• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan ketertarikan antar unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata, namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik (Nurgiantoro, 2005: 37).

Dalam bab II ini akan dianalisis tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel Radit dan Jani karya Rio Rinaldo. Penulis memang mengesampingkan unsur intrinsik yang lain untuk mengefektifkan objek penelitian yang berhubungan dengan perasaan tokoh. Analisis tokoh dan penokohan dalam novel Radit dan Jani akan dilakukan berdasarkan segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, yaitu tokoh utama. Dengan menganalisis tokoh dan penokohan penulis mampu mengetahui gambaran karakter para tokoh. Dalam novel Radit dan Jani ini penulis hanya menganalisis tentang tokoh utama saja karena penulis menganggap tokoh-tokoh utama mampu menggambarkan secara jelas aspek kejiwaan yang berupa perasaan-perasaan yang dialami oleh Radit dan Jani.

2.1 Tokoh

Cerita berkisah tentang seseorang atau tentang beberapa orang. Jika menghadapi sebuah cerita, orang selalu bertanya, “Ini cerita (tentang) siapa?” “ Siapa pelaku cerita ini?”. Pelaku ini yang biasa disebut tokoh cerita. Yang dimaksud dengan tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dengan berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16).

Dilihat dari segi peranan atau tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2005: 177). Tokoh-tokoh utama dalam novel Radit dan Jani adalah tokoh Radit dan tokoh Jani/Anjani. Tokoh tambahan adalah tokoh yang kemunculannya dalam keseluruhan cerita lebih sedikit dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama. Tokoh-tokoh tambahan dalam novel Radi dant Jani adalah Bapak Santoso (Papanya Jani), Mama dari tokoh Jani, Abi (adiknya Jani), Adi, Kemal, Dino, Pak Jamal, Inge, Pak Narto, Wati, Tike, Bonang, Kribo, Bantet, dan Kirana.

Dari beberapa tokoh utama dan toko tambahan di atas, penulis akan membatasi penelitian tokoh hanya pada tokoh utama saja, yaitu Radit dan Jani. Kedua tokoh tersebut dipilih karena dianggap mendominasi penceritaan dalam novel Radit dan Jani.

2.2 Penokohan

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. (Nurgiantoro, 2005: 165). Penokohan tidak hanya menyebutkan siapa nama tokoh, tetapi juga memperkenalkan pembaca kepada watak tokoh. Yang dimaksud dengan watak ialah kualitas tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dengan tokoh lain (Sudjiman, 1986: 80). Jadi, penokohan dapat membantu mengetahui dengan jelas perilaku, sifat, dan ciri fisik para tokoh.

Dalam analisis ini penulis hanya menganalisis penokohan dari tokoh utama, yaitu Radit dan Jani. Kedua tokoh tersebut dipilih karena dianggap memiliki perasaan yang mendominasi penceritaannya dalam novel Radit dan Jani.

2.2.1 Radit

Radit merupakan salah satu tokoh utama, karena intensitas keterlibatannya dalam setiap kejadian dalam novel mempengaruhi jalan cerita. Ciri fisik Radit digambarkan pengarang dengan bentuk fisik yang kurus dengan tulang pipi cekung dengan mata tajam dan memiliki senyum yang sinis. Selain itu Radit juga memiliki tatto di tubuhnya sebagai ekspresi kebebasan yang dimilikinya.

(1) Sekujur tubuhnya penuh tatto. Sekolahnya tak tamat SMA. Hidupnya sebatang kara. (Rinaldo, 2008:4).

(2) Ia seperti diselidiki oleh tatapan tajam penyanyi band pengisi acara musik kampusnya yang namanya pun ia tidak tahu. Cowok kurus yang tulang pipinya cekung dengan mata tajam dan senyuman yang sinis (Rinaldo, 2008:2).

Pada kutipan (1) digambarkan bagaimana sekujur tubuh Radit dipenuhi oleh tatto, yang menggambarkan bagaimana bentuk kebebasan Radit. Pada kutipan (2) di atas juga digambarkan bagaimana bentuk tubuh Radit yang kurus sehingga terlihat tulang pipinya yang cekung dengan memiliki tatapan mata yang tajam dan senyuman sinis. Hal tersebut disampaikan pengarag secara analitis.

