• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Elektroosmosis untuk Pengeringan Sludge Air Lindi dari Sampah dan Lumpur Endapan Pengolahan Air Minum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Elektroosmosis untuk Pengeringan Sludge Air Lindi dari Sampah dan Lumpur Endapan Pengolahan Air Minum"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN ELEKTROOSMOSIS UNTUK

PENGERINGAN SLUDGE AIR LINDI DARI SAMPAH

DAN LUMPUR ENDAPAN PENGOLAHAN AIR MINUM

JUNISKA MURIA SARININGPURI

A14070071

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENERAPAN ELEKTROOSMOSIS UNTUK

PENGERINGAN SLUDGE AIR LINDI DARI SAMPAH

DAN LUMPUR ENDAPAN PENGOLAHAN AIR MINUM

JUNISKA MURIA SARININGPURI

A14070071

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

JUNISKA MURIA SARININGPURI. Penerapan Elektroosmosis untuk

Pengeringan Sludge Air Lindi dari Sampah dan Lumpur Endapan Pengolahan Air Minum. Di bawah bimbingan DYAH TJAHYANDARI S dan DARMAWAN.

Limbah cair sebagai bagian sisa aktifitas kehidupan manusia banyak membawa permasalahan, karena itu harus dikelola terlebih dahulu dalam suatu sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebelum kemudian dilepas ke lingkungan. Namun, pengelolaan limbah cair juga masih menghasilkan residu berupa endapan semi padatan yang sering dikenal dengan lumpur (sludge). Sludge

berbentuk bahan semi padat dan berasal dari berbagai campuran sehingga menyulitkan saat sludge akan ditranportasikan. Disamping itu, sludge masih mengandung bahan-bahan berbahaya bagi lingkungan. Oleh sebab itu perlu satu teknologi untuk mengurangi kadar air dalam sludge agar mudah ditransportasikan serta mengurangi kadar bahan berbahaya di dalamnya. Salah satu metode yang mulai diterapkan adalah elektroosmosis. Prinsip dasar dari teknologi ini adalah memberi arus listrik pada suatu media yang jenuh air, sehingga akan menarik molekul-molekul air yang menjadi mantel di kation atau anion pada media tersebut ke arah kutub yang berlawanan.

Penelitian pengeringan dengan teknik elektroosmosis ini menggunakan dua tipe sludge yaitu sludge IPAL Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor. Penelitian ini didesain pada skala laboratorium (bench scale) dengan perlakuan pasangan elektroda dan voltase yang berbeda. Alat yang digunakan terdiri dari: (1) kotak dari bahan akrilik dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi masing-masing 30 x 10 x 8 cm dengan tebal 0,5mm, (2) elektroda positif dari bahan grafit dan negatif dari bahan tembaga, stainless steel dan kasa stainless steel, (3) kabel penghubung arus listrik, dan (4) power supply sebagai sumber listrik searah dengan voltase 20, 30,dan 35 V. Sludge ditempatkan pada kotak akrilik tersebut. Setelah perlakuan elektroosmosis, slugde dipotong melintang menjadi 6 (enam) potongan setebal 4cm untuk dianalisis secara kimia.

Proses pengeringan dengan elektroosmosis dapat dilakukan pada tipe

sludge TPA namun tidak pada tipe sludge PDAM. Elektroosmosis dapat menurunkan kadar air sludge dari 1200% menjadi 400-600% dalam kurun waktu 50 jam. Arus listrik dengan voltase 30 volt merupakan voltase yang paling efektif dalam pengeringan. Pasangan elektroda grafit dan tembaga memiliki kemampuan yang setara dengan pasangan elektroda grafit dan stainless steel, dan masih lebih unggul dibandingkan pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel. Proses elektroosmosis dapat menurunkan kadar unsur-unsur dalam sludge.

(4)

SUMMARY

JUNISKA MURIA SARININGPURI. Application of Electro-osmosis for

Dewatering of Sludge from Leachet Water of Final Disposal and Sludge from Drinking Water Treatment. Supervised by DYAH TJAHYANDARI S and

DARMAWAN.

Liquid waste as part of residual activities of human life bring many problems that necessary to be treated within a Wastewater Treatment Plant (WWTP) before released to the environment. However the liquid waste treatment still produces a semi-solid residue which known as sludge. As a semi-solid material and derived from a variety of mixed waste, sludge is difficult to be transported and still contains harmful substances to the environment. Therefore, it needs a technology to reduce the water content in sludge to make it easily transported and to reduce the levels of the harmful substances. One method that has been introduced is electro-osmosis. Basic principle of this technology is to provide an electrical current in a water-saturated media. It will attract water molecules that cover the cations or anions in the media toward the opposite pole.

The dewatering research with an electro-osmosis technique used two types of sludges, one taken from the WWTP of Final Disposal Bantar Gebang and the other one from the Bogor Regional Water Company. This study was designed at a bench scale with two different treatments that is pair of electrodes and voltage. The instruments that used consist of: (1) box from acrylic material with length, width and height of 30 x 10 x 8 cm and 0.5 mm thick, (2) the positive electrode is graphite material and the negative consist of copper, stainless steel and stainless steel gauze, (3) cable connecting the electrical current and (4) a power supply with voltage of 20, 30, and 35 V. Sludge was placed in the acrylic box. After electro-osmosis treatment finished, slugde was cut crosswise into 4 cm thick slices, and be analyzed chemically.

The dewatering process with electro-osmosis method can be conducted on the type of final disposal sludge but not on the type of Regional Water Company sludge. Electro-osmosis can lower the water content of sludge from 1200% to 400-600% within 50 hours. The most effective voltage in dewatering with electroosmosis is within 30 volts. Pair of graphite electrodes and copper have an equal ability to the pair of graphite and stainless steel electrodes, and still more superior than graphite electrode and stainless steel gauze pair. Electro-osmosis process can reduce levels of the unsure in the sludge.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Penerapan Elektroosmosis untuk Pengeringan Sludge Air Lindi dari Sampah dan Lumpur Endapan Pengolahan Air Minum

Nama Mahasiswa : Juniska Muria Sariningpuri Nomor Pokok : A14070071

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Dyah Tjahyandari S, MApplSc Dr. Darmawan, MSc

NIP. 19660622 199103 2 001 NIP. 19631103 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc

NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 30 Juni 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Pudji Rahardjo dan Handariningsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDK YBPK Mojowarno, Jombang pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Mojowarno, Jombang. Penulis melanjutkan studinya ke SMA Negeri 2 Jombang dan telah menyelesaikannya pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima di jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan izin-Nya lah skripsi dengan judul Penerapan Elektroosmosis untuk Pengeringan Sludge Air Lindi dari Sampah dan Lumpur Endapan Pengolahan Air Minum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dapat diselesaikan. Berbagai dukungan serta doa dari banyak pihak jugalah yang mendukung penulis menyelesaikan tulisan ini. Kepada mereka penulis ucapkan terima kasih :

1. Kepada Dr. Dyah T Suryaningtyas dan Dr. Darmawan, terima kasih atas kesempatan serta bimbingan yang diberikan selama penelitian.

2. Kepada Dr. Dwi Putro Tejo Baskoro selaku dosen penguji atas kritik dan sarannya dalam perbaikan skripsi.

3. Kepada keluarga saya Pudji Rahardjo (ayah) dan Handariningsih (ibu), serta Noviska Medicaliana (kakak) dan Andhika Putra Rahardjo (adik) atas kasih sayang dan doa yang senantiasa menyertai penulis.

4. DIKTI yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Fundamental.

5. Kepada pimpinan dan staf TPA Bantar Gebang Bekasi dan PDAM Tirta Pakuan Bogor atas bantuan dan fasilitas yang diberikan dalam penelitian ini.

6. Staf Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu

Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB yang telah membantu penulis dalam melakukan kegiatan penelitian.

