• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DALAM

B. Spiritualitas Hati Kudus Yesus

1) Kaul Ketaatan

Dewasa ini, kata ketaatan dipakai untuk struktur kepemimpinan dimana ada atasan dan bawahan. Namun dalam hidup religius, ketaatan harus dimengerti dalam hubungan relasi personal dengan Yesus terutama dalam pemberian dan penghampaan diri (Fil 2:5). Penghampaan dan pemberian diri yang total dari Yesus Kristus agar Bapa mengisi dengan maksud dan kehendak-Nya. Bukan kehendak-Nyalah yang terjadi tetapi kehendak Bapa-Nya. Dengan demikian taat berarti berada untuk yang lain, bukan untuk diri sendiri. Dengan demikian ketaatan bukan berarti kuasa tetapi saling berbagi cinta dan kehidupan. Maka ketaatan Yesus berarti mendengarkan kehendak Bapa sampai Yesus mengungkapan dengan penuh kepasrahan diri “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambilah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku tetapi kehendak- Mulah yang terjadi” (Luk 22:42). Sungguh Aku datang untuk melaksanakan kehendak-Mu (Ibr 10:9). Dengan tegas Yesus mengungkapkan spiritualitas hidup- Nya yaitu lebih mengutamakan kehendak Allah daripada kehendak sendiri : “Aku tidak mengikuti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku!” (bdk. Yoh 5:30).

Dalam Dekrit PC. 14, menegaskan bahwa ketaatan religius merupakan persembahan kepada Allah yang hendak menyelamatkan manusia. Karena itu, hidup patuh atau taat sama sekali tidak mengurangi martabat pribadi manusia melainkan justru membawanya kepada kematangan dan kesempurnaan hidup sebagai hamba Allah.

Dalam Tarekat MSC ketaatan dipahami untuk mengambil bagian dalam semangat ketaatanNya, supaya mampu melayani saudara-saudara dan mengambil bagian dalam tugas perutusan Tarekat dan Gereja. (Kons. No. 38). Kaul ketaatan membuat kita melepaskan kepentingan pribadi dan mendahulukan kepentingan komunitas. Dengan berkaul kita menempatkan kehendak Allah di atas kepentingan pribadi.

Konstitusi nomor 39 menegaskan bahwa kaul ini mengikat para anggota untuk mentaati perintah para pemimpin yang sah dalam segala hal sesuai Konstitusi. Dalam hal ini perintah dari pemimpin selalu dikaitkan dengan tugas perutusan dan bukan perintah atas dasar kemauan pemimpin. Satu keutamaan hati yang mesti dijalankan dalam tugas perutusan sebagai religius adalah kegembiraan dan rasa bahagia dalam menerima dan menjalankan tugas perutusan yang diberikan dengan kebebasan batin. Hal ini menjadikan kita sebagai misionaris sesuai dengan hatiNya menjadikan kita bukan hanya sebagai religius tapi kita adalah religius MSC.

Hidup patuh atau taat tidak berarti menolak keinginan pribadi atau bersikap acuh tak acuh terhadap hati nurani. Dengan taat atau patuh orang menempatkan kepentingan pribadi tapi tidak memaksakan keinginan pribadi tersebut, melainkan mengutamakan kehendak Allah dan kepentingan bersama. Selain itu orang yang telah memilih hidup patuh atau taat harus sadar akan pilihan hidupnya bahwa hidup ini tidak mudah dijalani, jika tidak sadar maka akan terseret oleh keinginan pribadi dan akhirnya melanggar kaul ketaatan. Supaya dapat terus bertahan maka orang yang memilih jalan ini harus mempersatukan diri

dengan Tuhan sebagai sumber kekuatan dan tujuan hidup. Sebab ketaatan religius harus ditujukan kepada kehendak Allah, bukan kepada kehendak manusia sekalipun manusia itu adalah seorang pembesar (Bdk. Kis 4:19 ; 5:29).

2) Kaul Kemiskinan

Dalam KHK no. 600 dikatakan bahwa, dengan nasihat injili kemiskinan orang mengikuti jejak Kristus yang meskipun kaya menjadi miskin demi kita. Nasihat injili kemiskinan berarti hidup miskin dalam kenyataan dan dalam semangat, hidup kerja dalam kesederhanaan dan jauh dari kekayaan duniawi; disamping itu membawa-serta ketergantungan dan pembatasan dalam hal penggunaan serta penentuan harta-benda menurut peraturan hukum masing- masing tarekat.

