• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan masa yuniorat Bruder Msc untuk menghayati spiritualitas hati kudus Yesus.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan masa yuniorat Bruder Msc untuk menghayati spiritualitas hati kudus Yesus."

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS”. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa para bruder yunior adalah tulang punggung dan masa depan tarekat MSC. Dan, mereka diharapkan menjadi pewarta kabar baik dan kegembiraan kepada umat yang dilayani berdasarkan spiritualitas Hati Kudus Yesus.

Skripsi ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan: bagaimana pembinaan para bruder MSC Yunior dalam memahami dan menghayati spiritualitas Hati Kudus Yesus yang menjadi dasar pelayanan nanti? Bagaimana pembinaan untuk masa yunior dalam tarekat MSC? Bagaimana spiritualitas Hati dimengerti dan dihayati oleh para MSC, khususnya bruder yunior? Bagaimana spiritualitas Hati diterapkan dalam pembinaan yunior bruder MSC? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan mengajukan pertanyaan refleksi yang diberikan kepada para bruder yunior.

Permasalahan tersebut dibandingkan dengan gaya hidup Yesus. Artinya, materi tentang gaya hidup Yesus disajikan agar para bruder MSC yunior dapat bercermin dan berpatokan pada Hati Yesus yang terwujud dalam sikap, perkataan, dan perbuatan.

Hati Yesus adalah pusat dari spiritualitas Hati maka para bruder yunior yang menghayati spiritualitas Hati diharapkan mempunyai pemahaman yang jelas dan menyeluruh tentang kualitas-kualitas Hati Yesus yaitu lemah lembut, sederhana, rendah hati, berbelas kasih, dan berbelarasa. CerminanHati Yesus itu sesungguhnya menunjukkan cinta Allah Bapa. Pada Hati Yesus para bruder yunior dapat bercermin ketika mereka mewartakan cinta Allah kepada umat.

Skripsi ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana pembinaan yang sudah dilakukan Tarekat MSC kepada para bruder yunior dengan berpatokan pada lima aspek pembinaan, yaitu kemanusiaan, afektif, religius, komunio, dan hidup membiara.

(2)

ABSTRACT

This thesis entitled “THE FORMATION OF THE JUNIORAT OF THE MSC BROTHERS FOR INSTILLING THE SPIRITUALITY OF THE SACRED HEART OF JESUS”. I chose this title based on the facts that the Junior brothers are the backbone and the future of the MSC congregation. They are supposedly to become ministers of the Good News and - based on the spirituality of the Sacred Heart of Jesus - to bring happiness to people wherever they are sent.

This study will try to answer some questions about: how to guide the MSC Juniorat brothers to understand and to live out the spirituality of the Sacred Heart of Jesus as their foundation for ministry? What kind of formation that is appropriate for Juniorat brothers in MSC congregation? What kind of spirituality of the Sacred Heart of Jesus that is understood and practiced by the MSC Juniorat brothers? How the spirituality of the Sacred Heart of Jesus is applied in the formation of the MSC Juniorat brothers? To answer those questions I used a descriptive analytical research by asking some reflective questions to the MSC Juniorat brothers.

Those questions were compared to Jesus’ life. How Jesus lived his life was presented to the MSC Juniorat brothers as they reflected upon Jesus’ life so that the spirituality of Jesus, the spirituality his sacred heart, could be implemented in their attitude, words, and actions.

The Heart of Jesus is the center of the spirituality of the Heart. Therefore, the MSC Juniorat brothers need to identify and to know how to internalize the values of the spirituality of the Sacred Heart of Jesus which are humble, gentle, simple, solider and full of compassion. Jesus’ heart is a sign of the love of God. When the Juniorat brothers minister to people they need to reflect the Sacred Heart of Jesus for them.

The purpose of this paper is to describe how formation is done for the MSC Juniorat brothers based on the five aspects of the formation which are humanity, affectivity, religious, community, and ministry life.

(3)

PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC

UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Yohanis Yani Watti NIM: 081124021

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

(7)

v MOTTO

“IA HARUS MAKIN BESAR DAN AKU MAKIN KECIL” (Yoh 3:30)

“Di dalam Tarekat tidak seorang pun adalah orang asing, tidak seorang pun adalah pendatang, tetapi semua adalah saudara di dalam Hati Kristus”

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS”. Penulis memilih judul ini berdasarkan fakta bahwa para bruder yunior adalah tulang punggung dan masa depan tarekat MSC. Dan, mereka diharapkan menjadi pewarta kabar baik dan kegembiraan kepada umat yang dilayani berdasarkan spiritualitas Hati Kudus Yesus.

Skripsi ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan: bagaimana pembinaan para bruder MSC Yunior dalam memahami dan menghayati spiritualitas Hati Kudus Yesus yang menjadi dasar pelayanan nanti? Bagaimana pembinaan untuk masa yunior dalam tarekat MSC? Bagaimana spiritualitas Hati dimengerti dan dihayati oleh para MSC, khususnya bruder yunior? Bagaimana spiritualitas Hati diterapkan dalam pembinaan yunior bruder MSC? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan mengajukan pertanyaan refleksi yang diberikan kepada para bruder yunior.

Permasalahan tersebut dibandingkan dengan gaya hidup Yesus. Artinya, materi tentang gaya hidup Yesus disajikan agar para bruder MSC yunior dapat bercermin dan berpatokan pada Hati Yesus yang terwujud dalam sikap, perkataan, dan perbuatan.

Hati Yesus adalah pusat dari spiritualitas Hati maka para bruder yunior yang menghayati spiritualitas Hati diharapkan mempunyai pemahaman yang jelas dan menyeluruh tentang kualitas-kualitas Hati Yesus yaitu lemah lembut, sederhana, rendah hati, berbelas kasih, dan berbelarasa. CerminanHati Yesus itu sesungguhnya menunjukkan cinta Allah Bapa. Pada Hati Yesus para bruder yunior dapat bercermin ketika mereka mewartakan cinta Allah kepada umat.

Skripsi ini bertujuan mendeskripsikan bagaimana pembinaan yang sudah dilakukan Tarekat MSC kepada para bruder yunior dengan berpatokan pada lima aspek pembinaan, yaitu kemanusiaan, afektif, religius, komunio, dan hidup membiara.

(11)

ix ABSTRACT

This thesis entitled “THE FORMATION OF THE JUNIORAT OF THE MSC BROTHERS FOR INSTILLING THE SPIRITUALITY OF THE SACRED HEART OF JESUS”. I chose this title based on the facts that the Junior brothers are the backbone and the future of the MSC congregation. They are supposedly to become ministers of the Good News and - based on the spirituality of the Sacred Heart of Jesus - to bring happiness to people wherever they are sent.

This study will try to answer some questions about: how to guide the MSC Juniorat brothers to understand and to live out the spirituality of the Sacred Heart of Jesus as their foundation for ministry? What kind of formation that is appropriate for Juniorat brothers in MSC congregation? What kind of spirituality of the Sacred Heart of Jesus that is understood and practiced by the MSC Juniorat brothers? How the spirituality of the Sacred Heart of Jesus is applied in the formation of the MSC Juniorat brothers? To answer those questions I used a descriptive analytical research by asking some reflective questions to the MSC Juniorat brothers.

Those questions were compared to Jesus’ life. How Jesus lived his life was presented to the MSC Juniorat brothers as they reflected upon Jesus’ life so that the spirituality of Jesus, the spirituality his sacred heart, could be implemented in their attitude, words, and actions.

The Heart of Jesus is the center of the spirituality of the Heart. Therefore, the MSC Juniorat brothers need to identify and to know how to internalize the values of the spirituality of the Sacred Heart of Jesus which are humble, gentle, simple, solider and full of compassion. Jesus’ heart is a sign of the love of God. When the Juniorat brothers minister to people they need to reflect the Sacred Heart of Jesus for them.

The purpose of this paper is to describe how formation is done for the MSC Juniorat brothers based on the five aspects of the formation which are humanity, affectivity, religious, community, and ministry life.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah yang Maha Esa karena kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBINAAN MASA YUNIORAT BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini berkat bantuan dari berbagai pihak.Maka penulis menyampaikan limpah terima kasih dan penghargaan yang setulusnya kepada:

1. Dr. J. Darminta, SJ, selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian, pendampingan dan bimbingan kepada penulis dan dengan penuh kesabaran memberikan masukan dan kritikan yang membangun sehingga penulis termotivasi untuk menuangkan ide dalam penulisan skripsi ini.

2. P. Banyu Dewa HS.,S.Ag.,M.Si., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu penuh perhatian dan setia dalam mendampingi penulis dari awal studi sampai penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku dosen penguji III yang mendampingi dan memberikan semangat kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. 4. Kaprodi IPPAK-USD Yogyakarta, Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ,

(13)

xi

5. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan kerelaan hati dan penuh kesabaran telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh proses pendidikan sampai selesainya penulisan skripsi ini.

6. Segenap staf karyawan IPPAK-USD Yogyakarta yang selalu menyapa dan melayani penulis dengan sepenuh hati selama menjalani proses pendidikan sampai menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. P. Benedictus E. Untu MSC, selaku Provinsial MSC Indonesia yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

8. P. Yance Mangkey MSC, mantan provinsial MSC yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk menimba ilmu di Prodi IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

9. Para bruder yunior (Br. Fendy MSC, Br. Big MSC, Br. Rinto MSC dan Br. Iben MSC) yang dengan penuh kerendahan hati dan selalu siap sedia diminta bantuan terutama bantuannya dalam merefleksikan kehidupnnya sebagai bruder MSC.

