• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umur Pendidikan formal Tanggungan keluarga Pelatihan Pendapatan keluarga Pengalaman usaha Interaksi dengan penyuluh Motivasi usaha Pemanfaatan media informasi

Luas lahan budidaya

Modal usaha

Modal Sosial

Kompetensi tehnis

Memilih dan menyediakan lokasi Pembibitan dan penanaman Pemeliharaan Panen Penangananan pascapanen Kompetensi manajerial Merencanakan usaha Mengorganisasikan dan memasarkan hasil Mengambil keputusan,

mengambil resiko dan bertindak kreatif Berkomunikasi dan

memotivasi

Mengawasi, evaluasi dan pengendalian usaha Produksi Rumput Laut Pendapatan Usahatani Rumput Laut

Hasil pengujian berdasarkan model tersebut secara terpisah digambarkan pengaruh nyata antara beberapa peubah tersebut dan selanjutnya pengaruh langsung dan tidak langsung peubah karakteristik (pendidikan formal, pelatihan, pendapatan keluarga, motivasi usaha modal usaha, luas lahan, dan modal sosial) terhadap kompetensi manajerial pembudidaya secara grafis dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan: Koefisien Jalur

**= Nyata yata pada α=0,01 * = Nyata pada α=0,005

Gambar 5 Pengaruh Peubah Karakteristik Terhadap Kompetensi Manajerial

Total nilai pengaruh langsung dan tidak langsung peubah karakteristik terhadap kompetensi manajerial tersebut lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 menjelaskan bahwa pendidikan formal, pendapatan keluarga, motivasi usaha dan luas lahan menunjukkan pengaruh langsung terhadap kompetensi manajerial, sedangkan peubah yang menunjukkan pengaruh tidak langsung adalah pelatihan melalui motivasi usaha, modal usaha melalui luas lahan dan modal sosial melalui motivasi usaha.

Pendidikan formal Pelatihan Modal Sosial Pendapatan Keluarga Kompetensi Manajerial Motivasi usaha Luas Lahan Modal Usaha 0,168** 0,183** 0,269** 0,156* 0,226** 0,489** 0,123* R2 = 0,232

Tabel 36. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Karakteristik Terhadap Kompetensi Manajerial

Pengaruh Tak langsung melalui Peubah dependen Karakteristik Langsung Luas lahan Motivasi usaha Total tak langsung Total Pendidikan formal 0,228 0 0 0 0,226 Pendapatan keluarga 0,123 0 0 0 0,123 Pelatihan 0 0 0,129 0,129 0,129 Motivasi usaha 0,183 0 0 0 0,183 Luas lahan 0,156 0 0 0 0,156 Modal usaha 0 0,284 0 0 0,284 Kompetensi Manajerial Modal sosial 0 0 0,127 0,127 0,127 Nilai perhitungan pada masing masing pengaruh tidak langsung adalah

nilai dekomposisi sebagai hasil penjumlahan dari setiap nilai koefisien regresi

jalur dikalikan dengan koefisien korelasi product moment pada masing-masing

peubah.

Berdasarkan perhitungan, total nilai pengaruh yang paling tinggi adalah pada (1) pengaruh tidak langsung modal usaha melalui luas lahan sebesar 28,4%, dan (2) pengaruh langsung peubah pendidikan formal terhadap kompetensi manajerial dengan sumbangan 22,2%. Maknanya bahwa peningkatan kompetensi manajerial akan efektif bila dipengaruhi oleh modal usaha melalui kepastian luas lahan dan oleh pendidikan formal yang berkembang pada kehidupan pembudidaya. Tetapi pengaruh tersebut dapat pula ditempuh dengan memberi pelatihan untuk meningkatkan motivasi usaha dan peningkatan pendapatan keluarga.

Penjelasan tersebut mengisyaratkan bahwa peningkatan kompetensi manajerial dapat ditentukan oleh luas lahan usaha dan besarnya modal yang dimiliki. Selain itu ditentukan pula oleh tingginya tingkat pendidikan dan

motivasi usaha, baik yang diperoleh melalui pelatihan maupun yang berasal dari modal sosial yang dimiliki pembudidaya.

