• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan fisik Lingkungan

Dusun Marubun Pane terletak di kecamatan Purba Nagori Tigarunggu Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara dengan Luas 200 Ha. Secara geografis Dusun Marubun Pane ini berbatasan dengan

Sebelah Timur : Kecamatan Raya Sebelah Barat : Nagori Purba Tongah Sebelah Utara : Pematang Purba

Sebelah Selatan : Kecamatan Dolok Pardamean

Topografi, Keadaan Tanah dan Iklim

Secara umum kondisi dan kemiringan lahan Nagori Tigarunggu, ketinggiannya 1300 m dpl diatas permukaan laut, kawasan ini adalah daerah datar, bergelombang dan berbukit serta memiliki bentang alam yang tinggi. Pada umumnya tanah di daerah ini dikategorikan subur sampai sedang. Iklim di daerah ini dikatagorikan sebagai iklim tropis, dengan curah hujan 139 mm/tahun dan suhu udara 23-320C.

Aksesibilitas

Dusun Marubun Pane tepatnya di Nagori Tigarunggu, bisa dicapai dengan menggunakan mobil ataupun kendaraan bermotor. Adapun jarak Dusun Marubun Pane ke ibu kota kecamatan adalah 4 km, dari ibu kota kabupaten 40 km dan dari ibu kota provinsi jaraknya 140 km.

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Kependudukan

Berdasarkan monografi desa tahun 2008, jumlah penduduk Dusun Marubun Pane adalah sebanyak 368 jiwa, yang terdiri dari Laki-laki 168 jiwa dan Perempuan 200 jiwa, 76 KK, dengan kriteria dari 0 sd 6 thn sd sebanyak 81 orang, 7 sd 10 thn sebanyak 79 orang, 11 sd 16 thn sebanyak 72 orang, 17 sd 55 thn sebanyak 105 orang, 55 keatas ada sebanyak 31 orang. Dari status kependudukan kawin ada sebanyak 115 orang, belum kawin 218 orang, janda 10 orang. Mayoritas penduduk di Dusun Marubun Pane ini

adalah Kristen Protestan dengan jumlahnya 271 orang, Suku yang ada didalam Dusun Marubun Pane mayoritas adalah suku Simalungun, dan minoritas suku batak Toba.

Jumlah Penduduk Berdasarkaan Umur

0-6 thn 22% 7-10 thn 21% 11-16 thn 20% 17-55 thn 29% >55 thn 8% 0-6 thn 7-10 thn 11-16 thn 17-55 thn >55 thn

Gambar 1. Persentase Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Usia

Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk di Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu, mata pencahariannya hidup sebagai petani yang memanfaatkan lahan kosong, untuk dijadikan ladang ataupun sawah darat, hanya sebagian kecil saja yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengusaha ataupun wiraswasta, dan abri.

Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009.

USU Repository © 2009

28

Sarana dan Prasarana

Beberapa sarana dan prasarana umum yang terdapat di Nagori Tigarunggu Dusun Marubun Pane antara lain Sarana perhubungan seperti jalan tetapi belum dilapisi aspal, yang peranannya sangat penting bagi kelancaran perekonomian masyarakat Dusun Marubun Pane. Sarana Jalan ini digunakan untuk mengangkut hasil-hasil pertanian dan perkebunan penduduk. Pada umumnya penduduk Dusun Marubun Pane menggunakan sarana angkutan yaitu pedati dengan menggunakan tenaga kerbau dalam mengangkut hasil pertanian mereka dari ladang ke pasar, sarana lain juga seperti sarana pendidikan ,sarana ibadah, sarana pengairan dan juga sarana perekonomian seperti pasar.

Dusun Marubun Pane juga mempunyai sarana ibadah seperti Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) dan juga Mesjid, sedangkan sarana pendidikan yang tersedia berupa satu buah sekolah dasar. Untuk sarana pendidikan tinggat SLTP dan SLTA, bank, kantor pos, jasa telekomunikasi tersedia di Nagori Tigarunggu (ibu kota kecamatan). Dusun marubun Pane juga sudah dimasuki jaringan listrik dari perusahaan listrik negara (Monografi Nagori Tigarunggu).

Pantas H. Sitanggang : Manfaat Ekonomi Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat (Studi Kasus : Dusun Marubun Pane Kecamatan Tigarunggu Kabupaten Simalungun), 2009.