Segala perilaku dan sikap Radit digambarkan pengarang dalam kutipan-kutipan berikut ini: Radit adalah seorang pemain band yang memiliki cita-cita yang tinggi dalam bermusik, dalam setiap pertunjukannya ia hanya mau memainkan lagu-lagu ciptaannya sendiri, ia sangat benci membawakan lagu-lagu-lagu-lagu dari band-band lain selain bandnya sendiri.

(3) Band kita harus membawakan lagu kita sendiri, dengan gaya kita sendiri, Radit selalu menekankan hal itu kepada kawan-kawannya. Mending gue mati kelaparan daripada dapat duit dari nyanyiin lagu-lagunya Kings atau

MissU Band, dengan sengit, Radit mendebat teman-temannya (Rinaldo,

2008: 26).

Pada kutipan (3) di atas terlihat bagaimana sikap Radit yang ingin membuktikan bahwa dirinya bisa berkarya dalam dunia musik, terutama melalui lagu-lagu yang diciptakannya sendiri. Radit rela mati kelaparan daripada harus membawakan lagu-lagu milik orang lain. Hal tersebut disampaikan secara analitik.

Kehidupan Radit yang bebas sebagai anak band tidak lepas dari obat-obatan dan minuman keras. Radit menjadi sosok yang sering mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras. Ia sangat menikmati segala obat-obatan yang masuk ke dalam dirinya. Bagi Radit obat-obatan merupakan surga baginya karena ia dapat merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan.

(4) “Kamu harus coba semuanya supaya bisa tahu mana yang cocok buat kamu”. Dan ia menuruti Radit. Ia coba semua narkotika yang ada. Namun, Jani tetap tidak menyukai keluarga heroin dan semua keturunannya seperti Radit (Rinaldo, 2008:7).

(5) Bagi Radit, dua hal yang membuatnya berada di surga. Jani dan jarum. Setelah bercinta hebat dengan Jani seperti ini, ia ingin memperpanjang nikmatnya surga dengan jarum. Dan ketika cairan opiat mulai menggenangi aliran darahnya, ia tidak lagi menjejak bumi (Rinaldo, 2008:22).

Pada kutipan (4) di atas bagaimana Radit mempengaruhi Jani untuk mencicipi semua jenis narkotika seperti dirinya agar bisa tahu bagaimana rasanya. Selama ini Jani hanya bisa melarang Radit untuk berhenti menggunakan narkotika, sedangkan Radit paling tidak suka bila ada orang yang melarang-larang untuk berhenti menggunakan narkotika tetapi orang itu belum tahu bagaimana rasanya. Pada kutipan (5) bagi Radit, ia hanya menginginkan Jani dan jarum untuk bisa menikmati surganya dunia. Karena hanya itulah yang membuat Radit bisa merasakan bagaimana nikmatnya berada pada dimensi yang berbeda. Hal tersebut disampaikan secara dramatik dan analitik.

Kebiasaan Radit mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras membuatnya mudah naik darah, sehingga Radit mudah sekali terpancing emosinya. Seperti ketika Jani mendesak Radit membelikan kado untuk ibunya Jani yang sedang berulang tahun. Ia merasa Jani menuntutnya memenuhi keinginan yang tidak masuk akal. Bagi Radit mengumpulkan uang untuk makan saja sulit, apalagi Jani mendesaknya untuk membelikan kado. Saat teman-teman band Radit mendapat tawaran main di sebuah cafe dan mereka harus membawakan lagu-lagu milik orang lain, Radit menjadi terpancing emosinya. Hal ini disebabkan Radit paling tidak senang membawakan

lagu-lagu milik orang lain dan Radit ingin sekali lagu-lagunya didengar oleh banyak orang.

(6) “Lo yang mikir! Kalo gue ada uang gue udah beliin apa pun yang lo mau, tau!”

“Makannya jangan suka cari gara-gara! Coba kalo gue masih kerja, gue masih bisa punya uang buat beli kado nyokap, tau!”

“Anjing! Jangan ungkit-ungkit yang udah lewat! Arrghhhhhhhh....” Radit berteriak penuh kegeraman dan keluar dari rumah mereka sambil membanting pintu (Rinaldo, 2008: 18-19).

