• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan strategis provinsi, meliputi :

RENCANA KAWASAN STRATEGIS

2. Kawasan strategis provinsi, meliputi :

a. Kawasan Indarung-Teluk Bayur-Bungus-Mandeh (ITBM) yang berada di wilayah Kota Padang dan Kabupaten Pesisir Selatan;

b. Kawasan Industri (KI) yang berada di wilayah Kabupaten Padang Pariaman;

c. Kawasan Poros Barat-Timur, yaitu koridor jalan nasional dari Kota Padang sampai batas Provinsi Riau yang berada di wilayah Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Tanah Datar, Kota Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, dan Kabupaten Limapuluh Kota;

d. Kawasan minapolitan di Kabupaten Dharmasraya, kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Lima puluh Kota dan Kota Padang;

e. Kawasan Tapus, Rao, dan Mapat Tunggul yang berada di perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Riau di Kabupaten Pasaman;

f. Kawasan Sungai Rumbai yang berada di perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Jambi di Kabupaten Dharmasraya;

g. Kawasan Lunang Silaut yang berada di perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Bengkulu di Kabupaten Pesisir Selatan;

h. Kawasan Pangkalan Koto Baru di perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Riau di Kabupaten Limapuluh Kota;

i. Kawasan Kamang Baru yang berada di perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Riau di Kabupaten Sijunjung;

j. Kawasan Abai Sangir-Taluak Aie Putiah di perbatasan Provinsi Sumatera Barat dengan Provinsi Jambi di Kabupaten Solok Selatan; k. Kawasan Batu Sangkar dan sekitarnya di Kabupaten Tanah Datar; l. Kawasan Ngarai Sianok di Kota Bukittinggi;

m. Kawasan Danau Singkarak di Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar;

n. Kawasan Danau Maninjau di Kabupaten Agam;

o. Kawasan Danau Diatas, Danau Dibawah dan Danau Talang di Kabupaten Solok; dan

p. Kawasan Silaping di Kabupaten Pasaman Barat.

3.1.3 Arahan Wilayah Pengembahan Strategis

Keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya diarahkan untuk mendukung pengembangan wilayah pada Wilayah Pengembangan Strategis (WPS). WPS merupakan wilayah-wilayah yang dipandang memerlukan prioritas pembangunan yang didukung keterpaduan penyelenggaraan infrastruktur dan meningkatkan peran serta seluruh stakeholder. Dalam Renstra Kementerian PU-PR 2015-2019 telah ditetapkan 35 WPS yang merepresentasikan keseimbangan pembangunan antar wilayah dan merefleksikan amanat NAWACITA yaitu pembangunan wilayah dimulai dari pinggiran dan perwujudan konektivitas dan keberpihakan terhadap maritim.

Selanjutnya pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat akan diterpadukan pertama, dengan

pengembangan 16 Kawasan Srategis Pariwisata Nasional Prioritas (KSPNP) yang terdiri dari Pulau Sumatera (KSPNP Danau Toba dsk); Pulau Jawa (KSPNP: Kep Seribu dsk, Kota Tua-Sunda Kelapa dsk, Borobudur dsk, dan BromoTengger- Semeru dsk); Pulau Bali- Nusa Tenggara (KSPNP: Kintamani-Danau Batur dsk, Menjangan- Pemuteran dsk, Kuta-Sanur-Nusa Dua dsk, Rinjani dsk, Pulau Komodo dsk, dan Ende- Kelimutu dsk); Pulau Kalimantan (KSPNP Tanjung Puting dsk); Pulau Sulawesi (KSPNP: Toraja dsk, Bunaken dsk, dan Wakatobi dsk); dan Kepulauan Maluku (KSPNP Raja Ampat dsk).

Kedua, diterpadukan dengan program pengembangan 22 Kawasan Industri Prioritas (KIP), yaitu Pulau Sumatera (KIP: Kuala Tanjung, Sei Mangkei, dan Tanggamus); Pulau Jawa (KIP: Tangerang, Cikarang, Cibinong, Karawang, Bandung, Cirebon, Tuban, Surabaya, dan Pasuruan); Kalimantan (KIP: Batulicin, Ketapang, dan Landak); Pulau Sulawesi (KIP: Palu, Morowali, Bantaeng, Bitung, dan Konawe); Kepulauan Maluku (KIP Buli /Halmahera Timur); dan Pulau Papua (KIP Teluk Bintuni).

