• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Penderita Pneumonia

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh pasien dengan diagnosis pneumonia pada periode Oktober-Desember 2010 sebanyak 33 pasien dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 30 pasien sedangkan pada periode Januari-Maret 2011 diperoleh 44 pasien dan yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 42 pasien.

Tabel 4.1 Karakteristik pasien pneumonia

No Karakteristik Jumlah Rekam % Jumlah Status % Medis Pasien ( n=30 ) ( n=42) 1 Jenis Kelamin Laki-laki 15 50,00 22 52,38 Perempuan 15 50,00 20 47,62 2 Kelompok Usia < 18 tahun 2 6,67 0 0,00 18-65 tahun 19 63,33 37 88,10 > 65 tahun 9 30,00 5 11,90 3 Terapi Antibiotika Monoterapi 11 36,7 19 45,24 Kombinasi ≥ 2 19 63,33 23 54,76 antibiotika 4 Biaya Jamkesmas 9 30,00 33 78,57 Askes 10 33,33 2 4,76 Umum 11 36,67 7 16,67 5 Cara Pulang PBJ 14 46,67 31 73,81 PAPS 6 20,00 5 11,90 Exittus 10 33,33 6 14,29 6 Lama Rawatan (hari) 7,63 ± 5,78 12,19 ± 7,36 (rerata ± SD)

PAPS : Pulang Atas Permintaan sendiri PBJ : Pulang Berobat Jalan

Berdasarkan Tabel 4.1 halaman 40 dapat diketahui bahwa pada periode Oktober-Desember 2010 jumlah pasien pneumonia lebih sedikit dibandingkan

dengan pada periode Januari-Maret 2011 hal ini dikarenakan dari bulan November-Mei kawasan Sumatera Utara memiliki banyak uap air dan hujan sedangkan dari bulan Juni-Oktober kawasan Indonesia memiliki sedikit uap air (musim kemarau) (Asinah, 2011). Musim hujan dengan kondisi kelembaban yang tinggi merupakan media pertumbuhan yang baik untuk bakteri-bakteri, termasuk bakteri patogen sehingga berpengaruh terhadap besarnya insidensi penyakit infeksi.

Jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada periode Oktober-Desember 2010 adalah sama banyak yaitu masing-masing 15 pasien (50,00%), sedangkan untuk periode Januari-Maret 2011 jumlah pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan dimana jumlah pasien laki-laki sebanyak 22 pasien (52,38%) dan jumlah pasien perempuan sebanyak 20 pasien (47,62%). Hal ini sesuai dengan yang dimuat oleh Mandell (2000) dalam

Canadian Guidelines for Initial Management of Community Acquired Pneumonia

An Evidence Based Update by The Canadian Infectious Disease Society and The

Canadian Thorasic Society berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di dua

kabupaten di Ohio pada tahun 1991 yang menemukan bahwa insidensi dari

Community Acquired Pneumonia (CAP) pada pasien dewasa yang dirawat inap

adalah 2,66 per 1000 pasien. Insiden ini lebih tinggi pada pasien dengan ras hitam dibandingkan putih (3,37 per 1000 orang versus 2,53 per 1000 orang), dan lebih tinggi pada pria dibandingkan dengan wanita (2,91 versus 2,44 per 1000 orang). Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan gaya hidup pada laki-laki dan perempuan sehingga mengakibatkan komorbiditas seperti gagal jantung, penyakit paru obtruktif kronis, dan diabetes yang lebih banyak diderita oleh laki-laki

sehingga memberikan peluang yang lebih besar menderita penyakit pneumonia dibandingkan dengan perempuan.

Jumlah pasien pada periode Oktober-Desember 2010 dengan karakteristik kelompok usia yang paling banyak adalah berada pada kelompok usia 18-65 tahun sebanyak 19 pasien (63,33%), kelompok usia > 65 tahun sebanyak 9 pasien (30,00%), dan kelompok usia < 18 tahun sebanyak 2 pasien (6,67%). Pada periode Januari-Maret 2011 jumlah pasien dengan karakteristik kelompok usia yang paling banyak juga berada kelompok usia 18-65 tahun sebanyak 37 pasien (88,01%), kelompok usia > 65 tahun sebanyak 5 pasien (11,90%), dan tidak ditemukan pasien dengan usia < 18 tahun. Hal ini berbeda dengan yang dikemukakan dalam Canadian Guidelines for Initial Management of Community

Acquired Pneumonia An Evidence Based Update by The Canadian Infectious

Disease Society and The Canadian Thorasic Society tahun 2000 yang menyatakan

bahwa insidensi pneumonia lebih tinggi pada kelompok usia ≥ 65 tahun (10,12 per

1000 pasien). Hal ini mungkin terjadi karena perubahan pola hidup pada masyarakat dimana dewasa ini masyarakat lebih menyukai makanan dan minuman serta pola hidup instan yang jauh berbeda dari pola hidup sehat sehingga memicu munculnya berbagai penyakit pada usia yang lebih muda.

Penggunaan kombinasi ≥ 2 antibiotika merupakan pilihan terbanyak

digunakan pada kedua periode tersebut. Pada periode Oktober-Desember 2010, jumlah pasien yang mendapatkan kombinasi ≥ 2 antibiotika sebanyak 19 pasien (63,33%), dan pada periode Januari-Maret 2011 sebanyak 23 pasien (54,76%). Hal ini sesuai dengan penelitian retrospektif pada pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar, Bali dari bulan Januari 2008 - Desember

2009 yang dilakukan oleh Sajayadinasa (2011), dari 75 sampel penelitian 55 pasien (73,33%) menerima terapi kombinasi ≥ 2 antibiotika dan 20 pasien

(26,70%) menerima terapi antibiotika tunggal/monoterapi.

Pada periode Oktober-Desember 2010, jumlah pasien dengan perawatan yang ditanggung oleh jamkesmas, askes, dan umum berturut turut sebanyak 9 pasien (30,00%) dan 10 pasien (33,33%), dan pasien umum sebanyak 11 pasien (36,67%). Pada periode Januari-Maret 2011, jumlah pasien dengan perawatan yang ditanggung oleh jamkesmas sebesar 33 pasien (78,57%), askes sebanyak 2 pasien (4,76%), dan pasien umum sebanyak 7 pasien (16,67%). Pasien askes umumnya mendapatkan obat sesuai Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN), untuk pasien jamkesmas menerima obat berdasarkan formularium rumah sakit, dan untuk pasien umum menerima obat di luar DOEN atau menerima obat bermerk. DOEN merupakan daftar berisikan obat terpilih yang paling dibutuhkan dan diupayakan tersedia di unit pelayanan kesehatan. Formularium merupakan kompilasi sediaan obat yang digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep oleh dokter di suatu unit pelayanan rumah sakit dan terdiri dari daftar obat generik. Dalam perkembangannya memang disadari munculnya isu bahwa obat generik selalu dikaitkan dengan obat murah dengan mutu substandard atau lebih buruk dibandingkan dengan obat bermerk. Pada dasarnya obat generik harus memiliki kriteria tertentu, baik melalui CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik dan Benar) atau GMP (Good Manufacturing Product) sehingga kecil kemungkinannnya bahwa obat generik tersedia dalam bentuk substandard (Dwiprahasto, 2011).

Pada periode Oktober-Desember 2010, jumlah pasien PBJ merupakan cara pulang yang paling tinggi yaitu sebesar 14 pasien (46,67%), meninggal (exittus)

sebanyak 10 pasien (33,33%), dan PAPS sebanyak 6 pasien (20,00%). Pada periode Januari-Maret 2011, jumlah pasien dengan cara pulang PBJ yang paling banyak yaitu sebesar 31 pasien (73,81%), exittus (meninggal) sebanyak 6 pasien

(14,29%), dan PAPS sebanyak 5 pasien (11,90%). Tingginya persentase exittus

pasien pada bulan Oktober-Desember 2010 terjadi kemungkinan karena pada periode tersebut jumlah pasien dengan kelompok usia > 65 tahun (30,00%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pasien > 65 tahun pada periode Januari-Maret 2011 (11,90%). Pneumonia usia lanjut mempunyai angka mortalitas mendekati 40%. Tingginya angka mortalitas ini disebabkan perubahan respon pada usia lanjut yang dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti penurunan fungsi ginjal, perubahan faktor-faktor farmakodinamik, penyakit pennyerta seperti diabetes mellitus, payah jantung kronik, penyakit vaskuler, serta menurunnya imunitas (Faridawati, 1995; Setiawati, 2007). Penurunan fungsi ginjal (filtrasi glomerulus dan sekresi tubuli) merupakan faktor farmakokinetika yang terpenting. Penurunan filtrasi glomerulus sekitar 30% pada usia 65 tahun. Perubahan farmakokinetika lainnya adalah penurunan kapasitas metabolisme beberapa obat, berkurangnya kadar albumin plasma, pengurangan absorpsi aktif. Perubahan farmakodinamik yakni peningkatan sensitivitas reseptor, dan penurunan mekanisme homeostatik (Setiawati, 2007).

Pada periode Oktober-Desember 2010 lama rawatan rata-rata pasien pneumonia jauh lebih singkat dibandingkan dengan periode Januari-Maret 2011 yaitu 7,63 hari dan 12,19 hari pada periode Januari-Maret 2011. Hal ini terjadi karena pada periode Oktober-Desember 2010 usia pasien > 65 tahun (26,67%); cara pulang exittus (36,67%) dimana cara pulang exittus paling banyak dialami

oleh pasien dengan usia > 65 tahun dengan masa inap yang relatif singkat di rumah sakit yaitu sekitar 2-4 hari.

Dokumen terkait