• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL

2.4 KATALIS HETEROGEN

Katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen (KOH dan NaOH). Namun, penggunaan katalis tersebut memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit. Sisa katalis homogen tersebut dapat mengganggu pengolahan lanjut biodiesel yang dihasilkan [34]. Selain itu, katalis homogen tersebut dapat bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun sehingga akan mempersulit pemurnian serta menurunkan yield biodiesel [35].

Penggunaan katalis heterogen dalam produksi biodiesel dapat mengatasi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen. Pemisahan katalis heterogen dari produknya cukup sederhana yaitu dengan menggunakan penyaringan [36]. Beberapa contoh katalis heterogen misalnya CaO, MgO, SrO, Zeolit, Al2O3, ZnO, TiO2, dan ZrO telah digunakan dalam proses transesterifikasi. Di antara katalis ini, logam alkali oksida (misalnya MgO, CaO, dan SrO) memiliki aktivitas tinggi untuk digunakan dalam proses transesterifikasi. Dari beberapa logam alkali oksida ini, CaO lebih mudah ditemukan di lingkungan. Umumnya, Ca(NO3)2, CaCO3, atau Ca(OH)2 adalah bahan baku untuk memproduksi katalis CaO. Ada beberapa sumber kalsium alam yang berasal dari limbah untuk mensintesis katalis CaO seperti kulit telur, kulit moluska dan tulang. Alasan dipilih CaO dari limbah kulit telur ayam ini karena jumlahnya yang berlimpah di lingkungan dan tidak hanya menghilangkan biaya pengelolaan limbah, tetapi juga katalis dengan efektivitas tinggi dapat secara bersamaan dicapai untuk industri biodiesel [13].

Komposisi kimia dari kulit telur dapat dilihat pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Komposisi Kimia dari Kulit Telur [37] Elemen % Berat Kulit Telur Ayam Kampung Kulit Telur Ayam Ras Kulit Telur Bebek kampung Kulit Telur Bebek Ras CaCO3 96,48 96,48 96,48 95,99 S 2,31 3,59 1,24 1,92 Mg 0,404 0,440 0,996 0,927 P 0,501 0,469 0,508 0,481 Al - - - 0,309 K - - 0,0839 0,00957 Sr 0,0737 0,0734 0,118 0,093

CaO yang dihasilkan dari CaCO3 harus diaktivasi terlebih dahulu dengan kalsinasi pada suhu tinggi [18]. CaCO3 yang telah dikalsinasi akan terdekomposisi menjadi kalsium oksida (CaO) dan karbondioksida (CO2) [14]. CaO merupakan oksida basa kuat yang memiliki aktivitas katalitik yang cukup tinggi dibandingkan Ca(OH)2 dan CaCO3 sehingga dapat digunakan sebagai katalis [15].

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jazie, et al., kondisi optimum proses kalsinasi CaO dari limbah kulit telur ayam diperoleh pada suhu 900oC dan waktu 2 jam [10].

2.5ESTERIFIKASI

Bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas tinggi harus dilakukan perlakuan awal sebelum masuk ke tahap transesterifikasi [38]. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas adalah mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol dengan bantuan katalis asam sulfat. Reaksi ini dikenal dengan esterifikasi [39]. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan metil ester dan air. Asam karboksilat yang digunakan dapat berasal dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani. Reaksinya adalah sebagai berikut [40] :

RCOOH + CH3OH ↔ RCOOCH3 + H2O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak-balik yang relatif lambat. Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan katalis dan pemberian reaktan berlebih agar reaksi bergeser ke kanan. Reaksi esterifikasi berlangsung dengan bantuan katalis seperti H2SO4, HCl, HF dan H3PO4 [40].

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi antara lain : a. Katalisator.

Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1-4% berat sampai 10% berat tiap gram FFA yang terkandung dalam minyak [22, 31].

b. Suhu reaksi.

Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar [31]. Pada dasarnya, reaksi dilakukan dekat dengan titik didih metanol

(60-70oC) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi [41].

c. Waktu reaksi.

Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil [31]. Pada dasarnya, reaksi dilakukan dengan waktu reaksi 1 jam [12].

d. Pengadukan.

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna [31].

2.6TRANSESTERIFIKASI

Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserol [42]. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih sehingga dihasilkan metil ester (biodiesel) [43]. Metanol lebih umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya lebih murah dan cepat bereaksi dengan trigliserida [44].

Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika angka asam lemak bebas melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan ester dari gliserol dan juga mengurangi tingkat konversi ester [45].

Reaksi transesterifikasi trigliserida menggunakan CaO dapat dilihat pada gambar 2.1.

Step 1 R-OH R-O- H+ Ca O

Step 2 R1-C-O-R O-R O CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1 CH2-O O R-O- H+ O

CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 O Ca O O O CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1 O O O Step 3 CH2-O CH2-O-H H+ CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 O Ca O O Ca O CH2-O-C-R1 CH2-O-C-R1 O O

Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida Menggunakan CaO [4] Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi katalis heterogen antara lain :

a. Molar rasio (minyak:alkohol).

Reaksi transesterifikasi katalis heterogen memerlukan rasio mol untuk alkohol:minyak lebih tinggi seperti 12:1 dan 30:1 [12]. Semakin tinggi rasio mol alkohol:minyak akan meningkatkan yield biodiesel karena reaksi bersifat reversible [11].

b. Katalis yang digunakan.

Reaksi transesterifikasi katalis heterogen akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 2-20%-b [12]. Semakin tinggi jumlah katalis akan meningkatkan yield biodiesel tetapi biodiesel yang dihasilkan

bersifat lebih kental sehingga diperlukan daya yang tinggi untuk pengadukan [15].

c. Suhu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60-70oC) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi sehingga menurunkan yield biodiesel [12].

d. Waktu reaksi.

Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dengan waktu reaksi 3-24 jam [12]. Semakin lama waktu reaksi akan mengurangi yield biodiesel karena adanya reaksi balik yaitu metil ester yang terbentuk kembali menjadi trigliserida [46].

e. Kandungan asam lemak dan air dalam minyak atau lemak.

Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika angka asam lemak bebas melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan metil ester dari gliserol dan juga mengurangi tingkat konversi metil ester [45].

Dokumen terkait