7. Semua pihak yang telah berperan dalam selesainya tugas akhir ini yang tidak dapat dituliskan satu persatu

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2012

(8)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1.Limbah cair ... 3

2.2.Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ... 3

2.2.1. IPAL TPA Bantar Gebang...3

2.2.2.IPAL PDAM Kota Bogor ...5

2.3.Sludge ... 6

2.3.1.Jenis dan karakteristik sludge ...6

2.3.2.Teknologi pengelolaan sludge ...6

2.4.Elektrokinetik dan pemanfaatannya ... 7

2.4.1. Elektrokinetik ...7

2.4.2. Pemanfaatan elektrokinetik untuk remidiasi tanah...8

2.4.3.Elektrokinetik untuk pengeringan (dewatering) ...9

2.4.4.Elektrokinetik untuk mengurangi kadar logam berat ...10

BAB III BAHAN DAN METODE ... 11

3.4.2.Analisis karakteristik awal dari sludge ...13

3.4.3.Perlakuan elektroosmosis pada sludge ...13

3.4.4.Analisis kimia sludge diakhir elektroosmosis ...14

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1.Karakteristik sludge ... 15

(9)

4.1.2.Sludge PDAM Kota Bogor ...16

4.2.Perubahan arus listrik ... 17

4.2.1.Perubahan arus listrik pada sludge TPA Bantar Gebang ...17

4.2.2.Perubahan arus listrik pada sludge PDAM Kota Bogor ...21

4.3.Perubahan kadar air ... 22

4.4.Karakteristik sludge setelah elektroosmosis ... 26

4.5. Karakteristik efluen ... 34

BAB V KESIMPULAN ... 36

5.1.Kesimpulan ... 36

5.2.Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(10)

DAFTAR TABEL

No Teks Halaman

1. Perpindahan logam berat pada tanah liat secara elektrokinetik

(Korolev, 2006)... 10

2. Metode analisis sludge... 13

3. Karakteristik sludge TPA Bantar Gebang... 15

4. Karakteristik sludge PDAM Kota Bogor... 16

5. Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge... 34

No Lampiran Halaman 1. Perubahan arus listrik pada perlakuan 20 volt... 39

2. Perubahan arus listrik pada perlakuan 30 volt... 40

3. Perubahan arus listrik pada perlakuan 35 volt………. 41

4. Perubahan kadar air pada perlakuan 20 volt... 42

5. Perubahan kadar air pada perlakuan 30 volt... 42

6. Perubahan kadar air pada perlakuan 35 volt... 43

7. Perubahan pH setelah proses elektroosmosis... 44

8. Perubahan EC setelah proses elektroosmosis... 44

9. Kadar P total setelah elektroosmosis... 44

10. Kandungan unsur-unsur mikro (Fe, Zn, Cu, Mn) terekstrak air setelah proses elektroosmosis... 45

11. Kandungan unsur-unsur mikro (Fe, Zn, Cu, Mn) terekstrak HCl 25% setelah proses elektroosmosis... 45

12. Kandungan basa-basa total (Ca, Mg, K, Na) terekstrak air setelah proses elektroosmosis... 46

13. Kandungan basa-basa total (Ca, Mg, K, Na) terekstrak HCl 25% setelah proses elektroosmosis... 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Proses IPAL TPA Bantar Gebang, Bekasi... 4

2. Proses pengolahan air PDAM Kota Bogor... 5

3. Skema teknologi elektrokinetik untuk remidiasi tanah (Reddy, 2002) ... 9

4. Alat elektroosmosis : (a) kotak akrilik, (b) elektroda, (c) power supply... 12

5. (a) Model rangkaian elektroosmosis, (b) rangkaian perlakuan elektroosmosis... 14

6. Segmentasi sludge setelah elektroosmosis... 14

7. Perubahan arus listrik pada voltase 20…... 18

8. Perubahan arus listrik pada voltase 30………... 19

9. Perubahan arus listrik pada voltase 35... 19

10. Perubahan arus pada sludge PDAM Kota Bogor... 21

11. Perubahan kadar air pada perlakuan 20 volt ... 23

12. Perubahan kadar air pada perlakuan 30 volt... 24

13. Perubahan kadar air pada perlakuan 35 volt... 25

14. Perubahan pH setelah proses elektroosmosis... 26

15. Perubahan EC setelah proses elektroosmosis... 27

16. Perubahan kadar Fe, Mn, Cu, Zn terekstrak air... 28

17. Perubahan kadar Fe, Mn, Cu, Zn terekstrak HCl 25%... 29

18. Perubahan kadar Ca, Mg, K, dan Na terekstrak air... 30

19. Perubahan kadar Ca, Mg, K, dan Na terekstrak HCl 25% ……….. 31

20. Perubahan kadar Pb dan Cd terekstrak air (a,b) dan terekstrak HCl 25% (c,d) ... 32

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Limbah merupakan masalah lingkungan yang harus ditangani. Pengelolaan terhadap limbah perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan mudah bahkan dapat dimanfaatkan. Salah satu limbah yang perlu penanganan khusus ialah limbah cair. Oleh sebab itu setiap kegiatan yang menimbulkan limbah cair harus dikelola terlebih dahulu dalam suatu sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebelum kemudian dikembalikan ke lingkungan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 Pasal 8 tentang baku air limbah domestik. Hal tersebut jugalah yang dilakukan pada air lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi dan air Sungai Cisadane di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor.

Proses pengelolaan limbah cair ternyata tidak bebas limbah, namun masih menghasilkan residu berupa endapan semi padatan yang sering dikenal dengan lumpur (sludge). Sludge merupakan residu dari limbah cair yang bersumber dari berbagai limbah oleh sebab itu sludge sangat mungkin mengandung senyawa-senyawa berbahaya baik yang terdapat pada padatannya maupun pada cairannya. Dengan sifatnya yang semi padat dan memiliki kadar air tinggi membuat sludge

menjadi sulit untuk dipindahkan. Dalam keadaan yang lebih kering, sludge akan lebih mudah dipindahkan.

(13)

proses pengeringan dapat terjadi yang ditunjukkan dengan semakin turunnya kadar air pada sistem. Keunggulan lain dari teknologi ini adalah mampu menurunkan kadar-kadar bahan berbahaya seperti logam berat yang terdapat di dalam sistem, sehingga dapat lebih aman bagi lingkungan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini ialah :

1. Mencari rancangan sistem dewatering secara elektroosmosis yang dapat menurunkan kadar air sludge paling efisien dengan perlakuan voltase, dan jenis elektroda.

2. Mengetahui pengaruh elektroosmosis terhadap karakteristik kimia sludge

(14)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah cair

Menurut PP No 82 tahun 2001 limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis sumber yaitu limbah rumah tangga (limbah cair domestik) dan industri. Setiap limbah cair wajib melalui pengelolaan sehingga kandungan berbahaya di dalamnya dapat diminimalisasi terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan, sebab zat-zat berbahaya tersebut dapat mematikan fungsi mikroorganisme yang berfungsi menguraikan senyawa-senyawa dalam air limbah. Penanganan limbah cair biasanya dilakukan secara kimiawi, fisik dan biologi untuk mengeliminasi zat-zat yang berbahaya (Santi, 2004).

Limbah cair yang berasal dari limbah kegiatan rumah tangga dan ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lebih dikenal dengan air lindi (leachate). Limbah yang dibuang ke TPA sebagian besar terdiri atas komponen sampah organik dan sebagian kecil anorganik. Sampah organik akan mengalami proses penguraian atau dekomposisi, yang menghasilkan bahan padat dan gas antara lain CO₂, CH₄, dan sebagian kecil H₂S. Hasil penguraian sampah lainnya adalah berupa asam-asam organik. Asam ini dapat mempengaruhi proses mineralisasi atau penguraian logam-logam yang ada dalam sampah. Asam-asam organik ini dapat terbawa oleh air hujan menjadi air lindi yang akan tertampung dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Nuryani et al, 2003).

2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

2.2.1.IPAL TPA Bantar Gebang

(15)

Tahap kedua adalah pengolahan tahap pertama (Primary Treatment), tahapan ini tidak jauh berbeda dengan tahap awal hanya saja pada tahap ini mulai dilakukan netralisasi, penambahan bahan kimia untuk koagulasi, pemisahan serta sedimentasi. Tahapan berikutnya ialah pengolahan tahap kedua (Secondary Treatment), pengolahan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat terlarut yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Pengolahan ini menggunakan alat rotating biological contactor. Setelah air sampah diolah dalam

rotating biological contractor air kemudian dipisahkan dengan lumpur melalui alat yang disebut clarifier biologi yang kemudian diproses secara kimia untuk proses koagulasi dan flokulasi. Dari proses ini lumpur (sludge) yang terpisah akan disalurkan pada kolam penampung sludge, sedangkan airnya akan dialirkan ke kolam clean water treatment yang kemudian dialirkan kembali ke sungai setelah memenuhi baku mutu COD sebesar 300mg/l dan BOD sebesar 150 mg/l, serta setelah pH mencapai 6-7 (Anonim, 2011).

Keterangan: (1) Bak equalisasi 1 dan 2; (2) bak fakultatif;(3) Rotary biological denitrification; (4) bak aerasi; (5) clarifier kimia;(6) polishing pond;(7) bak pengendapan;(8) clarifier biologi; (9) clean water outlet; (10) bak penampung sludge

(16)

2.2.2. PDAM Kota Bogor

Pengolahan air yang dilakukan di PDAM Kota Bogor bertujuan untuk mengolah air sungai Cisadane untuk menjadi sumber air minum bagi masyarakat. Tahap awal yang dilakukan dalam pengolahan air ialah pemisahan air dengan sampah yang berasal dari sungai Cisadane. Setelah air sungai terpisah dengan padatan sampah, air kemudian diolah dalam suatu instalasi agar menjadi aman bagi masyarakat. Besarnya air baku sungai Cisadane yang masuk dalam pengolahan adalah sebesar 1000 liter/detik. Air baku ini kemudian ditambahkan

polyalumuniumclorida (PAC) kurang lebih 17 ppm. Tujuan dari penambahan bahan ini adalah untuk memisahkan partikel-partikel dalam air yang tidak dapat dipisahkan secara fisik. Pemisahan partikel ini menggunakan metode koagulasi, flokulasi dan sedimentasi. Air hasil sedimentasi kemudian diolah dalam kolam filtrasi yang akan menghasilkan air bersih. Namun selain menghasilkan air bersih, proses sedimentasi ini juga menghasilkan residu berupa lumpur (sludge). Sludge

hasil proses sedimentasi dialirkan dalam kolam-kolam penampung sludge. Untuk penanganan sludge dilakukan secara manual dengan pengerukan pada kolam-kolam sludge dengan tenaga manusia. Air bersih dari proses sedimentasi kemudian di desinfeksi untuk meminimalisir mikroba berbahaya dalam air. Proses desinfeksi dilakukan dengan penambahan gas klor 0.9mg/liter ke dalam air yang kemudian dialirkan kepada masyarakat.