Hukum Kanonik tentang kaul kemiskinan menegaskan bahwa motivasi kaul kemiskinan adalah mau mengikuti jejak Kristus yang meskipun kaya namun bersedia menjadi miskin demi keselamatan umat manusia (bdk. 2 Kor 8:9). Kaul kemiskinan mewajibkan untuk hidup miskin baik dalam kenyataan maupun dalam semangat (bdk. Mat 5:3, 19:21). Kaul kemiskinan mewajibkan untuk bekerja dalam kesederhanaan dengan menjauhkan diri dari kekayaan duniawi (bdk. Mat 6:19-21).

Kemiskinan bukan hanya dari segi fisiknya tetapi sungguh-sungguh kemiskinan yang total yang hanya tergantung pada Tuhan. Yesus pada masa hidup-Nya juga bukan dari keluarga kaya Ia hanyalah anak seorang tukang kayu (Mrk 6:3) dan anak desa Nazareth yang disepelekan (Yoh 1:46). Yesus memilih

hidup di tengah-tengah kemiskinan dan kesederhanaan, dengan cara ini, Ia dekat dengan orang-orang. Yesus sungguh tergantung pada kehendak Bapa, Ia menyerahkan hidup-Nya ke dalam tangan Bapa. Dengan cara ini Ia memanggil kita untuk hidup miskin seperti Dia dengan tidak terikat pada barang-barang duniawi (Kons. No 46).

Jawaban kita atas panggilan-Nya diwujudkan dengan mengikrarkan kaul kemiskinan untuk mewujudkan panggilan-Nya dan sungguh-sungguh melayani Allah dan kerajaan-Nya seperti Yesus. Kita sungguh-sungguh melayani-Nya dengan seluruh kemampuan kita baik bakat, waktu dan usaha kita (Kons. No. 47). Sikap lepas bebas yang kita pilih membuat kita bersemangat dalam melayani komunitas dan perutusan yang diberikan pada kita. Kita sebagai MSC mengutamakan kaum miskin dengan senantiasa mencerminkan kesederhanaan yang besar dengan hidup sederhana dan tidak mencari hak-hak keistimewaan kita sebagai religius karena kita sungguh tergantung pada Allah (Kons. No. 49). Dengan hidup miskin atau sederhana kita tetap memberi tempat pada barang- barang duniawi namun tidak mengikat diri pada barang-barang duniawi tersebut. Dengan bersikap lepas bebas terhadap harta benda membuat kita dapat mengabdi Tuahn dengan sepenuh hati.

Kaul kemiskinan yang dihayati dengan kegembiraan dan kesederhanaan memampukan kita sebagai MSC mempunyai rasa kepekaaan untuk melayani dan membantu mereka yang perlu mendapat pertolongan baik jasmani dan rohani.

3) Kaul Kemurniaan

Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) no. 599 dikatakan bahwa, nasehat Injili kemurnian yang diterima demi Kerajaan Allah, yang menjadi tanda dunia yang akan datang dan merupakan sumber kesuburan melimpah dalam hati yang tak terbagi membawa serta kewajiban bertarak sempurna dalam selibat

Hukum Kanonik tentang kaul kemurnian menegaskan bahwa, kaul kemurnian yang diikrarkan adalah demi kerajaan Allah bukan karena alasan lain (bdk. Mat 19:12), kaul kemurnian merupakan tanda dunia yang akan datang , dimana orang tidak kawin, melainkan hidup sebagai malaikat (bdk. Mat 22:30).

Kita sebagai MSC, mengikrarkan kaul kemurniaan untuk mengikuti Yesus bukan semata-mata karena Yesus tidak menikah tetapi untuk mengikuti Yesus dalam tugas perutusan-Nya dan kita menghayati bentuk cinta itu dengan selibat yang dibaktikan (Kons. No. 42). Selibat yang dibaktikan ini bermaksud untuk mencintai Dia dengan hati yang bebas dan tidak terbagi-bagi dan berupaya mencintai sesama kita seperti Yesus mencintai sesama-Nya (Kons. No 43 dan Mrk 12:33) .

Penghayatan akan kaul kemurniaan dalam hidup sehari-hari membuat anggota MSC semakin tumbuh dan berkembang dalam hidup rohaninya karena selalu berefleksi serta memotivasi diri untuk mampu menyerupai Dia. Kaul kemurniaan membuat kita semakin dekat dengan Tuhan karena tidak adanya keterikatan. Kita menjadi orang yang bebas namun bukan bebas berbuat apa saja

semau kita, tapi kita bebas untuk menjalankan kehendak Allah dan mewartakan Kerajaan Allah ke seluruh dunia.

