• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.6. Karakteristik Papan Partikel

Papan partikel umumnya berbentuk datar dengan ukuran relatif panjang, relatif lebar, dan relatif tipis sehingga disebut panel. Ada papan partikel yang tidak datar (papan partikel lengkung) dan mempunyai bentuk tertentu tergantung pada acuan (cetakan) yang dipakai. Papan partikel adalahpapan yang dibuat dari partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat organik dan dengan bantuan satu atau lebih unsur panas, tekanan, kelembaban, ataupun katalis (Sutigno, P. 2002).

Untuk mengetahui mutu dan karakteristik papan partikel yang dihasilkan perlu dilakukan pengujian, yaitu :

2.6.1.Sifat-sifat Mekanik

1. Pengujian Kuat Tarik (Tensile Strength).

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik kita mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material bertambah panjang. Bila kita terus menarik suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan yang lengkap berupa kurva. Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan dengan perubahan panjang.

Gambar 2.5. Gaya Tarik terhadap Pertambahan Panjang.

Yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut "Ultimate Tensile Strength" disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu :

rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

Bentuk sampel uji secara umum digambarkan seperti gambar 2.6. berikut :

Pengujian dilakukan sampai sampel uji patah, maka pada saat yang sama diamati pertambahan panjang yang dialami sampel uji. Kekuatan tarik atau tekan diukur dari besarnya beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk memutuskan/mematahkan spesimen bahan dengan luas awal A0. Umumnya kekuatan tarik polimer lebih rendah dari baja 70 kg.f/mm2. Hasil pengujian adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi).

Enginering Stess (σ) : 0

A

F

maks

=

σ

……… (1)

Fmaks = Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap penampang spesimen (N)

A0 = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m2) σ = Enginering Stress (Nm-2) Enginering Strain ( ): 0 0 0 1

l

l

l

l

l= Δ

=

ε

………. (2) = Enginering Strain

l0 = Panjang mula-mula spesimen sebelum pembebanan

Δl = Pertambahan panjang

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan:

ε

σ

=

E

………..….……. (3)

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Nm-2)

σ

= Enginering Stress (Nm-2)

Dari gambar kurva hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang kita dapat membuat hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapat gambarkan kurva standar hasil eksperimen uji tarik. Deformasi Plastis

Gambar 2.7 Kurva Tegangan dan Regangan Hasil Uji Tarik

Daerah Linear ( elastic limit)

Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O. Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan tersebut. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga disebut perubahan elastis yaitu kurang 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% .

Titik Luluh atau batas proporsional

Titik dimana suatu bahan apabila diberi suatu beban memasuki fase peralihan deformasi elastis ke plastis. Yaitu titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

A

Deformasi plastis (plastic deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula, yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional.

Ultimate Tensile Strength (UTS)

Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

Titik Putus

Merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah. 2. Pengujian Kuat Lentur (Flexural Strength).

Kekuatan lentur atau kekuatan bending adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi besar. Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui keeleksitasan suatu bahan. Cara pengujian kuat lentur ini dengan memberikan pembebanan tegak lurus terhadap sampel dengan tiga titik lentur dan titik-titik sebagai penahan berjarak tertentu. Titik pembebanan diletakkan pada pertengahan panjang sampel. Pada pengujian ini terjadi perlengkungan pada titik tengah sampel dan besarnya perlengkungan ini dinamakan defleksi ( ). Kemudian dicatat beban maksimum (Wmaks) dan regangan saat spesimen patah.

Pengujian dilakukan dengan three point bending.

Gambar 2.8. Pemasangan Benda Uji Lentur SAMPEL

PEMBEBANAN

h

l W

Pada perhitungan untuk menentukan kekuatan lentur/bending, digunakan persamaan sesuai standar ASTM D-790, yaitu :

2

2

3

bh

Wl

K =

……… (4)

K = Tegangan lentur maksimum (N/m3) W = Beban maksimum (N)

b = Lebar dari benda uji (m) h = Tebal benda uji (m)

l = Jarak antara penyangga (m)

3. Pengujian Kuat Impak (Impact Strength)

Kekuatan impak adalah ketahanan terhadap tegangan yang datang secara tiba-tiba. Polimer mempunyai kekuatan impak jika kuat saat dipukul dengan keras secara tiba-tiba. Kekuatan impak dilakukan untuk mengetahui kegetasan bahan polimer. Kekuatan impak bahan polimer lebih kecil daripada kekuatan impak logam. Bahan polimer menunjukkan penurunan besar pada kekuatan impak kalau diberi regangan pada pencetakannya. Cara pengujian impak dapat dilakukan dengan pengujian Charphy, Izod atau dengan bola jatuh.