Keterangan : (a) kolam koagulsi dan flokulasi, (b) sistem filtrasi, (c) kolam penampung

sludge

Gambar 2. Proses pengolahan air PDAM Kota Bogor.

(17)

2.3. Sludge

Pengelolaan limbah cair di Indonesia sudah diberlakukan bagi setiap industri, sedangkan untuk limbah cair domestik belum berlaku secara menyeluruh (Hidayat, 2008). Hasil residu IPAL (sludge) mungkin mengandung unsur-unsur dalam jumlah yang cukup tinggi, selain itu sludge juga sangat mungkin mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya. Hasil penelitian Marinova (2005) menunjukan keberadaan unsur hara makro dalam sludge, seperti N, P, dan K. Hal tersebut menjadi dasar untuk memanfaatkan sludge dalam bidang pertanian sebagai pupuk dengan mengelolanya (mengurangi kadar air) terlebih dahulu.

2.3.1. Jenis dan karakteristik sludge

Berdasarkan sumbernya, sludge terdiri dari dua jenis yaitu : a. Sludge dari limbah rumah tangga

Jenis sludge ini berasal dari kegiatan dan sanitasi dalam rumah tangga. Karena sumber dari sludge ini adalah limbah dari kegiatan rumah tangga membuat karakteristik dari sludge ini memiliki kandungan bahan-bahan organik yang cukup tinggi. Limbah rumah tangga dikelola dengan ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir untuk kemudian diproses lebih lanjut. Penelitian yang dilakukan Marinova (2005) tentang pemanfaatan sludge untuk pertanian menunjukan bahwa sludge dari limbah rumah tangga memiliki kadar unsur-unsur hara seperti N, P,dan K yang tinggi. Namun, selain unsur-unsur hara, di dalam

sludge juga ditemukan kadar logam berat seperti Pb, Cd, Cu dan Cr. b. Sludge dari limbah industri

Limbah cair dari kegitan industri harus dikelola dalam IPAL. Sludge

limbah cair industri sangat sering menimbulkan masalah seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan moluska, terutama bila limbah cair tersebut mengandung As, CN, Cr, Cd, Cu, Fe, Hg, Pd dan Zn (Anonim, 2012).

2.3.2. Teknologi pengelolaan sludge

Karakteristik sludge yang memiliki kadar air yang tinggi membuat sludge

(18)

sentrifusi, pengepresan, penyaringan, dan pembakaran. Pengelolaan lain ialah inaktivasi unsur atau senyawa berbahaya melalui penambahan bahan-bahan yang mampu merubah bentuk persenyawaan penyusun sludge menjadi bahan yang tidak berbahaya, inaktif, atau imobil (Liang, 1976). Selain itu ada satu teknologi yang dapat dijadikan alternatif yaitu elektrokinetik.

2.4. Elektrokinetik dan pemanfaatannya

2.4.1. Elektrokinetik

Salah satu metode pengeringan media jenuh air adalah dengan teknologi elektrokinetik. Prinsip dasar teknik elektrokinetik adalah menyalurkan arus searah (DC) melalui elektroda (anoda dan katoda) dengan voltase rendah sebagai media porous dan lembab sehingga terjadi pergerakan massa di bawah medan listrik. Berdasarkan fenomena bahwa kontaminan yang bersifat mobil dapat bergerak melalui pergerakan massa di bawah pengaruh medan listrik, maka teknik elektrokinetik dapat digunakan untuk meremediasi tanah yang tercemar (Acar dan Alshawabkeh, 1993). Metode ini menggunakan arus listrik yang dialirkan pada dua kutub elektroda, yaitu anoda dan katoda. Pada saat kedua elektroda ini ditanam di dalam proses tanah dan diberi beda potensial, maka akan terjadi proses (a) elektroosmosis, (b) elektrolisis, (c) elektromigrasi dan (d) elektroforesis.

a. Elektroosmosis

Elektroosmosis adalah pergerakan air dibawah pengaruh potensial listrik yang berubah dari anoda ke katoda, dan terutama dipengaruhi oleh porositas tanah dan zeta potensial dari media tanah (Pamukcu, 1997). Teknologi ini menggunakan arus listrik yang dialirkan pada dua kutub elektroda, yaitu anoda dan katoda. Prinsip dasar teknik elektroosmosis adalah menyalurkan arus searah (DC) melalui elektroda (anoda dan katoda) pada media porous dan lembab sehingga terjadi pergerakan molekul air di bawah medan listrik ( Acar dan Alshawabkeh, 1993).

b. Elektrolisis

(19)

Anoda : 2H₂O ₂ + 4H + 4e Katoda : 4H₂O + 4e 2H₂ + 4OH

Proses elektrolisis ini dapat mengakibatkan perubahan pH di elektroda. Hal tersebut disebabkan oleh proses oksidasi air yang terjadi di anoda dan menghasilkan ion-ion hidrogen (H ). Ion-ion H tersebut membangkitkan asam untuk berpindah menuju katoda dan .mengakibatkan penurunan pH pada anoda Sebaliknya, penurunan air terjadi pada katoda dan menghasilkan ion-ion hidroksil (OH ) yang kemudian berpindah kearah anoda sehingga mengakibatkan kenaikan pH pada katoda(Reddy, 2005).

c. Elektromigrasi

Elektromigrasi merupakan pergerakan kation dan anion karena pengaruh sifat listrik yang dihasilkan sistem tersebut pada tanah. Kation (ion bermuatan +) cenderung untuk berpindah ke arah katoda bermuatan negatif, dan anion (ion bermuatan -) berpindah ke arah anoda bermuatan positif ( Acar dan Alshawabkeh, 1993).

d. Elektroforesis

Elektroforesis merupakan perpindahan dari partikel-partikel koloid di bawah pengaruh arus listrik (Shenbagavalli, 2010). Ketika arus listrik searah (DC) dialirkan pada suatu media, akan terjadi pergerakan partikel-pertikel koloid secara elektrik ke arah elektroda yang berlawanan dengan muatan partikel. Dimana partikel yang bemuatan positif (kation) akan bergerak ke arah katoda, sedangkan partikel bermuatan negatif (anion) akan bergerak ke arah anoda (Ahmad, 2004).

2.4.2. Pemanfaatan elektrokinetik untuk remediasi tanah

Berbagai teknologi remidiasi tanah dapat dilakukan untuk perlakuan tanah dan air tanah terkontaminasi yang dibagi menjadi teknologi ex-situ dan in-situ

(20)

mengalami gangguan, sedikit menimbulkan pencemaran lingkungan, tingkat kerumitan yang kecil serta lebih ekonomis. Teknologi in-situ yang dapat dilakukan untuk remidiasi tanah meliputi pencucian tanah, oksidasi kimia, pembakaran, bioremidiasi, elektrokinetik, phytoremidiasi. Salah satu teknologi yang banyak memberi keuntungan adalah elektrokinetik (Reddy, 2002).

Dengan teknologi ini akan terjadi reaksi fisik dan kimia serta terjadi transportasi kontaminan yang mobil dibawah pengaruh arus listrik.

2.4.3 Elektrokinetik untuk pengeringan (dewatering)

Proses pengeringan untuk pemindahan sedimen hasil pengerukan menjadi salah satu inovasi yang dapat diterapkan, sehingga pemindahan dapat dilakukan dengan cara yang cepat, aman, dan dengan biaya yang murah. Beberapa perlakuan lain yang dapat diterapkan untuk pengeringan adalah dengan pemompaan, pembuatan saluran-saluran, dan penambahan bahan kimia. Namun metode tersebut tidak efektif dan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Pengeringan dengan metode elektroosmosis merupakan salah satu metode yang sederhana dan efisien untuk mempercepat pengeringan sedimen. Prinsip dasar dari teknologi

(21)

elektroosmosis adalah menggiring air keluar sistem di bawah pengaruh medan listrik (Reddy, 2005).