Ketiga, diterpadukan dengan program Pengembangan Perkotaan KSN, PKW dan PKSN/ Kota Perbatasan yang terdiri dari Pulau Sumatera (9 PKN, 58 PKW, 4 PKSN); Pulau Jawa-Bali (12 PKN, 35 PKW); Kepulauan Nusa Tenggara (2 PKN, 10 PKW, 3 PKSN); Pulau Kalimantan (5 PKN, 25 PKW, 10 PKSN); Pulau Sulawesi (5 PKN, 27 PKW, 2 PKSN); Kepulauan Maluku (2 PKN, 11 PKW, 4 PKSN); dan Pulau Papua (3 PKN, 11 PKW, 3 PKSN).

Gambar 3.1 Peta Wilayah Pengembangan Strategis Kementerian PUPR 2015-2019

Pemerintah Kota Padang II 39

Keempat, diterpadukan dengan program pengembangan Tol Laut sebanyak 24 buah (pelabuhan hub dan pelabuhan feeder) yang meliputi Pulau Sumatera (Malahayati, Belawan, Kuala Tanjung, Teluk Bayur, Panjang, Batu Ampar, Jambi: Talang Duku, dan Palembang: Boom Bar); Pulau Jawa (Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Emas); Pulau Kalimantan (Sampit, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan: Kariangau, dan Pontianak); Pulau Bali dan Nusa Tenggara (Kupang); Pulau Sulawesi (Makasar, Pantoloan, Kendar dan Bitung); Kepulauan Maluku (Ternate: A. Yani dan Ambon); dan Pulau Papua (Sorong dan Jayapura).

Tabel 3.2 Daftar 35 WPS

Kelompok WPS WPS

WPS Pusat Pertumbuhan

Terpadu Merak-Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang-Tanjung Api-Api; Metro Medan-Tebing Tinggi-Dumai-Pekanbaru;Jakarta-Bandung-Cirebon-Semarang; Malang-Surabaya Bangkalan; Yogyakarta-Solo-Semarang; Balikpapan-Samarinda-Maloy; Manado-Bitung-Amurang;Makassar-Pare Pare- Mamuju WPS Pertumbuhan Terpadu

Kemaritiman Ternate-Sofifi Morotai; Ambon-Seram

WPS Pusat Pertumbuhan Terpadu Kemaritiman Batam-Bintan-Karimun;Jambi-Palembang-Bangka Belitung (Pangkal Pinang) WPS Konektivitas Keseimbangan Pertumbuhan Terpadu Jakarta-Bogor-Ciawi-Sukabumi; Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi WPS Pusat Pertumbuhan

Sedang Berkembang Sibolga-Padang-Bengkulu; Yogyakarta-Prigi-Blitar-Malang;Banjarmasin- Batulicin-Palangkaraya; Ketapang-Pontianak-Singkawang-Sambas; Gorontalo- Bolaang Mongondow;Palu-Banggai; Sorong-Manokwari; Manokwari-Bintuni

WPS Konektivitas dan Pusat

Pertumbuhan Wisata Denpasar-Padang Bay WPS Pusat Pertumbuhan

Sedang

Berkembang dan Hinterland

Sabang-Banda Aceh-Langsa

WPS Pusat Pertumbuhan Baru, Hinterland dan Perbatasan Jayapura-Merauke WPS Pusat Pertumbuhan Wisata dan Hinterland Pulau Lombok

Pemerintah Kota Padang II 40

WPS Pertumbuhan Baru dan

Perbatasan Kupang-Atambua

WPS Pertumbuhan Baru Tanjung Lesung - Sukabumi - Pangandaran - Cilacap; Mamuju-Mammasa-Toraja-Kendari

WPS Pertumbuhan Terpadu

Baru dan Wisata Labuan Bajo-Ende

WPS Pertumbuhan Wisata

dan Hinterland Pulau Sumbawa

WPS Perbatasan Temajuk-Sebatik

WPS Aksesibilitan Baru Nabire-Enarotali-(Ilaga-Timika)-Wamena WPS Pulau Kecil Terluar Pulau Pulau Kecil Terluar (tersebar)