Hasil analisis selanjutnya adalah pengaruh peubah karakteristik (pendidikan formal, pelatihan, motivasi usaha, luas lahan dan modal sosial), kompetensi manajerial terhadap kompetensi teknis pembudidaya rumput laut seperti dilihat pada Gambar 6.

Keterangan: Koefisien Jalur:

**= Nyata yata pada α=0,01 * = Nyata pada α=0,005

Gambar 6 Pengaruh Peubah Karakteristik, Kompetensi Manajerial terhadap Kompetensi Teknis

Total nilai pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa peubah karakteristik terhadap kompetensi teknis yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 37. Uraian Tabel 37 mengambarkan pengaruh langsung peubah kompetensi manajerial, pendidikan formal, motivasi usaha, modal sosial terhadap kompetensi teknis. Kompetensi teknis dipengaruhi secara tidak langsung oleh pendapatan keluarga melalui kompetensi manajerial, pendidikan formal melalui kompetensi

0,150* Kompetensi Teknis Motivasi Usaha Komepetensi Manajerial Pelatihan Modal Sosial 0,168** 0,203** 0,713** 0,269** 0,216** Pendidikan formal Luas Lahan 0,123* R2 = 0,621

manajerial, pelatihan melalui motivasi usaha, motivasi usaha melalui kompetensi manajerial dan luas lahan melalui kompetensi manajerial.

Tabel 37. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Karakteristik, Kompetensi Manajerial terhadap Kompetensi Teknis

Pengaruh Tak langsung melalui Peubah dependen Peubah bebas Langsung Motivasi Usaha Kompetensi Manajerial Total tak langsung Total Pendidikan formal O,123 0 0,613 0,613 0,736 Pendapatan keluarga 0 0 0,569 0,569 0,569 Pelatihan 0 0,134 0 0,134 0,134 Motivasi usaha 0,203 0 0,589 0,589 0,792 Luas lahan 0 0 0,618 0,618 0,618 Modal sosial 0,216 0 0 0 0,216 Kompetensi Teknis Kompetensi manajerial 0,713 0 0 0 0,713

Total nilai menunjukkan sumbangan paling efektif dari pengaruh tersebut adalah (1) pengaruh peubah motivasi usaha baik langsung maupun tidak langsung melalui kompetensi manajerial terhadap kompetensi teknis dengan sumbangan 79,2%, (2) pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung peubah pendidikan formal melalui kompetensi manajerial dengan sumbangan 73,6%, dan (3) pengaruh langsung kompetensi manajerial terhadap kompetensi teknis dengan sumbangan sebesar 71,3%.

Artinya peningkatan kompetensi teknis akan efektif melalui jalur yakni (1) peningkatan kompetensi manajerial, (2) meningkatkan motivasi agar supaya kemampuan manajerial pembudidaya meningkat, dan (3) peningkatan pendidikan formal pembudidaya dalam jangka panjang sehingga pemahamannya terhadap aspek manajerial dapat meningkat.

Kemampuan manajerial tersebut akan memberi kontribusi yang besar terhadap inovasi di bidang teknis produksi. Selain itu dapat pula ditempuh dengan adanya kepastian luas lahan, peningkatan pendapatan keluarga dan pelatihan guna meningkatkan motivasi usaha yang merangsang pembudidaya untuk meningkatkan kemampuan manajerialnya.

Gambaran selanjutnya adalah pengaruh peubah karakteristik, kompetensi terhadap produksi rumput laut seperti pada Gambar 7.

Keterangan: Koefisien Jalur:

**= Nyata yata pada α=0,01 * = Nyata pada α=0,005

Gambar 7 Pengaruh Peubah Karakteristik, Kompetensi Terhadap Produksi Rumput Laut

Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung peubah karakteristik, kompetensi manajerial, kompetensi teknis terhadap produksi rumput laut seperti pada Tabel 38. Tabel 38 menjelaskan hubungan atau pengaruh langsung pemanfaatan media, luas lahan dan kompetensi teknis terhadap produksi rumput laut dan digambarkan pula tentang pengaruh langsung beberapa peubah seperti motivasi usaha, modal sosial dan kompetensi manajerial masing-masing melalui kompetensi teknis. Pemanfaatan Media Kompetensi Teknis Produksi Luas Lahan Kompetensi Manajerial 0,944* 0,044* 0,058* 0,713* * Motivasi Modal Sosial 0,203** 0,216** R2 = 0,908

Tabel 38. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Karakteristik Kompetensi Teknis, Kompetensi Manajerial Terhadap Produksi Rumput Laut Pengaruh Peubah Dependen Peubah Bebas Langsung Tak langsung melalui Kompetensi Teknis Jumlah Motivasi usaha 0 0,064 0,064 Modal sosial 0 0,027 0,027 Kompetensi manajerial 0 0,554 0,554 Pemanfaatan media 0,064 0 0,064 Luas lahan 0,944 0 0,944 Produksi rumput laut Kompetensi Teknis 0,058 0 0,058

Total nilai menunjukkan bahwa hubungan efektif terdapat pada (1) pengaruh langsung luas lahan dengan sumbangan 94,4% terhadap produksi, dan (2) pengaruh tidak langsung kompetensi manajerial melalui kompetensi teknis dengan sumbangan 55,4%. Maknanya bahwa peningkatan produksi rumput laut banyak ditentukan oleh luas lahan akan tetapi banyak pula ditentukan oleh berpadunya aspek manajerial dan aspek teknis pada kompetensi pembudidaya rumput laut. Perpaduan kedua kompetensi tersebut sama halnya dengan meningkatnya kompetensi yang dimiliki pembudidaya.

Pada Gambar 7 dan Tabel 38 dapat pula dijelaskan bahwa produksi rumput laut dapat saja meningkat karena pengaruh motivasi usaha yang merangsang perbaikan pada kemampuan teknis pembudidaya, atau dengan meningkatkan pemanfaatan media informasi dan perbaikan jaringan dalam bentuk modal sosial, akan tetapi pengaruh tersebut sangat kecil yakni > 6%. Pengaruh beberapa peubah tersebut akan efektif bila melalui peningkatan kompetensi manajerial pembudidaya rumput laut.

Hasil analisis selanjutnya yakni pengaruh peubah karakteristik terhadap kompetensi, produksi terhadap pendapatan usaha tani rumput laut. Secara grafis pengaruh tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan: Koefisien Jalur:

**= Nyata yata pada α=0,01 * = Nyata pada α=0,005

Gambar 8 Pengaruh Peubah Karakteristik, Kompetensi dan Produksi terhadap Pendapatan Usahatani Rumput Laut

Total nilai pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung peubah karakteristik, kompetensi teknis, produksi terhadap pendapatan usahatani rumput laut seperti pada Tabel 39. Tabel 39 menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung terhadap pendapatan pembudidaya dari rumput laut yakni pada peubah pemanfaatan media, modal usaha, luas lahan dan produksi rumput laut, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah atas sumbangan kompetensi teknis melalui produksi rumput laut. Total nilai menunjukkan bahwa sumbangan efektif terdapat pada: (1) pengaruh langsung produksi rumput laut terhadap pendapatan sebesar 68,1%, dan (2) sumbangan tidak langsung kompetensi pembudidaya melalui produksi terhadap pendapatan sebesar 64,8%.

Produksi Pendapatan Usahatani Rumput Laut Kompetensi Teknis Modal Usaha Luas Lahan 0, 681** 0,058* 0,227* 0,053* R2 = 0,923

Tabel 39. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Peubah Karakteristik Kompetensi Teknis dan Produksi terhadap Pendapatan

Pembudidaya dari Usahatani Rumput Laut Pengaruh Peubah Dependen Peubah Bebas Langsung Tak langsung melalui Produksi Rumput Laut Jumlah Pemanfaatan media 0,044 0 0.044 Modal usaha 0,053 0 0.053 Luas lahan 0,227 0 0.227 Kompetensi Teknis 0 0,648 0,648 Pendapatan dari rumput laut

Produksi rumput laut 0,681 0 0,681

Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa jika ada perbaikan di bidang produksi maka pendapatan usahatani rumput laut dapat meningkat. Perbaikan tersebut hanya dapat terjadi jika ada perbaikan kompetensi pembudidaya. Kompetensi dimaksud adalah kompetensi teknis dan kompetensi manajerial yang dipengaruhi oleh faktor karakteristik pembudidaya seperti pendidikan formal, pelatihan, motivasi usaha, modal sosial dan luas lahan.

Perpaduan atau integrasi faktor-faktor karakteristik dan kompetensi tersebut dapat menjadi penggerak dalam memajukan kinerja pembudidaya dalam jangka panjang, guna meningkatkan pendapatan usahatani rumput laut. Namun demikian pendapatan pembudidaya dari rumput laut dapat saja ditingkatkan melalui peningkatan modal usaha, kepastian luas lahan yang dimiliki pembudidaya dan peningkatan pemanfaatan media yang menyajikan informasi tentang manfaat rumput laut dalam berbagai aspek namun demikian pada gambar dan tabel pengaruh tersebut ditunjukkan dengan presentase kecil dan bila terjadi intervensi hanya merupakan upaya jangka pendek. Secara keseluruhan (simultan) analisis jalur untuk beberapa koefisien nyata yang menunjukkan pengaruh dari

seluruh peubah karakteristik terhadap kompetensi (teknis dan manajerial) dan pengaruh karakteristik dan kompetensi terhadap produksi dan pendapatan usahatani rumput laut, akan lebih jelas dapat dilihat seperti tercantum pada Gambar 9.

Keterangan:

Koefisien jalur: **= Nyata pada α=0,01 * = Nyata pada α=0,005

Gambar 9. Analisis Jalur (Path analysis) Peubah Karakteristik yang Berhubungan dengan Kompetensi, Produksi dan Pendapatan Pembudidaya dari Rumput Laut

Secara grafis pola hubungan antar peubah pada Gambar 9, seperti diuraikan pada tabel-tabel sebelumnya. Penjelasan lanjutan tentang makna setiap koefisien pada tabel dan gambar dapat dilihat pada bagian pembahasan.

Kompetensi Manajerial Y12 Kompetensi Teknis Y11 Pendidikan Formal X2 Luas Lahan X10 Motivasi Usaha X8 8 Modal Sosial X12 0,168** 0, 681** 0,944** 0,044* Peman faatan Media X9 Pendaapatan Keluarga X4 Pendapatan dari Rumput Laut Y3 Produksi Rumput Laut Y2 0,203** 0,183** 0,058* 0,713** 0,269** 0,156* 0,227* 0,226** 0,053* Modal Usaha X11 0,489** 0,123* Pelatihan X5 0,150* 0,123* 0,216**

Pembahasan

Hasil penelitian ini mendeskripsikan keadaan pembudidaya rumput laut melalui karakteristik yang melekat pada pembudidaya tersebut, kompetensinya dan hubungan karakteristik dengan kompetensi pembudidaya rumput laut tersebut. Digambarkan pula hubungan kompetensi pembudidaya dengan produksi dan pendapatannya yang berasal dari usahatani rumput laut. Untuk menjawab tujuan penelitian dengan lebih mendalam dikemukakan pembahasan pada sub-sub bab selanjutnya.

Potensi, Budidaya dan Karakteristik Pembudidaya Rumput Laut

Rumput laut merupakan komoditas yang mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek pasar yang baik serta dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat pantai. Komoditas ini merupakan salah satu komoditas perdagangan internasional yang telah diekspor lebih dari 30 negara. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia yaitu 17.504 buah pulau dan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, maka usaha budidaya rumput laut mempunyai prospek yang cerah untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa negara (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,2006).

Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1980 an dalam upaya mengubah kebiasaan penduduk pesisir dari eksploitasi sumberdaya alam laut ke budidaya perairan yang ramah lingkungan karena dapat melestarikan lingkungan. Budidaya rumput laut dapat dilakukan dalam skala rumah tangga karena perputaran usahanya relatif cepat dan tidak memerlukan

kerja secara penuh dan dapat melibatkan sebanyak mungkin wanita dan keluarga pembudidaya dan nelayan yang bermukim di wilayah pesisir.

Manfaat komoditas ini telah dikenal berbagai bangsa di dunia sejak lama. Rumput laut selain sebagai bahan makanan juga sebagai salah satu bahan baku ramuan obat yang dipercayai berkhasiat bagi kesehatan, dan bahan baku kosmetik. Penelitian Abdullah (1999) menunjukkan ada sekitar 16 jenis resep makanan sebagai produk unggulan makanan tradisional rumah tangga yang memberi

kontribusi iodium yang berasal dari rumput laut.

Produk rumput laut tersebut selain akan memberi kesejahteraan ekonomi juga dapat memberi sumbangan bagi peningkatan gizi dan perbaikan mutu kesehatan masyarakat. Penelitian Atmaja dan Sulistijo (Abdullah, 1999) menjelaskan bahwa rumput laut sebagai obat dapat bermanfaat untuk antibiotik, antibakteri, antijamur, bahan anestesi, menurunkan kolestrol, antitumor, mengobati gangguan ginjal dan menurunkan tekanan darah tinggi.

Gambaran tentang potensi (kandungan) rumput laut tersebut menunjukkan demikian pentingnya peran komoditas ini untuk dikembangkan di kalangan masyarakat pesisir. Di Sulawesi Selatan penggunakan rumput laut sebagai bahan makanan telah menjadi tradisi cukup lama, demikian pula dengan pembudidayaannya.

Budidaya komoditas ini telah dikenal secara merata di kalangan masyarakat pesisir walaupun skala usaha umumnya kecil dan sekarang komoditas ini menjadi salah satu komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan.

Berdasarkan data penelitian ini pembudidaya rumput laut telah memiliki cukup pengalaman membudidayakan komoditas ini sebagai proses adopsi inovasi yang terjadi secara alamiah. Mereka rata-rata telah memiliki pengalaman berusaha sekitar delapan setengah tahun dan 63,6% masih berumur produktif atau di bawah 44 tahun (Tabel 10 dan Tabel 5).

Ada beberapa faktor yang mendorong pembudidaya melakukan adopsi inovasi dalam membudidayakan komoditas ini antara lain: (1) permintaan pasar dari tahun ke tahun semakin meningkat, (2) pengertian masyarakat tentang manfaat rumput laut semakin bertambah, (3) cara atau teknologi budidaya yang mudah (4) dukungan sumberdaya alam pantai yang sesuai, (5) pilihan tambahan pekerjaan lain masih terbatas, dan (6) budidaya rumput laut dari tahun ke tahun terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya atau nelayan di wilayah pesisir.

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Court dan Chamala (Mardikanto, 1993:70) yang mengemukakan berdasarkan sifatnya, inovasi dapat saja

berlangsung oleh karena: (1) tingkat keuntungan atau profitability, (2) biaya yang

dikeluarkan atau cost of innovation, (3) tingkat kerumitan dan kesederhanaan

atau complexity-simplicit, (4) kesesuaian dengan lingkungan fisik atau physical

compatibility, (5) kesesuaian dengan lingkungan budaya (cultural compatability),

(6) tingkat mudahnya dikomunikasikan (communicability), (7) penghematan

tenaga dan waktu (saving of labor and time), dan (8) dapat dibagi (divisibility).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat diperoleh penegasan bahwa pembudidaya di Sulawesi Selatan membudidayakan rumput laut karena komoditas ini di nilai

menguntungkan. Umumnya penduduk di wilayah pesisir menghadapi tantangan alam yang sulit.

Selain sebagai nelayan penangkap ikan mereka juga bermata pencaharian sebagai pembudidaya lahan kering (tadah hujan). Kedua mata pencaharian tersebut tidak cukup memadai dalam meningkatkan ekonomi rumah tangga pembudidaya karena sangat tergantung pada musim. Upaya membudidayakan rumput laut merupakan pilihan tambahan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga

Usaha membudidayakan rumput laut merupakan usaha yang tidak memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan komoditas lain. Sumberdaya alam perairan pantai juga berpotensi besar untuk dikembangkan. Sebagian besar wilayah perairan pantai yang berteluk dan pulau-pulau kecil di Sulawesi Selatan berpotensi besar untuk membudidayakan rumput laut karena wilayah-wilayah tersebut berpasir dan berkarang serta memiliki suhu dan salinitas yang sesuai.

Kebiasaan menggunakan rumput laut sebagai bahan makanan telah lama dikenal masyarakat Sulawesi Selatan, walaupun untuk rumput laut jenis tertentu. Dalam belasan tahun terakhir ini kebiasaan membudidayakan rumput laut di tambak dan di perairan sudah mulai populer di kalangan masyarakat.