Tujuan utama dari proses pengeringan adalah untuk mengurangi massa total dan volume dari sedimen tersebut, namun efektivitas pengeringan untuk berbagai tipe sedimen tergantung dari karakteristik kimia dan fisik dari sedimen tersebut serta kadar air dalam sedimen tersebut (Lucache et al, 2008).

2.4.4. Elektrokinetik untuk mengurangi kadar logam berat

Pencemaran tanah pada site-site tertentu di daerah industri dan pertambangan biasanya terjadi pada tingkat pencemaran yang tinggi, sehingga tidak dapat dibiarkan. Salah satu teknik yang dikembangkan untuk mengatasinya adalah teknik elektrokinetik. (Reddy dan Parupudi, 1997). Keberadaan logam berat menyebar pada berbagai polusi yang terdapat di beberapa daerah perkotaan. Banyak penelitian yang dikembangkan untuk remediasi tanah dari logam berat dengan teknologi elektrokinetik. Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa ion Cadmium (Cd² ), Timbal (Pb² ), dan Zinc (Zn² ) dapat dipindahkan secara elektrokinetik pada tanah liat. Perpindahan ion ini ditunjukan pada Tabel 1. Hal tersebut menunjukan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di bawah pengaruh pemberian arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat diturunkan sebesar 50-90%.

Tabel 1. Perpindahan logam berat pada tanah liat secara elektrokinetik (Korolev, 2006)

Jumlah ion (%) Mg Zn Pb Cd Dipindahkan dari tanah dengan filtrasi 20.5 - 41.2 42.3 Mengendap di elektroda 0.003 0.001 4.5 1.6 Dalam larutan 10.5 81.8 34.3 24.1 Dalam pertukaran kompleks 69.0 12.8 20.0 32.0

(22)

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1. Kerangka Penelitian

Perlakuan pada penelitian ini dilakukan dengan memberikan arus listrik searah (DC) dengan voltase rendah pada sludge untuk menurunkan kadar air

sludge dan melihat karakteristik kimia dari sludge dengan pasangan elektroda yang berbeda-beda.

3.2. Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan April hingga November 2011. Pengambilan

sludge dilakukan di IPAL 3 TPA Bantar Gebang,Bekasi dan PDAM Tirta Pakuan Bogor. Sedangkan analisis dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB

3.3. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan lumpur (sludge) dari hasil pengolahan air lindi di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 3 TPA Bantar Gebang, Bekasi, dan lumpur PDAM Kota Bogor, serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis sifat-sifat kimia dari sludge.

(23)

3.4. Tahapan Penelitian

Tahapan dalam penelitian ini adalah (1) pengambilan sampel sludge, (2) analisis karakteristik awal dari sludge, (3) perlakuan elektroosmosis pada sludge, serta (4) analisis karakterisitik sludge setelah elektroosmosis. Tahapan penelitian secara detil akan dijelaskan pada sub-sub bab berikut di bawah ini.

3.4.1. Pengambilan sampel sludge

Sampel sludge diambil di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 3 TPA Bantar Gebang, Bekasi dan PDAM Kota Bogor. Sampel sludge TPA diambil dari proses pemisahan air dan sludge dalam proses clarifier kimia, sedangkan sludge

PDAM diambil dari bak penampung sludge.

(a) (b)

(c)

Gambar 4. Alat elektroosmosis : (a) kotak akrilik, (b) elektroda, (c) power supply.

Grafit

Stainless steel

(24)

3.4.2. Analisis karakteristik awal dari sludge

Parameter yang dianalisis dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode analisis sludge

Parameter Metode Alat pH H2O Elektroda pH meter

Electrical Conductivitiy Elektroda EC meter

Ca dan Mg total Ekstrak air dan HCl 25% AAS

K dan Na total Ekstrak air dan HCl 25% Flame photometer

C-total CNS analyzer CNS analyzer

N-total (%) CNS analyzer CNS analyzer

P-total Vanado Molibdate Spectrophotometer

Logam berat (Pb, Cd dan Cu)

Ekstrak air dan HCl 25% AAS

Sulfur CNS analyzer CNS analyzer

Unsur mikro (Fe, Mn, Zn) Ekstrak air dan HCl 25% AAS Asam humik Pengendapan asam

3.4.3. Perlakuan elektroosmosis pada sludge

(25)

3.4.4. Analisis kimia sludge diakhir elektroosmosis

Setelah proses pengeringan dengan elektroosmosis selesai, sludge

dipotong menjadi enam bagian dengan tebal 4 cm kemudian dianalisis karakteristik kimia sludge. Segmentasi dalam sludge ditunjukan pada Gambar 6. Adapun parameter yang digunakan dalam analisis ini sama seperti parameter yang digunakan pada karakteristik awal sludge. Efluen yang keluar dari sludge selama proses ini juga dianalisis sesuai dengan parameter yang ada.

Gambar 6. Segmentasi sludge setelah elektroosmosis

Elektroda (+) Elektroda (-)

(b) Efluen (lechate)

Sludge dalam kotak Power supply

Gambar 5. (a) Model rangkaian elektroosmosis, (b) rangkaian perlakuan elektroosmosis.

(a)

1 2 3 4 5 6

anoda katoda

Tiap segmen di uji karakteristik kimia sludge

4 cm

(26)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik sludge

4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang

Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%. Hal ini dapat disebabkan oleh sumber sampah yang terdapat di TPA Bantar Gebang berasal dari limbah rumah tangga, dimana limbah rumah tangga sebagian besar mengandung senyawa-senyawa organik. Parameter lain yang ditetapkan dalam menentukan karakteristik

sludge adalah electroconductivity (EC). EC sludge TPA Bantar Gebang bernilai 3.305 mS hal tersebut menunjukkan bahwa sludge yang digunakan banyak mengandung kation.

Tabel 3. Karakteristik sludge TPA Bantar Gebang

Parameter Satuan Sludge TPA Parameter Satuan Sludge TPA KA % 1239 Zn ppm 24.85 mikro yaitu Fe sebesar 1.8%, Zn sebesar 24.85ppm, Mn sebesar 339.12ppm, dan Cu sebesar 3.22ppm. Kandungan basa-basa total yaitu Ca, Mg, K dan Na untuk

(27)

tingginya P dalam suatu media dapat menyebabkan eutrofikasi. Kadar P total dalam sludge ini sebesar 6.36%.

4.1.2. Sludge PDAM Kota Bogor

Parameter yang digunakan pada tipe sludge PDAM Kota Bogor sama dengan parameter tipe sludge TPA Bantar Gebang. Keseluruhan karakteristik dari

sludge PDAM Kota Bogor disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik sludge PDAM Kota Bogor

Parameter Satuan Sludge PDAM

Endapan 3 hari Endapan 1 minggu

(28)

peningkatan dari pH 6.25 menjadi 6.43. Unsur-unsur yang terkandung dalam

sludge endapan satu minggu juga lebih tinggi dibanding pada endapan tiga hari baik untuk unsur mikro maupun basa-basa total. Kenaikan kandungan unsur-unsur dalam sludge endapan satu minggu disebabkan oleh kenaikan pH pada endapan ini. Semakin tingginya pH akan menyebabkan unsur-unsur kation diikat sebagai hidroksida sehingga mengendap. Nilai EC pada sludge PDAM memiliki nilai jauh lebih kecil jika dibanding nilai EC pada sludge TPA Bantar Gebang Bekasi. Perbedaan EC pada kedua sludge ini disebabkan kandungan kation-kation yang terdapat dalam sludge TPA Bantar Gebang jauh lebih tinggi dibanding dengan

sludge PDAM.

4.2. Perubahan arus listrik

4.2.1. Perubahan arus listrik pada sludge TPA Bantar Gebang

Seiring dengan berjalannya waktu, arus pada bagian anoda mengalami penurunan bahkan dapat mencapai nol selama proses elektroosmosis. Pada saat itu arus akan berhenti mengalir pada bagian ini, sehingga diperlukan pergeseran anoda ke arah mendekati katoda agar proses pengeringan dengan elektroosmosis dapat terjadi kembali. Terputusnya arus pada bagian ini disebabkan oleh kadar air yang semakin menurun sehingga menyebabkan volume sludge yang semakin menyusut. Bersamaan dengan itu, terdorongnya kation-kation ke arah katoda menyebabkan menurunnya electroconductivity (EC) pada anoda sehingga arus terputus pada bagian ini.

(29)

Perubahan arus yang fluktuatif terjadi selama proses elektroosmosis berlangsung. Perubahan arus ini tergantung dari besarnya tegangan (voltase) yang diberikan pada sludge. Semakin tinggi tegangan yang diberikan maka arus yang mengalir selama elektroosmosis juga menjadi semakin tinggi. Hal tersebut nampak pada perlakuan 30 volt (Gambar 8). Pada tegangan 30 volt proses elektroosmosis selesai dalam waktu 2516 menit (Lampiran 2). Pada perlakuan ini, arus maksimal yang dapat dicapai pada pasangan elektroda grafit dan tembaga adalah 0.92 A (Lampiran 2) pada menit ke 997. Arus maksimal yang dicapai pada pasangan elektroda grafit dan stainless steel selama proses pengeringan adalah 0.94 A (Lampiran 2), sedangkan untuk pasangan grafit dan kasa stainless steel

(30)

Arus maksimal tertinggi dicapai oleh pasangan elektroda grafit dan kasa

stainless steel, namun untuk arus yang dapat dialirkan pada saat pergeseran anoda kearah mendekati katoda ternyata tidak lebih tinggi dari arus yang dialirkan pasangan elektroda grafit dan tembaga serta grafit dan stainless steel.