(7) “Kita dapat tawaran main di D-Cafe, dan kita semua tahu lo pasti bakal nolak karena kita bakal mainin lagu-lagu yang populer.”

Radit menatap teman-temannya nanar.

“Anjing lo semua.” Radit tidak dapat menahan kegeramannya. “ Cuma gara-gara duit lo mau ngejual harga diri lo! Dan...dan lo tega ngianatin temen lo sendiri!” (Rinaldo, 2008:28).

(8) “Mending lo ambil gitar lo dan pergi dari sini. Gue males ngeladenin omongan orang mabok!”

“Apa lo bilang? Babi lo!”

Radit hendak menyerang Adi, tapi Kemal dan Dino lebih cepat mendorongnya mundur (Rinaldo, 2008:28).

Kutipan di atas terlihat bagaimana Radit mudah sekali terpancing emosinya. Pada kutipan (6) Radit bertengkar dengan Jani. Radit paling tidak suka bila yang terjadi di masa lalu diunngkit-ungkit kembali oleh Jani, ia sadar penyebab Jani berhenti dari pekerjaannya disebabkan olehnya. Kutipan (7) dan (8) menggambarkan bagaimana kekecewaan Radit terhadap teman-temannya yang karena untuk mendapatkan uang teman-temannya harus menjual harga dirinya dengan memainkan lagu-lagu milik orang lain dan meninggalkan Radit. Hal tersebut disampaikan secara dramatik.

Selain Radit gemar mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras. Radit merupakan tipe orang yang posesif dan pencemburu. Sifat cemburu yang dimiliki

Radit ditunjukkannnya bila ada laki-laki lain yang mendekati atau berani mengganggu istrinya (Jani). Radit tidak segan-segan menghajar tiap laki-laki yang berani mendekati Jani. Radit tidak suka bila Jani bergaul dengan laki-laki lain yang belum ia kenal, sekalipun laki-laki yang mendekatinya adalah bos di tempat istrinya bekerja,

(9) Radit memecahkan kaca mobil teman kuliah Jani yang berani memeluknya sambil berdansa di sebuah lounge. Atau, ketika dua minggu lalu Jani terpaksa keluar dari kafe tempatnya bekerja karena Radit melabrak dan mendorong bosnya hingga membentur rak di belakang bar membuat botol-botol vodka berjatuhan. (Rinaldo, 2008: 8).

(10) “Bos kamu genit! Aku gak suka caranya ngeliatin kamu.” Cuma itu alasan Radit (Rinaldo, 2008: 8).

Dalam kutipan (9) di atas terlihat bagaimana Radit melampiaskan rasa cemburunya dengan melakukan hal-hal anarkis terhadap teman laki-laki Jani karena berani mendekati Jani. Sikap anarkis Radit ditunjukkannya dengan memecahkan kaca mobil teman kuliah Jani. Kebencian Radit terhadap bos Jani juga ditunjukkan Radit dengan cara melabrak dan mendorong bos Jani. Pada kutipan (10) terlihat bagaimana alasan Radit ketika ditanya oleh Jani kenapa ia memukuli bosnya. Radit tidak suka ada laki-laki yang berani menggoda meskipun bosnya Jani sekalipun. Bagi Radit, bosnya Jani bersikap keterlaluan kepada Jani. Hal tersebut digambarkan secara analitik dan dramatik.

Radit begitu menginginkan Jani untuk selalu berada di sampingnya. Bagi Radit, Jani adalah segalanya dan ia rela mengorbankan apa pun demi istrinya yang sangat dicintainya. Tidak ada yang dapat menggantikannya, ia lebih baik memilih

untuk mati bila Jani tidak ada bersamanya. Terlihat bagaimana begitu berartinya Jani buat Radit.

(11) ketika Radit membelai rambutnya dengan tatapan penuh puja sambil memeluk tubuh yang berpeluh setelah bercinta semalaman sambil membisikkan, “kamu milikku, Jani, dan aku akan bersumpah tak akan membagimu dengan siapapun” (Rinaldo, 2008: 8).