Sumber: Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019

Isu urbanisasi merupakan salah satu isu strategis dalam pembangunan infrastruktur permukiman. Hal ini dikarenakan dengan semakin besarnya jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan, maka dibutuhkan infrastruktur perkotaan yang handal untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi penduduk perkotaan. Oleh karena itu, Ditjen Cipta Karya diberi mandat untuk turut berkontribusi dalam pencapaian sasaran pembangunan perkotaan nasional sesuai RPJMN 2015-2019 (tabel 3.3). Untuk itu, Ditjen Cipta Karya perlu melakukan pengembangan wilayah pada skala perkotaan (city-wide) maupun penataan kawasan di beberapa kota yang menjadi fokus perhatian pembangunan perkotaan nasional yaitu 7 kawasan metroplitan eksisting, 5 kawasan metropolitan baru, 20 kota sedang, 10 kota baru, dan 39 kawasan pusat pertumbuhan baru. Diharapkan melalui pembangunan perkotaan yang dilakukan Ditjen Cipta Karya dapat tercipta kota yang aman, nyaman, dan layak huni dan terpenuhinya standar pelayanan perkotaan (SPP); kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana; dan kota cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Pemerintah Kota Padang II 41 Tabel 3.3 Sasaran Pembangunan Perkotaan Nasional RPJMN 2015-2019

No Pembangunan Sasaran 2019 Arahan Kebijakan

1 Pembangunan

Kawasan

Metropolitan baru di luar Pulau Jawa – Bali

5 Kawasan Perkotaan Metropolitan

Pusat investasi dan penggerak pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya guna mempercepat pemerataan pembangunan di luar Jawa 2 Peningkatan peran

dan fungsi sekaligus perbaikan manajemen pembangunan di Kawasan Perkotaan Metropolitan yang sudah ada 7 Kawasan Perkotaan Metropolitan yang sudah ada

Pusat kegiatan berskala global guna meningkatkan daya saing dan kontribusi ekonomi

3 Optimalisasi kota otonom berukuran sedang di Luar Jawa sebagai PKN/PKW dan penyangga urbanisasi di Luar Jawa 20 Kota Otonom Sedang

Pengendali (buffer) arus urbanisasi ke Pulau Jawa yang diarahkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi bagi wilayah sekitarnya serta menjadi percontohan (best practices) perwujudan kota berkelanjutan

4 Pembangunan 10

Kota Baru Publik

10 Kota Baru Publik Kota mandiri dan terpadu di sekitar kota atau kawasan perkotaan metropolitan di luar Pulau Jawa – Bali yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah serta diarahkan sebagai pengendali

(buffer) urbanisasi di kota atau

kawasan perkotaan metropolitan di luar Pulau Jawa-Bali

5 Memperkuat pusat-pusat pertumbuhan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) atau Pusat Kegiatan Lokal (PKL) 39 pusat pertumbuhan diperkuat perannya

peningkatan keterkaitan perkotaan dan perdesaan bertujuan

menghubungkan keterkaitan fungsional antara pasar dan kawasan produksi.

Pemerintah Kota Padang II 42

3.1.4 Arahan Rencana Pembangunan Daerah

Semenjak gempa tahun 2009 terjadi pergeseran lokasi tempat tinggal penduduk dari bibir pantai ke arah ketinggian, dalam rangka mengantisipasi isu mega trust yang akan menyebabkan tsunami. Kota Padang masih banyak penduduk miskin dan rumah tidak layak huni merupakan isu strategis untuk peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu peningkatan kualitas rumah layak huni dengan merehab 1.000 unit rumah tidak layak huni pertahun merupakan isu strategis dalam proses pembangunan daerah dalam penanggulangan kemiskinan Kota Padang.

Isu strategis peningkatan pembangunan prasarana dan sarana untuk mendukung fungsi kota. Pembangunan dranaise, riol, pembangunan kota taman (Padang Green City) yang menjadikan kota semakin ramah lingkungan.

Pembangunan terminal di bagian utara di Anak Air Kecamatan Koto Tangah dan dibantu dengan 2 (dua) terminal pembantu di lokasi arah Timur di Kecamatan Lubuk Kilangan dan arah Teluk Bayur di Kota Padang. Isu kebijakan ini harus dianalisis dengan kajian yang tepat tujuan dan sasaran agar tidak berulang peristiwa terminal lama.

Pengembangan prasarana dan sarana perhubungan, Perluasan pelabuhan Teluk Bayur, pembangunan sekolah berasrama (boarding school), merupakan isu strategis yang cukup penting bagi peningkatan peranan Kota Padang sebagi Kota Pendidikan, Perdagangan dan Parawisata.