Pengelolaan Hutan Rakyat

Pembuatan hutan rakyat di Nagori Tigarunggu Dusun Marubun Pane telah melewati sejarah yang cukup panjang dimulai dari tahun 1970-an dan berlangsung sampai dengan sekarang, sekalipun mulai ada perubahan-perubahan dari Dinas Kehutanan setempat agar pengelolaan hutan rakyat dapat lebih baik lagi. Penanaman di lahan kritis yang merupakan cikal bakal hutan rakyat yang ada sekarang ini yang pertama kali dirintis oleh para orangtua terdahulu yang punya kesepakatan untuk menanami lahan dari warisan leluhur mereka secara turun temurun. Juga hutan rakyat yang ditanami nanti dapat meningkatkan produktifitas lahan dengan berbagai hasil tanaman hutan rakyat.

Pengelolaan hutan rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane ini tidak mengenal sistem silvikultur tertentu. Pada umumnya masyarakat ataupun petani hutan rakyat ini mengelola hutannya secara sederhana, tidak menggunakan sistem teknologi, tapi sudah turun temurun dari cara leluhur yang dahulu. Namun dengan melihat kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan yang mereka lakukan, sistem silvikultur pengelolaan hutan rakyat di Dusun Marubun Pane ini dikategorikan dalam system tebang pilih dengan permudaan alam (TPPA), ada juga dengan sistem borong. Biasanya petani hutan rakyat hanya akan menebang tanaman dilahan hutannya bila tanaman benar-benar siap untuk ditebang dengan beberapa kriteria (tebang pilih), antara lain adalah pohon yang ditebang telah cukup diameternya untuk membuat rumah dengan perkiraan diameter 25-30 cm, selain itu para petani akan menebang tanaman hutannya apabila benar-benar membutuhkan saja. Setelah dilakukan penebangan, mereka biasanya tidak lagi menanami lahan yang kosong ataupun yang disebut dengan replanting (mengganti tanaman yang baru setelah tanaman yang lama ditebang), namun cukup mengandalkan permudaan alam yang jumlahnya cukup banyak, sehingga tidak perlu menyediakan bibit tanaman. Hal inilah yang akan menimbulkan adanya masalah baru, karena lahan pinus yang habis ditebang jika dibiarkan begitu saja, akan mengakibatkan tanah lama kelamaan akan tandus, kering, dan struktur tanahnya akan rusak, sehingga jika masyarakat ataupun petani hutan rakyat melakukan penanaman kembali harus membutuhkan proses ataupun waktu yang lama, mengingat lahannya harus produktif dulu diolah dan sruktur tanahnya sudah baik, sehingga sudah siap untuk dilakukan penanaman.

30

Melihat kondisi dan keadaan seperti ini, maka Dinas Kehutanan dan pemerintah daerah Dusun Marubun Pane mengambil suatu kebijakan dalam hal pengelolaan hutan rakyat, tujuannya agar masyarakat ataupun petani hutan rakyat benar benar menyadari dan memahami pembuatan tanaman hutan rakyat yang benar dan mengikuti prosedur yang berlaku.

Kegiatan pengelolaan hutan rakyat di desa ini dimulai dengan beberapa tahapan yaitu :

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini ada beberapa prosedur yang harus dilakukan, yaitu pendaftaran peserta oleh ketua kelompok tani dari balai penyuluhan kehutanan atau P3RPDAS, dilakukanlah penataan areal tanaman yang dimaksudan untuk pengaturan tempat dan waktu, areal tanaman dibagi dalam beberapa blok sesuai dengan pembagian kelompok. Kegiatan penataan areal tanaman meliputi pembersihan lapangan dan pengolahan tanah, sebelum dilakukan pananaman, areal harus dibersihkan dengan menebang sisa-sisa pohon, semak belukar, alang-alang, dan lain-lain. Kemudian dilakukanlah tahap-tahap sebagai berikut : pemancangan tanda batas dan pengukuran lokasi/lapangan yang tujuannya untuk menentukan luas serta letak yang pasti sehingga memudahkan perhitungan kebutuhan bibit, setelah itu dilakukan penentuan arah larikan serta pemancangan ajir/patokan yang disesuaikan dengan garis tinggi/kontur, kemudian dilakukan pembuatan piringan tanaman disekitar ajir dengan diameter 1 meter, setelah itu adalah pembuatan lobang tanaman yang ukurannya sesuai dengan keperluan masing-masing jenis tanaman yang dapat diisi pupuk jika tanahnya kurang baik/tandus, atau tanpa pupuk jika tanahnya subur, yang gunanya agar tanah dapat gembur, dan yang terakhir adalah pembuatan gubuk kerja dan papan pengenal dilapangan.