2.6.2. Analisa Termal (Differential Thermal Analisis)

Analisa termal dilakukan untuk mengetahui intensitas tahanan termal panel dinding terhadap bahan dinding tersebut. Sampai pada suhu berapa panas berpengaruh pada bahan komposit. Sifat termal dilakukan karena sifat ini penting untuk menentukan sifat mekanis bahan polimer. Metoda yang dapat digunakan dalam pengujian termal adalah Differential Thermal Analysis (DTA). DTA adalah salah satu tehnik yang dapat mencatat perbedaan antara suhu sampel dan senyawa pembanding baik terhadap waktu atau suhu saat kedua spesimen dikenai kondisi suhu yang sama dalam sebuah lingkungan yang dipanaskan atau didinginkan pada laju terkendali.

Sifat khas bahan polimer akan berubah oleh karena perubahan temperatur. Apabila temperatur bahan polimer berubah, maka pergerakan molekul karena termal akan mengubah kumpulan molekul atau mengubah struktur bahan polimer tersebut. Selanjutnya karena panas, oksigen dan air bersama-sama memancing reaksi kimia pada molekul-molekul dan terjadilah depolimerisasi, oksidasi, hidrolisa dan seterusnnya, dan yang paling hebat terjadi pada temperatur yang tinggi. Dengan demikian keadaan tersebut akan mempengaruhi sifat-sifat mekanik bahan polimer. Hal tersebut akan mengakibatkan modulus elastiknya menurun dan kekerasan bahannya rendah, sedangkan tegangan patahnya lebih kecil dan perpanjangan lebih besar.

Gambar 2.9. Pola Umum Kurva DTA (Laboratorium PTKI Medan)

Perubahan temperatur dapat digunakan untuk mengetahui ketahanan panas bahan polimer, selain dari keadaan lingkungan, bentuk bahan, macam dan jumlah pengisi, termasuk bahan penyetabil. Temperatur yang tinggi akan memberikan perubahan atau kerusakan yang banyak terhadap bahan polimer. Ketika zat-zat organik dipanaskan sampai suhu tinggi mereka memiliki kecenderungan untuk membentuk senyawa-senyawa aromatik. Agar suatu polimer layak dianggap “stabil panas” atau “tahan panas”, polimer tersebut harus tidak terurai di bawah suhu 4000C dan dapat mempertahankan sifat-sifatnya yang bermanfaat pada suhu-suhu dekat suhu-suhu dekomposisi tersebut. Stabilitas panas merupakan fungsi dari

energi ikatan. Ketika suhu naik ke titik di mana energi getaran menimbulkan putusnya ikatan, polimer tersebut akan terurai.

6.2.3. Analisa Scanning Electron Microscope (SEM)

Analisa Scanning Electron Microscope (SEM) digunakan untuk mengkarakterisasi morfologi permukaan sampel dengan menggunakan metode Secondary Electron Image (SEI). Hasil yang didapat adalah foto polaroid dan mampu memfoto dengan perbesaran dari 35x sampai 10000x. Sampel yang difoto berukuran kecil, yaitu 5 mm x 5 mm untuk luas permukaan dan sampel dalam keadaan kering. Untuk sampel yang tidak bersifat konduktif, sampel harus dilapisi terlebih dahulu dengan bahan yang bersifat konduktif. Ion sputtering, alat yang digunakan untuk melapisi sampel ini tersedia juga di Laboratorium Uji Polimer (LUP). Bahan pelapisnya adalah emas (Au).

6.2.4. Pengujian Ketahanan Nyala Api

Pengujian ketahanan nyala api dilakukan sesuai sifat bahan yang sangat mudah menyala seperti bahan yang terkandung didalamnya yaitu seluloid dan yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walaupun api dipadamkan setelah penyalaan (polikarbonat). Pengujian nyala api dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan polimer dan serat-serat yang tak dapat nyala. Dengan mengembangkan polimer dan serat yang tak dapat nyala dapat mengurangi gas-gas berasap dan beracun yang terbentuk selama proses pembakaran.

Ketahanan nyala api dilakukan dengan cara membakar ujung bahan dengan api yang berasal dari pembakar bunsen. Cara ini telah ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Waktu yang diperlukan agar spesimen menyala disebut waktu penyalaan dan panjang spesimen yang terbakar disebut jarak bakar. Adapun kategori kemampuan nyala dapat di kategorikan :

1). Mampu nyala : terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala. 2). Habis terbakar : jarak bakar lebih dari 25 mm tapi kurang dari 100mm. 3). Tak mampu nyala : jarak bakar kurang dari 25 mm.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait