• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Karakteristik Perkembangan Anak

Manusia pada hakikatnya mengalami perubahan, baik perubahan dalam bentuk fisik maupun psikologis. Perkembangan itu terjadi secara terus-menerus dan bertahap. Menurut Piaget (dalam Salkind, 2009: 311) perkembangan adalah proses spontan dengan cakupan luas yang berakibat pada gejala pertambahan secara terus-menerus, modifikasi, dan penyusunan ulang (reorganisasi) struktur-struktur psikologis.

Jean Piaget membagi perkembangan intelektual menjadi empat tahap, yaitu (1) tahapan sensorimotor yang berlangsung sejak lahir sampai usia dua tahun, (2) tahapan praoperasional yang berlangsung dari usia dua sampai usia tujuh tahun, (3) tahapan operasional konkret yang berlangsung dari usia tujuh sampai 12 tahun, dan (4) tahapan operasional formal yang berlangsung dari usia 12 tahun sampai masa dewasa (Salkind, 2009: 326).

Tahap perkembangan pertama disebut dengan tahapan sensorimotor, dimulai sejak lahir sampai berakhir pada usia dua tahun. Tahapan ini ditandai dengan adanya refleks-refleks sederhana pada bayi yang baru lahir dengan dimulainya pikiran simbolis pada bayi yang menggambarkan bahasa anak usia dini (Salkind, 2009: 327). Dalam tahapan ini Piaget mengungkapkan ada enam

10 subtahapan yaitu, (1) refleksif pada usia 0-1 bulan, (2) reaksi-reaksi siklus primer pada usia 1-4 bulan, (3) reaksi-reaksi siklus sekunder pada usia 4-8 bulan, (4) koordinasi skemata sekunder pada usia 8-12 bulan, (5) reaksi-reaksi siklus tersier pada usia 12-18 bulan, dan (6) representasi simbolik pada usia 18-24 bulan (Salkind, 2009: 328). Karakteristik utama dalam tahap ini adalah bahwa anak belajar lewat koordinasi persepsi indera dan aktivitas motor serta mengembangkan pemahaman sebab-akibat atau hubungan-hubungan berdasarkan sesuatu yang dapat diraih atau dapat berkontak langsung (Nurgiyantoro, 2005: 50).

Tahap kedua adalah tahapan praoperasional. Ciri khas dalam tahapan ini adalah intelegensi simbolik. Pada tahap ini anak belajar merekayasa simbol-simbol yang merepresentasikan lingkungan termasuk bahasa. Permulaan dan perkembangan bahasa merupakan kejadian yang paling berarti dalam tahapan ini (Salkind, 2009: 335). Tahap praoperasional memiliki karakteristik antara lain adalah bahwa (i) anak mulai balajar mengaktualisasikan dirinya lewat bahasa, bermain, dan menggambar (corat-coret), (ii) jalan pikiran anak masih bersifat egosentris, menempatkan dirinya sebagai pusat dunia, yang didasarkan persepsi segera dan pengalaman langsung karena masih kesulitan menempatkan dirinya diantara orang lain, (iii) anak mempergunakan simbol dengan cara elementer yang pada awalnya lewat gerakan tertentu dan kemudian lewat bahasa dalam pembicaraan, dan (iv) pada masa in anak mengalami proses asimilasi dimana anak mengasimilasikan sesuatu yang didengar, dilihat, dan dirasakan dengan cara menerima ide-ide tersebut ke dalam suatu bentuk skema di dalam kognisinya (Nurgiyantoro, 2005: 51).

