• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kasus-Kasus Evakuasi

Dalam dokumen Mitigasi Bencana Sedimen (Halaman 64-71)

Kelompok Masyarakat

4.2 Kasus-Kasus Evakuasi

4.2 Kasus-Kasus Evakuasi

Hampir setiap hari orang mengungsi dari rumah, kantor, tempat umum, bahkan kapal, dalam menanggapi ancaman aktual atau diprediksi suatu bahaya atau bencana. Evakuasi adalah aksi utama dari perlindungan atas bencana seperti banjir, tsunami, letusan gunung berapi dan tanah longsor atau aliran debris.

Beberapa kasus evakuasi yang berhasil di Jepang terutama kasus bencana sedimen, misalnya, di Fudonokuchi pada tahun 1981, ketika penduduk mengalami bencana sedimen. Penduduk dievakuasi 3 jam sebelum terjadinya aliran debris skala besar (Tabel 8). Sumikawa-Akita vulkanik daerah, di mana pada tahun 1997 tanah longsor terjadi disertai aliran debris. Peringatan diberitahu dengan klakson mobil, penduduk dievakuasi. Beberapa jam kemudian, longsor terjadi disertai aliran debris. Pada tahun 1997 di Nagasaki, hujan deras memicu tanah longsor skala besar. Rumah-rumah terkubur di bawah tanah tebal, akan tetapi penduduk sudah dievakuasi. Keberhasilan evakusi di Nagasaki disebabkan beberapa hal antara lain; observasi pergerakan tanah dan seorang pria bijaksana memberitahukan melalui sistem informasi, dan juga kerjasama yang baik dari pihak terkait serta waktu peringatan untuk evakuasi yang tepat (Tabel 9).

50

Tabel 8: Evakuasi dari aliran debris di Misugi, Jepang pada tanggal 1-8-1982 (Omura, 2002)

Tabel 9: Evakuasi dari tanah longsor di Nagasaki, Jepang pada bulan Juli 1997 (Omura, 2002)

Waktu Fenomena Mengatasi Tanah Longsor 12:45 Peringatan akan hujan lebat

Menetapkan ukuran peringatan dari kantor pusat 15:00 Gema kuat pada radar Evakuasi garis pertama

16:00 Evakuasi garis kedua

17:13 Evakuasi garis ketiga

Persiapan darurat dari grup pemadam kebakaran 20:00 Curah hujan maksimum

Resesi level air Signal tanda aliran debris Batu-batu bergulir

21:00 Aliran debris

Tanggal Waktu Fenomena Mengatasi Tanah Longsor

15 rembesan dari celah baru Pemberitahuan yang melihat gejala kepada masyarakat Menetapkan ukuran peringatan dari kantor pusat

16 Batu-batu kecil jatuh

18 18:20 Tanah longsor skala kecil Pemberitahuan kepada pemerintah kota

19:30 Memulai evakuasi secara spontan

21:00 Meminta 25 keluarga untuk mengungsi

19 1:10 Spontan sebanyak 29 keluarga mengungsi

2:00 Tanah longsor skala kecil

2:18 Tanah longsor skala sedang Formal peringatan bencana di kota 3:00

3:16 Tanah longsor skala besar 63 keluarga dianjurkan mengungsi 3:49

51

5. PENUTUP

Bencana sedimen adalah fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan harta benda, ketidaknyamanan bagi kehidupan masyarakat, dan atau kerusakan lingkungan, melalui suatu skala besar pergerakan tanah dan batuan. Bencana sedimen khususnya tanah longsor merupakan salah satu tipe bencana yang paling sering terjadi di Indonesia. Mitigasi bencana diperlukan sebagai tindakan untuk mengurangi dampak bencana sedimen yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang.

Buku dengan judul “Mitigasi Bencana Sedimen: Teori dan

Aplikasi” memuat dasar-dasar teori bencana sedimen seperti faktor

mekanis dan faktor pendorong yang mengakibatkan bencana sedimen, mekanisme terjadinya bencana sedimen, konsep mitigasi bencana sedimen, strategi mitigasi bencana sedimen, langkah pengendalian bencana sedimen serta pengembangan sistem peringatan dan evakuasi dari bencana sedimen. Buku ini memuat pula beberapa kasus bencana sedimen dan aplikasi ambang batas curah hujan untuk peringatan dini terhadap bencana sedimen disamping memuat kasus-kasus evakuasi bencana sedimen yang pernah terjadi. Teori dan aplikasi dari mitigasi bencana sedimen khususnya tanah longsor, aliran debris dan kegagalan lereng dalam buku ini diharapkan dapat berkonstribusi dalam menyediakan informasi dan petunjuk dalam upaya mengurangi dampak bencana sedimen di Indonesia.

