• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jumlah dan bobot cabang serta diameter batang merupakan parameter pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran baik pertambahan panjang, volume, luas atau pun massa misalnya tinggi tanaman, diameter batang dan luas daun (Salisbury & Ross 1995). Pengaruh pemberian pupuk sipramin Saritana terhadap jumlah dan bobot cabang diperlihatkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah cabang tanamanIndigofera

sp.

Dosis Pupuk (%)

Jumlah cabang

Periode Tanam I Periode Tanam II#

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 7±2 7±3 7±2 15±1 16±1 16±1ab 10 7±3 9±3 8±3 14±4 22±3 18±4a 20 7±2 6±2 7±2 17±4 11±2 14±3b 40 10±2 7±3 9±2 17±2 20±2 18±2a Rataan 8±2 7±1 16±3 17±2

Keterangan: a,bpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

#)

tidak termasuk jumlah cabang pada periode tanam I

Perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk sipramin Saritana tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah cabang pada periode tanam I (Tabel 12). Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk belum

memberikan pengaruh pada tanaman, sebab pupuk organik memberikan pengaruhnya dalam waktu yang relatif lama. Perlakuan dosis pupuk memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap jumlah cabang pada periode tanam II pada pemupukan 15 hsp. Jumlah cabang pada tanaman yang diberi pupuk dengan dosis 10 dan 40% memiliki jumlah cabang yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pemupukan dengan dosis 20% dan kontrol (0%). Jumlah cabang pada periode tanam II 37,64% lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan periode tanam I. Hal tersebut karena dilakukan defoliasi (pemotongan) pada tanaman. Periode tanam II merupakan kelanjutan dari periode tanam I setelah tanaman didefoliasi. Keadaan tanaman pada awal periode tanam II telah mengalami defoliasi, dengan interval defoliasi 60 hari, intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan pada cabang tanaman. Jumlah cabang merupakan salah satu bagian yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman pada fase vegetatif dan sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanaman tersebut untuk menyerap hara (Salisbury & Rose 1995). Defoliasi pada tanaman memberikan keuntungan diantaranya adalah meningkatkan hasil panen (Zhuet al.2000).

Perlakuan waktu pemberian pupuk menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap bobot cabang (P<0,05) pada periode tanam I, namun tidak ada perbedaan yang nyata pada periode tanam II (Tabel 13). Pemberian pupuk yang dilakukan saat 30 hari sebelum tanaman dipanen menghasilkan cabang yang lebih banyak dari pada tanaman yang diberi pupuk pada 15 hsp (P<0,05). Hal ini di karenakan pupuk organik memberikan efek yang lama, sehingga tanaman yang diberikan pupuk 30 hsp memiliki kesempatan yang lebih lama menggunakan unsur hara. Dosis pemberian pupuk tidak memperlihatkan perbedaan pada periode tanam I dan memberikan perbedaan yang sangat nyata pada periode tanam II (P<0,01). Pemberian pupuk dengan dosis sampai 20% tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kontrol (0%), pemberian pupuk dengan dosis 40% nyata meningkatkan bobot cabang sampai 36% dibandingkan kontrol. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dosis pupuk sipramin Saritana 40% mampu menyediakan unsur hara tanah pada tanaman.

40

Tabel 13 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap bobot cabang tanaman Indigofera

sp. (%BK)

Dosis Pupuk (%)

Bobot Cabang (g/tanaman) Periode Tanam I Periode Tanam II#

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 7,55±3,38 7,47±4,09 7,51±3,74 4,22±1,16 3,72±1,04 3,97±0,36B 10 13,33±4,67 8,44±1,81 10,88±3,24 4,33±0,69 3,54±0,38 3,93±0,56B 20 12,54±2,89 6,37±3,62 9,45±3,25 5,97±1,76 4,85±0,52 5,41±0,79B 40 8,45±1,07 6,44±1,04 7,44±1,06 9,01±1,52 7,26±1,66 8,13±1,24A Rataan 10,47±2,89p 7,18±0,98q 5,88±1,28 4,84±0,90