10. Konfrater di Komunitas Studi Palagan Yogyakarta yang menjadi teman sekomunitas dalam studi dan hidup sehari-hari.

11. Konfrater dan Postulan di Purworejo yang mendukung dalam setiap kegiatan. 12. Teman-teman angkatan 2008 yang telah berjuang bersama-sama dari awal

sampai selesai studi.

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

MOTTO ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR SINGKATAN ...xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan Penulisan ... 7

D.Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II DINAMIKA MASA YUNIORAT ... 10

A.PEMBINAAN ... 10

1. Pengertian Pembinaan ... 10

2. Tujuan Pembinaan ... 11

B.Tahap-tahap Pembinaan Para Bruder dalam Tarekat MSC ... 13

1. Postulat ... 13

2. Pranovisiat ... 14

3. Novisiat ... 15

(16)

xiv

5. Kaul Kekal ... 18

C.Pembinaan Yuniorat Bruder MSC ... 19

1. Hidup Kemanusiaan ... 20

2. Hidup Afektif ... 21

3. Hidup Religius ... 22

4. Hidup Komunitas ... 22

5. Hidup Membiara ... 23

D.Tantangan-Tantangan dalam Pembinaan ... 26

1. Budaya ... 26

2. Hidup dalam Zaman Modern ... 27

3. Keluarga ... 28

4. Pribadi ... 29

E. Pergulatan dalam Pembinaan YuniorBruder MSC ... 30

1. Program Pembinaan Belum Efektif ... 30

2. Kurangnya Tenaga Pembina ... 32

3. Pengintegrasian Antara Pembinaan dan Karya ... 33

F. Upaya Mengatasi Tantangan-Tantangan dalam Pembinaan ... 34

1. Pembinaan Bercorak Religius Misioner ... 34

2. Pembinaan Suatu Proses Interaksi Personal ... 35

3. Pembinaan Pendampingan Personal ... 35

4. Pembinaan Dialog Partisipatif ... 36

5. Pembinaan Kontekstual-Transformatif ... 37

BAB III SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DALAM TAREKAT MSC ... 38

A.Tarekat Hati Kudus Yesus ... 38

1. Pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus ... 38

2. Sejarah Berdirinya Tarekat MSC... 41

3. Makna Nama MSC ... 42

B.Spiritualitas Hati Kudus Yesus ... 44

(17)

xv

a. Hati dalam Kitab Suci ... 44

b. Hati Kudus Yesus ... 46

2. Pengertian Spiritualitas ... 47

a. Spiritualitas Hati dalam Kitab Suci ... 49

b. Spiritualitas Hati Menurut MSC ... 50

3. Spiritualitas Tarekat MSC Menurut Konstitusi ... 52

a. Hidup Doa ... 52

b. Hidup akan Penghayatan Kaul-kaul ... 54

1) Kaul Ketaatan ... 54

2) Kaul Kemiskinan ... 56

3) Kaul Kemurnian ... 58

c. Hidup Komunitas ... 59

d. Karya Kerasulan ... 60

e. Kepemimpinan ... 61

f. Harta Benda ... 62

g. Pembinaan ... 64

4. Spiritualitas Hati dalam Hidup MSC ... 64

C.Spiritualitas Hati dalam Panggilan Hidup Bruder MSC ... 67

1. Hidup Religius ... 67

2. Hidup Kenabian ... 68

3. Hidup Mistikus ... 69

BAB IV PENGHAYATAN SPIRITUALITAS DALAM PEMBINAAN YUNIORAT BRUDER MSC ... 71

A.Latar Belakang Pengamatan ... 71

B.Tujuan pengamatan ... 72

C.Jenis Pengamatan ... 73

D.Responden pengamatan ... 73

E. Waktu, Tempat dan Pelaksanaan Pengamatan ... 73

F. Pertanyaan Refleksi ... 74

(18)

xvi

H.Pembahasan Refleksi ... 84

I. Harapan-harapan ... 87

BAB V PENUTUP ... 89

A.Kesimpulan ... 89

B.Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

LAMPIRAN ... 96

Pertanyaan Refleksi untuk Para Bruder Yunior ... (1)

(19)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci Mat : Matius Mrk : Markus Luk : Lukas Yoh : Yohanes

Kis : Kisah Para Rasul

Rom : Roma

1 kor : 1 Korintus Ef : Efesus Fil : Filipi Ibr : Ibrani Yeh : Yehezkiel

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), 25 Januari 1983. ET : Evangelica Testificatio, Petujuk Tentang Pembaharuan Hidup Religius, 29 Juni 1971.

VC : Vita Consecrata, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti Bagi Para Religius, 25 maret 1996.

GS : Gaudium Et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember 1965

(20)

xviii

Tentang Pembinaan Imam dalam Situasi Zaman Sekarang, 25 Maret 1992.

PC : Perfectae Caritatis, DekritKonsili Vatikan II tentang

Pembaharuan Dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965. LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

Gereja, 21 November 1964.

C. Singkatan Lain

MSC : Missionarii Sacratissimi Cordis Jesu (Misionaris Hati Kudus Yesus)

SJ : Societas Jesu (Serikat Yesus) Bdk : Bandingkan

Kons. : Konstitusi Art. : Artikel

No : Nomor

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembinaan merupakan suatu keharusan dalam setiap tarekat untuk membentuk calon religius. Pembinaan dimaksudkan untuk menanamkan nilai-nilai atau semangat Kristiani dari Gereja maupun tarekat. Namun bukan hanya menghayati semangat Kristiani yang harus didalami tetapi juga semangat dalam pengabdian dan pelayanan kepada sesama yang harus diajarkan. Pembinaan awal terutama masa yuniorat adalah awal seorang religius memahami dan mampu melaksanakan dalam karyanya.

Hidup religius adalah hidup yang dikhususkan dan disucikan untuk Allah. Semuanya dipersembahkan hanya untuk kemuliaan Allah. Konstitusi Konsili Vatikan II (1993 : 258) dalam dekrit PC, artikel 2 e, berbunyi :

“Tujuan hidup religius pertama-tama supaya para anggotanya mengikuti Kristus dan dipersatukan dengan Allah melalui pengikraran nesehat-nasehat Injili. Maka perlu dipertimbangkan dengan serius bahwa penyesuaian-penyesuaian yang sebaik mungkin dengan kebutuhan-kebutuhan zaman kitapun tidak akan memperbuahkan hasil bila tidak dijiwai oleh pembaharuan rohani. Hendaknya pembaharuan rohani itu dalam pengembangan karya-karya di luar pun selalu diutamakan.”

(22)

datang dari Allah sendiri. Dukungan dari Allah harus dibalas dengan mencintai-Nya dengan sepenuh hati.

Menurut Jacob (1980 : 32), hidup membiara yang konkrit adalah ungkapan dan pernyataan semangat Injil dan sekaligus tanggapan konkrit terhadap situasi dan kebutuhan zaman. Sikap dasar adalah sikap Injil sendiri, tetapi sikap dasar itu dikonkritkan dalam cara atau bentuk kehidupan yang sungguh sesuai dengan kebutuhan zaman. Kebutuhan dan situasi zaman itu berganti-ganti terus-menerus. Maka terus-menerus dibutuhkan penyesuaian dan pembaharuan hidup membiara.

Dalam hidup membiara setiap ordo/tarekat mempunyai spiritualitas yang dijiwai dalam menjalankan misi perutusannya. Maka setiap anggota tarekat pun harus menjiwai spiritualitas tarekatnya. Spiritualitas tarekat perlu menjadi dasar untuk menyemangati anggotanya dalam menjalankan tugas perutusannya.

(23)

Semangat Bapa pendiri ini yang menjiwai setiap anggota MSC dalam menjalankan tugas perutusannya. Warisan ini terus dikembangkan sampai dengan zaman sekarang ini. Maka kiranya semangat ini juga harus diwarisi oleh para anggota MSC khusunya mereka yang masih dalam pembinaan. Di tengah zaman yang terus berubah ini kiranya semangat atau spiritualitas tarekat perlu disesuaikan juga dengan situasi, agar pembinaan sekarang dan dulu tetap sama dalam penghayatan spiritualitasnya sehingga tidak ada perbedaan pandangan tentang spiritualitas tarekat dan nilai yang diperjuangkan sama.

Spiritualitas hati bukanlah hanya milik satu tarekat saja, tetapi spiritualitas hati telah berkembang sejak abad ke dua puluh. Kapitel umum MSC tahun 1999 menyatakan bahwa anugerah berharga yang dapat disumbangkan tarekat kepada Gereja dan masyarakat dalam milenium baru ialah kesaksiannya tentang spiritualitas hati. Berbicara mengenai spiritualitas hati karena spiritualitas hati itu bergerak dari dalam yaitu dari dalam “Hati” yakni dari inti kepribadian Allah, Kristus, sesama dan dunia dan diri kita sendiri.

(24)

Untuk mampu menyebarkan spiritualitas hati diperlukan orang-orang yang sungguh-sungguh mempunyai hati yang peduli, berbela rasa dan prihatin terhadap perkembangan zaman. Hal ini bisa diperoleh lewat ikatan yang mesra dengan Allah. Dengan kata lain bahwa seseorang itu harus mampu mencintai Allah dengan hati yang tulus dan terbuka. Untuk mencapai tahap ini dibutuhkan proses yang terus menerus yang diawali dengan pembinaan awal. Pembinaan awal dimaksudkan agar orang itu mampu untuk mengerti, memahami dan melaksanakan dalam kehidupanya sehari-hari dalam hidup bermasyarakat. Dalam pembinaan ini diharapkan spiritualitas hati yang menjadi dasar dalam perutusanya kelak mulai disadari dan dirasakan akan kehadiran-Nya dalam diri. Perlu adanya refleksi terus-menerus untuk menghadirkan hati yang mempunyai semangat berkorban seperti yang telah Yesus wariskan kepada manusia bahwa Ia rela berkorban demi cinta-Nya pada manusia. Yesus telah membuktikan cinta-Nya yang besar kepada Bapa dan manusia dengan taat menerima kematian-Nya di kayu salib untuk keselamatan umat manusia “Di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa menurut kekayaan kasih-Nya yang dilimpahkan kepada kita” (bdk. Ef 1:7-8).

