• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik peserta penelitian a. Usia

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. PESERTA PENELITIAN

1. Karakteristik peserta penelitian a. Usia

Tabel 5.6. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan usia.

Usia Satu mata Dua mata Total

N % N % N % 5 – 20 1 1,82 - - 1 1,82 21 – 40 2 3,64 2 3,64 4 7,28 41 – 60 18 32,72 4 7,27 22 40 61 – 80 23 41,82 5 9,09 28 49 > 81 - - - - Jumlah 44 80 11 20 55 100

Dari tabel di atas tampak bahwa kelompok usia 61-80 tahun merupakan penderita kebutaan akibat glaukoma terbanyak yakni sebanyak 28 orang ( 49% ). Selanjutnya usia 41-60 tahun sebanyak 22 orang ( 40% ).

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010. b. Jenis kelamin

Tabel 5.7. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan jenis kelamin.

Jenis kelamin

Satu mata Dua mata Total

N % N % N %

Laki – laki 23 41,82 4 7,27 27 49,09

Perempuan 21 38,18 7 12,73 28 50,91

Jumlah 44 80 11 20 55 100

Dari tabel di atas tampak bahwa kebutaan akibat glaukoma secara unilateral ( satu mata ) banyak diderita oleh laki – laki yaitu 23 orang ( 41,82 % ) sedangkan perempuan 21 orang ( 38,18 % ). Kebutaan akibat glaukoma secara bilateral ( dua mata ) ditemukan pada perempuan sebanyak 7 orang ( 12,72% ) dan laki-laki 4 orang ( 7,27% ).

c. Tingkat pendidikan

Tabel 5.8. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan tingkat pendidikan.

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Tidak sekolah 11 20 SD 34 62 SMP 6 11 SMU 4 7 Akademi/PT - - Jumlah 55 100

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.

Dari tabel di atas tampak bahwa penderita kebutaan akibat glaukoma lebih banyak terdapat pada yang memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu 11 orang berpendidikan tidak sekolah, 34 orang pendidikan sekolah dasar dan 6 orang berpendidikan SMP, 4 orang yang berpendidikan SMU. Pendidikan yang rendah biasanya sebanding dengan tingkat pengetahuan dan tingkat sosio ekonomi yang rendah pula, sehingga hal ini mempengaruhi pandangan terhadap kebutaan akibat glaukoma.

d. Pekerjaan

Tabel 5.9. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan pekerjaan.

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

Buruh/Karyawan 1 2 Petani 34 62 Dagang/Wiraswasta 4 7 Pegawai 2 4 IRT 7 13 Pelajar 1 2 Pengemudi - - Lainnya 6 10 Jumlah 55 100

Dari 55 orang kebutaan akibat glaukoma dimana 34 orang pekerjaannya adalah bertani (62%) dan 7 orang pekerjaan ibu rumah tangga (13%), serta 6 orang lagi adalah lain-lain (10%).

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010. e. Riwayat orang tua yang menderita kebutaan

Tabel 5.10. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan riwayat orang tua.

Riwayat orang tua Jumlah %

Ya 3 5

Tidak 47 85

Tidak tahu 5 10

Jumlah 55 100

Dari tabel di atas, 47 orang tidak mempunyai riwayat penyakit yang sama dengan orang tuanya, 5 orang menjawab tidak tahu dan hanya 3 orang yang mempunyai orang tua dengan riwayat sama.

f. Tempat berobat

Tabel 5.11. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan tempat berobat.

Tempat berobat Jumlah Persentase (%)

Puskesmas 19 34 RS. Pemerintah 9 16 RS. Swasta 4 7 Praktek Swasta 3 5 Tradisional 5 10 Obat sendiri 5 10 Dibiarkan 10 18 Jumlah 55 100

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.

Dari tabel di atas 19 orang penderita berobat ke Puskesmas, 9 orang ke Rumah Sakit Umum Pemerintah dan 4 orang Rumah Sakit Swasta, 5 orang berobat tradisional, 5 orang berobat sendiri dan 10 orang tak berobat/dibiarkan.

g. Pembagian glaukoma

Tabel 5.12. Distribusi kebutaan akibat glaukoma berdasarkan pembagiannya.

Pembagian glaukoma

Satu mata Dua mata Total

N % N % N %

Primer - - 8 14,55 8 14,55

Sekunder 44 80 3 5,45 47 85,45

Jumlah 44 80 11 20 55 100

h. Tabel Estimasi Kebutaan Akibat Glaukoma di Kabupaten Langkat.