Keterangan: A,B,Cpada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

p,q

pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

#)tidak termasuk jumlah cabang pada periode tanam I

Pertambahan jumlah cabang tidak selamanya diikuti oleh pertambahan bobot cabang (Tabel 13). Pertumbuhan tanaman dari periode tanam I (sebelum defoliasi I) ke periode tanam II (setelah defoliasi I) salah satunya ditandai dengan meningkatnya jumlah cabang. Hal tersebut selayaknya diikuti oleh pertambahan bobot cabang, akan tetapi bobot cabang tanamanIndigoferasp. yang diberi pupuk sipramin Saritana pada periode tanam II lebih rendah 27,88% (P<0,05) dibandingkan periode tanam I. Hal tersebut dikarenakan tanaman sudah mengalami dofoliasi I. Tanaman menggunakan simpanan hasil fotosisntesis (fotosintat) pada awal pertumbuhan kembali (regrowth) untuk membentuk cabang yang banyak supaya cepat memproduksi daun sehingga bisa mempercepat fotosintesis untuk menyediakan makanan bagi tanaman. Dosis pupuk 0-20% belum mampu mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman sehingga tanaman juga mendistribusi simpanan fotosintat pada akar untuk akuisisi akar mencari unsur hara dan simbiosis dengan mikroorganisme tanah lainnya untuk menjaga keseimbangan ekosistem tanah dan tanaman. Keterbatasan simpanan fotosintat tersebut menyebabkan tanaman mengalami keterbatasan energi untuk tumbuh kembali setelah didefoliasi sehingga cabang tanaman yang terbentuk memiliki ukuran yang kecil. Akibatnya, bobot cabang menjadi rendah meskipun jumlahnya banyak.

Pemberian pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dosis lainnya terhadap pertambahan jumlah cabang

dan bobot cabang. Pertambahan jumlah cabang dari periode tanam I ke periode tanam II pada tanamanIndigoferasp. yang diberi pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% diikuti pertambahan bobot cabang yang juga cenderung meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% mampu mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman Indigofera sp. untuk pertumbuhan kembali (regrowth). Berbeda halnya dengan perlakuan dosis pupuk, waktu pemberian pupuk sipramin Saritana cenderung berbeda nyata (P=0,05) terhadap bobot cabang tanaman pada periode tanam II.

Tabel 14 Pengaruh aplikasi pupuk sipramin Saritana terhadap diameter batang tanamanIndigoferasp.

Dosis Pupuk (%)

Diameter Batang (mm) Periode Tanam I Periode Tanam II

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 9,80±0,44 9,77±0,59 9,78±0,46 28,00±3,00 25,67±0,58 26,83±1,79 10 10,13±0,90 10,13±0,12 10,13±0,58 27,67±5,13 30,33±2,52 29,00±3,82 20 9,53±1,07 10,53±1,53 10,03±1,30 28,00±1,00 31,33±4,16 29,67±2,58 40 9,77±0,40 9,47±0,55 9,62±0,46 26,33±1,53 28,00±2,65 27,17±2,09 Rataan 9,81±0,70 9,98±0,69 27,50±2,66 28,83±2,48

Keterangan: hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Diameter batang merupakan salah satu parameter dari pengukuran pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan pada tanaman dapat diartikan sebagai pertambahan ukuran yang dapat diukur ke satu atau dua arah seperti panjang (misalnya tinggi batang), volume (misalnya diameter batang), atau luas (misalnya luas daun) (Salisbury & Ross 1995). Pengukuran diameter batang dilakukan pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong. Hasil analisis ragam diameter batang tanaman Indigofera sp. selama penelitian tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (Tabel 14). Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan tanaman yang cepat diarahkan pada pertumbuhan organ-organ vegetatif tanaman seperti daun dan cabang. Diameter batang pada periode tanam II lebih besar (P<0,05) 48,02% dibandingkan periode tanam I. Pertambahan diameter batang dari periode tanam I ke periode tanam II memperlihatkan bahwa tanaman tumbuh dengan baik.