(31)

Pada perlakuan 35(Gambar 9) volt proses elektroosmosis selesai dalam waktu 1941 menit. Arus maksimal yang mampu dialirkan pada voltase ini secara umum hampair sama untuk setiap pergeseran anoda ke arah katoda yaitu sebesar 0.6 A untuk pasangan grafit dan tembaga serta 0.65 A untuk pasangan grafit dan stainless steel. Jika dibandingkan dengan dua voltase sebelumnya, perlakuan 35 volt mampu menghantarkan arus yang lebih besar selama proses elektroosmosis. Hal tersebut menunjukkan semakin besar voltase yang diberikan maka proses elektroosmosis menjadi lebih cepat selesai, karena frekuensi pemindahan anoda ke katoda yang lebih intensif akibat terputusnya arus pada bagian ini lebih cepat dari dua perlakuan voltase sebelumnya.

Pengamatan terputusnya arus pada bagian anoda menjadi hal penting yang harus diperhatikan selama proses elektroosmosis karena mempengaruhi efesiensi waktu pengeringan dengan elektroosmosis. Oleh sebab itu, pada saat arus sudah mendekati nol diperlukan pengamatan yang lebih intensif pada arus di bagian anoda. Pengamatan seperti ini menjadi kelemahan dari proses pengeringan sludge

dengan elektroosmosis, karena belum ada waktu pasti yang dapat ditentukan peneliti untuk menggeser anoda ke arah katoda.

Hal yang perlu diperhatikan dalam dewatering dengan menggunakan elektroosmosis adalah pemilihan elektroda yang awet, mudah dalam perawatannya, serta mudah didapatkan. Dari ketiga kombinasi elektroda yang digunakan, terlihat bahwa pasangan elektroda grafit dan tembaga serta pasangan elektroda grafit dan stainless steel memiliki kemampuan yang sama dalam menghantarkan arus namun berbeda halnya dengan pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel, dikarenakan bahan baku dari pembuatan kasa stainless steel

(32)

pengeringan dan kadar air yang mampu diturunkan dari voltase ini (dalam sub bab 4.3.)

4.2.2. Perubahan arus listrik pada sludge PDAM Kota Bogor

Perubahan arus yang terjadi pada tipe sludge PDAM Kota Bogor ditunjukkan pada Gambar 10.

Perlakuan pengeringan dengan elektroosmosis dilakukan pada sludge

PDAM endapan tiga hari. Berdasarkan arus paling efektif yang didapat dari hasil perlakuan pada sludge TPA, arus yang dialirkan pada sludge PDAM dipilih 30 volt dengan elektroda grafit di anoda dan tembaga di katoda. Gambar 9 menunjukkan bahwa arus yang mengalir dalam pengeringan dengan elektroosmosis pada sludge PDAM Kota Bogor jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan sludge TPA. Kandungan unsur-unsur pada sludge PDAM yang relatif lebih kecil jika dibanding dengan kandungan unsur-unsur pada sludge TPA inilah yang menyebabkan arus yang mengalir pada sludge PDAM lebih kecil daripada arus pada sludge TPA. Arus maksimal yang mengalir pada tipe sludge ini hanya sebesar 0.03 A, oleh sebab itu dilakukan penambahan NaCl 0.01M untuk meningkatkan arus yang mengalir pada sludge dengan harapan akan meningkatkan proses elektroosmosis. Pemberian NaCl 0.01M terbukti mampu meningkatkan EC sludge dari 154.1µ/s menjadi 2745µ/s. Namun kenaikan EC ini masih belum mampu meningkatkan pengeringan dengan elektroosmosis. Hal

(33)

tersebut ditunjukkan dengan peningkatan arus yang tidak begitu tinggi yaitu dari 0.03 A menjadi 0.05 A. Rendahnya EC dan arus yang mengalir dalam sludge tipe ini menunjukkan bahwa proses pengeringan dengan elektroosmosis tidak dapat dilakukan pada sludge PDAM.

4.3. Perubahan kadar air

Proses pengeringan dengan teknologi elektroosmosis dapat terjadi pada tipe

sludge TPA namun tidak pada sludge PDAM. Oleh sebab itu tidak dilakukan analisis lebih lanjut pada sludge PDAM.

Kadar air pada sludge diukur saat arus listrik terputus sesaat setelah pemindahan elektroda anoda mendekati elektroda katoda, untuk mengetahui kemampuan pengeringan secara elektroosmosis yang terjadi sampai arus terputus. Kemampuan dewatering secara elektroosmosis ditunjukan dengan penurunan kadar air selama proses elektroosmosis. Kadar air awal ditunjukkan dari grafik garis berwarna merah, dimana pengukurannya dilakukan pada sampel sludge di masing-masing kotak perlakuan sebelum diberi perlakuan elektroosmosis. Penurunan kadar air selama elektroosmosis ditunjukkan oleh grafik batang berwarna biru yang diukur pada bagian yang paling dekat dengan anoda sesaat setelah arus terputus dan terjadi pemindahan anoda ke katoda.

(34)

menjadi 422% pada jarak antar elektroda 22cm dan 518% pada jarak antar elektroda 9 cm.

Pada perlakuan 30 volt perubahan kadar air pada tiga pasangan elektroda yang berbeda ditunjukkan pada Gambar 12. Perlakuan 30 volt pada pasangan elektroda grafit dan tembaga (Lampiran 5) mampu menurunkan kadar air sludge

dari 1239% menjadi 377% pada jarak antar elektroda 20 cm, namun pada jarak antar elektroda 11 cm kadar air hanya dapat diturunkan hingga 554%. Kadar air naik secara signifikan di setiap pemindahan elektroda anoda hingga ke jarak yang paling dekat dengan katoda yaitu pada jarak antar elektroda 3 cm kadar air turun hanya mencapai 899%. Hal yang sama juga terjadi pada pasangan elektroda grafit dan stainless steel (Lampiran 5) dimana pada pemindahan elektroda pertama (jarak antar elektroda 20 cm) kadar air dapat diturunkan menjadi 361% dari kadar air awal 1276%. Pada jarak antar elektroda 7 cm pasangan elektroda ini kadar air

(35)

hanya dapat diturunkan menjadi 513%, sedangkan pada jarak antar elektroda 3 cm kadar air hanya dapat diturunkan menjadi 1039%.

Perubahan kadar air yang cukup fluktuatif terlihat pada pasangan elektroda grafit dan kasa stainless steel (Lampiran 5), yaitu pada pergeseran awal katoda (jarak antar elektroda 20 cm) kadar air dapat diturunkan hingga 241% dari kadar air awal 1118%. Namun kadar air pada jarak elektroda 13 cm hanya dapat diturunkan menjadi 579%, dan naik hingga mendekati katoda pada jarak antar elektroda 4 cm menjadi 691%.

Perubahan kadar air pada perlakuan arus sebesar 35 volt dengan tiga pasangan elektroda yang berbeda disajikan pada Gambar 13. Perlakuan elektroosmosis dengan voltase 35 volt (Lampiran 6) tersebut ternyata tidak memberikan hasil dewatering yang lebih dari daripada kedua perlakuan di atas. Pada kedua pasangan elektroda baik grafit dan tembaga atau grafit dan stainless

(36)

steel kadar air hanya dapat diturunkan rata-rata 500-700% dari kadar air awalnya 1200%, dan meningkat secara signifikan mendekati katoda.

Hal tersebut disebabkan oleh pemberian arus yang semakin tinggi mengakibatkan terdorongnya kation-kation kearah mendekati katoda akan semakin kuat sehingga electroconductivity pada anoda akan semakin cepat menurun sehingga arus lebih cepat terputus. Terputusnya arus pada saat

dewatering secara elektroosmosis inilah yang menjadi penghambat penurunan kadar air yang lebih maksimal pada proses ini.

Meningkatnya kadar air pada sisi katoda dapat disebabkan semakin dekat jarak antar elektroda maka bloking yang terjadi antara ion H yang dihasilkan di sisi anoda dan OH yang dihasilkan di sisi katoda akan semakin kuat sehingga terdapat unsur yang tidak dapat terdorong keluar sistem. Penurunan kadar air pada

sludge juga terlihat secara visual dari menyusutnya volume sludge serta keluarnya efluen (leachate), namun penurunan kadar air yang lebih maksimal dengan elektroosmosis terhambat karena arus yang terputus pada bagian anoda. Menurunnya kadar air selama elektroosmosis menunjukan bahwa elektroosmosis dapat diterapkan pada sludge yang mengandung bahan organik tinggi, memiliki EC tinggi serta mengandung banyak kation.

