• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sludge yang telah diberi perlakuan elektroosmosis diukur karakteristik kimianya untuk mengetahui sifat-sifat kimia sludge setelah proses elektroosmosis. Karakteristik kimia sludge awal ditunjukkan oleh grafik garis berwarna merah, dimana pengukurannya dilakukan satu kali pada sludge yang belum diberi perlakuan elektroosmosis. Perubahan karakteristik sludge setelah elektroosmosis ditunjukkan oleh grafit batang berwarna biru, dimana pengukurannya dilakukan di tiap segmen pada sludge dengan dua kali ulangan untuk mengetahui pergerakan unsur-unsur selama proses elektroosmosis berlangsung. Perubahan pH (Lampiran 7) setelah proses elektroosmosis ditunjukkan pada Gambar 14. Dari Gambar tersebut dapat dilihat pH pada segmen 1 menurun hingga pH 4.4 dari pH awalnya 7.8 dan meningkat di segmen 6 hingga pH 10. Penurunan pH di bagian anoda dan kenaikannya di bagian katoda disebabkan oleh proses elektrolisis yang terjadi selama proses elektroosmosis dengan reaksi sebagai berikut:

Anoda : 2H₂O – 4e ₂+ 4H+ Katoda : 2H₂O + 2e H + 2OH

Di anoda, terjadi oksidasi H₂O menghasilkan oksigen dan H yang bergerak menuju katoda. Ion H yang dihasilkan pada bagian inilah yang membuat pH turun pada bagian dekat dengan anoda. Sebaliknya di katoda, hidrogen meningkat secara bertahap dan menghasilkan ion hidroksil (OH ) yang sehingga pH pada bagian paling dekat katoda naik secara signifikan.

Pada proses elektroosmosis akan terjadi proses elektromigrasi yaitu pergerakan kation dan anion karena pengaruh listrik pada sistem tersebut (Acar dan Alshawabkeh, 1993). Dimana ion positif (kation) akan bergerak ke katoda dan ion negatif (anion) akan bergerak kearah anoda. Perpindahan kation maupun anion ini akan mempengaruhi EC pada sludge. Perubahan ini ditunjukkan pada Gambar 15. Nilai EC pada sludge (Lampiran 8) mengalami penurunan di setiap segmen pada sludge. Hal tersebut dikarenakan terdorongnya kation-kation ke arah katoda menyebabkan jumlahnya pada bagian anoda berkurang. Nilai EC pada segmen yang paling dekat dengan katoda meningkat, bahkan mendekati EC awal yaitu mencapai 3.07 mS. Peningkatan EC pada katoda disebabkan karena terjadinya bloking antara ion H dan OH sehingga unsur-unsur yang lain tidak dapat bergerak keluar sistem pada segmen ini, dimana pada segmen ini jarak antara elektroda anoda dan katoda berada pada jarak terdekat.

Gambar 16 menunjukkan penurunan kadar Fe, Mn, Zn dan Cu dalam sludge

(Lampiran 10) terlarut air di akhir proses elektoosmosis. Kadar Fe, Mn, Zn, dan Cu yang terukur dengan ekstrak air menunjukan kandungan unsur-unsur tersebut pada sludge yang larut air. Secara umum, Fe, Mn, Zn, dan Cu mengalami penurunan selama proses elektroosmosis. Kadar Fe terlihat menurun sangat tinggi pada segmen satu hingga empat dari kadar Fe di sludge awal dan meningkat di segmen lima dan enam yaitu segmen paling dekat katoda. Kadar Cu juga

mengalami penurunan dari segmen satu hingga segmen tiga dan meningkat tinggi pada segmen empat hingga enam. Kadar unsur Mn dan Zn juga mengalami penurunan pada proses elektroosmosis ini. Penurunan kadar pada Mn dan Zn lebih fluktuatif dibanding penurunan pada Fe dan Cu. Penumpukan unsur mikro di katoda berkaitan dengan proses elektrolisis pada bagian ini, dimana peningkatan pH mengakibatkan kation yang terdorong ke katoda diikat oleh OH sebagai hidroksida dan mengendap pada bagian ini.

Gambar 17 menunjukkan perubahan kadar Fe, Mn, Cu, Zn terekstrak HCl 25%. Ekstrak HCl 25% menunjukkan jumlah total unsur yang terdapat dalam

sludge tersebut (Lampiran 11). Dengan ekstrak HCl 25% terlihat bahwa kadar Fe, Mn, dan Zn masih cukup tinggi di seluruh segmen sludge. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa unsur yang tidak berpindah selama proses

elektroosmosis. Unsur Cu terlihat menurun cukup tinggi di segmen satu hingga lima dan meningkat pada segmen enam (paling dekat katoda). Menurut Darmono (1995) Fe, Cu, dan Zn merupakan unsure hara esensial yang diperlukan oleh tanaman untuk proses fisiologisnya, oleh karena itu penurunan Fe, Zn ,Mn dan Cu dalam sludge menjadi sisi negatif dari penelitian ini. Kadar Fe, Zn, Mn, dan Cu yang menurun mengakibatkan ketersedian di dalam sludge berkurang, akibatnya untuk aplikasi pada bidang pertanian diperlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan penyediaannya dalam sludge.