Pater Jules Chevalier dalam mendirikan tarekat MSC berusaha untuk mewujudkan visi dan misi Gereja universal dalam mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini dengan menyebarkan spiritualitas hati yang nampak dalam semboyan

tarekat MSC “Ametur Ubique Terrarum Cor Jesu Sacratissimum” (dikasihilah

(25)

membentuk kepribadian dan mentalitas seseorang dalam menyembuhkan penyakit-penyakit zaman seperti acuh tak acuh dalam diri manusia.

Segala macam pemahaman mengenai spiritualitas hati kiranya harus mendapat porsi yang cukup dalam pembinaan awal tarekat. Karena spiritualitas hati menjadi dasar dan motivasi dalam menjalani hidup dan karya. Memang pemahaman tidak cukup harus diimbangi dengan penerapan tetapi sebagai pintu masuk hal ini harus diterapkan. Seorang yang dalam pembinaan dalam hal ini pembinaan yuniorat masih diperlukan masukan-masukan dan pengertian yang jelas akan semangat tarekat sehingga dalam pelaksanaan kedua hal tersebut pengertian dan pemahaman menjadi padu. Para MSC termasuk yunior harus mendapat pembinaan yang perlu, baik manusiawi maupun rohani yang terpadu untuk perkembangan pribadi dan orang lain (bdk. Kosn. 2000 : no. 73).

(26)

Di tengah dunia ini yang semakin banyak masalahnya berimbas juga kepada pembinaan. Pembinaan yang mengikuti perkembangan zaman dan mampu mewujudnyatakan program-program pembinaan dengan mengikuti perkembangan zaman akan semakin mudah untuk memahami permasalahan dan mampu menciptakan program yang bermutu dan berguna bukan hanya untuk para peserta bina namun untuk umat pada umumnya. Umat merindukan sosok atau figur yang mampu membantu membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dalam hal ini perlu dihasilkan pribadi-pribadi yang berkualitas yang mampu hadir dan memahami umat bukan membebankan umat.

Spiritualitas hati adalah salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah. Dengan spiritualitas hati orang akan melihat hati yaitu hati Kristus yang lambung-Nya ditikam di atas kayu salib mengeluarkan darah dan air (bdk. Yoh 19:34,37). Darah dan air merupakan lambang Yesus memberikan cinta yang besar kepada manusia. Ia menganugerahkan Roh-Nya kepada kita, mencurahkan cinta kasih-Nya kepada kita (bdk. Kons. No. 9).

Menyadari akan pentingnya spiritualitas hati bagi pembinaan MSC muda, penulis mengharapkan para MSC muda khususnya para bruder untuk meningkatkan penghayatan spiritualitas hati yang menjadi inspirasi dalam hidup sebagai MSC dan menjadi motor pengerak dalam karyanya nanti sehingga hal inilah yang membuat penulis merasa tergerak hati untuk menulis tentang “PEMBINAAN MASA YUNIOR BRUDER MSC UNTUK MENGHAYATI SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS”

(27)

B. RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang masalah yang ada maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pembinaan untuk masa yunior dalam tarekat MSC ?

2. Bagaimana spiritualitas hati dimengerti dan dihayati oleh para MSC

khususnya para yunior bruder MSC ?

3. Bagaimana spiritualitas hati diterapkan dalam pembinaan pada yunior bruder MSC ?

C. TUJUAN PENULISAN Penulisan ini bertujuan :

1. Untuk memaparkan pembinaan yang dilakukan dalam tarekat MSC.

2. Untuk mendeskripsikan penghayatan spiritualitas hati yang dilakukan oleh

para MSC khususnya yunior bruder MSC.

3. Untuk menemukan hubungan penghayatan spiritualitas hati dengan

pembinaan para yunior bruder MSC.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan ini adalah :

1. Membantu para pembina untuk menemukan pembinaan yunior bruder MSC

sesuai dengan spiritualitas tarekat.

2. Membantu para konfrater MSC khususnya para bruder MSC untuk semakin

(28)

3. Membantu para pembina khususnya yunior untuk menerapkan pembinaan yang berpusat pada spiritualitas tarekat.

E. METODE PENULISAN

Metode penulisan skripsi ini adalah deskriptif analisis dengan studi kepustakaan. Dengan kata lain penulis mengumpulkan, mengolah dan menganalisis tema-tema, tulisan atau teori-teori yang relevan. Penulis juga mengadakan wawancara dengan para yunior bruder.

F. SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan ini adalah :

Bab I : berisi pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang

penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : berisi tentang dinamika masa yuniorat yang meliputi pembinaan,

tahap-tahap pembinaan para bruder dalam tarekat MSC, pembinaan yuniorat bruder MSC, tantangan-tantangan dalam pembinaan, pergulatan dalam pembinaan yunior dan upaya mengatasi tantangan-tantangan dalam pembinaan.

(29)

dalam hidup MSC dan spiritualitas hati dalam panggilan dan hidup bruder MSC.

Bab IV : berisi penghayatan spiritualitas dalam pembinaan masa yuniorat

bruder MSC yang meliputi latar belakang pengamatan, tujuan pengamatan, jenis pengamatan, responden pengamatan, waktu, tempat dan pelaksanaan pengamatan, pertanyaan refleksi, hasil refleksi, pembahasan refleksi, harapan-harapan.

(30)

BAB II

DINAMIKA MASA YUNIORAT

A. PEMBINAAN

1. Pengertian Pembinaan

Menurut Mangunhardjana (1986 : 11-12) pembinaan dimengerti sebagai terjemahan dari kata Inggris training, yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan. Sejauh berhubungan dengan pengembangan manusia, pembinaan merupakan bagian dari pendidikan. Namun karena tekanan pengembangan dalam pembinaan berbeda dari pengembangan dalam pendidikan, pembinaan dibedakan dari pendidikan. Sebagaimana dipraktekan dewasa ini, pembinaan menekankan pengembangan manusia dari segi praktis : pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Sedang pendidikan menekankan pengembangan manusia dari segi teoritis : pengembangan pengetahuan dan ilmu.

Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang dipraktekan. Tidak dibantu untuk mendapatkan pengetahuan demi pengetahuan, tetapi pengetahuan untuk dijalankan. Dalam pembinaan orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Oleh karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap, attitude dan kecakapan, skill.

Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki, delearning, berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan

(31)

baru yang meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih efisien dan efektif daripada sebelumnya.

Kalau dirumuskan dalam bentuk definisi pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja, yang sedang dijalani, secara lebih efektif.

2. Tujuan Pembinaan

Setiap tarekat mempunyai tujuan dalam pembinaan anggotanya sehingga setiap anggota mengetahui untuk apa dia dibina. Setiap tujuan pasti ada maksud yang akan dicapai, sehingga maksud pembinaannya tidak sia-sia. Dalam Tarekat MSC tujuan pembinaan sesuai dengan Konstitusi Tarekat MSC art. 73 berbunyi :

“Para Misionaris Hati Kudus akan mendapat pembinaan apa saja yang perlu demi suatu pertumbuhan manusiawi dan kristiani yang terpadu, baik demi perkembangan mereka pribadi, maupun demi kebaikan orang lain. Pembinaan tersebut hendaknya membantu mereka khususnya untuk memperdalam pembaktian diri mereka dengan segenap hati, memperkuat rasa keterlibatan dalam kelompok mereka, dan mendapat suatu persiapan yang memadai bagi hidup kerasulan mereka”.

(32)

upaya untuk menghasilkan pembinaan yang efektif dan terarah. Ketiga dimensi ini dilengkapi dengan pembinaan rohani dan laku tapa serta mempelajari sejarah tarekat beserta konstitusi dan statuta tarekat agar mampu bekerja dan bertanggungjawab dalam karya (kons. 74).

Sedangkan dalam buku Pedoman-pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga religius (1992:10), artikel 1 tujuan pembinaan adalah :

“Pembinaan para calon yang langsung bertujuan untuk memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari ciri khasnya di dalam Gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh, dengan memadukan secara harmoni unsur-unsur rohani, apostolik, doktrinal dan praktis.”

Penegasan tentang tujuan utama pembinaan dikatakan dalam buku Pedoman-pedoman Pembinaan dalam Lembaga-lembaga religius (1992:14), artikel 6, berbunyi :

“Adapun tujuan utama pembinaan ialah memungkinkan para calon hidup religius dan angota-anggota muda yang sudah berprofesi, pertama-tama menemukan dan kemudian mengasimilasikan dan memperdalam apa yang merupakan jatidiri religius. Hanya dalam keadaan seperti itulah orang yang dipersembahkan kepada Allah dapat terjun ke dalam dunia sebagai saksi yang berarti, berdayaguna lagi setia. Oleh karena itu, tepatlah mengingatkan, pada awal dokumen tentang pembinaan, apa yang ditujukan oleh rahmat hidup bakti religius kepada Gereja.”

