• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Sumber tak bergerak (menetap)

2.2. Karbon Monoksida

2.2.1. Pengertian Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) adalah suatu gas yang tidak bewarna, tidak berbau dan tidak berasa dengan jumlah sedikit di udara sekitar 0,1 ppm yang berada di lapisan atmosfer, oleh karena itu lingkungan yang tercemar oleh gas CO tidak dapat dilihat oleh mata. Gas CO diproduksi oleh proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan – bahan yang mengandung karbon. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah – 192 °C, gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan (Wardhana, 2001).

Menurut Sunu (2001), gas karbon monoksida sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan yang tidak berwarna dan tidak bau dengan jumlah sedikit di udara sekitar 0,1 ppm yang berada di lapisan atmosfer. Oleh karena itu lingkungan yang telah tercemar oleh gas CO tidak dapat di lihat oleh mata. Di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat, konsentrasi gas CO dapat mencapai antara 10-15 ppm. Secara umum terbentunya gas CO adalah melalui proses berikut:

a. Pembakaran bahan bakar fosil dengan udara

b. Pada suhu tinggi terjadi reaksi antara karbon dioksida (CO2) dengan karbon (C) yang menghasilkan gas (CO).

c. Pada suhu tinggi, CO2 dapat terurai kembali menjadi CO

Transportasi sangat diperlukan untuk mengangkut bahan baku dari daerah pertambangan ketempat industri (pabrik) untuk diolah lebih lanjut menjadi bahan jadi

(produk). Selanjutnya dengan transportasi pula produk yang dihasilkan dibawa ke pemakai. Hal ini sejalan dengan kegiatan itu akan berdampak meluasnya pencemaran lingkungan terutama pencemaran udara (Wardhana, 2001).

2.2.2. Pengaruh Karbon Monoksida Terhadap Manusia

Bertambahnya gas CO, pada umumnya terjadi karena proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari kendaraan atau mesin bermotor. Gas ini dapat membentuk senyawa yang stabil dengan hemoglobin darah menjadi karboksihemoglobin. Senyawa tersebut dalam jumlah kecil tidak berbahaya, namun dalam jumlah besar akan berbahaya bahkan dapat mematikan. Pengaruhnya terhadap kesehatan yaitu bahwa karbon monoksida dapat merintangi darah untuk mengangkut oksigen ( Sunu, 2001). Faktor penting yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh manusia adalah konsentrasi COHb yang terdapat dalam darah, dimana semakin tinggi persentase hemoglobin yang terikat dalam bentuk COHb, semakin parah pengaruhnya terhadap kesehatan manusia. Konsentrasi COHb di dalam darah dipengaruhi secara langsung oleh konsentrasi CO dari udara yang terhisap (Agusnar, 2007).

Keadaan normal konsentrasi CO di dalam darah berkisar antara 0,2% sampai 1,0% dan rata-rata sekitar 0,5%. Kadar CO didalam darah dapat seimbang selama kadar CO di atmosfer tidak meningkat dan pernafasan tetap konstan (Mukono, 2008).

Kadar 20 bpj CO dalam udara dapat menyebabkan manusia sakit, dalam waktu 30 menit 1300 ppm dapat menyebabkan kematian. Menghisap gas yang keluar dari knalpot mobil di ruang garasi tertutup lebih banyak menyebabkan kematian (Sastrawijaya, 2009).

Tabel 2.3. Pengaruh Konsentrasi COHb di dalam Darah terhadap Kesehatan

4. ≥ 5.0 Perubahan fungsi jantung dan pulmonary

5. 10.0 – 80.0 Kepala pening, mual, berkunang – kunang, pingsan, kesukaran bernafas, kematian.

Sumber : Manahan dalam Agusnar, 2007 2.3. Partikel Debu

2.3.1. Pengertian Debu

Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan- kekuatan alami atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur, 1998).

Sedangkan menurut Sarudji (2010), dalam buku Kesehatan Lingkungan, debu (partikulat) adalah bagian yang besar dari emisi polutan yang berasal dari berbagai macam sumber seperti mobil, truk, pabrik baja, pabrik semen, dan pembuangan sampah terbuka. Mungkin hal ini sangat mengejutkan bahwa Environmental Protection Agency (EPA) memperkirkan bahwa kebakaran hutan menghasilkan seperempat dari seluruh emisi partikulat. Sepertiga darinya berasal dari kebakaran hutan yang dapat dikendalikan dan dua pertiganya dari kebakaran hutan yang tak

2.3.2. Sifat Debu

Partikel (debu) sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu hidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan.

Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi, dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2001). Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1994 yang dikutip oleh Sihombing (2006), sifat-sifat debu adalah sebagai berikut:

1. Mengendap

Debu cenderung mengendap karena gaya grafitasi bumi. Namun karena ukurannya yang relatif kecil berada di udara. Debu yang mengendap dapat mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.

2. Permukaan cenderung selalu basah

Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.

3. Menggumpal

Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah, sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.

4. Listrik statis (elektrostatik)

Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan.

Adanya partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan.

5. Opsis

Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap. Menurut sifatnya, partikel dapat menimbulkan rangsangan saluran pernapasan, kematian karena bersifat racun, alergi, fibrosis, dan penyakit demam (Agusnar, 2008).

2.3.3. Sumber- Sumber Debu

Sumber pencemar partikel (debu) dapat berasal dari peristiwa alami dan dapat juga berasal dari ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam (Wardhana, 2001) antara lain:

1. Debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang.

2. Abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi.

3. Semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan.

Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi (Wardhana, 2001).

Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada di udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Yunus, 1997).

2.3.4. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu

Nilai ambang batas adalah kadar tertinggi suatu zat dalam udara yang diperkenankan, sehingga manusia dan makhluk lainnya tidak mengalami gangguan penyakit atau menderita karena zat tersebut (Agusnar, 2008).

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara dijelaskan mengenai pengertian baku mutu udara ambien, yaitu ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Baku mutu kadar debu dalam udara ambien yang tercantum di dalam PP RI No. 41 tahun 1999 tersebut untuk PM10 (Partikel

<10 μm) adalah 150 μg/m3.

2.3.5. Dampak Pencemaran Debu terhadap Manusia

Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh manusia yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan polutan udara ke paru-paru dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran napas. Bahan polutan yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna. Refleks batuk juga akan mengeluarkan bahan polutan dari paru yang kemudian bila tertelan akan masuk ke saluran cerna. Bahan polutan dari udara juga dapat masuk ketika makan atau minum.

Permukaan kulit juga dapat menjadi pintu masuk bahan polutan di udara khususnya bahan organik dapat melakukan penetrasi kulit dan dapat menimbulkan efek sistemik (Aditama, 1992). Kerusakan kesehatan akibat debu tergantung pada lamanya kontak, konsentrasi debu dalam udara, jenis debu itu sendiri dan lain-lain (Agusnar, 2008).

Ukuran debu atau partikel yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapannya. Partikel yang terhisap oleh manusia dengan ukuran kurang dari 1 mikron akan ikut keluar saat napas dihembuskan. Partikel yang berukuran 1-3 mikron akan masuk ke dalam kantong udara paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel berukuran 3-5 mikron akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Partikel yang berukuran di atas 5 mikron akan tertahan di saluran napas bagian atas (Sunu, 2001). Penyakit peneumokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru.

Dokumen terkait