Untuk mengantisipasi peningkatan volume lalu lintas yang sangat tinggi dengan semakin berkembangnya pembangunan di Provinsi Riau dan telah berfungsinya pembangunan Fly Over Kelok Sembilan, maka pemerintah Kota Padang harus menyambut rencana Provinsi Sumatera Barat untuk membangun jalan dua jalur dari Padang sampai ke Kota Payakumbuh. Rencana perbaikan dan pelebaran jalan tersebut merupakan isu strategis yang cukup penting dan dapat menjadikan hubungan ekonomi dan sosial antara Kota Padang menuju Riau dan sebaliknya akan semakin lancar dan hal ini akan membawa pengaruh besar terhadap pembangunan daerah Kota Padang. Selanjutnya pembangunan kabupaten dan kota tentangga seperti Kawasan Mande di Kabupaten Pesisir Selatan, akan membawa arus pertambahan penduduk Kota Padang serta berpeluang untuk membangun sektor jasa dan perdagangan serta pariwisata kota Padang.

Pemerintah Kota Padang II 43

3.2 RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

Dalam rangka pengembangan permukiman yang layak huni dan

berkelanjutan, Direktorat Jenderal Cipta Karya mengembangkan konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya yang terintegrasi dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya, sebagai upaya mewujudkan keterpaduan pembangunan di kabupaten/kota. RPIJM Bidang Cipta Karya disusun oleh Pemerintah Kabupaten/Kota melalui fasilitasi Pemerintah Provinsi yang mengintegrasikan kebijakan skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, baik kebijakan spasial maupun sektoral. RPIJM, selain mengacu pada rencana spasial dan arah pembangunan nasional/daerah, juga mengintegrasikan rencana sektoral Bidang Cipta Karya, antara lain Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM), Strategi Sanitasi Kota (SSK), serta Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman yang berkelanjutan.

Melalui perencanaan yang rasional dan inklusif, diharapkan keterpaduan

pembangunan Bidang Cipta Karya dapat terwujud, dengan

mempertimbangkan aspek lingkungan, kelembagaan, dan kemampuan keuangan daerah.

Dalam mewujudkan sasaran 100-0-100 diperlukan peningkatan pendanaan yang signifikan dalam bidang Cipta Karya. Diperkirakan kebutuhan dana mencapai mencapai Rp. 830 Triliun untuk mencapai sasaran tersebut dalam jangka waktu 5 tahun. Pemerintah Pusat yang selama ini mendominasi pendanaan pembangunan bidang Cipta Karya pada periode 2010-2014 (66,96% dari total seluruh pendanaan pembangunan), mempunyai keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Berdasarkan prakiraan maju, baseline pendanaan pemerintah hanya cukup memenuhi 15% kebutuhan pendanaan tersebut. Berdasarkan skenario optimis maka pemerintah pusat dapat berkontribusi terhadap 30-35% dari porsi pendanaan tersebut.

Untuk mengatasi gap pendanaan, maka sumber-sumber pendanaan alternatif dari para pemangku kepentingan lainnya perlu ditingkatkan. Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak penyelenggaraan pembangunan bidang Cipta Karya perlu meningkatkan komitmen sehingga kontribusi pendanaannya meningkat dari 14,7% menjadi 25% pada periode 2015-2019. Sektor swasta dan perbankan yang selama ini hanya berperan dalam 2,25%

Pemerintah Kota Padang II 44

dari total pembangunan bidang Cipta Karya, perlu didorong melalui skema KPS maupun CSR sehingga peranannya meningkat signifikan menjadi 15%. Masyarakat juga dapat berkontribusi melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat ataupun kegiatan swadaya masyarakat sehingga diharapkan dapat berkontribusi 15% terhadap porsi pendanaan. Dukungan pinjaman dan hibah luar negeri juga akan dimanfaatkan, meskipun porsi kontribusinya dikurangi dari 16,09% menjadi 10% pada tahun 2015-2019 untuk mengurangi beban hutang negara. Kebijakan kemitraan dan peningkatan partisipasi para stakeholder merupakan strategi utama dalam mewujudkan sasaran 100-0-100. Untuk meningkatkan efektifitas pencapaian sasaran Gerakan Nasional 100-0-100 perlu juga sinergi kemitraan dengan Kementerian/Lembaga lainnya, antara lain:

• Ditjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, terkait perbaikan rumah tidak layak huni dan pembangunan Rusunawa di kawasan permukiman kumuh;

• Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, terkait penyediaan air baku dan penanganan kawasan rawan genangan;

• Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, terkait keterpaduan perencanaan dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional bidang perumahan dan permukiman serta bidang perkotaan dan perdesaan;

• Kementerian Kesehatan, terkait perubahan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);

• Kementerian Dalam Negeri, terkait pengembangan kapasitas Pemerintah Daerah;

• Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, terkait pengelolaan persampahan;

• Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pengembangan kawasan permukiman nelayan/pesisir dan pulau terluar;

• Kementeran Agraria dan Tata Ruang, terkait keterpaduan pembangunan berdasarkanRTRW dan RDTR;

Pemerintah Kota Padang II 45

• Badan Nasional Pengembangan Kawasan Perbatasan, terkait

pengembangan kawasan perbatasan

3.2.1 Rencana Kawasan Permukiman (RKP)

Konsep dasar penanganan kawasan permukiman kumuh di Kota adang berangkat dari pola-pola penanganan permukiman kumuh sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 Tahun 2011. Dalam UU tersebut, pola penanganan permasalahan permukiman kumuh dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu pencegahan (antisipatif/preventif) dan peningkatan kualitas (kuratif). Pencegahan dan peningkatan k ualitas terhadap kawasan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya kawasan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi permukiman. Berdasarkan konsep dasar di atas, maka konsep penanganan kawasan permukiman kumuh di Kota Padang adalah sebagai berikut:

1. Pencegahan, dilakukan sebagai upaya mencegah tumbuhnya permukiman kumuh serta mencegah tumbuh dan berkembangnya ingkungan hunian yang tidak terencana dan tidak terstruktur.

 Intervensi fisik dalam konteks pencegahan dapat ditujukan terhadap permukiman yang memiliki ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, ketidaklengkapan prasarana dan sarana, dan dibangun tidak sesuai dengan RTRW;

 Pengawasan dan pengendalian dilakukan dengan meninjau kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

 Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan terkait melalui pendampingan dan pelayanan informasi. Pendampingan dilakukan dengan memberikan bimbingan, penyuluhan dan bantuan teknis untuk mewujudkan kesadaran masyarakat. Sedangkan pelayanan informasi dilakukan melalui pemberitaan hal-hal terkait upaya pencegahan permukiman kumuh

Pemerintah Kota Padang II 46

seperti rencana tata ruang, perizinan, standar perumahan dan permukiman kepada masyarakat.

2. Peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh, dilakukan sesuai dengan hasil penilaian berbagai aspek kekumuhan (tingkat kekumuhan, pertimbangan lain dan legalitas lahan). Peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh untuk berbagai aspek kekumuhan akan berbeda-beda pendekatan penanganannya, dimana secara hirarki peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh paling rendah adalah pemugaran dan paling tinggi adalah permukiman kembali.

Tabel 3.4 Karakteristik Pola Peningkatan Kualitas Kawasan Permukiman Kumuh

No. Pola Penangan

an

Karakteristik Penanganan

Bentuk Pelaksanaan Penerapan

1. Pemugaran Bentuk penanganan ini umumnya yang tidak terlihat terlalu banyak perubahan mendasar, selain dari peningkatan bentuk pelayanan dan kondisi fisik prasarana, sarana dan bangunan tempat tinggal  Peningkatan vitalitas kawasan  Peningkatan kualitas lingkungan  Tidak menimbulkan perubahan struktur Peningkatan kualitas lingkungan  Mengembalikan kondisi fisik yang menurun Peningkatan kualitas lingkungan  Perubahan sebagian agar dapat beradaptasi dan menempatkan fungsi baru Peningkatan kualitas lingkungan  Mengembalikan kondisi dan peningkatan komponen Peningkatan kualitas lingkungan  Pemeliharaan dan pengendalian melalui KDB, KLB, GSB, GSJ, IMB Peningkatan kualitas lingkungan