Bintil akar berperan dalam penambatan gas nitrogen (N2) pada tanaman,

42

terhadap jumlah bintil akar diperlihatkan pada Tabel 15. Perbedaan waktu pemberian pupuk memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah bintil akar (P<0,05). Pemupukan yang dilakukan 30 hsp menghasilkan jumlah bintil akar yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dilakukan 15 hsp. Hal tersebut dikarenakan tanah yang diberikan pupuk 15 hsp lebih lebih banyak mengandung unsur hara terutama N dibandingkan tanaman yang dipupuk 30 hsp. Semakin banyak jumlah bintil akar mengindikasikan semakin banyak kebutuhan tanaman terhadap unsur N.

Tabel 15 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah dan bobot bintil akar tanamanIndigoferasp.

Dosis Pupuk (%)

Jumlah bintil akar (butir) Bobot bintil akar (gBK)

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 435(217-554) 250(147-360) 343A 0,96±0,27 0,75±0,47 0,86±0,15A 10 568(503-650) 320(142-545) 444A 1,09±0,26 0,62±0,29 0,85±0,34A 20 273(165-386) 153(33-248) 213AB 0,50±0,30 0,44±0,07 0,47±0,04AB 40 51(9-134) 13(0-27) 33B 0,20±0,32 0,02±0,02 0,11±0,13B Rataan 332p 184q 0,69±0,29 0,46±0,21

Keterangan: p,qpada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A,B,C

pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Penambahan pupuk sipramin Saritana dengan dosis sampai 20% panen tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata dengan kontrol terhadap jumlah bintil akar (Tabel 15). Penambahan pupuk sipramin sampai 40% menurunkan jumlah bintil akar secara nyata (P<0,01) sampai 28,94% pada pemberian 30 hsp dan 32,2% pada 15 hsp dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk dengan dosis 40% menyebabkan kebutuhan N tanaman tercukupi sehingga tanaman tidak perlu membentuk bintil akar untuk menangkap N2. Penambahan pupuk N akan

meningkatkan ketersedian N untuk sementara waktu (Lubis & Kumagai 2007) dan penambatan N2 menurun sejalan dengan jumlah nitrogen yang diserap (Salisbury

& Ross 1995). Tanaman yang diberi pupuk dengan dosis 0-20% belum tercukupi kebutuhannya terhadap N sehingga tanaman berusaha mencukupi kebutuhan N dengan cara bersimbiosis dengan bakteri penambat N membentuk bintil akar. Akibatnya tanaman yang dipupuk sipramin Saritana dengan dosis 0-20% memiliki jumlah binti akar yang nyata (P<0,01) lebih banyak dibandingkan tanaman yang dipupuk dengan dosis 40%.

Perbedaan waktu pemberian pupuk memperlihatkan kecenderungan berbeda terhadap bobot bintil akar (P=0,07) (Tabel 15). Bobot bintil akar yang pada tanaman yang dipupuk pada 30 hsp cenderung lebih tinggi dibandingkan 15 hsp. Hal tersebut dikarenakan jumlah bintil akar pada tanaman yang diberi pupuk pada 30 hsp lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan 15 hsp. Bobot bintil akar tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bintil akar, tetapi juga ukuran bintil akar. Bintil akar yang dihasilkan oleh tanaman Indigofera sp. memiliki ukuran yang bervariasi sebagai akibat dari pemberian pupuk sipramin. Bintil akar memiliki perbedaan fase dalam perkembangannya mulai dari ukuran kecil yang belum matang dan berwarna putih dengan diameter 1,0-1,5 mm; ukuran medium yang dewasa dan berwarna merah muda dengan diameter 1,5-2,0 mm dan ukuran besar yang dewasa berwarna merah dengan diameter lebih dari 2,0 mm (Khetmalas & Bal

2005). Menurut Salisbury dan Ross (1995) reaksi penambatan N2 terjadi pada

bintil akar dewasa.