Kabupaten Langkat Estimasi Pada CI 95 % ( Batas bawah ; Batas atas ) Prevalensi Kebutaan akibat glaukoma

11 / 29500 x 100 % = 0,037% ( 0,018 % ; 0,056 % )

Persentase Kebutaan akibat glaukoma

11 / 123 x 100 % = 8,943 % ( 3,906 % ; 13,98 % )

Prevalensi kebutaan

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010. 5.2. PEMBAHASAN

Dari tabel 5.1 sampai 5.5 tampak gambaran karakteristik penduduk sampel di wilayah penelitian.

Dari tabel 5.1 dan 5.2 terlihat distribusi umur dan jenis kelamin menunjukkan lebih banyak penduduk dengan usia tua dan jenis kelamin yang terbanyak adalah perempuan. Distribusi umur ini sesuai dengan gambaran kependudukan di Indonesia umumnya. Umumnya negara-negara yang sedang berkembang seperti Burma, India dan Indonesia dikatakan berstruktur muda dengan penduduk yang berumur di bawah 15 tahun jumlahnya lebih besar yaitu lebih dari 40% sedangkan peduduk yang berumur 65 tahun ke atas kurang dari 10%.

Dari tabel 5.3 terlihat bahwa sebagian besar penduduk hanya sampai pada bangku sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan ini berhubungan dengan rendahnya pengetahuan yang menyebabkan rendahnya sumber daya manusia.

Dari tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar penduduk yang merupakan objek penelitian, mempunyai pekerjaan sebagai petani yaitu sekitar 52,71 %, hal ini sangat sesuai dengan daerah Indonesia yang berdaerah Agraris yang mana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani

Dari tabel 5.5 suku terbanyak yang diperiksa adalah suku Jawa diikuti suku Melayu dan yang lainnya. Sebenarnya penduduk asli setempat banyak bersuku Melayu, namun dengan banyaknya daerah lahan transmigrasi, maka daerah tersebut banyak didatangi oleh penduduk luar yang umumnya bersuku Jawa.

Dari tabel 5.6 tampak gambaran peserta penelitian yang mengalami kebutaan akibat glaukoma berkisar 40 tahun ke atas, dimana terbanyak pada usia 61-80 tahun. Ini

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.

sesuai dengan perpustakaan yang ada maupun penelitian yang pernah dilakukan, menyebutkan bahwa usia sebagai salah satu faktor resiko kebutaan akibat glaukoma yaitu 40 tahun ke atas dan resiko makin bertambah dengan bertambahnya usia.

Dari table 5.7, penyebaran kebutaan akibat glaukoma menurut jenis kelamin terdapat 28 orang wanita dan 27 orang laki-laki. Hal ini mungkin diakibatkan oleh populasi wanita yang relatif lebih banyak dari laki-laki. Dari penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia wanita juga relatif lebih banyak.

Dari table 5.8, sebagian besar penderita tidak bersekolah dan sekolah dasar. Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan penderita kurang memahami penyakitnya sehingga hal ini perlu menjadi perhatian dalam upaya penanggulangan kebutaan akibat glaukoma.

Dari tabel 5.9. terlihat bahwa, penderita yang mengalami glaukoma secara mayoritas mempunyai pekerjaan sebagai petani, yaitu sekitar 34 orang ( 62 % ). Hal ini sesuai dengan keadaan daerah Indonesia umumnya dan Langkat Khususnya yang mempunyai daerah agraris.

Dari table 5.10, 47 orang menjawab orang tua mereka tidak mempunyai riwayat penyakit buta, tapi 5 orang menjawab tidak tahu dan hanya 3 orang yang mempunyai orang tua dengan riwayat sama, sehingga tidak dapat diambil kesimpulan mengenai riwayat keturunan glaukoma pada penelitian ini.

Dari table 5.11, tampak bahwa sebagian besar penderita berobat ke tempat fasilitas kesehatan yang ada seperti Puskesmas, Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Swasta, tetapi oleh karena keterbatasan tenaga medis yang mengerti tentang penyakit

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.

glaukoma dan alat yang tidak mendukung, dan ketidakrutinan berobat oleh karena faktor ekonomi dan kebosanan karena mereka merasa penyakitnya tidak sembuh-sembuh.

Dari table 5.12, tampak bahwa glaukoma primer hanya terdapat pada 8 penderita, sedangkan 47 penderita lainnya adalah glaukoma sekunder, dan kebutaan akibat glaukoma dua mata terdapat pada 11 penderita serta dua mata pada 44 penderita.

Prevalensi kebutaan akibat glaukoma di Kabupaten Langkat.