(33)

B.Tahap-tahap Pembinaan Para Bruder dalam Tarekat MSC

1. Postulat

Kata postulat berasal dari bahasa latin “postulare” yang berarti “mengajukan permohonan”. Mengajukan permohonan dapat dimengerti sebagai permohonan awal masuk dalam biara dan mengajukan permohonan untuk dibina dalam hidup membiara.

Masa pembinaan postulan bruder MSC merupakan suatu masa peralihan dari cara hidup dalam keluarga ke cara hidup dalam biara khususnya memperkenalkan tarekat MSC. Tahap peralihan ini dapat dilihat sebagai tahap peralihan dari hidup di luar masuk ke dalam hidup membiara. Dalam tahap ini calon perlu ditolong dalam upaya untuk memurnikan motivasi untuk menjadi seorang Biarawan. Motivasi si calon sangat memegang peranan untuk pembinaan selanjutnya. Motivasi seseorang untuk memasuki hidup membiara bermacam-macam : ada motivasi tidak sadar, motivasi pribadi yang sadar dan motivasi adikodrati (Agudo, 1989:55). Motivasi tidak sadar disebabkan karena pengalaman yang dialami seseorang karena latar belakang keluarga, lingkungan dan juga

pengalaman intelektual dan spiritual semua dapat dipakai untuk menjalani

(34)

motivasi yang dimiliki si calon karena adanya perkembangan yang matang dari faktor intelektual dan emosional. Motivasi adikodrati adalah motivasi yang dimiliki oleh si calon karena kematangan hidup rohani. Si calon mampu mengembangakan hidup doa dan hubungan pribadinya dengan Tuhan serta mempunyai keinginan untuk melakukan kehendak Tuhan dalam seluruh peristiwa hidupnya. Sedangkan menurut Harjawiyata (1979:16) mengatakan mengenai motivasi ada motivasi utama, ada motivasi samping, ada motivasi baik dan ada motivasi yang tidak dapat dipuji. Perlu disadari juga bahwa setelah menyelesaikan masa pembinaan ini motivasi si calon belum benar-benar murni. Oleh karena itu dalam pembinaan postulat ini motivasi si calon mulai perlu disadarkan dan mulai dimurnikan. Dalam hal ini juga perlu diperhatikan bahwa tiada seorangpun bisa diterima tanpa persiapan yang memadai.

2. Pranovisiat

Maksud pranovisiat menurut Konstitusi Tarekat MSC art. 80 dikatakan bahwa maksud pranovisiat adalah untuk membantu para calon dalam menentukan suatu pilihan yang bebas dan masak diantara pelbagai status hidup kristiani yang berbeda-beda, dan untuk memungkinkan komunitas menilai motivasi dan kerelaan si calon untuk hidup religius.

(35)

dan latar belakangnya (keluarga dan kebudayaan), sifat dan watak, motivasi dan kemampuannya. Adapun tujuan dari pembinaan pranovis ini adalah agar si calon bertumbuh dan berkembang sehingga makin matang dan utuh, agar calon menjadi pribadi yang makin matang dalam iman dan hidup kerohaniannya, agar calon memiliki landasan yang kokoh dalam mengambil keputusan secara bebas tentang hidup dan panggilannya.

3. Novisiat

Novisiat adalah masa yang istimewa untuk mulai masuk dalam kehidupan membiara sebagaimana dihayati dalam tarekat. Dalam pembinaan ini dimulailah hidup religius yang sesungguhnya. Mereka yang menjalani tahap ini di sebut “Novis”. Kata “Novis” berasal dari kata Latin “Novicius” yang berarti : orang baru. Tahap ini mutlak perlu. Seseorang yang mau menjalani hidup membiara harus menjalani masa ini. Biara tempat mereka disebut “Novisiat”. Menurut Heuken (1993:221) selama masa novisiat diharapkan. Para novis tumbuh dalam iman dan cinta kasih akan Tuhan dan sesama manusia, mempelajari dan mulai mengamalkan cita-cita kongregasi yang bersangkutan serta membiasakan diri menjalankan hidup menurut nasehat injil sesuai peraturan yang berlaku dalam Novisiat.

(36)

(KHK, kanon, 646). Dengan demikian tekanan terletak pada pembentukan hidup religius melalui pendalaman konstitusi dan pendalaman hidup rohani. Sedangkan tahun kedua para novis diajak menghayati cita-cita kongregasi dalam hidup dan karyanya yang kongkrit. Namun ada kongregasi yang hanya menjalankan masa novisiat selama 1 tahun. Untuk tarekat MSC masa novisiat berlaku selama 1 tahun. Sedikit demi sedikit para novis harus belajar melepaskan segala sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan Kerajaan Allah artinya mereka harus belajar untuk melakuan segala sesuatu yang berhubungan dengan Kerajaan Allah. Mereka harus mempraktekan kerendahan hati, ketaatan, kemiskinan, doa dan persatuan tetap dengan Allah.

Novisiat adalah suatu komunitas bina, sebagai masa pembinaan sebagai calon anggota MSC yang telah menyelesaikan masa pembinaan pranovisiat dan mempersiapkan diri untuk profesi pertama.

(37)

cara hidup lembaga, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, dan agar terbuktikan niat serta kecakapan mereka.

Selama masa novisiat, para novis akan dibantu dalam menghidupi semangat dan perutusan tarekat selama pengalaman hidup berkomunitas dan terlibat dalam karya kerasulan yang wajar sesuai dengan peraturan-peraturan Gereja dan tarekat. Mereka dibantu dalam hidup doa, studi dan bimbingan pribadi agar mereka semakin mendalami kasih Allah dalam Hati Yesus, bertumbuh dan berkembang dalam persaudaraan dengan Yesus serta mengembangkan rasa keterlibatan dalam hidup berkomunitas, semakin membiasakan diri dengan hidup, sejarah dan semangat bapa pendiri tarekat dan semangat mantap menjadi anggota MSC, mengenal anggota-anggota dan karya-karya MSC.

4. Yuniorat Bruder

Yuniorat bruder adalah masa pembinaan selama tiga tahun sesudah profesi

pertama yang dijalankan dalam komunitas bina bruder-bruder dan komunitas

basis hidup bakti. Yang menjalankan masa yuniorat adalah para bruder yang

sudah mengucapkan profesi pertama.

(38)

Adapun tujuan dari pembinaan yuniorat bruder MSC adalah agar para bruder yunior mendalami semangat serta cara hidup dalam komunitas basis hidup

bakti dengan memberikan kesaksian hidup sebagai bruder MSC. Para bruder

yunior diharapkan mengembangkan keterlibatannya pada perutusan Gereja

partikular dan Gereja setempat. Para bruder yunior diharapkan

mengaktualisasikan kemampuan dan mengembangkan karisma-karisma pribadi. Sehubungan dengan masa yuniorat, Mardi Prasetya (1992:298) mengatakan masa yuniorat adalah kelanjutan dari eksperimen dan pendalaman semangat serta cara hidup tarekat sampai calon betul-betul mempunyai sikap mencintai tarekat secara mendalam sehingga pihak tarekat mempunyai cukup alasan untuk menerimanya secara definitif sebagai anggota tarekat dalam profesi kekal.

Pembinaan para bruder yunior harus memiliki daya dan kekuatan di dalam diri mereka sendiri yang memberi mereka daya untuk berkembang. Maka para bruder yunior jangan hanya dilihat sebagai objek pembinaan semata. Di dalam diri mereka sudah tertanam benih hidup religius yang sudah cukup berkembang karena sudah melalui tahap novisiat. Maka pembina harus menaruh kepercayaan akan kekuatan-kekuatan yang terpendam di dalam diri para yunior.

5. Kaul Kekal

(39)

Pengikraran kaul kekal sering disebut sebagai akhir masa pembinaan. Ia sudah menamatkan masa-masa pembinaannya. Ia dianggap sudah dewasa dan mampu mengolah hidup rohaninya. Dalam arti tertentu bisa juga dibenarkan tetapi sebernarnya pengikraran kaul kekal adalah suatu lembaran baru sebagai seorang religius. Ia masih memerlukan pembentukan. Hal ini makin disadari dengan berbagai masalah dunia. Ia harus berhadapan dengan suasana baru di tengah-tengah masyarakat dengan pelbagai tantangan-tantangan. J. Darminta (1983:80) mengatakan bahwa, seseorang yang akan mengucapkan kaul kekal dapat dipastikan memang sudah menerima bahwa ketiga nasihat injil itu sungguh merupakan nilai yang tak dapat ditawar lagi bagi hidupnya..dia mampu secara realistis menghayatinya menurut kondisi manusiawinya. Dengan demikian menjadi jelas bahwa dengan penghayatan ketiga nasihat Injil ini tantangan ke depan semakin banyak, sehingga masih dibutuhkan pembinaan yang berkelanjutan.

C.Pembinaan Yuniorat Bruder MSC

(40)

1. Hidup Kemanusiaan

Menurut J. Darminta (2008 : 33-34) kematangan atau kedewasaan manusiawi berarti orang tahu melaksanakan tanggungjawabnya dengan kompetensi, kebijaksanaan dan keteguhan. Seorang dewasa mampu menilai manusia yang lain, peristiwanya tanpa keraguan dan banyak prasangka serta mampu mengambil keputusan bijaksana. Tanda kebijaksanaan orang mampu mengambil keputusan dengan tidak emosional tanpa memikirkan kesukaran-kesukaran yang mungkin muncul belakangan. Dengan demikian orang dewasa mampu memutuskan sendiri permasalahan yang dihadapi dan mampu melaksanakan keputusan itu.