c. Hidup Komunitas

Komunitas menjadi tempat dan sarana untuk menghayati hidup religius. Kesatuan dasar Tarekat MSC adalah hidup komunitas yang berintegrasi dengan kehidupan dan tugas perutusan provinsi (Statuta, no. 118). Komunitas yang dibangun bertujuan memajukan semangat persaudaraan bukan hanya diantara anggota-anggotanya tetapi juga dalam relasi dengan orang lain. (Kons. No. 123). Komunitas yang dibangun ini juga harus dilandasi dengan hati yang terbuka untuk menerima siapa saja yang datang, terutama membuka hati untuk Tuhan agar setiap anggota komunitas memberikan pelayanan dan pengabdiannya berdasarkan sabda Tuhan. Injil Matius 13:1-23 dengan tegas mengatakan bahwa bukan benih yang harus menyesuikan dengan jenis tanah hal ini memberikan pengertian bahwa bukan sabda Allah yang harus menyesuikan dengan hati manusia namun hati manusialah yang harus menyesuikan dengan sabda Tuhan. Manusia harus mampu mengubah dirinya agar mampu menerima sabda Tuhan.

Cinta Hati Kudus Yesus menjadi terang, penuntun jalan serta menjadi kekuatan dalam membangun hidup komunitas yang berdasarkan sabda Tuhan. Statuta Tarekat MSC nomor 126 menegaskan soal itu bahwa :

“Sadar akan tanggungjawabnya atas hidup dan karyanya, komunitas akan bertemu secara teratur untuk membicarakan kehidupan komunitas serta tugas perutusannya. Demi memperkaya kebersamaan sebagai saudara serta memberi terang dan semangat, setiap anggota dengan senang hati akan membagikan pengalamannya di bidang kerasulan dengan saudara- saudaranya.”

Komunitas yang dibangun berdasarkan semangat persaudaraan adalah salah satu bentuk hidup berkomunitas yang dijalankan dan dihidupi oleh MSC. Semangat persaudaraan yang dilandasi cinta Hati Kudus Yesus membuat orang merasa diterima, didengar dan diperhatikan karena merasa sebagai satu keluarga.

d. Karya Kerasulan

Karya kerasulan adalah tindakan nyata kepada umat yang dilayani. Lewat karya kerasulan ini orang akan mengenal tarekat tersebut, sehingga bagi MSC kegiatan kerasulan termasuk inti hakekat sebagai tarekat yang membaktikan diri kepada karya-karya kerasulan yang disemangati oleh suatu semangat religius (Kons. No. 145.1). Semangat religius ini menuntut agar komunitas selalu berdasarkan pada terang injil dan kharisma tarekat dan mampu berpikir bijaksana dalam membentuk karya kerasulan baru (Kons. No. 145.2).

Karya kerasulan yang dijalankan oleh MSC selalu bertujuan untuk melayani Allah dan sesama dalam terang spiritualitas hati, sehingga identitas ke- MSC-an nampak dalam karya-karya yang dijalankan. Karya yang dilakukan bukan semata-mata untuk kepentingan diri sendiri tetapi bagi dan demi orang lain. Selain itu karya kerasulan yang dijalankan haruslah sungguh profesional artinya dilakasanakan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh sehingga karya kerasulan itu menjadi sarana keselamatan bagi orang lain.

Karya kerasulan yang dijalankan oleh MSC hendaknya didasarkan pada hidup komunitas artinya karya itu diketahui dan dijalankan bersama-sama oleh

komunitas (Statuta no. 146). Komunitas menjadi pusat pelayanan atau tempat merefleksikan karya yang dijalankan bersama-sama dengan anggota komunitas.

e. Kepemimpinan

Jabatan kepemimpinan dalam Tarekat MSC diberikan kepada anggota yang sudah berkaul kekal (Kons. No. 131) dan masa jabatan berlaku selama tiga tahun untuk 2 periode setelah itu harus mendapat ijin dari pemimpin umum (Kons. No. 132).

Fungsi utama kepemimpinan dalam tarekat MSC sesuai dengan statuta nomor 133 adalah pertama untuk membimbing dan mengarahkan anggota-anggota komunitas. Dalam pengertian ini seorang pemimpin dalam komunitas bukan hanya main perintah atau sebagai pemantau saja tetapi memberikan waktu untuk komunitas dalam membuat jadwal-jadwal komunitas, pertemuan-pertemuan komunitas, mengagendakan rekoleksi dan retret serta membantu anggota komunitas dalam menyelesaikan masalah. Kedua menjamin suasana hidup yang baik dan suasana iklim yang baik. Artinya pemimpin komunitas bukan menjadi pembawa masalah atau sumber perpecahan, ia harus mampu menjembatani antara anggota komunitas yang muda dan tua dalam hal ini komunikasi. Komunitas sebaik mungkin dihindari dari konflik. Hal yang sangat penting yang harus dilakukan adalah memperhatikan kehidupan rohani komunitas terutama hidup doa dan ekaristi. Karena doa dan ekaristi adalah sarana untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan menjadi sumber kekuatan dalam menjalankan tugas sehari-hari. Ketiga perutusan untuk merasul dalam komunitas. Artinya sebagai komunitas

religius yang aktif maka pemimpin komunitas mendorong para anggotanya untuk terjun langsung ke umat. Anggota komunitas harus aktif mengumat sehingga umat mengenal dan terjalin relasi yang baik dengan umat sehingga kehadiran kita bisa membawa kabar baik dan keselamatan bagi orang lain.