(37)

4.4. Karakteristik sludge setelah elektroosmosis

Sludge yang telah diberi perlakuan elektroosmosis diukur karakteristik kimianya untuk mengetahui sifat-sifat kimia sludge setelah proses elektroosmosis. Karakteristik kimia sludge awal ditunjukkan oleh grafik garis berwarna merah, dimana pengukurannya dilakukan satu kali pada sludge yang belum diberi perlakuan elektroosmosis. Perubahan karakteristik sludge setelah elektroosmosis ditunjukkan oleh grafit batang berwarna biru, dimana pengukurannya dilakukan di tiap segmen pada sludge dengan dua kali ulangan untuk mengetahui pergerakan unsur-unsur selama proses elektroosmosis berlangsung. Perubahan pH (Lampiran 7) setelah proses elektroosmosis ditunjukkan pada Gambar 14. Dari Gambar tersebut dapat dilihat pH pada segmen 1 menurun hingga pH 4.4 dari pH awalnya 7.8 dan meningkat di segmen 6 hingga pH 10. Penurunan pH di bagian anoda dan kenaikannya di bagian katoda disebabkan oleh proses elektrolisis yang terjadi selama proses elektroosmosis dengan reaksi sebagai berikut:

Anoda : 2H₂O – 4e ₂+ 4H+ Katoda : 2H₂O + 2e H + 2OH

Di anoda, terjadi oksidasi H₂O menghasilkan oksigen dan H yang bergerak menuju katoda. Ion H yang dihasilkan pada bagian inilah yang membuat pH turun pada bagian dekat dengan anoda. Sebaliknya di katoda, hidrogen meningkat secara bertahap dan menghasilkan ion hidroksil (OH ) yang sehingga pH pada bagian paling dekat katoda naik secara signifikan.

(38)

Pada proses elektroosmosis akan terjadi proses elektromigrasi yaitu pergerakan kation dan anion karena pengaruh listrik pada sistem tersebut (Acar dan Alshawabkeh, 1993). Dimana ion positif (kation) akan bergerak ke katoda dan ion negatif (anion) akan bergerak kearah anoda. Perpindahan kation maupun anion ini akan mempengaruhi EC pada sludge. Perubahan ini ditunjukkan pada Gambar 15. Nilai EC pada sludge (Lampiran 8) mengalami penurunan di setiap segmen pada sludge. Hal tersebut dikarenakan terdorongnya kation-kation ke arah katoda menyebabkan jumlahnya pada bagian anoda berkurang. Nilai EC pada segmen yang paling dekat dengan katoda meningkat, bahkan mendekati EC awal yaitu mencapai 3.07 mS. Peningkatan EC pada katoda disebabkan karena terjadinya bloking antara ion H dan OH sehingga unsur-unsur yang lain tidak dapat bergerak keluar sistem pada segmen ini, dimana pada segmen ini jarak antara elektroda anoda dan katoda berada pada jarak terdekat.

Gambar 16 menunjukkan penurunan kadar Fe, Mn, Zn dan Cu dalam sludge

(Lampiran 10) terlarut air di akhir proses elektoosmosis. Kadar Fe, Mn, Zn, dan Cu yang terukur dengan ekstrak air menunjukan kandungan unsur-unsur tersebut pada sludge yang larut air. Secara umum, Fe, Mn, Zn, dan Cu mengalami penurunan selama proses elektroosmosis. Kadar Fe terlihat menurun sangat tinggi pada segmen satu hingga empat dari kadar Fe di sludge awal dan meningkat di segmen lima dan enam yaitu segmen paling dekat katoda. Kadar Cu juga

(39)

mengalami penurunan dari segmen satu hingga segmen tiga dan meningkat tinggi pada segmen empat hingga enam. Kadar unsur Mn dan Zn juga mengalami penurunan pada proses elektroosmosis ini. Penurunan kadar pada Mn dan Zn lebih fluktuatif dibanding penurunan pada Fe dan Cu. Penumpukan unsur mikro di katoda berkaitan dengan proses elektrolisis pada bagian ini, dimana peningkatan pH mengakibatkan kation yang terdorong ke katoda diikat oleh OH sebagai hidroksida dan mengendap pada bagian ini.

Gambar 17 menunjukkan perubahan kadar Fe, Mn, Cu, Zn terekstrak HCl 25%. Ekstrak HCl 25% menunjukkan jumlah total unsur yang terdapat dalam

sludge tersebut (Lampiran 11). Dengan ekstrak HCl 25% terlihat bahwa kadar Fe, Mn, dan Zn masih cukup tinggi di seluruh segmen sludge. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa unsur yang tidak berpindah selama proses

(40)

elektroosmosis. Unsur Cu terlihat menurun cukup tinggi di segmen satu hingga lima dan meningkat pada segmen enam (paling dekat katoda). Menurut Darmono (1995) Fe, Cu, dan Zn merupakan unsure hara esensial yang diperlukan oleh tanaman untuk proses fisiologisnya, oleh karena itu penurunan Fe, Zn ,Mn dan Cu dalam sludge menjadi sisi negatif dari penelitian ini. Kadar Fe, Zn, Mn, dan Cu yang menurun mengakibatkan ketersedian di dalam sludge berkurang, akibatnya untuk aplikasi pada bidang pertanian diperlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan penyediaannya dalam sludge.

Penurunan juga terjadi pada unsur Ca, Mg, K dan Na. Secara umum, pada ekstrak air (Lampiran 12) kandungan Ca, Mg, K dan Na menurun dari kadar awalnya. Penurunan yang terjadi pada Mg terlihat sangat fluktuatif di tiap segmennya. Penurunan kandungan Ca terekstrak air justru menumpuk di sisi

(41)

anoda, hal tersebut sebenarnya berlawanan dengan teori elektromigrasi yang ada, karena seharusnya kation-kation bergerak menuju katoda bukan menumpuk di anoda. Kandungan K dan Na juga mengalami penurunan yang cukup tinggi dari segmen satu hingga segmen lima, namun pada segmen paling dekat dengan katoda kandungan K dan Na meningkat bahkan melebihi kandungan awalnya. Hal tersebut disebabkan kedua fraksi tersebut terdorong kearah katoda dan mengendap sebagai hidroksida di dekat katoda. Penurunan kadar unsur-unsur ini disajikan pada Gambar 18 untuk ekstrak air dan Gambar 19 untuk ekstrak HCl 25% (Lampiran 13).

Kandungan Ca, Mg, K dan Na terekstrak HCl 25% menunjukkan kandungan total unsur-unsur tersebut dalam sludge. Kandungan Ca terekstrak HCl 25% terlihat menurun di setiap segmen pada sludge, namun tidak terlalu tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan Ca dalam sludge masih cukup tinggi

(42)

walaupun mengalami penurunan dari kadar awalnya. Kandungan Mg, K dan Na dengan ekstrak HCl 25% mengalami penurunan yang cukup tinggi dari kadar awalnya, dan masih menumpuk pada bagian katoda akibat dari proses elektrolisis yang terjadi selama elektroosmosis. Menurunnya kadar basa-basa dalam sludge

merupakan salah satu kekurangan dari teknologi ini, sebab baik Ca, Mg, K dan Na memiliki peranan penting dalam pembentukan jaringan meristematik dalam tanaman Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penurunan hara essensial dalam sludge dan penyediaanya untuk kebutuhan pertanian.

Keuntungan lain dari teknologi ini adalah mampu menurunkan kadar logam berat. Logam berat non esensial meliputi beberapa logam berat yang belum diketahui kegunaannya, maupun yang dalam jumlah relatif sedikit dapat

(43)

menyebabkan keracunan, misalnya Hg, Pb, Cd, dan As (Darmono, 1995). Perlakuan elektroosmosis terbukti mampu menurunkan kadar logam-logam berat pada sludge TPA Bantar Gebang (Lampiran 14). Perubahan kadar logam berat Pb dan Cd baik terekstrak air ataupun HCl 25% ditunjukkan pada Gambar 20.