(41)

2. Hidup Afektif

Menurut J. Darminta (2008 : 28-29) hidup afektif adalah suasana hati beserta kecenderungan untuk menanggapi diri, hidup keadaan dan peristiwa-peristiwa hidup. Landasan dinamika hidup afektif ialah kerinduan manusia. Tetapi landasan hidup manusia ini dapat dibelokan oleh kuasa jahat dan kodrat manusia karena dosa. Hidup afektif akan menimbulkan perasaan-perasaan manusia yaitu menerima atau menolak terhadap apa yang dihadapi. Manusia akan menerima jika membawa keuntungan bagi dirinya dan menolak jika merugikan dirinya. Ini merupakan sifat alamiah manusia.

Perasaaan afektif akan memunculkan berbagai keutamaan seperti rasa kagum, syukur, simpati, belaskasih ataupun rasa marah, takut, tak pantas, gentar. Namun semua perasaan itu akan membawa manusia pada pengalaman hidup dan memperkembangan kepribadian dan merupakan sumber kekuatan. Hidup afektif merupakan tempat orang membangun hubungan dengan Allah dan sesama. Hidup afektif yang matang ialah hidup yang selalu terarah kepada kebaikan ilahi . Dalam hidup afektif orang akan teruji kelekatan dan keterpautan kepada Allah demi Allah dan sesama.

(42)

3. Hidup Religius

Hidup religius pada pokoknya ialah hidup yang mengikatkan diri secara ekskusif kepada Allah. Dimensi ini secara konkrit dihayati dengan cara praksis berdoa. Doa sendiri sebagai sarana pemupukan batin (ET no.45). Lebih dalam lagi berdoa merupakan ungkapan kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah . Praksis berdoa didasarkan oleh kerinduan cinta untuk bertemu dengan Allah (ET no.42). Berdoa merupakan kegiatan orang Allah yang merasakan betapa dirinya sendiri miskin dan tak mampu dari dirinya sendiri berhadapan dengan Allah (ET. No. 43). Berdoa merupakan keberanian untuk percaya dan beriman. Doa berarti mau membangun hidup beriman, hidup menyerahkan diri dengan penuh kepercayaan karena merasakan dan menemukan bahwa Allah kuasa dan sedemikian mencintai sehingga menjadikan kita baik dan utuh (Mrk 7 :37). Maka berdoa merupakan praksis penghayatan hidup religius yang selalu mau terbuka kepada kehendak Allah . Maka dari itu praksis berdoa seperti perayaan Ekaristi, doa harian, doa pribadi maupun doa bersama yang sudah menjadi praksis berdoa dalam hidup religius perlu diperhatikan. Hanya ada satu keselamatan hanya ada satu doa. Selamat berarti semakin bebas dari rasa takut karena semakin mampu hidup dalam kepercayaan .

4. Hidup Komunitas

(43)

Kristus. Pembinaan itu sebagian besar tergantung pada mutu komunitas. Komunitas didirikan dan bertahan bukan karena para anggotanya menemukan bahwa mereka berbahagia bersama-sama berkat persamaan pikiran, watak atau sikap, melaikan karena Tuhan telah menghimpun dan mempersatukan mereka oleh pembaktian bersama dan demi tugas perutusan bersama di dalam Gereja.” (PPLR 26).

Pada masa sekarang komunitas semakin berusaha untuk meningkatkan cara hidupnya sehingga bisa menjadi komunitas yang semakin cinta akan persaudaraan. Komunitas yang dibangun dalam relasi persaudaraan yang erat akan membuat komunitas itu menjadi hidup dan memiliki semangat kerendahan hati. Dalam komunitas orang belajar saling menerima apa adanya dengan sifat positif dan negatif, perbedaan-perbedaan dan keterbatasan-keterbatasan masing-masing. Tiap anggota ditantang untuk memberikan yang terbaik yang ada padanya (bdk. 1 Kor 12 : 7).

Proses pertumbuhan dan perkembangan hidup beriman anggota komunitas tergantung juga pada mutu hidup komunitas. Mutu hidup komunitas pada umumnya merupakan buah dari iklim dan gaya hidup anggotanya. Hal ini bisa dilihat dari semangat persaudaraan, saling menerima, saling pengertian, saling mendukung dan juga dilihat dari cara menghayati hidup kaulnya.

5. Hidup Membiara

(44)

No. 13). Pengalaman mendalam bahwa Allah sedemikian besar cintaNya, sampai memberikan Putera Tunggal-Nya mendorong orang untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, meninggalkan segala-galanya dan taat kepada sabda dan kehendak-Nya. Penghayatan kaul merupakan penghayatan kerohanian ekaristis yaitu hidup syukur atas segala kebaikan dan cinta Tuhan, sehingga orang rela mengorbankan nyawanya untuk Tuhan. Praksis hidup ekaristis dalam hidup sehari-hari adalah penghayatan misteri salib dan kebangkitan Kristus.

Kaul kemurnian dimengerti sebagi persembahan diri seutuhnya kepada Tuhan (ET. No. 15), maka penghayatan kaul kemurnian harus didasarkan pada dua segi hidup religius yaitu kontemplatif dan apostolis. Segi kontemplatif hidup kemurnian dalam mengikuti Kristus ialah memusatkan diri pada kedatangan Kristus dan penyadaran terus menerus akan akhir jaman, karena pada saat itu kepenuhan cinta terlaksana. Kemurnian apostolis merupakan hidup yang memusatkan diri kepada penantian akan hari Tuhan, hari pemenuhan cinta. Dalam VC (88), dikatakan bahwa :

“ Tanggapan Hidup Bakti terutama terletak pada penghayatan kemurnian sempurna penuh kegembiraan sebagai kesaksian tentang kekuatan cinta kasih Allah yang nampak pada kelemahan kondisi manusiawi. Kesaksian itu disajikan kepada tiap orang untuk menunjukan bahwa kekuatan cinta kasih Allah dapat melaksanakan hal-hal besar justru dalam konteks cintakasih manusiawi”.

(45)

menunjukan suatu semangat pelayanan yang sungguh-sungguh hanya ditujukan untuk kemuliaan Kristus dan karya keselamatan Kristus. Oleh karena itu penghayatan kaul kemiskinan berarti harus solider kepada mereka yang miskin dan menderita ketidakadilan. Tantangan lain pada zaman sekarang yakni materialisme yang haus akan harta milik tanpa mengindahkan keperluan-keperluan dan penderitaan-penderitaan rakyat yang paling lemah dan tanpa kepedulian manapun terhadap keseimbangan sumber-sumber daya alam. Tanggapan hidup bakti terdapat dalam pengikraran kemiskinan injili yang dapat dihayati dengan pelbagai cara dan sering dicetuskan dalam keterlibatan aktif dalam usaha mengingatkan solidaritas dan cintakasih (VC. 89).

Kaul ketaatan merupakan kesanggupan dan kesediaan untuk melaksanakan tuntutan cinta. Ketaatan mempunyai dasar pada Yesus (Bdk Flp 2 :1 -11). Ketaatan pada Kristus adalah jalan menuju kepada Bapa. Ketaatan Yesus kepada Bapa ditunjukan lewat penderitaan-Nya. Derita kepada sesama merupakan ungkapan cinta kepada Allah dan kehendak-Nya. Ketaatan yang menderita membuat orang untuk dekat dengan sesama yang menderita dan teraniaya. Ketaatan ini harus dilandasi dengan semangat cinta artinya mau melakukan apa saja demi orang yang dicintainya. Dalam VC. no. 91 dikatakan bahwa :

(46)

D.Tantangan-tantangan dalam Pembinaan

1. Budaya

Indonesia memiliki ragam budaya yang majemuk. Iklim budaya membentuk karakter dari masing-masing orang yang hidup dalam satu kebudayaan. Hal ini membuat karakter orang bisa berbeda karena faktor budaya. Begitupun dalam hidup membiara, setiap individu yang masuk dalam biara membawa budayanya masing-masing. Dalam konteks tarekat MSC, setiap individu yang masuk dalam tarekat MSC berasal dari hampir seluruh pelosok Indonesia, maka secara otomatis ikut membawa budayanya. Dalam hal ini budaya sebenarnya bukan suatu halangan atau hambatan untuk masuk dalam hidup membiara. Dalam GS. Art. 53 dikatakan bahwa budaya itu menyempurnakan dan mengembangkan hidup manusia secara utuh. Dengan demikian budaya juga ikut membantu mengembangkan hidup dalam hidup membiara. Begitupun dalam PPLR no. 89 menunjuk hubungan yang erat antara hidup bakti dan kebudayaan bahwa setiap kebudayaan haruslah diuji, artinya harus dimurnikan dan disembuhkan dari luka-luka dosa. Serentak pula kebijaksanaan yang dikandung oleh kebudayaan-kebudayaan itu telah diungguli, diperkaya dan disempurnakan oleh kebijaksanaan salib.

(47)

kekerabatan, kesatuan hidup, religi dan kepercayaan. Ini menjadi landasan untuk bisa melihat lebih mudah akan tantangan yang dihadapi dalam hal kebudayaan. Bagi penulis sendiri seperti yang dilihat dalam kehidupan sebagai anggota MSC yang menjadi tantangan dalam hal kebudayaan salah satu contoh adanya strata sosial dalam suatu budaya masyarakat atau tingkatan menurut kasta sehingga tanpa disadari atau disadari mempengaharui kehidupan baik dalam komunitas maupun karya. Memang ini tidak mempengaharui seluruh anggota tetapi berdampak pada sebagian anggota yang berasal dari suku tertentu.

