• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5 KARAKTERISTIK PROSES ADSORPSI

Berdasarkan analisis yang dilakukan, permukaan tongkol jagung memiliki porositas lebih tinggi jika dibandingkan batang jagung. Porositas rata-rata batang jagung adalah 58,51% sedangkan tongkol jagung mencapai 67,93% [31]. Jika dilihat berdasarkan diameter pori, batang jagung memiliki diameter pori ± 50 μm, 10 kali lebih besar dibandingkan karbon aktif dan zeolit yaitu hanya sekitar 3 – 6 μm [19]. Berikut data diameter pori dari berbagai jenis adsorben dan adsorbat (molekul yang sering diserap) sebagai bentuk perbandingan. Dari Gambar tersebut, dapat dilihat bahwa ukuran pori batang jagung, lebih besar dibandingkan beberapa jenis adsorben lainnya.

Gambar 2.3 Ukuran Pori dan Ukuran Berbagai Molekul pada Umumnya [32]

2.5 KARAKTERISTIK PROSES ADSORPSI

Bagian ini menjelaskan karakteristik ilmiah dan kuantitatif tentang proses adsorpsi untuk aplikasi khusus. Hanya beberapa materi yang relevan yang dibahas

di sini sebagai dasar untuk pemilihan adsorben dan analisis proses adsorpsi yang terjadi. Pada kenyataannya, materi yang disajikan di sini hanyalah berupa gambaran, karena untuk memahami dampaknya memerlukan pemahaman yang cukup mendalam tentang bidang adsorpsi.

2.5.1 Pengukuran Kapasitas Adsorpsi

Adsorpsi multi logam (biner) sangat penting dilakukan, karena karakteristik suatu logam dalam single solution berbeda dengan binary solution. Dalam beberapa kasus, kandungan logam berat dalam suatu limbah lebih kompleks dan ditemukan lebih dari satu jenis logam berat [5]. Model larutan biner sangat mirip dengan sistem pada limbah sehingga penelitian ini sangat berpotensi untuk dikembangkan bahkan diaplikasikan dalam teknologi pengolahan limbah.

Untuk sistem biner, larutan disediakan dalam pH dan perbandingan konsentrasi tertentu dengan suhu yang dijaga konstan. Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada kesetimbangan (Persaman 2.1), Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada waktu t (Persamaan 2.2), dan persentasi penghapusan pada waktu t (Persamaan 2.3), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :

= (2.1) [5,10,15,17, 23,24] = (2.2) [5,10] �% = . % (2.3) [5,10,23] Keterangan:

qe = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g) qe = massa logam teradsorpsi pada waktu t (mg/g) R% = Persentasi penghapusan logam (%) C0 = konsentrasi logam awal (mg/L) Ct = konsentrasi pada waktu t (mg/L)

Ce = konsentrasi kesetimbangan (mg/L)

V = volume larutan (L)

mads = massa adsorben (g)

Persamaan-persamaan ini mengasumsikan bahwa perubahan volume fase cair massal diabaikan karena konsentrasi zat terlarut kecil dan volume yang ditempati oleh adsorben juga kecil. Jumlah logam berat teradsorpsi pada sampel dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi yang ditentukan sebelumnya berdasarkan hasil eksperimen.

2.5.2 Kesetimbangan Isotermal Adsorpsi

Kesetimbangan isotermal adsorpsi adalah salah satu data penting untuk memahami mekanisme adsorpsi dan menggambarkan bagaimana adsorbat dapat berinteraksi dengan adsorben sehingga sangat penting pengoptimalan penggunaan adsorben [17]. Untuk mengoptimalkan desain sistem adsorpsi, sangat penting untuk menetapkan hubungan yang paling sesuai dalam kurva keseimbangan [25]. Untuk mendapatkan isotermal adsorpsi, pengaruh konsentrasi pada kapasitas adsorpsi ion logam dari suatu adsorben, dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi awal larutan ion logam [10]. Beberapa persamaan isotermal yang tersedia untuk menganalisis data eksperimen adalah Langmuir, Freundlich, Langmuir-Freundlich.

Data adsorpsi logam berat dalam kesetimbangan yang diperoleh secara eksperimental yang diterapkan dalam persamaan isotermal (Langmuir, Freundlich, Langmuir-Freundlich ) merupakan model isotermal adsorpsi untuk adsorpsi fasa cair [17]. Model adsorpsi ini memberikan representasi dari kesetimbangan adsorpsi antara adsorbat dalam larutan dan permukaan aktif adsorben.