Dari semua sampel peduduk sebesar 29500 orang, dijumpai kebutaan akibat glaukoma sebanyak 55 orang, kejadian pada satu mata berkisar 44 orang dan pada dua mata berkisar 11 orang. Prevalensi didapatkan dengan rumus jumlah penderita/jumlah populasi dikali 100%, sehingga prevalensi kebutaan akibat glaukoma untuk Kabupaten Langkat adalah 0,037 %, dengan estimasi sekitar 0,018 % - 0,056.

Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Sri Ninin Asnita di Kabupaten Karo, didapatkan angka prevalensi kebutaan akibat glaukoma yaitu berkisar 0,094 %8 . Pada penelitian ini angka yang di dapat lebih rendah dibanding angka sebelumnya dan angka nasional, beberapa faktor diduga berperan antara lain penelitian ini terbatas pada kasus dimana tekanan intra okuli dapat diukur dan belum stadium lanjut yang mana pada stadium lanjut tekanan intra okuli dapat di bawah normal dan mengalami atropi. Dari data ini terlihat bahwa adanya penurunan prevalensi kebutaan akibat glaukoma di Kabupaten Langkat dengan hasil 0,037 % dengan di Kabupaten Tanah Karo dengan hasil 0,094 %.

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010.

5.3. HUBUNGAN KEBUTAAN AKIBAT GLAUKOMA DENGAN DEMOGRAFI DAN SOSIO EKONOMI KABUPATEN LANGKAT.

a. Geografi

Pada penelitian ini, geografis dari Kabupaten Langkat dapat dikategorikan daerah dataran rendah dengan ketinggian 105 m dari permukaan laut, yang mana prasarana jalan dari desa – desa ke pusat – pusat pelayanan kesehatan dapat dilalui dengan mudah oleh kendaraan roda dua khususnya. Jadi faktor geografis tidak menjadi halangan bagi penderita glaukoma untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mata.

b. Sosial – Ekonomi

Dari hasil survei yang telah dilakukan terhadap sampel, ternyata masih banyak penduduk yang berpenghasilan rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan penduduk setempat dan pekerjaan penduduk yang secara mayoritas adalah sebagai petani. Oleh sebab itu, untuk keberhasilan program kebutaan ini diperlukan adanya pemberian pelayanan gratis bagi orang – orang yang tidak mampu, dan juga memberikan pengetahuan kepada penduduk setempat pentingnya menjaga dan mencegah kebutaan.

c. Budaya tentang pemeliharaan kesehatan mata

Dari hasil survei yang dilakukan terhadap sampel maka sebagian memeriksakan diri ke Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah pada keadaan penglihatannya yang sangat sudah sangat kabur ataupun kasus-kasus terlambat, sehingga pemulihan penglihatan sulit diharapkan. Untuk mengatasi keadaan ini tentunya petugas pelayanan kesehatan harus tetap konsisten memberi penyuluhan/informasi ke masyarakat sehingga pengetahuan masyarakat mengenai glaukoma semakin baik.

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010. d. Sumber Daya Manusia.

Sumber daya manusia di Kabupaten Langkat, terutama petugas kesehatan mata khususnya belum memadai, meskipun semua kelurahan / desa umumnya telah memiliki tenaga kesehatan ( bides/ bidan desa ) yang telah tersebar merata di Kabupaten tersebut.

Program Puskesmas salah satunya adalah tentang kesehatan mata, yang mana program ini termasuk kedalam 18 program pokok. Namun di dalam pelaksanaannya program ini belum dapat terlaksana dengan baik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh masih terbatasnya tenaga ahli kesehatan, khususnya dokter spesialis mata yang sampai saat ini hanya terdapat 1 orang saja yaitu di Rumah Sakit Kabupaten. Oleh karena itu, perlulah menjadi bahan perhatian bagi kita semua, khususnya bagi pengambil keputusan untuk mengadakan tenaga – tenaga terlatih ataupun tenga ahli untuk memenuhi kebutuhan akan keberhasilan salah satu program puskesmas ini yaitu untuk mencegah dan menurunkan angka kebutaan.

e. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kabupaten Langkat belum memadai, dimana untuk Kabupaten Langkat ini hanya tersedia 1 Rumah Sakit Umum Daerah yang juga hanya memiliki 1 orang tenaga ahli ( Dokter Spesialis Mata ). Sementara di Kabupaten Langkat itu sendiri sebenarnya banyak ditemukan Rumah Sakit Swasta atau Balai Pengobatan, namun sarana ini tidak dapat berjalan dengan baik oleh karena sangat terbatasnya tenaga ahli yang melayani penduduk di Kabupaten tersebut. Sehingga semua Penduduk harus mendapatkan pelayanan khususnya Mata ke Rumah Sakit Kabupaten

Reni Puspita : Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukomadi Kabupaten Langkat, 2010. BAB VI

Dokumen terkait