2. Hidup dalam Zaman Modern

Generasi muda sekarang ini yang masuk dalam biara adalah generasi modern. Artinya generasi yang hidup dalam suasana atau alam yang serba canggih. Yang sangat menonjol sekarang ini adalah kemajuan teknologi yang serba cepat dan canggih seperti televisi, telepon, hp, internet. Dengan peralatan ini dunia serasa semakin sempit karena dari pelosok manapun di dunia ini bisa kita ketahui lewat televisi dan internet dan kita juga bisa berbicara seakan berhadap-hadapan lewat hp. Dengan demikian para biarawan muda yang masuk tarekat tahu akan perangkat-perangkat canggih tersebut. Hal ini membawa dampak pada sifat individualisme menjadi kuat. Dengan adanya alat-alat canggih tersebut anggota

(48)

orang lain lewat hp. Hal lain yang membawa dampak yaitu menimbulkan budaya instant. Sekarang ini banyak hal serba instant ada makanan dan minuman instant

(mie, kopi) yang disajikan cepat. Memang budaya instant bisa membuat orang

untuk bisa berpikir dan bekerja cepat namun dalam konteks membiara anggota tarekat tidak mempunyai daya tahan yang kuat dalam menghadapi masalah sehingga cepat-cepat untuk mundur.

3. Keluarga

Keluarga adalah dasar dalam membangun iman seseorang dan keluarga juga adalah dasar dalam pembinaan iman sehingga orang bisa tertarik menjadi seorang biarawan. Dalam GS.art. 52, mengatakan melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga bila nanti sudah dewasa mereka mampu penuh tanggungjawab mengikuti panggilan mereka, juga panggilan hidup bakti serta memilih status hidup mereka.

Namun perlu disadari juga bahwa tidak semua keluarga memiliki pengalaman yang membahagiakan sehingga pembinaan iman dalam keluarga berjalan baik. Dan setiap keluarga mempunyai caranya masing-masing dalam membangun imannya. Dalam PDV. art 44 dikatakan, ada kalanya situasi keluarga-keluarga sendiri, tempat timbulnya panggilan-panggilan imam, akan menampilkan tidak sedikit kelemahan bahkan kadang-kadang kekurangan yang cukup serius.

(49)

melihat kehidupan keluarga maka mengambil jalan untuk keluar dari biara. Dalam hal ini memang perlu dilihat lagi permasalahannya tetapi bukan menjadi alasan untuk keluar meninggalkan biara. Keluarga memang masih bisa menjadi tantangan dalam hidup membiara apabila keluarga mendapat masalah.

4. Pribadi

(50)

Tantangan yang dihadapi juga adalah merasa tidak mampu menjalankan tugas perutusan tarekat walaupun sudah berusaha sekuat tenaga. Hal seperti ini menimbulkan keraguan dalam diri. Tantangan lain juga jika melihat anggota yang lebih senoir mampu menjalankan tugas perutusan dengan penuh semangat dan kegembiraan sedangkan diri sendiri tidak mampu untuk melakukan seperti annggota yang lain sehingga menimbulkan sifat minder karena tidak sanggup melakukan apa-apa. Tantangan-tantangan seperti ini sering dijumpai dalam diri para anggota yunior karena merasa belum dapat berbuat sesuatu untuk tarekat.

E.Pergulatan dalam Pembinaan Yunior Bruder MSC

1. Program Pembinaan Belum Efektif

Setiap tempat pembinaan pasti memiliki program pembinaan masing-masing yang disesuaikan dengan keadaan tarekat. Program ini disusun begitu baik dan ada hasil yang nantinya akan dicapai. Program disusun oleh orang-orang yang mempunyai keahlian dan pengalaman dalam pembinaan. Dalam Konstitusi MSC art. 78 dikatakan bahwa, pemimpin propinsi dan Dewannya akan memandang sebagai salah satu kewajiban mereka yang lebih penting untuk menjamin bahwa program-program pembinaan disusun dengan baik dan isinya sesuai dengan kebutuhan para anggota pada masing-masing tingkat pembinaan mereka.

(51)

sebagaimana yang telah dibuat. Ada beberapa kendala yang membuat program tidak berjalan.

a. Faktor pertama adalah team pembina. Di bawah akan disampaikan tentang

faktor tenaga pembina tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa team pembina juga merupakan satu pergulatan yang besar. Di dalam yuniorat sudah ada team pembina namun team ini tidak berjalan dengan baik karena team yang terbentuk masih memegang jabatan lain sehingga fokus terhadap pembinaan kurang. Waktu untuk pembinaan terbagi-bagi menyebabkan program ada namun belum berjalan baik.

b. Faktor kedua adalah faktor jarak antara pembina dan yunior. Tarekat MSC

berkarya hampir di semua pulau di Indonesia dengan demikian tidak menutup kemungkinan para bruder yuniorpun diutus dimana tarekat berkarya. Setelah mereka berkarya otomatis mereka berada jauh dari tempat pembinaan yuniorat. Padahal mereka masih dalam pembinaan walaupun setelah mereka dikaryakan yang menjadi pembina adalah pemimpin komunitas setempat. Tidak mudah mempertemukan para yunior yang tersebar untuk mendapat pembinaan bersama-sama.

c. Faktor ketiga adalah komunikasi antara bruder yunior yang sedang studi

(52)

diungkapkan. Kontak antara yunior dengan pembina juga kurang. Selama ini jarang pembina datang ke rumah studi ataupun kalau yunior yang pergi ke yuniorat, pembinanya tidak ada ataupun kalau ada bukan maksud untuk bertemu. Dengan kata lain saling menunggu panggilan dari pembina atau pembina menunggu yunior datang.

Faktor-faktor di atas merupakan suatu pengalaman yang dialami dan dilihat langsung oleh penulis tentang yuniorat. Hal ini bukan berarti melihat dari segi negatifnya tetapi kiranya menjadi suatu masukan untuk pembina dalam menjalankan programnya agar mampu menjangkau semua yunior.

2. Kurangnya Tenaga Pembina

Pembinaan anggota adalah suatu karya yang sangat penting, karena lewat pembinaan maka anggota tarekat akan semakin menjadi orang yang sungguh memahami tarekatnya dan juga anggota akan semakin menjadi orang yang lebih dewasa, matang dan bijaksana. Dalam pembinaan juga diharapkan akan hadirnya orang-orang yang berkualitas dalam menangani karya-karya tarekat. Dalam Konstitusi Tarekat MSC art. 77 dikatakan bahwa, anggota-anggota yang diberi kepercayaan untuk melakssanakan pembinaan pada segala tingkatannya harus sudah berkaul kekal dan diangkat oleh Pemimpin Propinsi bersama Dewan. Mereka dipilih berdasarkan kemampuan dan dipersiapkan secara memadai untuk tugas mereka.

(53)

mau. Sebenarnya masalah ini dapat diatasi karena setiap biarawan mengikrarkan kaul ketaatan maka sudah sepantasnyalah setiap anggota untuk taat pada perutusan tarekat. Namun demikian jika sipembina mampu ia tidak hanya diberi kepercayaan sebagai tenaga pembina. Ia masih harus merangkap jabatan lain misalnya masih menangani karya atau duduk dalam dewan propinsi. Hal ini tidak bisa dihindari karena tidak ada orang lain yang mau.

Tugas pembinaan biasanya lebih dihindari daripada dicari. Anggota lebih menghindari untuk menjadi seorang pembina karena merasa tidak mampu. Hal lain juga yaitu ada yang bisa menjadi pembina tetapi mengundurkan diri dari tarekat sehingga makin berkurang anggota untuk menjadi pembina yang handal. Selain itu faktor kejenuhan dalam pembinaan. Karena hanya hal-hal dalam pembinaan yang dihadapi sehingga merasa jenuh. Jika sampai pada titik kejenuhan maka ia akan segera untuk pergi meninggalkan tempat pembinaan dan mencari karya lain.

3. Pengintegrasian antara Pembinaan dan Karya

(54)

hidup kita harus diresapi oleh suatu semangat kerasulan, sama seperti seluruh kegiatan kerasulan kita harus dijiwai oleh suatu semangat religius.

Pembinaaan hanya bersifat teori saja tetapi praktek sesungguhnya ada dalam karya. Mungkin seorang anggota tarekat dalam pembinaan begitu baik dan bersemangat tetapi setelah terjun dalam karya berubah menjadi orang yang tidak bersemangat dan pesimistis. Hal ini mungkin saja terjadi karena apa yang dialami dan didapatkan dalam pembinaan berbeda dengan yang dialami dalam karya. Belum lagi faktor komunitas yang ikut mempengaharui anggota dalam karya. Komunitas yang baik dan kondusif akan mendukung karya yang baik tapi sebaliknya akan membuat karya dan bahkan anggotanya tidak betah dan mundur dari karya yang dijalani. Maka dalam pembinaan perlu dimasukan program yang menunjang karya tarekat dan mulai melibatkan subjek bina dalam pengenalan akan karya tarekat bisa bisa seperti live-in atau ekspousure. Sehingga anggota tarekat mulai mengenal dari awal yang menjadi karya tarekat sehingga mereka tidak ragu dalam menjalankan karya tarekat setelah berkarya.

F. Upaya Mengatasi Tantangan - tantangan dalam Pembinaan

1. Pembinaan Bercorak Religius Misioner

(55)

concecratio-communio-missio, tidak hanya berhenti pada pembinaan awal, melainkan secara

terus-menerus diperhatikan dan dirumuskan dalam seluruh kehidupan demi tugas perutusan tarekat.