Isotermal Langmuir yang berlaku untuk lapisan adsorpsi monomolekular dapat diterapkan untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi maksimum. Isotermal Langmuir mengasumsikan bahwa pertukaran ion maksimum tergantung pada tingkat kejenuhan satu lapisan molekul adsorbat pada permukaan adsorben, bahwa energi pertukaran ion adalah konstan, dan bahwa tidak ada transmigrasi molekul adsorbat pada bidang permukaan[25]. Bentuk linear

dari isotermal Langmuir dapat dilihat pada Persamaan 2.4. Sedangkan model Freundlich awalnya diusulkan sebagai persamaan empiris untuk menggambarkan data pada adsorben heterogen yaitu melalui mekanisme adsorpsi multi lapisan, seperti karbon aktif (Persamaan 2.5) [10,25].

Persamaan Langmuir, Freundlich dan Langmuir-Freundlich isotermal adsorpsi secara berurutan dapat dinyatakan sebagai berikut:

=� � +� (2.4) [10,17,25] = � (2.5) [10,13,17,25] =� � +� (2.6) [17]

Dimana qe (mg/g) adalah jumlah keseimbangan spesifik adsorbat, Ce (mg/L) adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat, qm (mg/g) adalah kapasitas adsorpsi maksimal dan K (KL dan KF) (L/mg) dan n adalah konstanta empiris yang menunjukkan tingkat adsorpsi dan efektivitas adsorpsi masing-masing. Konstanta n memberikan gambaran tentang kelas heterogenitas dalam distribusi pusat energi dan berhubungan dengan besarnya kekuatan pendorong adsorpsi. Oleh karena itu, nilai n tinggi menunjukkan permukaan adsorben relatif seragam, sedangkan nilai n yang rendah menunjukkan adsorpsi tinggi pada larutan berkonsentrasi rendah. Selain itu, nilai n rendah menunjukkan adanya bagian yang besar dari situs aktif permukaan berenergi tinggi [17].

Namun berbeda untuk larutan biner. Bentuk persamaannya akan berubah karena pada biner terdapat beberapa logam yang akan mempengaruhi kesetimbangan adsorpsinya. Sehingga Persamaan 2.4 di atas dapat diturunkan sebagai berikut:

,� = , ��, ,

+��, , +��, , (2.7)

Dimana a dan b adalah jenis logam yang digunakan dalam larutan. Persamaan 2.7 di atas dapat juga dianalogikan dengan Persamaan 2.6, karena Persamaan 2.6 digunakan untuk mono-sistem sehingga harus disesuaikan dengan sistem biner.

2.5.3 Kinetika Adsorpsi

Kinetika adsorpsi merupakan laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam jangka waktu tertentu. Untuk menyelidiki proses adsorpsi logam berat, model kinetik yang berbeda digunakan untuk menggambarkan tingkat penyerapan adsorbat pada adsorben [25]. Pada berbagai penelitian, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model persamaan orde satu, persamaan orde dua dan model Elovich [17,25]. Tujuannya untuk mempelajari kinetika adsorpsi dan menemukan model terbaik yang cocok untuk data eksperimen. Ketiga model ini telah banyak digunakan untuk menggambarkan kinetika penyerapan logam maupun senyawa organik pada berbagai jenis adsorben yang berbeda [10,17,25]. a. Persamaan Orde Satu

Dalam banyak kasus, model kinetika persamaan orde satu kurang cocok dengan seluruh rentang waktu kontak, dan umumnya berlaku pada tahap awal proses adsorpsi [25]. Persamaan persamaan orde satu dinyatakan sebagai berikut:

log − = log − , � (2.8)

[10,25]

Dimana qe dan qt adalah jumlah adsorbat (logam berat) yang diserap (mg/g) pada keadaan setimbang dan selang waktu tertentu, t (min) dan k1 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde satu (min-1). Plot antara log (qe – qt) vs t akan menghasilkan sebuah garis lurus untuk mendapatkan tingkat parameter. Parameter tersebut adalah nilai k1, kapasitas adsorpsi (qe,cal) dan koefisien korelasi (R2).