Gambar 3 Pengaruh pemberian pupuk sipramin Saritana terhadap ukuran bintil akarIndigoferasp.

Bobot bintil akar dipengaruhi oleh dosis pupuk sipramin Saritana (P<0,01). Tanaman Indigofera sp. yang diberi pupuk dengan dosis 10% memiliki bobot bintil akar yang tidak berbeda nyata dengan kontrol (dosis 0%) sedangkan tanaman yang dipupuk pada konsentarasi 20% memiliki bobot bintil akar yang nyata (P<0,01) lebih kecil dari pada dosis 0 dan 10% dan lebih besar (P<0,01) dari pemupukan pada dosis 40%. Bobot bintil akar erat kaitannya dengan ukuran bintil akar. Semakin besar ukuran bintil akar maka bobotnya semakin besar dan

44

dewasa. Ukuran bintil akar tanaman yang dipupuk dengan dosis 40% terlihat lebih kecil dibandingkan lainnya. Ukuran bintil akar dapat dilihat pada Gambar 3.

Bagian tanaman yang dikonsumsi ternak pada umumnya adalah bagian daun sehingga akan lebih baik jika rasio daun-cabang semakin tinggi karena semakin banyak yang dapat dimanfaatkan oleh ternak karena daun lebihpalatabledaripada bagian cabang tanaman. Rasio daun-cabang merupakan tolak ukur yang baik untuk menilai kualitas hijauan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Shehuet al. (2001) yang menyatakan bahwa rasio daun-cabang pada legum sangat penting karena daun merupakan organ metabolisme dan kualitas cabang sebagian besar dipengaruhi oleh fungsi strukturnya. Semakin banyak jumlah dari daun pada cabang, kualitas legum tersebut semakin baik untuk memenuhi hijauan pakan ternak. Penurunan kualitas hijauan dengan meningkatnya umur tanaman terutama disebabkan peningkatan lignifikasi pada cabang dan peningkatan porsi cabang dibandingkan daun (Tjelele 2006).

Tabel 16 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap rasio daun-cabang tanaman

Indigoferasp. Dosis Pupuk (%) Rasio daun-cabang 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 2,86±0,52 2,93±0,97 2,89±0,74 10 2,16±0,90 2,96±0,56 2,56±0,73 20 2,26±0,57 3,57±0,92 2,91±0,75 40 2,87±0,17 3,43±0,38 3,15±0,27 Rataan 2,53±0,38q 3,22±0,32p

Keterangan: p,qpada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Hasil analisis rasio daun-cabang tanaman Indigofera sp. diperlihatkan pada Tabel 16. Perlakuan dosis pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio daun-cabang . Perbedaan waktu pemberian pupuk memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap rasio daun-cabang (P<0,05). Rasio daun-cabang pada tanaman yang diberi pupuk 15 hsp 12,76% lebih tinggi dari tanaman yang dibandingkan tanaman yang diberi pupuk 30 hsp. Hal tersebut dikarenakan tanah yang diberi pupuk pada 15 hsp lebih banyak mengandung nutrisi dibandingkan dengan tanah yang diberi pupuk 30 hsp. Banyaknya unsur hara dalam tanah akan terus memicu tanaman untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan kekurangan

unsur hara tanah akan memicu penuaan tanaman. Rendahnya rasio daun-cabang pada tanaman yang diberi pupuk 30 hsp dikarenakan tanaman sudah mengalami penuaan yang lebih cepat. Percepatan penuaan tanaman berhubungan dengan penurunan nilai nutrisi sebagai hasil dari penurunan porsi daun dan penambahan porsi cabang (Tjelele 2006).

Tabel 17 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap produksi daun tanamanIndigofera

sp.