Penurunan juga terjadi pada unsur Ca, Mg, K dan Na. Secara umum, pada ekstrak air (Lampiran 12) kandungan Ca, Mg, K dan Na menurun dari kadar awalnya. Penurunan yang terjadi pada Mg terlihat sangat fluktuatif di tiap segmennya. Penurunan kandungan Ca terekstrak air justru menumpuk di sisi

anoda, hal tersebut sebenarnya berlawanan dengan teori elektromigrasi yang ada, karena seharusnya kation-kation bergerak menuju katoda bukan menumpuk di anoda. Kandungan K dan Na juga mengalami penurunan yang cukup tinggi dari segmen satu hingga segmen lima, namun pada segmen paling dekat dengan katoda kandungan K dan Na meningkat bahkan melebihi kandungan awalnya. Hal tersebut disebabkan kedua fraksi tersebut terdorong kearah katoda dan mengendap sebagai hidroksida di dekat katoda. Penurunan kadar unsur-unsur ini disajikan pada Gambar 18 untuk ekstrak air dan Gambar 19 untuk ekstrak HCl 25% (Lampiran 13).

Kandungan Ca, Mg, K dan Na terekstrak HCl 25% menunjukkan kandungan total unsur-unsur tersebut dalam sludge. Kandungan Ca terekstrak HCl 25% terlihat menurun di setiap segmen pada sludge, namun tidak terlalu tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan Ca dalam sludge masih cukup tinggi

walaupun mengalami penurunan dari kadar awalnya. Kandungan Mg, K dan Na dengan ekstrak HCl 25% mengalami penurunan yang cukup tinggi dari kadar awalnya, dan masih menumpuk pada bagian katoda akibat dari proses elektrolisis yang terjadi selama elektroosmosis. Menurunnya kadar basa-basa dalam sludge

merupakan salah satu kekurangan dari teknologi ini, sebab baik Ca, Mg, K dan Na memiliki peranan penting dalam pembentukan jaringan meristematik dalam tanaman Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penurunan hara essensial dalam sludge dan penyediaanya untuk kebutuhan pertanian.

Keuntungan lain dari teknologi ini adalah mampu menurunkan kadar logam berat. Logam berat non esensial meliputi beberapa logam berat yang belum diketahui kegunaannya, maupun yang dalam jumlah relatif sedikit dapat

menyebabkan keracunan, misalnya Hg, Pb, Cd, dan As (Darmono, 1995). Perlakuan elektroosmosis terbukti mampu menurunkan kadar logam-logam berat pada sludge TPA Bantar Gebang (Lampiran 14). Perubahan kadar logam berat Pb dan Cd baik terekstrak air ataupun HCl 25% ditunjukkan pada Gambar 20.

Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa kandungan Pb dalam sludge menurun dibanding dengan sludge awal baik pada ekstrak air maupun HCl 25%. Kandungan unsur Cd masih terlihat menumpuk pada sisi katoda (ekstrak HCl 25% dan air). Hal tersebut dapat dikarenakan pada sisi katoda Cd terdorong secara elektroosmosis dan mengendap sebagai hidroksida pada segmen yang paling dekat dengan katoda (Suryaningtyas et al, 2005). Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa ion Cd, Pb, dan Zn dapat dipindahkan dengan elektrokinetik

Gambar 20. Perubahan kadar Pb dan Cd terekstrak air (a,b) dan terekstrak HCl 25% (c,d)

(a) (b)

pada tanah liat yang menunjukkan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di bawah pengaruh arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat diturunkan sebesar 50-90%. Kandungan senyawa-senyawa yang mengendap sebagai hidroksida pada sisi katoda menjadi fenomena baru yang muncul akibat elektroosmosis, sebab pada bagian ini unsur-unsur (baik yang dibutuhkan tanaman ataupun yang dapat meracuni tanaman) menumpuk dan mengendap sebagai hidroksida akibat kenaikan pH dari proses elektrolisis yang terjadi. Oleh sebab itu penanganan sludge pada sisi katoda masih perlu diteliti dan ditangani lebih lanjut agar sludge memiliki kadar yang aman untuk dilepas ke lingkungan.

Gambar 21 menunjukan kadar P sebelum dan setelah proses elektroosmosis (Lampiran 9). Kadar P menjadi penting untuk dianalisis karena unsur P pada

sludge yang dipakai diperkirakan mengandung fosfat yang cukup tinggi. Bahan yang memiliki fosfat cukup tinggi akan berbahaya bagi lingkungan, sebab kandungan fosfat yang tinggi dapat menimbulkan eutrofikasi. Kadar P dianalisis dengan menggunakan metode Vanadomolibdate untuk melihat kandungan P total dalam sludge. Setelah proses elektroosmosis selesai, kadar P menurun sebesar setengah dari kadar P sludge awal. Berbeda dengan unsur lain, kadar P menurun hampir sama rata di seluruh segmen sludge. Bentuk dari unsur P yang menurun akibat perlakuan elektroosmosis perlu diteliti lebih lanjut, sebab tanaman membutuhkan P dalam bentuk H₂PO₄ dan HPO₄² untuk pertumbuhan biji dan akar pada tanaman.

Dokumen terkait