2. Pembinaan Suatu Proses Interaksi Personal

Dalam konteks pembinaan religius, upaya pembinaan dalam tarekat merupakan suatu proses interaksi personal bertahap dan berkesinambungan. Maksudnya suatu proses yang memungkinkan adanya perkembangan dan pertumbuhan dalam setiap dimensi pembinaan, kepribadian, kerohanian, intelektual, pastoral komunitas dan ke-MSC-an demi tugas perutusan tarekat. Hal ini berarti bahwa dalam seluruh proses pembinaan setiap tahap/jenjang pembinaan saling melengkapi.

Selanjutnya dikatakan bahwa pembinaan suatu proses terjadi dalam suatu interaksi personal. Maksudnya bahwa interaksi tersebut terjadi antara yang membimbing dan yang dibimbing. Menyangkut hal ini Konstitusi Tarekat MSC art. 76 mengatakan proses pembinaan menuntut adanya suatu keikutsertaan aktif dari mereka yang saling dibina, dalam dialog dengan para pembimbing mereka.

3. Pembinaan Pendampingan Personal

(56)

cara pendampingan dengan adanya bimbingan rohani. Bimbingan rohani diupayakan agar subjek bina dapat secara intensif mengungkapkan perkembangan rohaninya agar mampu bertahan dalam menjalani hidup membiara. Dalam bimbingan rohani diupayakan juga agar subjek bina mendaptkan kekuatan baru baik jasmani maupun rohani sehingga perkembangan hidupnya berjalan bersama.

4. Pembinaan Dialog Partisipatif

Pembinaan bercorak partisipatif maksudnya ialah bahwa seluruh sistem dan proses pembinaan dalam tarekat menuntut adanya suatu tanggungjawab bersama dari para pembina dan yang dibina. Tanggungjawab bersama ini terwujud antara lain dalam hal penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program pembinaan. Dalam hal ini Konstitusi Tarekat MSC art. 76 dengan jelas menegaskan bahwa : Proses pembinaan menuntut adanya suatu keikitsertaan aktif dari mereka yang sedang dibina dalam dialog dengan para pembimbing mereka.

Ide tentang tanggungjawab bersama dalam sistem dan proses pembinaan melahirkan gagasan tentang pendampingan personal. Tekanan terutama pada upaya mendampingi para calon atau anggota bina dalam pengalaman hidup

rohani, yakni intimitas dengan Allah dan solidaritas dengan sesama sebagai

(57)

5. Pembinaan Kontekstual-Transformatif

Konstitusi Tarekat MSC art.77 berbunyi sepanjang seluruh masa pembinaan hendaknya dipelihara hubungan dengan dunia nyata dan lingkungan kultur/budaya para calon/anggota.

Konstitusi dengan demikian mengingatkan bahwa pembinaan dalam tarekat MSC bersifat kontekstual dan kultur maksudnya pembinaan para anggota berakar dalam budaya mereka sendiri. Pembinaan harus membantu para anggota mampu mengerti, memahami dan menghargai kultur mereka dalam arti kata yang luas, baik kultur asli maupun kultur modern demi tugas perutusan tarekat. Dalam

arti ini juga diharapkan pemahaman tentang kultur secara menyeluruh artinya

bukan hanya kultur sendiri yang dimengerti tapi juga mampu belajar untuk memahami kultur oran lain.

(58)

BAB III

SPIRITUALITAS HATI KUDUS YESUS DALAM TAREKAT MSC

A. Tarekat Hati Kudus Yesus

1. Pendiri Tarekat Misionaris Hati Kudus

(59)

Pada usia 12 tahun, Jules terpaksa meninggalkan dunia anak-anak karena keluarganya miskin. Ayahnya mula-mula berdagang biji-bijian kemudian berjualan roti. Usaha ayahnya tidak berhasil.

Pada tanggal 29 Mei 1836, Jules memberitahukan kepada kedua orang tuanya tentang keputusannya untuk menjadi Imam. Ia meminta kepada orang tuanya untuk membawanya ke seminari di Tours. Tetapi ibunya menasehatinya bahwa mereka tidak mampu untuk membiayainya maka ibunya menyarankan untuk bekerja. Dengan berat hati Jules memenuhi perkataan ibunya. Ia mulai bekerja sebagai tukang sepatu. Sejak saat itu Jules menjadi seorang tukang sepatu, namun demikian Jules masih menemukan waktu untuk belajar bahasa Latin dengan bantuan Pastor Parokinya. Walaupun masih belasan tahun namun Jules berusaha untuk mandiri dan mengambil langkah untuk masa depannya.

Pada bulan Maret 1841, keluarga Chevalier meninggalkan Richelieu dan pindah ke Vatan dalam propinsi Berry untuk bekerja sebagai penjaga hutan. Ketika berumur 17 tahun terbuka bagi Jules kesempatan untuk masuk Seminari Menengah St. Gaultier dalam Keuskupan Bourges. Hal ini dikarenakan majikan dari ayahnya mandor dari penjaga hutan bersedia menanggung uang sekolah dan asrama Seminari Menengah untuk Jules. Maka keinginan untuk masuk seminari yang diimpikan Jules bisa terwujud.

(60)

pelajaran. Teman-temannya rata-rata setelah tamat Sekolah Dasar langsung melanjutkan ke seminari. Hal lain juga Jules berasal dari daerah yang berbeda dengan teman-temannya. Ia berasal dari Richelieu sedangkan teman-temannya berasal dari Berry. Jules merasa sendirian, sehingga mempengaharui panggilannya dan Jules hampir putus asa dan menyerah karena pergumulannya sangat berat. Seandainya Jules tidak ditahan oleh rektor Seminari maka ia sudah meninggalkan panggilannya. Rektor seminari menahan Jules karena melihat dalam diri Jules seorang calon imam yang baik.

Pada umur 22 tahun bulan Oktober 1846 Jules masuk seminari agung di Bourges, ibukota propinsi Berry. Selama 5 tahun di Seminari Tinggi Jules memperlihatkan bakat kepemimpinan. Hal ini dibuktikan dengan kepinteran Jules dalam berelasi dan mempunyai pendirian yang teguh serta berusaha tidak memihak.

Di Seminari Jules mengambil inisiatif untuk mendirikan suatu perkumpulan dengan nama “Chevaliers du Sacre Coeur” (Para Ksatria Hati Kudus). Nama ini diambil dari namanya sendiri, namun nama ini menunjukkan semangat seorang Ksatria dalam perjuangan untuk memerangi “penyakit-penyakit jaman’ pasca revolusi Prancis.

(61)

tersampaikan karena Rektor membutuhkan imam-imam seperti Jules untuk mengembangkan Paroki. Namun keinginan kuat dalam diri Jules untuk menjadi missionaris tetap ada. Dan akhirnya pada tanggal 14 Juni 1851 Jules ditahbiskan menjadi seorang Imam. Walaupun pada saat itu Jules ditahbiskan menjadi Imam Projo tetapi hatinya selalu berkobar-kobar untuk menjadi seorang misionaris.

2. Sejarah Berdirinya Tarekat MSC

Pada waktu Pater Jules Chevalier masih di seminari Agung ia telah mengangan-agankan tugasnya sebagai seorang pendiri. Malahan Jules sudah memiliki gambaran mengenai tarekat yang akan didirikannya. Pada waktu di seminari Jules sudah mendirikan suatu perkumpulan dengan nama “Ksatria-ksatria Hati Kudus”. Setelah Jules ditahbiskan menjadi seorang Imam, perasaan untuk mewujudkan keinginan hatinya semakin besar.

(62)

permohonan mereka dikabulkan. Tanggal itu oleh Pater Chevalier dijadikan hari berdirinya tarekat MSC.

3. Makna Nama MSC

`MSC merupakan kepanjangan dari Missionarii Sacratissimi Cordis Jesu (bahasa Latin) yang dalam bahasa Indonesia adalah Misionaris Hati Kudus Yesus. Dari arti katanya mau menunjukkan bahwa Tarekat MSC adalah tarekat misionaris yang siap sedia diutus kemanapun di dunia ini.

Nama Tarekat MSC dijelaskan dalam Konstitusi dan Statuta tarekat MSC art. 1 dan 2 yang mengatakan, nama Tarekat kita adalah Tarekat Misionaris Hati Kudus Yesus. Kita adalah suatu Tarekat Religius yang membaktikan diri pada karya-karya kerasulan. Kita menjadi anggota dengan mengikrarkan kaul-kaul publik, yakni ketaatan, kemurnian dan kemiskinan sebagai jawaban atas panggilan Allah. Melalui pembaktian diri kepada Tuhan ini, kita mewajibkan diri untuk menghayati semangat Tarekat, mengambil bagian dalam tugas perutusannya dan di dalamnya menjalani hidup kita bersama sebagai saudara, dalam kesetiaan kepada konstitusi ini.

(63)

semangat persaudaraan menjadi kunci dalam menghayati kereligiusan sebagai MSC.

Sebagai MSC yang mengikrarkan kaul-kaul kebiaraan kemurnian, kesucian dan ketaatan merupakan ungkapan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan. Semua yang dilakukan dan dikerjakan untuk dan demi kemuliaan Tuhan. Sebagai MSC yang berspiritualitas hati sebagai dasar dalam pelayanan mampu menunjukkan semangat hati kepada siapapun yang dijumpai. Semangat untuk berbelarasa kepada yang kecil dan tertindas menjadi salah satu tujuan dalam perutusan. Semangat ini mengikuti Yesus yang diutus untuk memberikan kabar baik kepada orang-orang miskin (Luk 4:18).