Dosis Pupuk (%)

Produksi Daun (gBK/tanaman) Periode Tanam I Periode Tanam II

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 15,48±3,84 14,54±3,07 15,01±3,15 17,31±4,18 13,14±4,50 15,23±4,34B 10 17,87±3,05 17,84±2,26 17,85±2,40 17,36±3,60 17,36±5,46 17,36±4,53B 20 19,33±2,15 15,83±4,35 17,58±3,62 21,07±0,54 15,98±7,20 18,52±3,87B 40 20,81±0,83 18,75±2,94 19,78±2,24 29,03±3,73 26,70±2,01 27,86±2,87A Rataan 18,37±2,47 16,74±3,16 21,19±3,01 18,29±4,79

Keterangan: p,qpada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Hasil analisis ragam terhadap produksi daun diperlihatkan pada Tabel 17. Hasil analisis produksi daun pada periode tanam I tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata pada perlakuan waktu pemberian pupuk, tetapi cenderung berbeda (P=0,09) pada dosis pupuk. Hal tersebut dikarenakan pupuk organik bekerja dalam waktu relatif lama. Pengaruh pemberian pupuk sipramin Saritana terhadap produksi daunIndigoferasp. belum terlihat pada periode tanam I.

Produksi daun pada periode tanam II cenderung lebih tinggi 5,63% (P=0,07) dibandingkan dengan produksi pada periode tanam I. Produksi daun pada periode tanam II menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan diantara perlakuan dosis pupuk (P<0,01) tetapi tidak menunjukkan adanya perbedaan diantara waktu pemberian pupuk (Tabel 17). Pemberian pupuk dengan konsentrasi sampai 20% tidak menunjukkan adanya perbedaan terhadap produksi daun dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk sipramin sampai konsentrasi 40% nyata (P<0,01) meningkatkan produksi daun sampai 25% dibandingkan kontrol.

46

Tabel 18 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap produksi tajuk tanamanIndigofera

sp.

Dosis Pupuk (%)

Produksi Tajuk

Periode Tanam I Periode Tanam II

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 23,03±6,35 22,01±6,96 22,52±5,98 21,54±5,30 15,54±6,81 18,66±5,86B 10 31,20±2,52 26,27±4,03 28,73±4,04 21,69±3,80 20,90±5,70 21,30±4,75B 20 31,87±1,39 22,19±7,97 27,03±7,36 27,04±2,15 19,02±9,68 23,19±5,64B 40 29,26±1,87 25,18±3,81 27,22±3,50 38,04±4,90 33,95±3,67 36,00±4,29A Rataan 28,84±4,03p 23,92±2,14q 27,08±4,04 22,35±6,46

Keterangan: p,qpada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

A,B,C

pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Dosis pupuk tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata pada periode tanam I tetapi waktu pemberian pupuk memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap produksi tajuk (Tabel 18). Pemberian pupuk yang dilakukan 30 hsp menghasilkan produksi tajuk yang lebih tinggi dibandingkan pemupukan yang dilakukan 15 hsp. Dosis pupuk sipramin Saritana memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi tajuk pada periode tanam II, sedangkan waktu pemberian pupuk cenderung berbeda (P=0,06). Pemberian pupuk sipramin sampai konsentrasi 20% tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan kontrol, tetapi pemberian pupuk sampai 40% meningkatkan produksi tajuk (P<0,01) sampai 20,6% pada pemupukan yang dilakukan 15 hsp dan 15,23% pada pemupukan yang dilakukan 30 hsp.

Produksi daun dan tajuk pada periode tanam II bergantung pada remobilisasi N dan cadangan karbohidrat non struktural yang disimpan di dalam akar dan tajuk. Tingkat remobilisi N dan cadangan karbohidrat non struktural mempengaruhi pertumbuhan kembali (regrowth) setelah defoliasi (Skinner et al.