(12) Bunuh saja aku, Jani. Kalau kamu pergi dengan laki-laki lain, hidup dan mati tidak ada bedanya. Kamu udara, air, dan tanah yang membuatku ada. Aku butuh kamu buat hidup (Rinaldo, 2008:89).

(13) “Kamu itu milikku dan aku enggak suka ada cowok lain yang berani macam-macam sama kamu!” Radit semakin tidak bisa mengendalikan emosinya (Rinaldo, 2008: 55).

Kutipan (11), (12), dan (13) di atas melihatkan bagaimana Radit begitu sangat mencintai Jani. Jani adalah segala-galanya bagi Radit. Ia tidak ingin ada laki-laki lain yang mendekati Jani selain dirinya, hanya ia yang boleh membahagiakan Jani, tidak orang lain. Apa pun yang dilakukan Radit tidaklah ada artinya tanpa Jani di sisimya. Ia pun rela mati, karena hanya Janilah yang bisa membuatnya berarti. Hal tersebut disampaikan pengarang secara analitik.

Semakin hari Radit menyadari bahwa ia harus menyiapkan diri untuk menjadi seorang ayah karena Jani telah hamil. Tidak hanya mempersiapkan mental menjadi seorang ayah, ia juga menyadari harus mempersiapkan segala sesuatu untuk persiapan kelahiran anaknya kelak, sedangkan sampai saat ini pun ia belum memiliki pekerjaan yang pasti. Radit pun berusaha mencari pekerjaan untuk menghidupi keluarganya dan Radit pun mencoba pekerjaan dari menjadi valet parkir di sebuah mall, buruh di toko material sampai bekerja sebagai tukang pukul di sebuah klub malam. Semua

dicobanya demi mengumpulkan uang untuk mempersiapkan kelahiran anaknya kelak dan memenuhi kehidupan sehari-harinya bersama Jani.

(14) Radit beruntung karena ketika ia datang ke mal tersebut mencari kerja, salah seorang valet parkirnya mengalami kecelakaan sehingga ia dapat menggantikan pekerjaannya, setidaknya untuk sementara. Ketika ditawarkan pekerjaan tersebut, Radit tidak berpikir dua kali dan langsung menerimanya (Rinaldo, 2008:63).

(15) “Aku tadi dapat pekerjaan,” kata Radit sambil menggerogoti ayam gulai hingga tulang-tulangnya gundul tak berdaging.

“Wah, senangnya. Dimana, Yang?”

“Di toko material. Jadi kuli (Rinaldo, 2008: 103).

(16) Dan seperti malam itu, ketika ia menyeret seorang pengunjung yang mabuk keluar dari klab, orang itu menawarkannnya uang jika Radit tetap membiarkannya berada di dalam. Radit tidak mempedulikannya dan tetap melempar orang itu keluar klub (Rinaldo, 2008: 138).

Dalam kutipan (14) di atas terlihat bagaimana keberuntungan sedang berpihak pada Radit, karena saat sedang mencari pekerjaan Radit langsung mendapatkannya walaupun sebagai valet parkir di sebuah mall untuk sementara karena menggantikan valet parkir sebelumnya yang terkena kecelakaan. Namun, pekerjaan Radit sebagai valet parkir tidak berjalan lama. Pada kutipan (15) digambarkan pekerjaan Radit yang baru. Radit mengabarkan kepada Jani bahwa ia sudah mendapatkan pekerjaan lagi, sebagai kuli di toko material. Kutipan (16) digambarkan bagaimana Radit sangat menikmati pekerjaan barunya sebagai tukang pukul pada sebuah klub malam. Pada kutipan (14) dan (16) tersebut disampaikan pengarang secara analitik, sedangkan kutipan (15) disampaikan pengarang secara dramatik.

Apa yang Radit takuti pun terjadi. Radit sangat takut bila sakauw-nya datang. Ia tidak ingin Jani menyaksikan penderitaannya karena Radit tahu apa yang

dilakukannya terjadi di luar kesadarannya bila ia sakauw. Radit tidak ingin terjadi sesuatu terhadap Jani bila sakauw-nya sedang menghampirinya.