Pemimpin dalam tarekat MSC adalah sebagai wujud pengabdian yang membangun komunitas dalam karisma tarekat. Ia menjadi jiwa dan penyemangat komunitas dalam menghayati semangat dan kepemimpinan Pater pendiri Jules Chevalier. Ia harus memiliki semangat rendah hati, kelemahlembutan dan kesabaran seperti ungkapan dalam Lukas 22:26-27 yang menyatakan : “...yang terbesar diantara kamu hendaklah menjadi menjadi yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan. Sebab siapakah yang lebih besar : yang duduk makan, atau yang melayani? Bukankah dia yang duduk makan? Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.”

f. Harta Benda

Dalam Injil Markus 10 : 21 dikatakan jika ingin mengikuti Aku maka jualah seluruh milik dan bagikan kepada orang-orang miskin kemudian ikutilah Aku. Ungkapan Yesus sangat jelas mau mengatakan bahwa mengikuti Dia harus bebas dari kelekatan harta duniawi dan mampu menyangkal diri. Memang tuntutan Yesus ini tidak berlaku untuk semua orang artinya Yesus mengatakan ini sesuai dengan permintaan orang ini untuk mengikuti Yesus. Dalam arti mengikuti Dia, Yesus menghendaki agar setiap orang yang mengikuti-Nya tidak terhalang

oleh harta duniawi. Yesus sendiri tidak memandang kekayaan sebagai yang jahat. Ia bukan pula pengagum kemiskinan (Stefen Leks, 2003 : 339).

Maka berdasarkan teks di atas dalam hal pemilikan harta benda, Tarekat MSC dalam konstitusinya telah mengaturnya seperti dalam Konstitusi Tarekat MSC nomor 232 mengatakan : dalam hal perolehan, pemilikan, pengelolaan dan pengalihan harta benda duniawi, kita akan tetap setia pada semangat Injil. Demikian juga kita hendaknya sadar akan kesaksian kemiskinan yang sesuai dengan hakekat dan tugas perutusan tarekat.

Tarekat berupaya agar harta benda yang dimiliki dikelola dengan baik bukan semata-mata mencari keuntungan tetapi semuanya untuk menunjang kehidupan tarekat dan pelayanan tarekat. Harus disadari bahwa pelayanan kepada anggota dan orang lain membutuhkan uang sehingga tarekat akan membantu anggotanya dalam hal material dan juga demi perutusan, tarekat tidak akan ragu- ragu untuk membagi harta benda kepada mereka umat yang dilayani (Kons. No. 233).

Dengan spiritualitas hati yang menjiwai semangat pelayanan setiap anggota MSC, maka kiranya dalam hal harta duniawi bukanlah suatu penghalang dalam pelayanan namun harta dalam hal material menjadi pendukung untuk membangun Gereja dan masyarakat menuju kepada kehisupan beriman yang mantap dan tangguh.

g. Pembinaan

Pembinaan adalah pintu masuk untuk mengetahui, mempelajari tentang Tarekat MSC. Setelah mengetahui dan memahami kemudian menerapkan dalam diri pribadi dan orang lain. Setiap anggota Tarekat MSC akan mendapat pembinaan apa saja untuk menunjang pertumbuhan manusiawi dan kristiani yang terpadu (Kons. No. 73). Supaya maksud ini dicapai maka pembinaan rohani dan laku tapa diperkokoh dengan mempelajari hal ikwal tentang Tarekat MSC (Kons. No. 74).

Pembinaa bagi Tarekat MSC berlangsung terus menerus (On Going Formation). Tidak ada seorang anggota tarekat yang luput dari pembinaan. Dalam hal pembinaan memang bisa dibagi menjadi 2 bagian. Pertama pembinaan awal yang terdiri dari pranovisiat, novisiat dan masa persiapan kaul kekal kemudian pembinaan lanjut mencakup semua bidang kehidupan religius (Kons. No. 75.2). Tarekat MSC menyediakan semua sarana pembinaan ini agar anggotanya menuju pada keseimbangan jasmani dan rohani dalam mendukung pelayanan.

Dokumen terkait