• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4. Karakteristik Organoleptik Bakasang dengan Uji Skoring

nutrisi pada lingkungan sudah tidak memadai lagi dan aktivitas metabolit anti-kapang masih terjadi sehingga kemerosotan jumlah sel pun terjadi akibat

banyak sel yang sudah tidak mendapatkan nutrisi lagi dan akhirnya pada titik ekstrim menyebabkan terjadinya penurunan total kapang.

Tiga penyebab utama terjadinya penurunan jumlah total kapang pada fase tersebut yaitu ketidaktersediaan nutrisi, penumpukan senyawa metabolit penghambat dan kekurangan ruang gerak (Supardi dan Sukamto 1999; Hidayat

et al. 2006). Peningkatan log total kapang terjadi kembali pada lama penyimpanan 90 hari. Hal ini diduga bahwa aktivitas senyawa metabolit anti-kapang tidak reaktif lagi serta komponen organik utamanya protein akan semakin terdegradasi menjadi senyawa turunannya seperti peptida dan asam amino yang akan dimanfaatkan oleh kapang maupun mikroba lainnya dalam periode tertentu sehingga mengalami peningkatan.

4.4. Karakteristik Organoleptik Bakasang dengan Uji Skoring

Uji organoleptik terhadap suatu makanan adalah penilaian dengan menggunakan alat indera yaitu penglihatan, pencicip, pembau dan pendengar. Dengan uji ini dapat diketahui penerimaan terhadap suatu produk (Soekarto dan Hubeis 2000). Hasil uji organoleptik terhadap bakasang selama penyimpanan yang dilakukan meliputi uji penampakan, bau, rasa dan tekstur.

4.4.1. Penampakan

Penampakan merupakan parameter organoleptik yang penting karena sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Pada umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik. Penampakan suatu produk pangan akan memiliki daya tarik yang kuat bagi konsumen sebelum

konsumen melihat parameter lainnya seperti rasa aroma dan tekstur (Soekarto dan Hubeis 2000). Hasil uji organoleptik dan nilai skor hasil penilaian

panelis terhadap penampakan bakasang pada setiap kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 18 dan Lampiran 16, 17, 18, 19.

68

Gambar 18. Histogram rata-rata nilai penampakan bakasang selama penyimpanan

Nilai penampakan tertinggi dari bakasang yang diuji diperoleh pada bakasang kombinasi perlakuan lama fermentasi 2 hari pada penyimpanan 0 hari (F2P0) yaitu 7,83, sedangkan nilai terendah diperoleh pada bakasang kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 90 hari (F4P90) yaitu 6,07 (Gambar 18). Nilai tersebut menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, intensitas warna semakin menurun. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa dari setiap kombinasi perlakuan lama fermentasi dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap penampakan bakasang (Lampiran 20a).

Uji lanjut Multiple Comparisson (Lampiran 20b) menunjukkan bahwa penampakan bakasang pada kombinasi perlakuan lama fermentasi 2 hari pada lama penyimpanan 0 hari(F2P0) berbeda nyata dengan lama fermentasi 2 hari pada penyimpanan 30 hari (F2P30). Hal ini disebabkan bakasang kombinasi perlakuan F2P0 mempunyai penampakan warna lebih coklat tua, agak cemerlang dan tidak ada kotoran, sedangkan bakasang F2P30 memiliki penampakan coklat agak kehitaman, agak kusam dan sedikit ada kotoran. Warna coklat yang dihasilkan dari kedua bakasang tersebut diduga karena proses hidrolisis enzimatis dan aktivitas mikroorganisme selama fermentasi dan proses perebusan jeroan,

sedangkan warna coklat kusam selama penyimpanan berkaitan dengan warna bahan bakunya (jeroan) yaitu coklat kemerahan.

Warna coklat yang dihasilkan disebabkan oleh reaksi pencoklatan atau

browning yang terjadi akibat adanya perlakuan pemasakan yang kaya akan kandungan protein dan asam-asam amino (Eskin 1990; Winarno et al. 1993; de Man 1997; Ghozali et al. 2004; Istanti 2005).

4.4.2. Bau

Bau makanan dapat menentukan kelezatan dari makanan itu sendiri. Bau menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk makanan tersebut (Soekarto dan Hubeis 2000). Bau lebih banyak dipengaruhi oleh indera penciuman. Umumnya bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran 4 macam bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno 1997).

Hasil penilaian panelis terhadap bau bakasang berkisar antara 6,73 (harum spesifikasi bakasang ikan, agak sedikit enak) pada bakasang lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 60 hari (F4P60) sampai 8,00 (harum spesifikasi bakasang ikan, agak enak) pada bakasang kombinasi perlakuan lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari (F8P0). Nilai bau tertinggi dicapai oleh bakasang F8P0 dan nilai bau terendah dicapai oleh bakasang F4P0. Nilai-nilai tersebut mengalami fluktuatif selama penyimpanan sesuai tingkat penilaian panelis.

Hasil uji Kruskal-Wallis (Lampiran 25a) menunjukan bahwa kombinasi perlakuan lama fermentasi dan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bau bakasang. Uji lanjut Multiple Comparisson menunjukkan bahwa bau bakasang pada kombinasi lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari (F8P0) berbeda nyata dengan lama fermentasi 2 hari pada penyimpanan 30 hari, (F2P30) (Lampiran 25b). Hasil uji organoleptik dan nilai skor hasil penilaian panelis terhadap bau bakasang selama penyimpanan disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 21, 22, 23, 24.