Pengetahuan dan keterampilan mengenai budidaya rumput laut selama ini mudah disebarkan ke orang lain, terbukti bahwa pengetahuan dan keterampilan tersebut berkembang demikian mudah melalui keluarga dan tetangga.

Namun demikian produk yang dihasilkan belum cukup memadai dibandingkan dengan standar mutu sesuai tuntutan pasar dan harganyapun di tingkat pembudidaya masih relatif murah. Penyebabnya adalah: (1) pembudidaya

cenderung menjual hasil produksi tanpa disortir (kadar air dan kotoran yang masih tercampur), (2) penguasaan pembudidaya tentang teknologi pascapanen masih kurang, (3) tuntutan kebutuhan rumah tangga pembudidaya yang sangat mendesak, (4) ketergantungan pembudidaya pada pemodal cukup tinggi, dan (5) pengetahuan, keterampilan dan kematangan pembudidaya masih kurang.

Kelemahan kelemahan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang ada pada pembudidaya sebagai individu seperti pendidikan formal rendah, tanggungan relatif masih tinggi, pendapatan keluarga masih rendah, pemanfaatan media informasi juga kurang dan luas lahan budidaya masih rendah.

Tabel 6 menunjukkan sekitar 89,9% pembudidaya berpendidikan formal kurang dari 9 tahun atau setingkat SMP dan 54,3% di antaranya tidak pernah bersekolah dan tidak pernah mengikuti pelatihan atau pendidikan nonformal. Soekanto (2002) menyatakan bahwa pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberi nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran, menerima hal-hal baru dan juga bagaimana berpikir secara alamiah. Data tersebut menunjukkan jumlah pembudidaya yang tidak bersekolah cukup besar. Dengan demikian peluang mereka untuk menerima hal-hal baru terutama yang memberi dorongan terhadap perubahan, kemungkinannya tidak dapat diharapkan.

Tanggungan keluarga rata-rata pada setiap rumah tangga pembudidaya sudah mulai membaik yakni tiga orang, tetapi sebagian atau 15,4% masih pada kisaran empat sampai tujuh orang (Tabel 7). Pada hakekatnya jumlah anggota keluarga yang besar dan menggunakan jumlah pendapatan yang sedikit akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Tanggungan keluarga pembudidaya

rumput laut pada penelitian ini termasuk tanggungan yang tidak terlalu besar. Jika dari tahun ke tahun terjadi peningkatan pendapatan, maka kemungkinan tingkat konsumsi rata-rata anggota keluarga akan semakin meningkat pula. Dengan demikian puluang untuk mendapat kesejahteraan yang lebih baik akan semakin meningkat.

Sebagian besar (65,8 persen) pembudidaya berpendapatan keluarga kurang dari Rp. 693.000 per bulan, di antaranya 33,6% dengan pendapatan sekitar Rp. 208.000 sampai Rp. 391.000 perbulan (Tabel 8). Data tersebut menunjukkan umumnya pembudidaya berpendapatan rendah. Soekartawi (1986) menyatakan pendapatan merupakan cermin kehidupan seseorang dan menjadi ciri pembudidaya-nelayan kecil atau miskin Pembudidaya rumput laut pada penelitian ini sesuai faktanya masih digolongkan pembudidaya kecil dengan pendapatan kecil pula. Rendahnya pendapat tersebut ikut mempengaruhi peluang mereka untuk mengembangkan dirinya terutama dalam menyerap informasi.

Hal tersebut didukung data bahwa penggunaan media informasi di kalangan pembudidaya juga rendah. Tujuh puluh dua setengah persen pembudidaya menggunakan media informasi dengan kategori rendah. Umumnya mereka memperoleh informasi mengenai rumput laut berasal dari pedagang pengumpul, keluarga atau tetangga. Sehingga mereka kurang mampu mengakses informasi dari luar yang lebih beragam dan dari sumber yang berbeda dan terakhir sekitar 79,3% memiliki lahan budidaya yang kurang (Tabel 13 dan 14).