52

Daftar Pustaka

Aleotti, P. (2004): A warning system of rainfall-induced shallow failure. Engineering Geology, Vol.73, pp.247–265.

Brand, E.W., Premchitt, J. and Phillipson, H.B. (1984): Relationship between rainfall and landslides in Hong Kong. Proc. of theIV International Symposium on Landslides, Toronto, vol. 1, pp. 377–384.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB(2012) : Data Informasi Bencana Indonesia, Jakarta.

Cannon, S.H. and Ellen, S.D. (1985): Rainfall conditions for abundant debris avalanches, San Francisco Bay region, California. Geology, Vol.38, pp.267–272.

Coburn, A.W, Spences, R.J.S.and Pomonis, A. (1994) Disaster Mitigation. Cambridge Architectural Research Limited, United Kingdom. Crozier, M.J. (1999): Prediction of rainfall-triggered landslides: a test of

the antecedent water status model. Earth Surface Processes and Landforms, Vol.24, pp.825–833.

Gardland, G.G. and Olivier, M.J. (1993): Predicting landslides from rainfall in a humid, subtropical region. Geomorphology, Vol. 8, pp.165– 173.

Hasnawir, Kubota T. and Castillo L.S. (2012): Rainfall-induced shallow landslides in South Sulawesi, Indonesia. International Session of Sabo meeting, 23-25 May 2012, Kochi,Japan.

Highland, L.M. and Bobrowsky, P. (2008): The Landslide Handbook-A Guide to Understanding Landslides. Reston, Virginia, U.S. Geological Survey Circular 1325, 129 p.

Ikeya, H. (1976): Introduction to sabo works: The preservation of land against sediment disaster. The Japan Sabo Association, Japan.

53 Keefer, D.K.,Wilson, R.C., Mark, R.K., Brabb, E.E., Brown,W.M.,Ellen, S.D., Harp, E.L., Wieczorek, G.F., Alger, C.S. and Zatkin, R.S. (1987): Real time landslide warning system during heavy rainfall. Science, Vol. 238, pp.921–925.

Ministry of Land, Infrastructure and Transport-Japan (2004): Development of warning and evacuation system against sediment disasters in developing countries.

Omura, H. (2002): Evolution of mitigation strategy of debris flow disaster in Japan. First International Conference on Debris Flow Disaster Mitigation Strategy, 3-4 December 2002, Taipe, Taiwan.

Onodera, T., Yoshinaka, R. and Kazama, H. (1974): Slope failures caused by heavy rainfall in Japan. Proc. of the II International Congress International Association of Engineering Geology, Sao Paulo, Brasil, Vol. 11, pp.1–10.

Premchitt, J. (1997): Warning system based on 24-hour rainfall in Hong Kong. Manual for zonation on areas susceptible to raininduced slope failure. Asian Technical Committee on Geotechnology for Natural Hazards in International Society of Soil Mechanics and Foundation Engineering, pp.72– 81.

Sirangelo, B. and Braca, G. (2001): L‟individuazione delle condizioni dipericolo di innesco elle colate rapide di fango. Applicazione del modello FlaIR al caso di Sarno. Atti del Convegno: „„Il dissesto idrogeologico: inventario e prospettive‟‟, Roma.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun2007 tentang Penanggulangan Bencana (2007) : Presiden Republik Indonesia, Jakarta.

Wilson, R.C. and Wieczorek, G.F. (1995): Rainfall threshold for the initiation of debris flow at La Honda, California. Environmental and Engineering Geoscience , Vol.11, pp.11–27.

54

Wieczorek, G.F. and Guzzetti, F. (1999): A review of rainfall thresholds for triggering landslides. Proc. of the EGS Plinius Conference, Maratea, Italy October 1999, pp. 407– 414.

55

Singkatan-Singkatan

BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana

BPK : Balai Penelitian Kehutanan

P3KR : Pusat Penelitian dan Pengembangan

Konservasi dan Rehabilitasi

SATKOR-LAK PB : Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan

Bencana

SATLAK PB : Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana

UN-ISDR : United Nations International Strategy for

Disaster Reduction

UNESCO : United Nations Educational, Scientific and

Cultural Organization

USGS : United States Geological Survey

56

Dalam dokumen Mitigasi Bencana Sedimen (Halaman 64-71)

Dokumen terkait