1999). Produksi tajuk tanamanIndigoferasp. yang diberi pupuk sipramin sampai 40% lebih tinggi dikarenakan memiliki ketersediaan N yang lebih tinggi yang juga dapat dibuktikan dengan profil daun (Gambar 2) dan jumlah bintil akar (Tabel 15) yang berbeda dari dosis 0-20%. Keadaan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan kembali setelah tanaman didefoliasi.

Rendahnya produksi daun dan tajuk tanaman yang diberi pupuk sipramin dengan dosis 0-20% dikarenakan tanaman tersebut kekurangan nutrien terutama unsur N. Unsur N pada tanaman berperanan penting dalam pertumbuhan vegetatif

tanaman seperti daun, batang dan akar (Salisbury & Ross 1995). Pembatasan N yang diberikan pada tanah dapat menurunkan penyerapan N dari tanah dan simpanan N yang disediakan untuk remobilisasi, tetapi meningkatkan porsi N dalam pertumbuhan daun yang diremobilisasi dari akar dan tajuk (Millard et al.

1990; Ourry et al. 1990; Thornton & Millard 1993; Thornton et al. 1994) karenanya daun yang lebih tua menunjukkan warna kekuningan (flourescence). Peningkatan porsi N untukregrowthpada kondisi jumlah N tanah, akar dan tajuk tanaman yang terbatas menurunkan laju remobilisasi dan memicu laju remobilisasi berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lama (Millard et al.

1990, Thorntonet al.1994) sehingga pertumbuhan tanaman setelah defoliasi juga berjalan lambat.

Tanaman tidak hanya memperoleh semua bahan penyusunnya dari tanah. Sebagian besar makanan tanaman berasal dari atmosfer dan melibatkan cahaya. Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Intensitas cahaya yang dibutuhkan tumbuhan cukup beragam, ada tanaman yang membutuhkan cahaya matahari penuh dan ada tanaman yang tidak tahan terhadap cahaya yang berlebih. Proses fotosintesi pada hakikatnya merupakan satu-satunya mekanisme masuknya energi ke dalam dunia kehidupan. Satu-satunya pengecualian terjadi ada bakteri kemosintetik. Fotosintesis meliputi reaksi oksidasi dan reduksi. Proses keseluruhannya adalah oksidasi air dan reduksi karbondioksida untuk membentuk senyawa organik (Salisbury & Ross 1995).

Tabel 19 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah dan bobot klorofil daun

Indigoferasp. Dosis

Pupuk (%)

Jumlah klorofil total (ppm) Bobot klorofil (mg/tanaman) 30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 163,77±36,58 197,58±58,07 180,68±47,32 5,56±2,33 5,52±1,86 5,54±2,09 10 157,49±30,17 230,92±49,07 194,20±39,62 5,45±0,65 8,21±2,43 6,83±1,54 20 186,47±16,03 185,02±37,38 185,75±26,71 7,52±0,35 6,11±2,73 6,81±1,54 40 174,40±53,18 184,54±29,00 179,47±41,09 8,80±3,15 7,21±1,34 8,01±2,24 Rataan 170,53±33,99 199,52±43,38 6,83±1,62 6,76±2,09

Keterangan: hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Kadar klorofil merupakan salah satu indikator untuk menilai laju fotosintesis pada daun tanaman. Semakin meningkatnya laju fotosintesis maka

48

semakin banyak karbohidrat yang terbentuk. Karbohidrat dalam bentuk gula digunakan untuk sintesis klorofil (Aarti et al. 2007). Jumlah dan bobot klorofil total daunIndigoferasp. diperlihatkan pada Tabel 19.