11 Tahap ketiga adalah tahapan operasional konkret. Pada tahap ini anak sudah menuju ke pemikiran yang berbasis logis atau logika. Anak mampu melaksanakan konservasi, menjalankan operasi, dan menguasai berbagai macam tugas kognitif (Salkind, 2009: 342). Ada empat karakterisitik pada tahap ini menurut Nurgiyantoro (2005: 52) antara lain adalah (i) anak dapat membuat klasifikasi sederhana, mengklasifikasikan objek berdasarkan sifat-sifat umum, misalnya klasifikasi warna, klasifikasi karakter tertentu, (ii) anak dapat membuat urutan sesuatu secara semestinya, mengurutkan abjad, angka, besar-kecil, dan lain-lain, (iii) anak mulai dapat mengembangkan imajinasinya ke masa lalu dan masa depan, dan (iv) anak mulai dapat berpikir argumentatif dan memecahkan masalah sederhana, ada kecenderungan memperoleh ide-ide sebagaimana yang dilakukan orang dewasa, namun belum dapat berpikir tentang sesuatu yang abstrak karena jalan berpikirnya masih terbatas pada situasi konkret.

Tahap perkembangan keempat adalah tahapan operasional formal. Pada tahap ini anak mampu menyelesaikan berbagai persoalan mengenai berbagai hal yang berlawanan dengan kenyataan. Anak pada masa ini mampu menggunakan pertimbangan pada masa lalu dan masa depan ketika dihadapkan dengan situasi baru yang belum pernah dialami. Pemikiran pada tahap ini ditandai oleh kepekaan terhadap orang lain, kemampuan untuk menghadapi pertentangan, dan kemampuan untuk menangani logika kombinasi dan permutasi (Salkind, 2009: 350). Karakteristik penting dalam tahap ini antara lain adalah sebagai berikut, (i) anak sudah mampu berpikir “secara ilmiah”, berpikir teoritis, berargumentasi, dan menguji hipotesis yang mengutamakan kemampuan berpikir dan (ii) anak sudah

12 mampu memecahkan masalah secara logis dengan melibatkan berbagai masalah yang terkait (Nurgiyantoro, 2005: 53).

Di dalam penelitian ini, peneliti melaksanakan penyusunan buku cerita bergambar dengan mempertimbangkan perkembangan kognitif operasional konkret berdasarkan usia anak kelas IV SD yang memiliki kemampuan berpikir secara logis namun memiliki kecenderungan belum mampu untuk berpikir secara abstrak. Terkait dengan hal itu, peneliti menyusun buku cerita bergambar anak yang menampilkan cerita dengan sifat nyata dan mengangkat masalah sederhana bertemakan pendidikan anti korupsi.

2.1.1.2 Perkembangan Anak SD Kelas Tinggi

Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan formal pertama didalam tingkatannya. Di sekolah dasar, tingkatan dapat dibagi menjadi dua yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah meliputi kelas satu, dua, dan tiga sedangkan untuk kelas tinggi meliputi kelas empat, lima, dan enam. Pada masa ini, anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Sugiyanto dan Sudjarwo (dalam Agustina, 2014: 93) menjelaskan karakteristik anak pada masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar usia 10-12 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini adalah sebagai berikut:

1. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret; 2. Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar;

3. Menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus;

13 4. Sampai kira-kira umur II tahun anak dapat membutuhkan seorang guru

orang-orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugasnya dan memenuhi keinginannya. Setelah kira-kira umur II tahun pada umumnya anak menghadapi tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri;

5. Pada masa ini anak memandang (nilai rapot) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi sekolah;

6. Anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama; dan

7. Mengembangkan kata hati, moralitas suatu skala nilai-nilai Somantri (dalam Agustina, 2014: 95).

Manusia memiliki tugas dalam setiap perkembangannya. Hasil yang positif didapat dari perkembangan yang baik daripada manusianya sendiri. Agustina memaparkan beberapa tugas perkembangan manusia dalam usia sekolah. Tugas perkembangan manusia usia sekolah menurut Agustina (2014: 34-35) yakni:

1. Belajar ketangkasan fisik untuk bermain;

2. Pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai organisme yang sedang tumbuh;

3. Belajar bergaul dan bersahabat dengan anak-anak sebaya; 4. Belajar peranan jenis kelamin;

5. Mengembangkan dasar-dasar kecakapan membaca, menulis, dan berhitung;

14 6. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan guna keperluan

kehidupan sehari-hari;

7. Mengembangkan kata hati, moralitas dan skala nilai-nilai; dan 8. Belajar membebaskan ketergantungan diri.

Dokumen terkait