b. Persamaan Orde Dua

Seperti yang dapat diamati, persamaan persamaan orde dua tampaknya memiliki model yang lebih baik dibandingkan dua persamaan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi (R2) yang didapatkannya cukup besar [17] dan nilai qe teoritis yang dihasilkan sangat dekat dengan nilai qe eksperimental, hal ini menunjukkan bahwa data adsorpsi sangat cocok dibuat dengan menggunakan persamaan persamaan orde dua [10]. Persamaan tersebut dapat dilihat di bawah ini :

=� � + � (2.9)

[17,25]

Dimana k2 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde dua (g/mg.min).

c. Persamaan Elovich

Persamaan Elovich yang digunakan untuk mendeskripsikan aktivasi adsorpsi dapat dinyatakan sebagai berikut:

=ln +ln � (2.10)

[25]

Dimana α adalah tetapan laju adsorpsi awal (mg/g.min) dan β adalah konstanta desorpsi yang berkaitan dengan tingkat cakupan permukaan dan energi aktivasi untuk proses adsorpsi secara kimia [25].

2.5.4 Proses Difusi

Difusi merupakan suatu proses berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Dalam proses adsorpsi dapat dipahami sebagai proses berpindahnya suatu substansi dari pelarut menembus permukaan adsorben. Menurut Fonseca dkk., [12] proses adsorpsi terjadi pada permukaan luar dan permukaan pori-pori bagian dalam adsorben, sehingga untuk dapat teradsorpsi, proses-proses yang terjadi pada padatan dalam larutan umumnya mengalami :

1. Perpindahan massa zat terlarut/padatan dari cairan ke permukaan adsorben.

2. Difusi dari permukaan adsorben ke dalam adsorben melalui pori.

3. Perpindahan massa zat padat dari cairan dalam pori ke dinding pori adsorben.

4. adsorpsi padatan pada dinding pori adsorben.

Difusi ion pada suatu adsorben dapat dibagi dua, yaitu difusi eksternal dan difusi internal. Jika difusi dari suatu ion hanya meliputi bagian luar permukaan adsorben atau memiliki keterbatasan, maka disebut sebagai difusi eksternal yang dapat dideskripsikan menggunakan persamaan berikut:

= −�. � + � (2.11)

[10] Dengan z :

� = (2.12)

C0, Ct, dan A/V berturut-turut adalah konsentrasi awal larutan, konsentrasi pada waktu t, dan perbandingan antara total luas permukaan partikel terhadap volume larutan. A/V dapat dihitung dengan :

= (2.13)

[10]

Dimana m adalah massa adsorben (g), d adalah diameter partikel (µm), dan ρ adalah densitas adsorben (g/cm3

). Koefisien difusi eksternal, kf (cm/s), dapat dideterminasikan dari slop/kemiringan pada garis dari plot antara ln(Ct/Co) versus t.

Jika difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori, maka proses ini disebut difusi internal. Difusi internal dapat dideskripsikan menggunakan data percobaan mengikuti persamaan berikut :

= √� + � (2.14)

Dimana qt adalah kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g), kid adalah koefisien difusi (mg/g.min0,5) dan t adalah waktu adsorpsi.

2.5.5 Preferensi Adsorpsi (Prefential Adsorption)

Sering pada suatu larutan terdapat dua atau lebih substansi terlarut (ion) yang akan diadsorpsi [3,10,12]. Jika ditinjau berdasarkan sifat kimia-fisika, masing-masing ion terlarut memiliki propertis yang berbeda (ukuran partikel, konfigurasi elektron, keelektronegatifan) [33]. Perbedaan sifat ini dapat mempengaruhi mekanisme adsorpsi yang terjadi. Sehingga ada substansi yang lebih disukai (dominan) diadsorpsi dan ada substansi yang kurang disukai. Peristiwa ini disebut sebagai kecenderungan adsorpsi (prefential adsorption). Kecenderungan Adsorpsi suatu adsorben terhadap satu dari dua ion pada larutan biner, dapat didefinisikan menggunakan faktor separasi ∝ , yaitu :

∝ = (2.15)

[10]

Jika ion A memiliki interaksi yang lebih baik terhadap adsorben, maka faktor separasi akan lebih besar dari satu. Jika sebaliknya, ion B interaksi yang lebih baik, maka faktor separasi akan lebih kecil dari satu. Faktor separasi dihitung dari data kesetimbangan adsorpsi. Jika faktor separasi mendekati nilai satu, maka selektivitas adsorben cukup buruk. Namun, jika faktor separasi lebih besar atau lebih kecil dari satu, maka selektivitas adsorben cukup baik [10].

BAB I

PENDAHULUAN

Dokumen terkait