Menurut Mardikanto (1993) pada umumnya pembudidaya dengan kepemilikan lahan usaha yang lebih luas, menempati posisi status sosial lebih tinggi di lingkungannya. Dengan status sosial tersebut tingkat aksesibilitas mereka

terhadap berbagai aktivitas kehidupan yang lain lebih tinggi. Fakta menunjukkan bahwa luas lahan yang kurang pada pembudidaya rumput laut dapat berarti adanya tingkat status sosial di kalangan mereka masih rendah. Demikian pula dengan kemampuan mereka mengakses informasi untuk mengembangkan diri, juga masih lemah.

Seluruh uraian tersebut menunjukkan adanya keterkaitan faktor-faktor karakteristik terhadap kemampuan pembudidaya dalam melakukan adopsi inovasi mengenai budidaya rumput laut dalam porsi yang terbatas.

Kompetensi Pembudidaya Rumput Laut

Kompetensi pembudidaya rumput laut merupakan karakteristik atau perilaku terukur yang dimiliki pembudidaya yang ditandai dengan tanggung jawab pada bidang tugasnya, motivasi tinggi, menanggung resiko, melihat dan menilai peluang bisnis dalam penanganan sumberdaya dan memperoleh keuntungan dari usaha rumput laut sehingga ia dianggap mampu oleh pembudidaya lain.

Tabel 21 menunjukkan kompetensi yang dimiliki oleh pembudidaya pada pejenjangan terdapat nilai skor tertimbang untuk setiap bidang pada kisaran 2,24 - 3,19 dengan rata-rata 2,78 dari rentang nilai pengamatan satu (terendah) dan lima (tertinggi). Hasil analisis tersebut menggambarkan bahwa kompetensi pembudidaya rumput laut, sesungguhnya sudah berada sedikit di atas rata-rata, kompetensi tersebut menjadi perilaku atau kualitas yang sementara ada pada pembudidaya rumput laut saat sekarang, namun demikian secara keseluruhan masih kurang atau perlu ditingkatkan. Data memperlihatkan kebutuhan pembudidaya untuk memilih bidang kemampuan yang hampir sama dengan

kompetensi yang dimilikinya, ditunjukkan dengan selisih rata-rataan kedua kompetensi tersebut dan dengan urutan jenjang yang tidak terlalu jauh berbeda.

Terdapat tiga kemampuan yang menjadi bidang kompetensi yang dianggap paling penting oleh pembudidaya rumput laut dalam penanganan usahanya antara lain: (1) kemampuan panen, (2) kemampuan pembibitan dan penanaman, dan (3) kemampuan berkomunikasi dan memotivasi. Ketiga kemampuan tersebut berdasarkan skor tertimbang memperoleh nilai >tiga.

Kemampuan panen sebagai urutan pertama oleh karena kemampuan ini merupakan kemampuan yang dirasakan oleh pembudidaya paling mudah dilakukan. Masa-masa panen adalah masa yang menyenangkan karena pembudidaya memperoleh hasil.

Berdasarkan kaidahnya, setelah rumput laut cukup umur panen dilakukan dengan melepaskan ikatan tali ris dari tali utama. Selanjutnya tali ris digulung untuk dibawa ke pinggir pantai. Pada tahap berikutnya rumput laut dilepaskan dari ikatan tali ris di atas waring (jaring) yang telah disiapkan dan selanjutnya dibawa ke tempat penjemuran.

Secara umum pembudidaya rumput laut pada pada tiga daerah di Sulawesi Selatan melakukan cara panen seperti yang telah disebutkan walaupun ada pula sebahagian di antara mereka pada saat melakukan panen masih dengan cara yang sangat tradisional yakni dengan melepaskan rumput laut di atas tanah sebagai alas atau dasar tempat penjemuran.

Sebagian di antara pembudidaya melakukan panen tanpa menghiraukan umur rumput laut yang telah ditamam atau ditebar. Umur optimal rumput laut yang layak dipanen adalah 45 hari. Penyebabnya adalah karena kebutuhan

keuangan yang mendesak walaupun pembudidaya tersebut mengabaikan berat dan kandungan karaginan dari rumput laut jika seandainya dipanen tepat waktu.

Pembudidaya rumput laut di lokasi penelitian umumnya tidak melakukan pembibitan sendiri tetapi menggunakan bibit yang diperoleh dari hasil panen sebelumnya, walaupun pada musim-musim tertentu harus membeli bibit yang disediakan orang lain. Kemampuan pembibitan ditandai dengan pengetahuan

Dokumen terkait