidak berbeda nyata setelah tanaman dipanen. Pemberian pupuk sipramin Saritana meningkatkan kandungan C-organik 20,11% (P<0,05) setelah tanaman dipanen. Bertambahnya kandungan C-organik tersebut dikarenakan tanaman mendistribusi hasil fotosintesis pada akar untuk kelangsungan hidup mikroba tanah. Aktivitas mikroba tanah membutuhkan bahan organik dari pupuk dan tanaman. Dengan demikian kandungan C-organik tanah meningkat.

Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman apabila perbandingan kandungan C-N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan kandungan C-N tanah. Rasio C-N merupakan perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Kandungan C dan N tanah berperan penting pada kelangsungan hidup mikroorganisme tanah. Karbon (C) dibutuhkan oleh mikroba sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya dan N diperlukan untuk membentuk protein

(Setyorini et al. 2006). Dosis dan waktu pemberian pupuk tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata tetapi cenderung berbeda nyata (P=0,09) terhadap rasio C- N tanah (Tabel 7). Rasio C-N tanah yang telah diberi pupuk sipramin Saritana berkisar 2,7-8,4. Rasio C-N tanah tersebut tergolong rendah karena kandungan C- organik tanah pada pupuk sipramin Saritana juga rendah.

Tabel 7 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap rasio C-N tanah (%BK)

Dosis pupuk (%)

Rasio C-N tanah

Setelah pemberian pupuk Setelah tanaman dipanen

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 4,20±2,12 8,40±1,41 6,30±2,97 10,24±0,45 9,76±0,13 10,00±0,34 10 3,20±1,48 5,00±2,69 4,08±1,31 10,69±1,68 9,44±0,79 10,07±0,88 20 2,80±0,92 3,20±0,71 2,98±0,32 8,29±0,41 9,67±0,59 8,98±0,97 40 2,70±1,34 3,00±2,55 2,83±0,25 9,11±0,36 8,58±0,00 8,85±0,37 Rataan 3,20±1,47 4,90±1,84 9,58±0,73 9,37±0,38

Keterangan: hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Rasio C-N tanah setelah tanaman dipanen tidak berbeda nyata diantara perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk (Tabel 7), tetapi rasio C-N tanah setelah tanaman dipanen lebih tinggi dibandingkan pada awal pemupukan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ada peningkatan jumlah C (bahan organik). Peningkatan jumlah C tersebut memiliki alasan yang sama dengan peningkatan jumlah C-organik tanah. Rasio C-N tanah setelah tanaman dipanen meningkat 40,26% dibandingkan setelah tanaman diberi pupuk pada awal penelitian. Rasio C-N tanah pada akhir penelitian berkisar 9,37-9,58. Hal tersebut mengindikasikan bahwa bahan organik dalam tanah tersebut dapat digunakan oleh tanaman. Menurut Setyorini et al. (2006) rasio C-N tanah berkisar antara 10-12. Apabila bahan organik mempunyai rasio C-N mendekati atau sama dengan rasio C-N tanah maka bahan tersebut dapat digunakan oleh tanaman.

Setelah nitrogen (N), fosfor (P) sering menjadi unsur pembatas dalam tanah. Fosfor (P) diserap terutama sebagai anion fosfat valensi satu (H2PO4-) dan diserap

lebih lambat dalam bentuk anion valensi dua (HPO42-). Banyak fosfat diubah

menjadi bentuk organik ketika masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem menuju tajuk. Banyaknya kandungan P total tanah belum tentu dapat memenuhi kebutuhan P tanaman. Jumlah P yang dibutuhkan tanaman

34

bergantung pada P tersedia dalam tanah. Kandungan P tersedia pada tanah yang diberi pupuk sipramin Saritana dengan dosis 0-20% tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata, namun kandungan P tersedia pada tanah yang diberi 40% pupuk sipramin Saritana nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dosis lainnya (Tabel 8). Waktu pemberian pupuk sipramin Saritana juga menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kandungan P tersedia dalam tanah. Pemupukan pada 15 hari sebelum panen (hsp) memiliki kandungan P tersedia yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan 30 hsp. Hal tersebut menjelaskan bahwa pemberian pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% pada 15 hsp dapat menyediakan unsur P tersedia yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya.

Tabel 8 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap P tersedia tanah (%BK)

Dosis Pupuk (%)

P tersedia (ppm)

Setelah pemberian pupuk Setelah tanaman dipanen

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 1,35±0,21 1,60±0,14 1,48±0,18b 1,50±0,57 1,45±0,21 1,48±0,04b 10 1,70±0,28 1,95±0,07 1,83±0,18b 2,35±0,21 1,90±0,00 2,13±0,32a 20 1,70±0,42 2,35±0,64 2,03±0,46b 2,00±0,14 2,05±0,21 2,03±0,04a 40 5,50±0,71 5,95±0,07 5,73±0,32a 1,65±0,07 2,30±0,28 1,98±0,46a Rataan 2,56±0,41q 2,96±0,23p 1,88±0,25 1,93±0,18

Keterangan: a,bpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

p,q

pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Perlakuan dosis pupuk berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan P tersedia pada tanah setelah tanaman dipanen, akan tetapi perbedaan waktu pemberian pupuk tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Tabel 8). Tanah yang dipupuk dengan dosis 10-40% memiliki kandungan P tersedia lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dosis 0%. Kandungan P tersedia pada tanah setelah tanaman dipanen lebih kecil dibandingkan setelah tanaman diberi pupuk (Tabel 8). Kandungan P tersedia tanah setelah tanaman dipanen cenderung menurun 18,5% (P=0,07) dibandingkan tanah setelah diberi pupuk sipramin. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian P tersedia diserap oleh tanaman. P tersedia digunakan oleh tanaman untuk pertumbuhannya (Zaccheoet al.1997), disamping itu beberapa mikroorganisme dapat menggunakan P dalam bentuk P-inorganik untuk diubah di dalam sel-selnya menjadi senyawa organik (Kagata et al. 1999).

Dengan demikian P tersedia di dalam tanah akan menurun setelah pemanenan (Lubis & Kumagai 2007).

Ketersediaan P dalam tanah erat kaitannya dengan bakteri pelarut fosfat. Sebagian besar fosfat terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Fosfat tersebut tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh tanaman karena fosfat dalam bentuk P-terikat di dalam tanah. Bakteri pelarut fosfat berperan dalam menguraikan ikatan P dari mineral tanah lainnya sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Semakin banyak jumlah bakteri pelarut fosfat maka semakin besar tanaman mendapatkan P tersedia. Jumlah bakteri pelarut fosfat pada pemupukan dengan dosis 40% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan dosis 0, 10 dan 20% (P<0,01) (Tabel 9). Hal tersebut dikarenakan dosis pupuk 40% lebih banyak mengandung P dibandingkan dosis pupuk lainnya. Menurut Premono (1994) penggunaan bakteri pelarut P dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P asal TSP sebanyak 60-135 %.

Tabel 9 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap bakteri pelarut fosfat (%BK)

Dosis Pupuk (%)

Bakteri Pelarut Fosfat (SPK/g 102)

Setelah pemberian pupuk Setelah tanaman dipanen

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 6,68±1,90 10,65±0,07 8,66±2,81b 32,65±15,77 42,40±6,93 37,53±6,89 10 9,36±1,90 9,36±1,90 9,36±0,00b 15,90±6,22 13,88±8,66 14,89±1,43 20 9,31±5,65 7,95±3,75 8,63±0,96b 25,40±7,21 57,40±54,59 41,40±22,63 40 63,55±8,27 29,20±22,49 46,38±24,29a 43,30±26,87 35,65±1,63 39,48±5,41 Rataan 22,22±4,43 14,29±7,05 29,31±14,02 37,33±17,95

Keterangan: hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Jumlah bakteri pelarut fosfat pada tanah setelah tanaman dipanen tidak berbeda nyata diantara perlakuan dosis dan waktu pemupukan (Tabel 9). Jumlah bakteri pelarut fosfat pada tanah setelah tanaman dipanen lebih tinggi 29,21% (P<0,05) dibandingkan setelah tanaman diberi pupuk pada awal penelitian. Jumlah bakteri pelarut fosfat meningkat karena tanaman membutuhkan mikroorganisme tersebut untuk melarutkan fosfat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Selain itu, mikroorganisme pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya (Ginting et al. 2006). Dengan demikian semakin tinggi kebutuhan tanaman terhadap fosfat terlarut semakin banyak baktri pelarut fosfat yang aktif menguraikan P-terikat.

36

Jumlah bakteri Rhizobium sp. berhubungan dengan jumlah N pada tanah. Jika N dalam tanah semakin tinggi maka jumlah bakteri Rhizobium sp. semakin sedikit (Tabel 10). Hal ini dikarenakan tanaman hanya memerlukan bakteri

Rhizobium sp. untuk fiksasi N ketika kandungan N dalam tanah tidak memenuhi kebutuhan tanaman. Tanah yang diberi pupuk 40% memiliki jumlah bakteri

Rhizobium sp. yang berbeda nyata (P<0,05) dengan dosis pupuk lainnya. Jumlah bakteri Rhizhobium sp. yang sedikit mengindikasikan bahwa tanah banyak mengandung N bagi tanaman.

Tabel 10 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah bakteriRhizobiumsp. tanah (%BK)

Dosis Pupuk (%)

BakteriRhizobiumsp. (SPK/g 103)

Setelah pemberian pupuk Setelah tanaman dipanen

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 68,40±1,84 64,60±1,70 66,50±2,69a 8,13±0,18 7,25±0,35 7,69±0,62A 10 52,35±0,35 54,20±4,38 53,28±1,31b 1,50±0,71 1,25±0,35 1,38±0,18B 20 29,00±2,55 29,90±3,82 29,45±0,64c 1,25±0,35 1,00±0,00 1,13±0,18B 40 1,30±0,33 1,70±0,15 1,50±0,28d 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00C Rataan 37,76±1,27 37,60±2,51 2,72±0,31 2,38±0,18

Keterangan: a,b,cpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A,B,Cpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Jumlah bakteri Rhizobium sp. setelah tanaman di panen diperlihatkan pada Tabel 10. Perlakuan dosis berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah bakteri Rhizobium sp., tetapi perbedaan waktu pemberian pupuk cenderung berbeda nyata (P=0,08). Tanah yang diberi pupuk dengan dosis 0% memiliki jumlah bakteri Rhizobium sp. lebih tinggi (P<0,01) diantara perlakuan dosis lainnya, sedangkan perlakuan dosis 10% memiki jumlah bakteri Rhizobium sp. tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis 20%. Pemupukan dengan dosis 40% tidak ditemukan adanya bakteri Rhizobium sp.. Hal ini mengindikasikan bahwa pupuk sipramin Saritana menyumbangkan unsur N yang mencukupi kebutuhan tanaman. Semakin tinggi dosis pupuk, semakin tinggi pula sumbangan N pupuk terhadap tanah dan tanaman. Jumlah bakteri Rhizobium sp. setelah tanaman dipanen lebih rendah 87,34% (P<0,05) dibandingkan setelah tanaman diberi pupuk sipramin Saritana pada awal penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa

pupuk sipramin Saritana memberikan pengaruh dalam waktu relatif lama. Tanaman bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. pada awal penelitian untuk mencukupi kebutuhan nitrogen sementara pupuk yang diberikan belum memberikan pengaruh optimal.

Derajat keasaman (pH) merupakan faktor penting yang mempengaruhi ketersediaan unsur hara dan menentukan kesuburan tanah. Asam merupakan bahan kimia yang menyumbangkan ion hirogen (H+) terhadap molekul lain di dalam larutan cair (Tisdaleet al.1993). Nilai pH tanah merupakan takaran jumlah proton di dalam larutan tanah. Jika jumlah H+ meningkat maka pH menurun. Dosis dan waktu pemberian pupuk sipramin Saritana mempengaruhi pH tanah. Pemupukan sipramin Saritana dengan dosis 40% memiliki pH yang nyata (P<0,05) lebih kecil dibandingkan dengan dosis lainnya (Tabel 11). Waktu pemberian pupuk sipramin juga mempengaruhi pH tanah. Pemberian pupuk sipramin pada 15 hsp memiliki pH yang nyata (P<0,05) sedikit lebih asam dibandingkan pH tanah yang dipupuk pada 30 hsp. Namun demikian, pH tanah yang telah diberi pupuk sipramin Saritana berada dalam kisaran normal sehingga memungkinkan penyediaan unsur hara bagi tanah. Nilai pH tanah yang tergolong normal adalah 6,6-7,3; pH 5,6-6,0 tergolong sedikit asam dan pH 5,1-6,0 tergolong moderat asam (Jenks & Hasegawa 2005).

Tabel 11 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap pH tanah Dosis

Pupuk (%)

pH

Setelah pemberian pupuk Setelah tanaman dipanen

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 6,95±0,07 7,20±0,21 7,05±0,14a 6,35±0,07 6,35±0,07 6,35±0,00a 10 6,85±0,07 6,65±0,07 6,75±0,14ab 6,5±0,00 6,1±0,00 6,30±0,28a 20 6,90±0,14 6,25±0,21 6,53±0,53bc 6,05±0,35 5,9±0,14 5,98±0,11b 40 6,45±0,35 5,95±0,49 6,20±0,35c 5,15±0,07 5,45±0,21 5,30±0,21c Rataan 6,79±0,16p 6,48±0,25q 6,01±0,12 5,95±0,11

Keterangan: a,bpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

p,qpada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Tanah setelah tanaman di panen memiliki pH rata-rata lebih rendah dibandingkan pH setelah pemupukan (Tabel 11). Dosis pupuk memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap pH tanah setelah tanaman di panen, namun perbedaan waktu pemberian pupuk tidak memperlihatkan perbedaan yang

38

nyata. Penurunan pH tanah seiring dengan bertambahnya dosis pupuk yang diberikan. Nilai pH tanah setelah tanaman dipanen menurun 5,15% (P<0,05) dibandingkan pH tanah setelah tanaman diberi pupuk pada awal penelitian. Penurunan pH tersebut dikarenakan adanya aktivitas mikroba tanah. Aktivitas mikroba tanah menghasilkan asam-asam organik di dalam tanah. Meningkatnya jumlah asam-asam organik di dalam tanah biasanya diikuti oleh penurunan pH (Elfiati 2008). Penurunan pH dapat mengakibatkan terjadinya pelarutan P yang terikat oleh Ca dan menyebabkan terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi kemoautrotrof sulfur dan ammonium berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus sp. dan Nitrosomonas sp. (Alexander 1978). Ion fosfat valensi satu lebih segera terserap dari larutan hara dengan nilai pH 5,5 sampai 6,5 (Salisbury & Ross 1995).

Dokumen terkait