(17) Menjelang tengah malam, Radit terbangun. Tubuhnya menggigil, hidungnya terus mengeluarkan air. Ia tahu candu yang menyebabkan tubuhnya begini dan hanya candu pula yang dapat menenangkannya. Tapi ia bertahan sekuat ia bisa (Rinaldo, 2008: 132).

(18) “Kalau kamu sayang, kamu harus buka pintunya, Jani. Aku sudah tidak tahan lagi.”

Malam berjalan semakin lambat. Sakauw Radit bukannya berkurang malah semakin bertambah. Kulitnya terasa gatal dan semakin panas. Ia menggigil hebat dan untuk menguranginya ia berulangkali membentur badannya ke pintu (Rinaldo, 2008: 133).

Pada kutipan (17) dan (18) di atas melihatkan bagaimana Radit harus berjuang melawan sakauw yang begitu menyiksanya. Radit mencoba bertahan semampunya walaupun tubuhnya terus menggigil dan untuk mengurangi rasa sakitnya Radit berulang kali membenturkan badannya ke pintu. Hal tersebut disampaikan pengarang secara analitik.

Belum sempat Radit merasakan rasanya menjadi seorang ayah. Radit harus mengembalikan istrinya ke orangtuanya. Ia tidak mampu lagi menjaga Jani untuk selalu ada di sampingnya. Radit tidak ingin Jani selalu menderita, terlebih bila sakauwnya datang. Ia merelakan Jani kembali ke keluarganya. Radit tidak dapat memenuhi janjinya untuk selalu ada di samping Jani. Diam-diam Radit datang menemui keluarga Jani, untuk menyerahkan kembali Jani, yang pada saat itu kondisinya sedang mengandung buah cintanya. Ia tidak ingin anak dalam kandungannya mengalami sesuatu, karena Radit menyadari bila sakauwnya datang ia

bisa berubah menjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sedangkan Radit sangat menyayangi Jani.

(19) “Radit sudah mengembalikan kamu ke keluarga, Jani. Ia sudah menyerahkan amanatnya kembali kepada papa.” (Rinaldo, 2008: 151). Pada kutipan (19) di atas menggambarkan bagaimana Radit sudah menyerah. Radit sudah tidak sanggup lagi menemani Jani. Radit tidak ingin melihat Jani menderita karena terus bersamanya. Akhirnya, Radit menyadari bahwa ia lebih memilih obat-obatan dan minuman keras sebagai pendamping hidupnya daripada Jani yang sangat ia cintai. Hal tersebut disampaikan pegarang secara dramatik.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diperoleh kesimpulan bagaimana penokohan Radit yang mendominasi dalam penceritaan. Radit digambarkan memiliki bentuk fisik kurus dengan tulang pipi cekung, tatapan mata tajam dan sekujur badannya penuh tatto. Radit merupakan seorang pemain band yang begitu idealis, ia sangat tidak senang membawakan lagu-lagu milik orang lain. Radit juga mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras. Radit paling benci dilarang untuk berhenti mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras, terlebih bila orang yang melarang belum pernah mencobanya, seperti Jani. Bagi Radit, Jani dan jarum adalah surganya. Radit mudah sekali terpancing emosinya. Ia selalu marah bila Jani mengungkit-ungkit masa lalu atau ketika saat teman-teman bandnya mengajak untuk membawakan lagu-lagu orang lain, sedangkan tidak banyak cafe yang mau menampilkan band yang belum terkenal untuk membawakan lagu-lagu ciptaan sendiri. Selain Radit orang yang emosional, ia juga seorang yang pencemburu. Radit