Perbedaan dosis dan waktu pemberian pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah dan bobot klorofil tanaman Indigofera sp. (Tabel 19). Hal tersebut dikarenakan tanaman dipelihara di dalam rumah kaca sehingga intensitas cahaya yang diterima setiap tanaman sama. Klorofil sangat peka terhadap cahaya. Peningkatan penerimaan cahaya akan meningkatkan kadar klorofil, nitrogen dan densitas stomata tanaman Myrtus communis (Mendes et al. 2001). Akan tetapi Aartiet al. (2007) dari hasil penelitiannya terhadap Cucumis sativus menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi akan menghambat biosintesis klorofil, khususnya pada biosintesis 5-aminolevulinat sebagai prekursor klorofil. Menurut Johnston dan Onwueme (1998) dari hasil penelitiannya terhadap Xanthosoma sagittifoliumL. Schott menyatakan bahwa dengan semakin tinggi tingkat naungan yang diberikan, tanaman akan melakukan adaptasi dengan meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik. Adaptasi yang dilakukan tanaman adalah dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit luas daun. Hal tersebut menjadi bukti bahwa setiap jenis tumbuhan memberi tanggapan yang tidak sama terhadap intensitas cahaya yang diterima.

Komposisi protein merupakan salah satu faktor penting dalam menilai kualitas pakan. Hijauan dari leguminosa terna dan pohon telah dikenal memiliki kandungan protein yang tinggi sepanjang tahun karena kemampuan tanaman ini dalam menangkap N dari atmosfer (Hove et al. 2001; Ammar et al. 2004). Interaksi dosis dan waktu pemberian pupuk memperlihatkan interaksi yang sangat nyata terhadap kandungan protein kasar (PK) (P<0,01) (Tabel 20). Kandungan protein tertinggi (P<0,01) diperoleh pada tanaman yang diberi pupuk dengan dosis 40% pada waktu pemupukan 30 dan 15 hsp. Pemupukan dengan dosis 10 dan 20% pada 15 hsp memberikan respon yang lebih baik terhadap kandungan protein kasar dibandingkan 30 hsp. Pemupukan yang dilakukan pada 30 hsp dengan dosis 10-20% tidak berbeda nyata dengan kontrol (0%).

Tabel 20 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap komposisi protein kasar (%BK)

Dosis Pupuk (%) Protein kasar

30 hsp 15 hsp rata-rata 0 23,94 ± 0,46C 24,91 ± 0,73BC 24,42±0,60 10 23,66 ± 1,24C 26,68 ± 0,46B 25,17±0,85 20 23,41 ± 1,29C 25,34 ± 0,39BC 24,37±0,84 40 31,31 ± 1,04A 30,79 ± 0,68A 31,05±0,86 Rataan 25,58 ± 1,01 26,93 ± 0,57

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)

hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Komposisi protein tajuk Indigofera sp. pada penelitian berkisar 23,41- 31,31%. Nilai tersebut lebih tinggi dari yang dilaporkan Hassen et al. (2007) bahwa komposisi protein tajuk Indigoferasp. (daun + cabang dengan diameter < 3mm) berkisar 8,1-28,7%. Hal tersebut dikarenakan pengaruh pemberian pupuk sipramin Saritana terhadap Indigofera sp.. Penggunaan pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40% dapat meningkatkan kandungan protein karena kebutuhan N tanaman Indigofera sp. tercukupi. Menurut Lubis dan Kumagai (2007) peningkatan suplai N dapat menurunkan materi dinding sel dikarenakan pembentukan kandungan protein sel dari N dan C. Konsentrasi N yang tinggi menyebabkan kebutuhan C untuk pembentukan protein akan meningkat sehingga proporsi C untuk dinding sel menurun.

Komponen utama pakan yang menentukan laju pencernaan adalah Neutral detergent fiber (NDF) dan acids detergent fiber (ADF) yang merupakan komponen serat kasar. Hijauan pakan dengan kandungan NDF yang rendah (20- 35%) biasanya memiliki kecernaan yang tinggi (Tjelele 2006). Kandungan NDF tajuk Indigofera sp. berkisar 32,8-65,4% (Hassen et al. 2007). Perlakuan dosis pupuk sipramin Saritana cenderung berbeda (P=0,08), tetapi waktu pemberian pupuk tidak berbeda nyata terhadap kandungan NDF. Dosis dan waktu pemberian pupuk sipramin Saritana tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan ADF tanaman Indigofera sp. (Tabel 21). Hal tersebut dikarenakan tanaman Indigofera

sp. dipelihara dalam rumah kaca. Kondisi rumah kaca dengan suhu dan kelembaban yang tinggi serta kurangnya cahaya matahari pada siang hari mempengaruhi produktivitas tanaman. Suhu yang tinggi memicu akumulasi struktur dinding sel dan mempercepat aktivitas metabolisme yang dapat