Pada Gambar 20 dapat dilihat bahwa kandungan Pb dalam sludge menurun dibanding dengan sludge awal baik pada ekstrak air maupun HCl 25%. Kandungan unsur Cd masih terlihat menumpuk pada sisi katoda (ekstrak HCl 25% dan air). Hal tersebut dapat dikarenakan pada sisi katoda Cd terdorong secara elektroosmosis dan mengendap sebagai hidroksida pada segmen yang paling dekat dengan katoda (Suryaningtyas et al, 2005). Penelitian Korolev (2006) menunjukkan bahwa ion Cd, Pb, dan Zn dapat dipindahkan dengan elektrokinetik

Gambar 20. Perubahan kadar Pb dan Cd terekstrak air (a,b) dan terekstrak HCl 25% (c,d)

(a) (b)

(44)

pada tanah liat yang menunjukkan interaksi antara logam berat dengan tanah mineral liat di bawah pengaruh arus listrik, dimana konsentrasi logam berat dapat diturunkan sebesar 50-90%. Kandungan senyawa-senyawa yang mengendap sebagai hidroksida pada sisi katoda menjadi fenomena baru yang muncul akibat elektroosmosis, sebab pada bagian ini unsur-unsur (baik yang dibutuhkan tanaman ataupun yang dapat meracuni tanaman) menumpuk dan mengendap sebagai hidroksida akibat kenaikan pH dari proses elektrolisis yang terjadi. Oleh sebab itu penanganan sludge pada sisi katoda masih perlu diteliti dan ditangani lebih lanjut agar sludge memiliki kadar yang aman untuk dilepas ke lingkungan.

Gambar 21 menunjukan kadar P sebelum dan setelah proses elektroosmosis (Lampiran 9). Kadar P menjadi penting untuk dianalisis karena unsur P pada

sludge yang dipakai diperkirakan mengandung fosfat yang cukup tinggi. Bahan yang memiliki fosfat cukup tinggi akan berbahaya bagi lingkungan, sebab kandungan fosfat yang tinggi dapat menimbulkan eutrofikasi. Kadar P dianalisis dengan menggunakan metode Vanadomolibdate untuk melihat kandungan P total dalam sludge. Setelah proses elektroosmosis selesai, kadar P menurun sebesar setengah dari kadar P sludge awal. Berbeda dengan unsur lain, kadar P menurun hampir sama rata di seluruh segmen sludge. Bentuk dari unsur P yang menurun akibat perlakuan elektroosmosis perlu diteliti lebih lanjut, sebab tanaman membutuhkan P dalam bentuk H₂PO₄ dan HPO₄² untuk pertumbuhan biji dan akar pada tanaman.

(45)

4.5. Karakteristik efluen

Remediasi limbah dari IPAL yang berupa sludge dengan elektroosmosis ternyata masih meninggalkan residu (efluen) berupa air leacheat. Efluen ini keluar dari outlet yang terletak pada ujung kotak akrilik di bagian paling dekat dengan katoda. Efluen yang keluar dari sludge kemudian dianalisis kimia untuk mengetahui besarnya unsur-unsur yang mampu dipindahkan dari pengeringan secara elektroosmosis. Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar unsur-unsur dalam efluen dari sludge

Parameter Satuan Konsentrasi Nilai maksimal (*)

pH 12 5-9 menurut PP No 20 Tahun 1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Efluen memiliki pH yang sangat tinggi yaitu 12. Tingginya pH pada efluen

sludge disebabkan oleh peristiwa elektrolisis yang terjadi pada bagian katoda

(46)

kenaikan pH sludge akibat peristiwa elektrolisis sehingga unsur-unsur tersebut banyak yang mengendap pada bagian ini dan tidak keluar ke efluen. Keberadaan unsur-unsur dalam efluen memberi informasi mengenai ketersediaannya dalam efluen untuk aplikasi pada lingkungan. Mengacu pada PP No 20 Tahun 1990 Tentang Pencemaran Air, kandungan ion yang terdapat dalam efluen secara umum masih di bawah ambang batas. Hal tersebut menunjukkan bahwa efluen hasil elektroosmosis cukup aman untuk aplikasi ke lingkungan dengan memperhatikan kontrol pH yang cukup tinggi pada efluen. Didukung dengan keberadaan asam humik sebesar 0.43% dalam efluen menunjukkan efluen dapat dijadikan alternatif untuk bahan pupuk cair. Asam humik merupakan bagian dari asam humat yang tidak larut dalam pengendapan dengan larutan asam. Keberadaan asam humik memiliki peranan penting dalam tanah antara lain dapat menggemburkan tanah, perantara transportasi nutrisi mikro dari tanah ke tanaman, meningkatkan kemampuan tanah menahan air, meningkatkan pertumbuhan kecambah, dan mampu menjadi bahan stimulan berkembangnya mikroflora dalam tanah (Mendez

(47)

BAB V KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

1. Pengeringan secara elektroosmosis dapat dilakukan pada tipe sludge TPA namun tidak terjadi pada tipe sludge PDAM dan dapat menurunkan kadar air

sludge secara signifikan namun prosesnya terhambat karena arus listrik menurun bahkan hingga terputus di anoda sehingga kadar air tidak dapat diturunkan lagi.

2. Rancangan sistem dewatering secara elektroosmosis yang paling efisisen adalah menggunakan pasangan elektroda grafit dan tembaga serta pasangan elektroda grafit dan stainless steel dengan tegangan 30 volt, karena mampu menurunkan kadar air paling maksimal.

3. Pengeringan secara elektroosmosis menyebabkan perubahan sifat-sifat kimia

sludge yaitu pH dan kation-kation yang menurun di anoda dan meningkat serta terakumulasi di katoda.

5.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi pengeringan dengan elektroosmosis di lapang dengan pemilihan elektroda dan voltase yang efektif.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Acar, Y. B and A. N. Alshawabkeh. 1993. Principles of electrokinetic remediation. J Environ Sci Technol. 27:2638-2647

Ahmad, H. 2004. Evaluation an Enhancement of Electrokinetic Technology for Remediation of Chromium Copper Arsenic from Clayey Soil. [disertation]. Florida: Florida State University

Anonim. 2011. Pengoprasian instalasi pengolahan air sampah (IPAS). http://www.tpstbantargebang.com/. (diakses 27 November 2011)

Anonim. 2012. Limbah cair industri. http://diglib.itb.ac.id/. (diakses tanggal 31 Januari 2012)

Darmawan, 2001. Feasibility of Electrokinetic Decontamination Technology for Soils that Differ in Cation Exchanger Composition and Polluted by Heavy Metal. [disertation]. Kyushu University

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI-Press. Jakarta. Hidayat, W. 2008. Teknologi pengolahan air limbah.

http://majarimagazine.com/2008/01/teknologi-pengolahan-air-limbah/. (diakses 15 Desember 2011)

Korolev. 2006. Electrokinetic remediation of a contaminated land in cities. IAEG paper 134

Liang L. 1976. Electroosmotic Dewatering of Wastewater Sludges [disertation]. Massachusetts of Technology

Lucache, D., Bulgaru, A., and Ioachim. 2008. Electroosmotic in dewatering of pulp and paper waste sludge. J Electrical Engineering. 32:1842-4085 Marinova, S. 2005. Characteristic of the sludge from the wastewater treatment

plants near Varna city and possibilities for use in agriculture. J Water Science and Technology. 4(11):79-85

Mendez. E. M., H. Josef, and P. Jiri. 2004. Humic subtances – compounds of still unknown structure: application in agriculture, industry, environment, and biomedicine. J. Appl. Biomed. 3: 13-24, 2005.

Nuryani, Sri., Maas, Azwar., Yuwono Nasih., Kabirun Siti, Kusumo Ruly. 2003. Kondisi tanah dan prediksi umur tempat pembuangan akhir sampah TPA bantar gebang. J Ilmu Tanah dan Lingkungan. 4(1):55-63

Pamukcu, S. 1997. Electro-chemical technologies for in-situ restoration of contaminated subsurface soils. EJGE paper 9703

(49)

Reddy, K. R., Donahue, M. J. Saichek., and Sasaoka, R. 1999. Preliminary assessment of electrokinetic remediation of soil and sludge contamined with mixed waste. J Air and Waste Management Association. 49:174-181 Reddy, K. R. 2002. Effects of soil moisture and heavy metal concentrations on

electrokinetic remidiations. J Geotechnical. 32(2)

Reddy, K. R. 2005. Electroosmotic dewatering of degred sediments: Bench-scale investigation. J Environmental Management. 78:200-208

Santi, Dewi. 2004. Pengelolaan Limbah Cair Pada Industri Penyamakan Kulit Industri Pulp Dan Kertas Industri Kelapa Sawit. Universitas Sumatra Utara: Sumatra utara.