paling tidak suka ada laki-laki yang mendekati Jani. Ia tidak segan-segan menggunakan kekerasan bila ada laki-laki yang mendekati Jani. Semua tingkah laku yang Radit dilakukan karena Radit sangat mencintai Jani. Ia tidak ingin ada laki-laki lain yang bisa membuat Jani bahagia, selain dirinya. Radit tidak bisa hidup tanpa Jani. Ia lebih baik mati dari pada hidup tanpa Jani ada di sampingnya. Sejak kecil Radit sudah kehilangan kedua orang tuanya dan dia diasuh oleh omnya. Karena suatu masalah Radit pun bertengkar dengan omnya, dan tidak ada satu pun saudaranya yang membelanya. Sampai akhirnya ia pun kabur dan bertemu dengan teman-teman bandnya dan Jani. Dalam perjalanannya, Radit menyadari bahwa ia harus menyiapkan diri untuk menjadi seorang ayah, karena Jani telah hamil. Ia pun berusaha mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dari menjadi valet parkir di sebuah mall, buruh di toko material sampai bekerja sebagai tukang pukul disebuah klub malam. Itu semua ia jalani untuk mempersiapkan kelahiran anaknya. Namun, pada akhirnya Radit harus menyerah pada obat-obatan dan minuman keras. Ia tidak dapat memenuhi janjinya untuk selalu bersama Jani dan membesarkan anaknya kelak bersama-sama. Radit lebih memilih obat-obatan daripada Jani untuk berada di sampingnya. Radit pun diam-diam tanpa sepengetahuan Jani menyerahkan kembali Jani kepada keluarganya, meskipun sebenarnya Radit masih sangat mencintai Jani dan menginginkan untuk berada bersamanya.

2.2.2 Jani

Jani merupakan salah satu tokoh utama. Jani digambarkan pengarang dengan bentuk fisik seorang gadis cantik, dengan tubuh tinggi dan kurus, rambutnya panjang dengan mata yang lebar. Jani merupakan gadis yang polos. Disampaikan pengarang secara analitik. Terlihat dalam kutipan di bawah ini.

(20) Gadis itu cantik, walaupun bukan gadis tercantik yang pernah dikenalnya. Tinggi dan kurus. Berambut panjang dengan mata sebelok ikan mas koki (Rinaldo, 2008: 1).

Kehidupan Jani berubah sejak bertemu dengan Radit. Ia menemukan kekuatan untuk menjadi dirinya sendiri. Selama ini ia sudah bosan dan muak menjadi orang lain, menjadi anak manis yang selalu menyembunyikan segala hal yang disukainya hanya karena semua bertentangan dengan selera dan keinginan orang tuanya dan sejuta larangan mereka. Jani sangat ingin membuat tatto di tempat yang bisa dilihat orang seperti di betis, tanpa harus takut memikirkan makian orang tuanya. Ia ingin merdeka menjadi diri sendiri sehingga bebas melakukan segala sesuatu yang diinginkannya. Ayahnya selalu melarangnya untuk bergaul dengan Radit, karena sejak bergaul dengan Radit, Jani menjadi orang yang sulit diatur.

(21) “ Apa-apaan ini?” bentak ayahnya sambil menunjuk ke tatto di betis Jani.

Jani hanya mengangkat bahu dan terus berjalan ke arah pintu depan. “J ani, mau kemana kamu?” suara ayahnya semakin meninggi. “ Mau pergi.”

“ Papa tahu kamu mau pergi. Tapi kemana dan dengan sapa?” “ Nonton band-nya Radit manggung.”

“ Papa kan sudah larang kamu bergaul sama dia!” bentak ayahnya. “lihat hasilnya! Kamu jadi nggak bener! Ikut-ikutan pake tatto! Kayak preman pasar!”

“ Papa salah! Aku sudah punya tatto sebelum kenal Radit! Lihat!”

Jani balas membentak ayahnya sambil menurunkan rok mininya dan memperlihatkan sebuah tatto sekuntum bunga mawar tepat dibawah pusarnya (Rinaldo, 2008: 4-5).

Pada kutipan (21) di atas menggambarkan bagaimana Jani tidak lagi takut kepada Ayahnya. Selama ini Jani selalu menuruti apa yang dikatakan Ayahnya, tetapi sejak Jani berhubungan dengan Radit semua berubah. Jani menemukan suatu kebebasan yang tidak di dapatnya di rumah. Hal tersebut disampaikan pengarang secara dramatik.

Bagi Jani, Radit merupakan aliran sungai yang membawanya ke lautan lepas. Kebersamaannya dengan Radit memberi Jani kekuatan untuk menyampaikan keinginannya secara bebas, seperti keinginan Jani yang meminta Ayahnya menikahkan Jani dengan Radit. Apa pun ia lakukan untuk selalu bersama Radit, walaupun keluarganya tidak menyetujui hubungan mereka.

Dokumen terkait