50

menurunkan kandungan isi sel (Tjelele 2006). Suhu yang tinggi meningkatkan materi dinding sel, mempercepat lignifikasi dan pencahayaan yang rendah menurunkan produksi karbohidrat terlarut, kandungan protein kasar dan nilai kecernaan (Van Soest et al. 1978; Pearson & Ison 1997). Penuaan tanaman dan temperatur lingkungan mempengaruhi berbagai bagian tanaman yang berbeda (Buxtonet al.1995).

Tabel 21 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan NDF dan ADF (%BK) Dosis Pupuk (%) NDF ADF 30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 52,30±1,83 54,09±1,76 53,20±1,80 48,05±0,07 49,75±2,04 48,90±1,05 10 52,79±3,87 50,99±1,41 51,89±2,64 51,08±4,54 48,87±1,57 49,97±3,05 20 50,88±1,72 48,58±2,93 49,73±2,32 49,45±1,01 46,91±2,53 48,18±1,77 40 51,11±3,88 48,39±1,21 49,75±2,55 48,00±2,01 47,25±0,31 47,63±1,16 Rataan 51,77±2,82 50,51±1,83 49,15±1,91 48,19±1,61

Keterangan: hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Kalsium (Ca) dan fosfor (P) merupakan nutrisi penting dalam formulasi ransum untuk semua spesies ternak. Walaupun Ca dan P pada umumnya banyak ditemukan dalam kerangka tubuh, mineral ini memiliki sejumlah fungsi penting dalam jaringan tubuh. Kandungan Ca dan P tajuk Indigofera sp. diperlihatkan pada Tabel 22.

Tabel 22 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan kalsium (Ca) dan fosfor (P) tajukIndigoferasp. (%BK)

Dosis Pupuk (%)

Kalsium (Ca) Fosfor (P)

30 hsp 15 hsp rata-rata 30 hsp 15 hsp rata-rata 0 0,68±0,14 0,75±0,15 0,71±0,15 0,10±0,012ef 0,12±0,004bcd 0,11±0,008 10 0,62±0,08 0,67±0,23 0,65±0,16 0,08±0,005f 0,14±0,004b 0,11±0,004 20 0,72±0,18 0,73±0,05 0,73±0,11 0,11±0,004de 0,12±0,023cde 0,11±0,013 40 0,74±0,32 0,65±0,14 0,70±0,23 0,14±0,015bc 0,16±0,015a 0,15±0,015 Rataan 0,69±0,18 0,70±0,14 0,11±0,009q 0,14±0,012p

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

hsp = hari sebelum panen (waktu pemberian pupuk)

Perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk tidak berbeda nyata terhadap kandungan kalsium (Ca) tajuk. Kandungan Ca tajukIndigoferasp. hasil penelitian berkisar 0,65-0,73%. Hasil tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan Hassen et al. (2007) bahwa kandungan Ca tajuk Indigofera sp. berkisar 0,99-2,12%. Hal tersebut dikarenakan perbedaan pengambilan cabang pada kedua penelitian.

Materi cabang yang diambil pada penelitian yang dilakukan oleh Hassen et al.

(2007) dibatasi pada diameter < 3mm, sedangkan pada penelitian ini materi cabang yang diambil adalah 10 cm dari batang tanaman. Namun demikian, kandungan Ca tanamanIndigofera sp. hasil penelitian masih melebihi level kritis Ca bagi ternak ruminansia. Menurut McDowell (1997) level kritis Ca bagi ternak

Dokumen terkait