Keberpihakan kepada yang lemah, miskin dan tertindas inilah yang membuat Pater pendiri Tarekat MSC, Pater Chevalier untuk membentuk kelompok orang yang dengan penuh kesetiaan merelakan segenap jiwa raganya untuk melayani sesama. Gambaran yang menyentuh hati Pater Chevalier adalah gambaran hati Yesus yang mencintai manusia dengan hati manusiawinya. Yesus sebagai Gembala yang baik tidak merelakan domba-domba-Nya untuk hilang dan sesat. Hati-Nya akan tergerak oleh belaskasihan ketika melihat orang banyak sebagai kawanan tanpa gembala (Mat 9:36).

(64)

B.Spiritualitas Hati Kudus Yesus

1. Pengertian Hati

a. Hati dalam Kitab Suci

Kata ‘Hati” sering dipakai dalam Kitab Suci baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama. Bahasa Ibrani menyebutnya leb, lebab, beten, quereb. Bahasa Ibrani menyebutnya kardia, kolia sedangkan bahasa latin menyebutnya cor, venter, viscere. Namun pada intinya hati adalah istilah antropologis yang mengandung arti harafia dan kiasan.

Dalam Perjanjian Lama hati lebih menunjuk pada istilah harafiah yang menunjuk salah satu organ tubuh yang menjadi pusat kekuatan dan kehidupan manusia. Dalam Perjanjian Lama hati dalam arti kiasan lebih luas yaitu sebagai pusat kehidupan manusia baik secara spiritual, intelektual, hakekat batin dan pusat perasaan yang mengandung emosi, kegembiraan, kesedihan, penderitaan dan ketenangan (Yubileum 150 tahun MSC, 2004 : 1).

(65)

spiritual. Bahkan lebih jauh hati dilihat sebagai akar hidup religius, tempat dimana Allah berdiam dan daripadaNyalah tingkah laku moral diukur dan ditentukan. Pengertian ini mengartikan bahwa hati adalah pusat hidup manusia. Hati adalah tempat Allah bersemayam. Dalam hatilah terpancar kualitas hidup manusia. Hati adalah pendorong manusia untuk membaharui diri sehingga mampu untuk memberikan makna dan berguna bagi Allah dan sesama. Dalam hatilah kita membangun relasi kejujuran dan ketulusan dengan Allah. Dalam kitab Amsal 4 : 23 mengatakan : “jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan.”

Pada intinya Kitab Suci menggunakan kata hati untuk menunjuk keseluruhan pribadi orang yang meliputi kehidupan batin, afektif serta kehidupan intelektual kognitif. Hati adalah pribadi. (J. Mangkey, 2009 : 14)

(66)

b. Hati Kudus Yesus

Hati Kudus Yesus seringkali digambarkan di dalam kesenian Kristiani sebagai sebuah hati yang terbakar yang berkilau dengan cahaya ilahi, yang terbuka oleh luka tusukan, yang dikelilingi oleh sebua berdarah. Terkadang gambar hati ini diletakkan di depan tubuh Yesus dengan tangannya yang terluka menunjuk pada hati tersebut. Luka-luka dan mahkota duri menjadi kiasan dari apa yang terjadi pada saat penderitaan Yesus hingga Ia wafat, sementara api melambangkan kekuatan perubahan dari cinta kasih. Hati Kudus Yesus adalah lambang dari cinta kasih Kristus yang tanpa batas kepada manusia.

Hati Kudus Yesus penuh cinta kepada setiap orang yang mencintai, mengasihi bahkan memusuhinya. HatiNya tidak membeda-bedakan yang kecil, miskin dan menderita. Ia memandang semuanya dengan penuh cinta. Ia pergi masuk keluar kampung, mengajar dan menyembuhkan orang-orang. Ia tidak membiarkan orang-orang yang mengikuti-Nya menderita maka Hati-Nya tergerak oleh belaskasihan (Mat 9:35-35).

(67)

tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kesabaran. (1 Kor 13:4-6). Cinta yang mengalir dari Hati Yesus telah sepenuhnya dipahami oleh para muridNya untuk melaksanakan tugas perutusan di dunia ini.

Hati Yesus yang Kudus terus menyapa hati manusia agar manusia mampu mencintai seperti Hati-Nya. Cinta akan Hati-Nya membuka cakrawala berpikir dan merasa dari manusia akan penyelamatan yang telah Allah berikan kepada manusia. Dalam Hati Kudus Yesus menyampaikan betapa Allah sangat mencintai manusia dan dunia. Cinta Hati Kudus Yesus ingin menyentuh dan mengubah kita agar menjadi terang dunia dan umat yang baru. Mereka yang tertangkap oleh cinta Hati Yesus berdukacita atas dosa-dosa dunia yang mendambakan pemulihan (Haring, 2002 : 2).

2. Pengertian Spiritualitas

Kata ‘Spiritualitas’ diambil dari bahasa latin yang jika diterjemahkan secara harafiah berarti ‘kerohanian’. Dengan demikian kata ‘Spiritualitas’ dapat diartikan cara orang menyadari, memikirkan dan menghayati hidup rohaninya. (Harjawiyata, 1979 : 20),

(68)

bentuk kehidupan rohani, misalnya ‘spiritualitas modern’ atau ‘spiritualitas kaum awam’. Spiritualitas mencakup dua segi, yakni askese atau usaha melatih diri sendiri secara teratur supaya terbuka dan peka terhadap sapaan Allah. Segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan Allah.

Askese menandakan jalan dan mistik tujuan hidup keagamaan manusia. Dasar

hidup rohani dan semua bentuk spiritualitas sejati adalah Roh (Spiritus = latin), yaitu Roh Kristus seperti tampak dalam Injil. Orang yang peka akan mengalami buah kehadiran Roh dalam hatinya (bdk. Rom 8 : 16). (Heuken, SJ, 2002 : 11-12),

Spiritualitas dapat disebut cara mengamalkan seluruh kehidupan sebagai seorang beriman yang berusaha merancang dan menjalankan hidup ini semata-mata seperti Tuhan menghendakinya. Untuk mencapainya orang harus semakin mempererat hubungannya dengan Tuhan.

(69)

a. Spiritualitas Hati dalam Kitab Suci

Spiritualitas hati menurut Kitab Suci selalu menunjuk pada inti hidup Allah, yaitu Allah yang mencintai manusia tanpa batas. Landasannya bahwa Allha sangat mencintai manusia sehingga Allah tidak berkenan manusia jatuh dalam dosa.

Pada perjanjian di Sinai mau menjelaskan bahwa betapa Allah mau mengikat perjanjian yang erat dengan manusia sehingga manusia mempunyai pegangan untuk hidup. Dalam Kitab Keluaran 34:27-28 dikatakan : “Berfirmanlah Tuhan kepada Musa, “Tuliskanlah segala firman ini, sebab berdasarkan firman ini telah kuadakan perjanjian dengan engkau dan dengan Israel.” Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan Tuhan empat puluh hari empat puluh malam lamanya tidak makan roti dan minum air, dan ia menuliskan pada loh segala perkataan perjanjian, yakni kesepuluh firman.”

Kesepuluh perintah Allah adalah hukum yang mengikat perjanjian dengan Tuhan, namun prinsip dasarnya bukan semata-mata demi hukum tapi lebih pada kasih Allah yang tanpa batas kepada manusia sehingga manusia harus menanggapi kasih Allah itu dengan cinta tanpa batas.

(70)

b. Spiritualitas Hati Menurut MSC

Spiritualitas hati yang menjadi daya penggerak bagi setiap anggota MSC dalam menjalankan tugas perutusannya merupakan spiritualitas cinta yang berakar dalam rahasia inkarnasi Kristus, sebagai pernyataan cinta Allah kepada manusia. Maksud ini dipertegas dalam Kitab Suci yang mengatakan Sang Sabda telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita (Yoh 1: 14).

Dalam Konstitusi dan Statuta Tarekat MSC art. 10 dikatakan sebagai Misionaris Hati Kudus kita hidup berdasarkan kepercayaan akan cinta Allah Bapa yang dinyatakan di dalam Hati Kristus. Kita menyerupai Yesus yang mencintai dengan Hati manusia, kita mau mencinta melalui Dia dan bersama Dia serta mewartakan cintaNya kepada dunia. Dalam hal ini Allah yang mencintai manusia melalui hati manusiawi Yesus itu akan mengubah hati manusia kita menjadi hati Ilahi dalam hati kita pula. Dalam Yesuslah kepenuhan semua hati manusia.

Menurut Hans Kwakman (2013 : 10) spiritualitas hati bukanlah semacam pintu darurat u

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

Lama pemaparan tersebut merupakan pemakaian efektif anti nyamuk elektrik maka hasil yang diperoleh menunjukkan rata-rata berat organ hepar yang lebih besar daripada

[r]

Abstrak. Tahu merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa tahu ini mengandung protein yang tinggi. Bagi sebagian besar

Seharusnya ketika perempuan terlibat dalam kegiatan ekonomi, laki-laki juga harus berbagi pekerjaan rumah tangga dengan perempuan, laki-laki juga harus terlibat

Pengadaan Barang/Jasa di Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang tidak dapat dilaksanakan secara swakelola, baik sebagian maupun keseluruhan, dilaksanakan oleh

Tahapan kerangka berpikir penelitian ini diawali dengan mencari permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan, kemudian penulis memperkaya literatur dengan membaca journal

2. merakam, menyimpan atau mengekalkan, dan/atau memanipulasi, mentafsir atau memproses dengan betul sebarang data atau maklumat atau perintah atau arahan akibat menganggap