• Tidak ada hasil yang ditemukan

SILVOFISHERY BLANAKAN SUBANG

WELL TYSON NAPITU C2407

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Karakteristik Logam Berat

Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik, dan anorganik. Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantaranya berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa diantaranya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam skala industri. Industri-industri tersebut harus mendapatkan pengawasan yang ketat agar tidak mencemari dan membahayakan lingkungan sekitar.

Pencemaran logam berat sangat merugikan ikan secara fisik dan fisiologik, seperti kerusakan vertebral, kerusakan lamella sekunder pada insang (Irianto 2005). Logam juga dapat masuk kedalam tubuh dan dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi (Kristanto 2004).

Logam berat adalah unsur-unsur dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3, terletak di sudut kanan bawah pada sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 hingga 7. Berdasarkan sifat kimia dan fisiknya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air pada LC-50 selama 48 jam, akibat pengaruh sinergik antar logam, efek sublethal, bioakumulasi, dan bahayanya terhadap orang yang mengkonsumsi ikan, maka dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut, Merkuri (Hg), Kadmium (Cd), Emas (Au), Nikel (Ni), Timah Hitam (Pb), Arsen (Ar), Selenium (Sn), dan Seng (Zn) (Darmono 1995). Namun Kristanto (2004) menyebutkan bahwa logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan, yang utama adalah Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Arsenik (Ar), Kadmium (Cd), Kromium (Cr), dan Nikel (Ni). Sedangkan Irianto (2005) mengatakan bahwa ada empat logam berat yang paling intensif dipelajari sifat toksisitasnya, yaitu Cu, Hg, Cd, dan Zn.

Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi, sedang, dan rendah. Logam berat yang bersifat toksik tinggi terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Untuk logam berat yang termasuk kedalam golongan toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co. Sedangkan logam berat yang termasuk ke dalam golongan toksik rendah yaitu unsur Mn dan Fe. Sifat-sifat logam berat menurut Moore dan Ramamoorthy (1984) yaitu diantaranya sulit didegradasi secara alami, dapat terakumulasi dalam organisme, memiliki EC10 dan LC50-96 jam yang rendah, memiliki waktu paruh yang tinggi

dalam tubuh biota laut, dan faktor konsentrasi (rasio antara kadar polutan dalam tubuh dan kadar polutan di lingkungan) yang besar dalam tubuh biota laut.

2.6.1. Timbal (Pb)

Logam Pb secara alami tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak bumi (Clark 1986). Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A dengan nomor atom 82 dan bobot 207,2. Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit yaitu 0,0002% dari seluruh lapisan bumi. Logam Pb terdapat di perairan, baik secara alamiah ataupun sebagai dampak dari aktifitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping itu, proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam perairan (Palar 2004).

Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan timbal dalam membentuk

alloy dengan logam lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat metalurgi ini dalam penerapan yang sangat luas, contohnya digunakan untuk kabel listrik, konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan memiliki kemampuan tinggi untuk tidak mengalami korosi (Palar 2004). Selain itu, Pb dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar dan pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama peningkatan kadar Pb di lingkungan (Darmono 1995). Hampir 10% dari total produksi tambang logam timbal digunakan untuk pembuatan tetraethyl lead atau TEL yang dibutuhkan sebagai bahan penolong dalam proses produksi bahan bakar bensin karena dapat mendongkrak (boosting) nilai oktan bahan bakar sekaligus

berfungsi sebagai antiknocking untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya pembakaran dalam mesin.

Ikan yang hidup dalam air yang mengandung logam berat Pb, pada hatinya akan ditemukan akumulasi logam berat. Besarnya kandungan logam berat dalam air juga mempengaruhi besarnya akumulasi logam berat dalam hati ikan. Semakin tinggi kandungan logam berat dalam air, akumulasi logam berat dalam hati ikan akan semakin tinggi pula.

Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/L, dapat membunuh ikan. Sedangkan krustase setelah 245 jam akan mengalami kematian, apabila pada badan air konsentrasi Pb adalah 2,75-49 mg/L (Palar 2004). Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No. 03725/B/SK/VII/89 membatasi kandungan logam berat Pb maksimum pada sumberdaya ikan dan olahannya adalah adalah 2,0 ppm.

2.6.2. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 321oC dan titik didih 765oC. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang (S) sebagai

greennocckite (CdS) yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite (ZnS). Kadmium merupakan logam lunak (ductile) berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia (NH3) (Palar 2004). Di perairan, Cd akan mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut (Bryan 1976). Menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari:

1. Uap, debu, dan limbah dari pertambangan timah dan seng. 2. Air bilasan dari electroplating.

3. Besi, tembaga, dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.

4. Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0, 2% Cd sebagai bahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.

5. Pupuk phosfat dan endapan sampah.

Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabilizer (penyeimbang) dan pewarna pada plastik dan electroplating (penyepuh/pelapisan logam). Selain itu

digunakan pula pada penyolderan dan pencampuran logam serta industri baterai. Akumulasinya dalam air tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan electroplating

(pelapisan emas dan perak), pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan pigmen/zat warna lainnya, tekstil dan industri kimia (Darmono 1995).

Logam kadmium atau Cd akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam biota perairan, jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi Cd yang lebih banyak. Keracunan kadmium bisa menimbulkan rasa sakit, panas pada bagian dada, penyakit paru-paru akut, dan menimbulkan kematian. Salah satu contoh kasus keracunan akibat pencemaran Cd adalah timbulnya penyakit itai-itai di Jepang (Palar 1994).

2.3.1.Tembaga (Cu)

Tembaga (Cu) memiliki berat atom 63,5 densitas 8,90 dan titik cair 10840C. Dalam keadaan normal logam Cu merupakan logam esensial bagi hewan air. Tembaga merupakan salah satu logam yang bermanfaat dalam pembentukan haemosianin sistem darah dan enzimatik hewan air. Penyerapan Cu dilakukan melalui insang dan saluran pencernaan (Darmono 1995).

Tembaga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain, seperti Ag, Cd, Sn, dan Zn. Garam tembaga banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan bordeaux yang mengandung 1-3% CuSO4. Larutan ini digunakan untuk

membasmi siput sebagai inang dari parasit cacing, juga untuk mengobati penyakit kuku pada domba (Darmono 1995).

Gejala yang timbul pada keracunan Cu akut adalah mual, muntah-muntah, sakit perut, hemolisis, nefrosis, kejang, dan akhirnya kematian. Pada keracunan kronis, Cu tertimbun dalam hati dan menyebabkan hemolisis. Hemolisis terjadi karena tertimbunnya H2O2 dalam sel darah merah sehingga terjadi oksidasi dari

lapisan sel yang mengakibatkan sel jadi pecah. Defisiensi Cu dapat menyebabkan anemia dan pertumbuhan terhambat (Darmono 1995).

Dokumen terkait