• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Karbon Aktif

Karbon aktif merupakan material amorf berkarbon yang memiliki luas permukaan yang besar yang dibangun oleh struktur pori internalnya melalui proses karbonisasi dan aktivasi. Karbon aktif memiliki luas permukaan yang besar sekitar 500 m2/gram bahkan bisa mencapai 1500 m2/gram. Karbon aktif memiliki densitas yang berbeda - beda. Karbon aktif juga memiliki tingkat kekerasan yang berbeda- beda terhadap tekanan atau geseran tertentu. Perbedaan densitas dan kekerasan karbon aktif sangat bergantung dari bahan baku dan cara pengaktifannya.

Berdasarkan bentuknya, karbon aktif dapat dibedakan dalam empat golongan yaitu :

a) Karbon aktif serbuk (powdered activated carbon) berbentuk serbuk dengan ukuran partikel kurang dari 0,8 mm

b) Karbon aktif granular (granular activated carbon), memiliki partikel – partikel yang tidak rata dengan ukuran 0,2 – 0,5 mm

c) Karbon aktif pelet (pelleted activated carbon), berbentuk silinder dengan ukuran diameter 0,8-5,0 mm. Karbon aktif ini umumnya digunakan untuk aplikasi dalam

fasa gas karena memiliki kandungan debu yang rendah, tetesan bertekanan rendah tapi memiliki kekuatan mekanis yang tinggi

d) Karbon aktif terlapisi polimer (polimers coated carbon), merupakan pori-pori karbon yang dapat dilapisi dengan biopolimer yang mungkin untuk menghasilkan suatu karbon yang berguna untuk hemoperfusi yaitu suatu teknik treatmen di mana ke dalam darah pasien ditekan dengan senyawa adsorben untuk mengeluarkan senyawa toksik dari dalam darah. (Mifbakhuddin, 2010).

Berdasarkan pori-porinya, karbon aktif dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Micro-pores (diameter kurang dari 2 nm), Meso-pores (diameter antara 2-25 nm) dan Macro-pores (diameter di atas 25 nm). Karbon tempurung kelapa umumnya terdiri dari micro-pores dan meso-pores dan karena distribusi pori tersebut, karbon tempurung kelapa banyak digunakan di pembersihan fase gas dan pemurnian air. (Ario Ardianto, 2008).

2.4.1 Pembuatan Karbon Aktif

2.4.1.1Metode Tradisional

Pembuatan karbon aktif dengan metode tradisional sangat sederhana yaitu dengan menggunakan drum atau lubang bawah tanah dengan cara pengolahan sebagai berikut. Bahan yang hendak dibakar dimasukkan ke dalam drum yang terbuat dari pelat besi atau lubang yang yang telah disiapkan, kemudian dinyalakan sehingga terbakar.

Pada saat pembakaran drum ditutup sehingga hanya ventilasi yang dibiarkan terbuka, untuk sebagai jalan keluarnya asap, ketika asap yang keluar sudah berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup dan dibiarkan selama lebih kurang 12 jam. Setelah itu dengan hati-hati tutup drum dibuka dan dicek apakah masih ada bara yang menyala

jika masih ada tutup drum ditutup kembali, tidak dibenarkan menggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala karena dapat menurunkan kualitas karbon yang dihasilkan. (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994).

Pembuatan karbon aktif dengan metode ini biasanya menghasilkan keaktifan yang rendah bahkan di bawah keaktifan menurut standar industri Indonesia (SII), hal ini disebabkan proses pembentukan karbon aktif tidak memungkinkan terbentuknya pori-pori dengan baik.

2.4.1.2Metode yang diperbaharui

Metode pembuatan karbon aktif yang diperbaharui dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap pengarangan (karbonisasi) dan tahap pengaktifan (aktivasi), dalam metode ini bahan baku dipanaskan dengan jumlah udara seminimal mungkin agar rendemen yang dihasilkan cukup besar. Hasil yang diperoleh dengan metode ini berupa karbon yang memberi keaktifan dan rendemen yang cukup besar.

Pada proses pengaktifan terjadi pemecahan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul pada permukaan karbon sehingga pori-pori atau 1uas permukaan menjadi lebih besar. Metode pengaktifan yang umum digunakan dalam pembuatan karbon aktif ada dua cara, yaitu pengaktifan secara kimia dan pengaktifan secara fisika. (Sembiring, 2003).

2.4.1.2.1 Proses Kimia

Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan yang dikeringkan serta dipotong-potong. Aktivasi dilakukan pada temperatur 100 ºC. Arang aktif yang dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300 ºC dengan

proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia.

2.4.1.2.2 Proses Fisika

Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling, diayak untuk selanjutnya diaktivasi dengan cara pemanasan pada temperatur 900 ºC yang disertai dengan pengaliran uap. Proses fisika banyak digunakan dalam aktivasi arang antara lain :

a. Proses Briket yaitu bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket, dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan ter. Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada suhu 550 ºC untuk selanjutnya diaktivasi dengan uap.

b. Destilasi kering yaitu merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat yang terdiri dari campuran methanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan ter. Hasil yang diperoleh seperti methanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan baku yang digunakan dan metoda destilasi (Sembiring, 2003).

Diharapkan daya serap karbon aktif yang dihasilkan sama atau lebih baik dari pada daya serap karbon aktif yang diaktifkan dengan menyertakan bahan-bahan kimia. Dengan cara ini, pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses pengarangan dapat dihindari. Selain itu, dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap hasil penguraian senyawa-senyawa organik dari bahan baku.

Sembiring (2003), ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi karena pemanasan pada proses destilasi kering, yaitu :

a. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 ºC. Air yang terkandung dalam bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 %.

b. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200oC-280ºC. Kayu secara perlahan- lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70 %.

c. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 ºC. Pada suhu ini akan terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan ter. Arang yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80 %. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 ºC.

d. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 ºC, terjadi proses pemurnian arang, dimana pembentukan ter masih terus berlangsung. Kadar karbon akan meningkat mencapai 90 %. Pemanasan di atas 700 ºC, hanya menghasilkan gas hidrogen.

Sembiring (2003) mengemukakan secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap, yaitu :

1) Dehidrasi yaitu proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170 ºC.

2) Karbonisasi yaitu pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu di atas 170 ºC akan menghasilkan CO, CO 2.

3) Aktivasi yaitu dekomposisi ter dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO dan asam asetat. Pada suhu 275 ºC, dekomposisi menghasilkan ter, methanol dan hasil samping lainnya. Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600 ºC sebagai aktivator.

Proses aktivasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktivasi adalah suatu perlakuan

terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi.

Metode aktivasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah :

Dokumen terkait