Pemerintah Kota Padang II 47 2. Peremajaan Bentuk penanganan ini umumnya dilakukan dengan perubahan yang mendasar. Untuk itu penanganan ini mempunyai konsekuensi merubah pola pemanfaatan ruang, baik secara komposisi,

komponen, besaran maupun fungsinya. Hal ini mengarahkan pada pola- pola pengadaan baru yang lebih

menonjol dari pada peningkatan dan perbaikan kualitas  Penanganan menyeluruh, merubah secara structural, dan membangun kembali di tempat lokasi semula Urban renewal, rumah susun  Pembangunan prasarana dan sarana seluruh kawasan, perubahan secara struktural, mengatur pembangunan baru (KLB, KDB, GSB) Urban renewal, rumah susun

Pemerintah Kota Padang II 48

3. Permukiman

Kembali Bentukpenanganan ini umumnya dilakukan dengan cara:  Perubahan total dikaitkan dengan pengembalian fungsinya kepada fungsi awal  Dilakukan dengan pemindahan permukiman pada areal yang baru (lokasi lain)  Tidak diarahkan pada pendukungan untuk pengadaan atau peningkatan fasilitas dan prasarana pendukungnya  Areal permukiman yang tidak sesuai denggan arahan tata ruang Relokasi, permukiman baru, rumah susun

Selanjutnya ketentuan penanganan fisik diatur sesuai dengan 7 (tujuh) aspek permasalahan kekumuhan setiap lokasi yang teridentifikasi, yaitu:

1. Aspek bangunan dan lingkungan; 2. Aspek kondisi jalan lingkungan;

3. Aspek kondisi penyediaan air minum; 4. Aspek kondisi drainase lingkungan; 5. Aspek kondisi pengelolaan air limbah;

6. Aspek kondisi pengelolaan persampahan; dan 7. Aspek proteksi kebakaran.

lokasi kawasan permukiman kumuh Kota Padang yang tercantum pada Dokumen Pemutkahiran Data Cipta Karya dan SK Walikota No. 163 Tahun 2014, total luasan kawasan kumuh pada 23 (dua puluh tiga) kelurahan adalah seluas 107,96 Ha, kemudian dilakukan verifikasi dan justifikasi oleh Tim Pokjanis luasan ke-23 lokasi kawasan permukiman kumuh sebagaimana yang tersebutdalam SK yang diredeliniasi berkembang menjadi 1.085,086 Ha, kemudian di lakukan verifikasi

Pemerintah Kota Padang II 49

lapangan sehingga luas permukiman kumuh sebesar 379,95 Ha, hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 3.5 Luas Permukiman Kumuh di Kota Padang No. KECAMATAN KELURAHAN

Luas (Ha) Berdasarkan SK Walikota Luas (Ha) Berdasarkan Verifikasi oleh Pokjanis Luas (Ha) Berdasarka n Verifikasi Lapangan 1. Koto Tangah 1. Koto Panjang Ikur

Koto 7,35 153,710 12,48 2. Dadok Tunggul Hitam 4,22 277,029 10,77 2. Kuranji 3. Kalumbuk 1,29 42,388 7,5 4. Lubuk Lintah 1,25 47,335 11,78 5. Ampang 5,19 69,795 21,41

3. Padang Barat 6. Purus 1,79 41,853 9,84

4. Padang Utara 7. Alai Parak Kopi 5,43 5,426 29,6

5. Padang Selatan 8. Seberang

Palinggam 5,55 19,807 25,9

9. Seberang Padang 5,03 60,202 12,96

10. Mata Air 7,10 28,460 37,9

11. Pasa Gadang 3,84 57,170 5,06

12. Batang Arau 16,71 34,597 21,82

6. Padang Timur 13. Jati 1,37 45,933 27,32

14. Parak Gadang Timur

3,19 14,901 12,53

15. Sawahan Timur 4,31 17,698 19,4

16. Kubu Marapalam 1,48 4,391 8,37

7. Nanggalo 17. Surau Gadang 3,19 4,542 4,43

18. Kurao Pagang 5,30 64,980 7,34

8. Lubuk Begalung 19. Kampung Jua 8,24 52,306 51,36

20. Batung Taba 5,87 21,619 14,23

9. Pauh 21. Kapalo Koto 3,00 13,688 19,79

10. Bungus Teluk Kabung 22. Teluk Kabung Tengah 3,13 5,129 6,07 23. Teluk Kabung Utara 2,13 2,17 2,09 Luas Kawasan Kumuh 107,96 1.085,086 379,95

Sumber: Hasil Verifikasi Tahun 2015

Dokumen terkait