70

Gambar 19. Histogram rata-rata nilai bau bakasang selama penyimpanan

Bau harum yang dihasilkan diduga bahwa selama fermentasi dan pemasakan jeroan serta penyimpanan menghasilkan terbentuknya senyawa-senyawa volatil dan non-volatil. Menurut Shahidi (1998) senyawa-senyawa volatil yang berperan yaitu karbonil, sulfur, hidrokarbon dan bromofenol, sedangkan senyawa non-volatil yang berperan yaitu asam amino bebas, peptida, nukleotida dan basa organik dari bahan pangan. Lebih lanjut Ijong dan Ohta (1995) menambahkan bahwa bau seperti ikan disebabkan adanya aroma amoniak dan asam amino glutamat yang dikandung bahan pangan.

4.4.3. Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Faktor rasa memegang peranan penting dalam pemilihan produk oleh konsumen. Rasa adalah respon lidah terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan. Penginderaan rasa terbagi menjadi empat rasa utama yaitu manis, asin, pahit dan asam. Konsumen dapat memutuskan menerima atau menolak produk dengan empat rasa tersebut (Winarno 1997; Soekarto dan Hubeis 2000). Hasil uji organoleptik dan nilai skor hasil penilaian panelis terhadap rasa bakasang selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20 dan Lampiran 26, 27, 28, 29.

Gambar 20. Histogram rata-rata nilai rasa bakasang selama penyimpanan

Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap rasa bakasang yang dihasilkan berkisar antara 4,97 (kurang enak, rasa ikan sedikit) pada bakasang pada kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 90 hari (F4P90) sampai 7,10 (agak enak, rasa asin cukup, terlalu manis) pada bakasang kombinasi perlakuan lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari (F8P0) (Gambar 20). Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa rasa bakasang yang dihasilkan masih memberikan karakteristik baik walaupun mengalami penurunan seiring lamanya penyimpanan. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa dari setiap kombinasi perlakuan lama fermentasi dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tingkat penilaian panelis terhadap rasa bakasang yang dihasilkan (Lampiran 30a). Uji Multiple Comparisson menunjukkan bahwa rasa bakasang pada kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 0 hari (F4P0) berbeda nyata dengan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 60 hari (F4P60) (Lampiran 30b).

Rasa yang dihasilkan diduga berkaitan dengan penambahan garam dalam proses fermentasi dan kandungan asam amino yang dimiliki jeroan serta proses pemasakan yang menghasilkan senyawa pemberi citarasa, dimana selama pemasakan menyebabkan meresapnya garam yang berfungsi sebagai pemberi citarasa.

Selain berfungsi sebagai pemberi cita rasa, garam juga berperan dalam seleksi mikroba yang dikehendaki utamanya golongan proteolitik. Pemecahan

72

protein disebabkan oleh enzim proteolitik yang terdapat dalam jaringan jeroan itu sendiri atau oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba (Rahayu et al. 1992). Rasa agak enak, enak dan rasa manis juga dipengaruhi oleh dua komponen utama yaitu peptida dan asam amino yang terdapat pada jeroan. Rasa enak dipengaruhi oleh asam amino glutamat dan asam amino aspartat (Lehninger 1993; Rahayu dan Nasran 1995). Lebih lanjut Ijong dan Ohta (1995); Saleha (2003) menambahkan bahwa rasa manis dipengaruhi oleh asam amino glisin, fenilalanin dan lisin.

4.4.4. Tekstur

Tekstur merupakan segala hal yang berhubungan dengan mekanik, rasa, sentuhan, penglihatan dan pendengaran yang meliputi penilaian terhadap kebasahan, kering, keras, halus, kasar dan berminyak (Soekarto dan Hubeis 2000). Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari-jari, gigi dan langit-langit (tekak). Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan dan mudah dikunyah (Meilgaard et al. 1999).

Kombinasi perlakuan lama fermentasi dan lama penyimpanan bakasang menunjukkan terjadi penurunan nilai tekstur selama penyimpanan (Gambar 21). Hasil penilaian panelis terhadap tekstur bakasang berkisar antara 5,43 yang berarti agak kental, kurang homogen dan agak kasar. Nilai ini merupakan nilai terendah yang dicapai oleh bakasang pada lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 90 hari (F8P90), sedangkan nilai tertinggi dicapai oleh bakasang pada lama fermentasi 6 hari pada penyimpanan 30 hari (F6P30) yang berarti kental, homogen dan sedikit lembut. Hasil tersebut menunjukkan terjadi kecenderungan penurunan konsistensi nilai tekstur seiring lamanya penyimpanan pada suhu kamar, artinya tekstur semakin lama cenderung encer. Hasil uji organoleptik dan nilai skor hasil penilaian panelis terhadap tekstur bakasang dapat dilihat pada Gambar 21 dan Lampiran 31,32, 33, 34.

Gambar 21. Histogram rata-rata nilai tekstur bakasang selama penyimpanan

Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kombinasi lama fermentasi dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai tekstur bakasang yang dihasilkan. Hal ini berarti bahwa walaupun waktu lama fermentasi dan lama penyimpanan yang berbeda-beda, namun panelis memberikan penilaian yang sama terhadap keseluruhan tekstur bakasang yang dihasilkan.

Penurunan konsistensi nilai tekstur disebabkan oleh aktivitas mikroba selama penyimpanan, dimana mikroba akan menguraikan senyawa makromolekul utamanya protein menjadi produk turunannya seperti peptida dan asam-asam

amino dengan menghasilkan molekul air (H2O) (Rahayu et al. 1992; Winarno et al. 1993).

4.5. Karakteristik Organoleptik Bakasang dengan Uji Perbandingan

Dokumen terkait