Shenbagavalli, S. 2010. Electrokinetic remediation of contaminated habitats. J Environmental Science and Technology. 4(13):930-935

(50)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perubahan arus listrik pada perlakuan 20 volt

(51)

Lampiran 2. Perubahan arus listrik pada perlakuan 30 volt

(52)

Lampiran 3. Perubahan arus listrik pada perlakuan 35 volt

Grafit dan tembaga Grafit dan stainless steel Waktu (menit) Arus (A) Waktu (menit) Arus (A)

0 0.60 0 0.80

120 0.35 120 0.50

240 0.25 240 0.25

360 0 480 0.10

360 0.60 600 0.10

480 0.50 720 0

600 0.20 720 0.30

720 0 840 0.10

720 0.40 1034 0

840 0 1034 0.70

840 0.60 1080 0.50

960 0.20 1200 0

1053 0 1200 0.60

1053 0.60 1320 0.10

1157 0 1440 0

1157 0.50 1440 0.60

1241 0 1545 0

1241 0 1611 0.65

- - 1765 0

- - 1835 0.70

- - 1941 0

(53)

Lampiran 4. Perubahan kadar air pada perlakuan 20 volt

Grafit dan tembaga Grafit dan stainless steel Grafit dan kasa stainless steel JAE (cm) kadar air

Lampiran 5. Perubahan kadar air pada perlakuan 30 volt

(54)

Lampiran 6. Perubahan kadar air pada perlakuan 35 volt

Grafit dan tembaga Grafit dan stainless steel JAE (cm) kadar air

awal (%)

kadar air

akhir (%) JAE (cm)

kadar air awal (%)

kadar air akhir (%)

22 1250 570.9 22 1236 520.3

18 1250 755.5 18 1236 580.3

16 1250 483.3 16 1236 935.1

12 1250 758.9 12 1236 669.2

5 1250 707.5 5 1236 691.8

(55)

Lampiran 7. Perubahan pH setelah proses elektroosmosis

Segmen pH awal pH H₂O

1 7.825 4.485

2 7.825 5.845

3 7.825 5.125

4 7.825 7.46

5 7.825 8.065

6 7.825 10.045

Lampiran 8. Perubahan EC setelah proses elektroosmosis

Segmen EC awal EC (mS/cm)

1 3.305 2.115

2 3.305 1.8695

3 3.305 1.019

4 3.305 0.494

5 3.305 0.724

6 3.305 3.07

Lampiran 9. Kadar P total setelah elektroosmosis

Segmen P awal (%) P sludge (%)

1 5.24 2.54

2 5.24 2.73

3 5.24 2.32

4 5.24 2.05

5 5.24 1.55

(56)

Lampiran 10. Kandungan unsur-unsur mikro (Fe, Zn, Cu, Mn) terekstrak air setelah proses elektroosmosis

Lampiran 11. Kandungan unsur-unsur mikro (Fe, Zn, Cu, Mn) terekstrak HCl 25% setelah proses elektroosmosis

(57)

Lampiran 12. Kandungan basa-basa total (Ca, Mg, K, Na) terekstrak air setelah proses elektroosmosis

Lampiran 13. Kandungan basa-basa total (Ca, Mg, K, Na) terekstrak HCl 25% setelah proses elektroosmosis

(58)

Lampiran 14. Kandungan logam berat (Pb, Cd) ekstrak air dan HCl 25% setelah elektroosmosis

Segmen

Ekstrak air Ekstrak HCl 23% Pb awal

(mg/Kg)

Pb sludge

(mg/Kg)

Cd awal (mg/Kg)

Cd sludge

(mg/Kg)

Pb awal (mg/Kg)

Pb sludge

(mg/Kg)

Cd awal (mg/Kg)

Cd sludge

(59)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Limbah merupakan masalah lingkungan yang harus ditangani. Pengelolaan terhadap limbah perlu dilakukan dengan cara yang tepat dan mudah bahkan dapat dimanfaatkan. Salah satu limbah yang perlu penanganan khusus ialah limbah cair. Oleh sebab itu setiap kegiatan yang menimbulkan limbah cair harus dikelola terlebih dahulu dalam suatu sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebelum kemudian dikembalikan ke lingkungan sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 Pasal 8 tentang baku air limbah domestik. Hal tersebut jugalah yang dilakukan pada air lindi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi dan air Sungai Cisadane di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bogor.

Proses pengelolaan limbah cair ternyata tidak bebas limbah, namun masih menghasilkan residu berupa endapan semi padatan yang sering dikenal dengan lumpur (sludge). Sludge merupakan residu dari limbah cair yang bersumber dari berbagai limbah oleh sebab itu sludge sangat mungkin mengandung senyawa-senyawa berbahaya baik yang terdapat pada padatannya maupun pada cairannya. Dengan sifatnya yang semi padat dan memiliki kadar air tinggi membuat sludge

menjadi sulit untuk dipindahkan. Dalam keadaan yang lebih kering, sludge akan lebih mudah dipindahkan.

(60)

proses pengeringan dapat terjadi yang ditunjukkan dengan semakin turunnya kadar air pada sistem. Keunggulan lain dari teknologi ini adalah mampu menurunkan kadar-kadar bahan berbahaya seperti logam berat yang terdapat di dalam sistem, sehingga dapat lebih aman bagi lingkungan.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini ialah :

1. Mencari rancangan sistem dewatering secara elektroosmosis yang dapat menurunkan kadar air sludge paling efisien dengan perlakuan voltase, dan jenis elektroda.

2. Mengetahui pengaruh elektroosmosis terhadap karakteristik kimia sludge

(61)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah cair

Menurut PP No 82 tahun 2001 limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Limbah cair berasal dari dua jenis sumber yaitu limbah rumah tangga (limbah cair domestik) dan industri. Setiap limbah cair wajib melalui pengelolaan sehingga kandungan berbahaya di dalamnya dapat diminimalisasi terlebih dahulu sebelum dilepaskan ke lingkungan, sebab zat-zat berbahaya tersebut dapat mematikan fungsi mikroorganisme yang berfungsi menguraikan senyawa-senyawa dalam air limbah. Penanganan limbah cair biasanya dilakukan secara kimiawi, fisik dan biologi untuk mengeliminasi zat-zat yang berbahaya (Santi, 2004).

Limbah cair yang berasal dari limbah kegiatan rumah tangga dan ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) lebih dikenal dengan air lindi (leachate). Limbah yang dibuang ke TPA sebagian besar terdiri atas komponen sampah organik dan sebagian kecil anorganik. Sampah organik akan mengalami proses penguraian atau dekomposisi, yang menghasilkan bahan padat dan gas antara lain CO₂, CH₄, dan sebagian kecil H₂S. Hasil penguraian sampah lainnya adalah berupa asam-asam organik. Asam ini dapat mempengaruhi proses mineralisasi atau penguraian logam-logam yang ada dalam sampah. Asam-asam organik ini dapat terbawa oleh air hujan menjadi air lindi yang akan tertampung dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Nuryani et al, 2003).

2.2 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

2.2.1.IPAL TPA Bantar Gebang

(62)

Tahap kedua adalah pengolahan tahap pertama (Primary Treatment), tahapan ini tidak jauh berbeda dengan tahap awal hanya saja pada tahap ini mulai dilakukan netralisasi, penambahan bahan kimia untuk koagulasi, pemisahan serta sedimentasi. Tahapan berikutnya ialah pengolahan tahap kedua (Secondary Treatment), pengolahan pada tahap ini bertujuan untuk menghilangkan zat-zat terlarut yang tidak dapat dihilangkan dengan proses fisik biasa. Pengolahan ini menggunakan alat rotating biological contactor. Setelah air sampah diolah dalam

rotating biological contractor air kemudian dipisahkan dengan lumpur melalui alat yang disebut clarifier biologi yang kemudian diproses secara kimia untuk proses koagulasi dan flokulasi. Dari proses ini lumpur (sludge) yang terpisah akan disalurkan pada kolam penampung sludge, sedangkan airnya akan dialirkan ke kolam clean water treatment yang kemudian dialirkan kembali ke sungai setelah memenuhi baku mutu COD sebesar 300mg/l dan BOD sebesar 150 mg/l, serta setelah pH mencapai 6-7 (Anonim, 2011).

Keterangan: (1) Bak equalisasi 1 dan 2; (2) bak fakultatif;(3) Rotary biological denitrification; (4) bak aerasi; (5) clarifier kimia;(6) polishing pond;(7) bak pengendapan;(8) clarifier biologi; (9) clean water outlet; (10) bak penampung sludge

Gambar

Gambar 8. Perubahan arus listrik pada voltase 30
Gambar 11. Perubahan kadar air pada perlakuan 20 volt
Gambar 12. Perubahan kadar air pada perlakuan 30 volt
Gambar 13. Perubahan kadar air pada perlakuan 35 volt
+7

Referensi

Dokumen terkait

Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka adalah museum yang terletak di sekitar tepian Danau Maninjau, tepatnya di Nagari Sungai Batang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam,

Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut perlu dipertimbangkan secara cermat dan tepadu dalam setiap perencanaan pembangunan, agar dapat dicapai

sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan

Penyusunan atau penulisan skripsi merupakan bagian yang terpenting dari seluruh proses kegiatan yang telah dilakukan mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan di suatu fakultas

- Antrum mastoid adalah ruang di rongga mastoid yang harus dituju pada setiap mastoidektomi karena ruangan ini berhubungan langsung dengan aditus ad antrum yang

silikon dari karbon dan pasir silika, dan proses pemanfaatan gas buang untuk menghasilkan steam tekanan tinggi yang dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik yang digunakan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat konsentrasi dan lama perendaman asap cair yang paling efektif dalam pengawetan kayu karet terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK (15:15:15) dengan dosis 20 g per polibag dan 30 g per polibag memberikan hasil yang lebih tinggi bagi pertumbuhan dan