Tahap persiapan lahan ini sebelumnya sudah ada kerjasama antara Dinas Kehutanan daerah setempat dengan kepala Desa dan juga kepada pemilik hutan rakyat/petani hutan rakyat, kerjasama yang dimaksud adalah adanya pemberian bibit dari Dinas Kehutanan, dan Dinas Kehutanan dalam hal ini penyuluh kehutanan yang sudah dipercayakan juga berkewajiban untuk memberikan penyuluhan, bimbingan, ataupun memberikan metode-metode dan prosedur yang akan dilakukan pemilik hutan rakyat. Setelah itu dibuatlah surat perjanjian kerja (SPK) yang memuat tentang hasil dari kayu penghijauan ini menjadi hak milik dari si pemilik lahan, tetapi dengan syarat bahwa pemilik hutan rakyat itu harus benar-benar melaksanakan kegiatan penanaman bibit

pinus yang diberikan, dan bertanggung jawab memelihara pertumbuhan dan perkembangan tanaman pinus tersebut.

b. Tahap Penanaman

Faktor yang sangat penting dalam pembuatan hutan rakyat adalah memilih jenis tanaman yang dapat mengasilkan kayu produktif sesuai dengan situasi dan kondisi alam serta dapat memenuhi tuntutan pasar atau disesuaikan dengan kehendak minat masyarakat, kesesuaian agroklimat, permintaan pasar dan dikembangkan dalam luasan yang secara ekonomis dapat dipasarkan, serta menguntungkan yang diwujudkan melalui kesepakatan kelompok.

Komposisi jenis tanaman terdiri dari tanaman kayu-kayuan yang besarnya persentase disesuaikan dengan ketersediaan bibit dan anggaran namun tetap didominasi oleh jenis tanaman kayu-kayuan.

Penanaman hutan rakyat dapat dibuat dengan cara sebagai berikut : a. Sistem Cemplongan

Sistem cemplongan ini dilaksanakan dengan membersihkan sekitar tempat yang ditanam dengan radius lebih kurang 1 meter (pembersihan tidak secara total) disekeliling lubang tanaman. Sistem ini baik dilaksanakan pada lahan yang miring yang tanahnya peka terhadap erosi.

b. Sistem Tumpang Sari

Sistem tumpang sari adalah pembuatan tanaman yang dilaksanakan sela (palawija), dilaksanakan pada daerah yang cukup padat penduduknya, arealnya landai, solumnya cukup tebal dan masih produktif untuk palawija.

Jenis-jenis tanaman yang dapat dikembangkan dalam pembuatan hutan rakyat adalah : - Penghasil Kayu Bakar

- Penghasil kayu pertukangan /industri - Penghasil buah-buahan

- Tanaman Perkebunan, didalam tanaman perkebunan adanya tanaman pengisi. Umumnya masyarakat di Dusun Marubun Pane ini memilih tanaman pinus da lam membuat hutan rakyat, selain sistematis cara penanamannya, pemeliharannya tidak terlalu sulit. Jarak tanam yang dilakukan dalam penanaman pinus ini adalah 5x5 meter. c. Tahap Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, pedangiran dan penyulaman. Kegiatan ini dilakukan pada tanaman tahun berjalan sampai umur 3 tahun.

32

Penyiangan dan pendangiran dilakukan untuk membebaskan tanaman pokok dari jenis-jenis tanaman pengganggu (rumput liar). Untuk penyiangan dengan sistem cemplongan penyiangan dilakukan pada piringan tanaman. Untuk sistem tumpang sari penyiangan dilakukan menyeluruh karena yang harus disiangi tidak hanya tanaman pokoknya tetapi juga tanaman palawija. Penyiangan dialakukan dengan radius lebih kurang 50 cm, sedangkan penggemburan tanah lebih kurang 25 cm disekeliling tanaman.

Penyiangan adalah upaya pembebasan tanaman pokok dari jenis pengganggu atau gulma seperti rumputan, semak. Penyiangan dilakukan dengan jarak 50 cm sedangkan penggemburan tanah minimal jarak 25 cm disekeliling tanaman, agar dapat tumbuh dengan baik. Pendangiran adalah upaya penggemburan tanah disekeliling tanaman pokok dengan maksud memperbaiki kondisi fisik tanah.

Penyulaman adalah usaha penanaman untuk mengganti tanaman pokok yang rusak/mati, biasanya ini dilaksanakan pada saat puncak musim penghujan.

Pemangkasan, kegiatan ini dilakukan pada tanaman sela dengan sistem tumpang sari pada tanaman pokok khususnya pemangkasan cabang untuk mendapatkan kwalitas batang yang baik, pemangkasan tanaman sela dilakukan bila tajuk tanaman sela mangganggu tanaman pokok. Untuk setiap jarak 1 m ditinggalkan satu pohon tanaman sela tidak dipangkas sebagai penghasil biji.

Penjarangan adalah Kegiatan penebangan yang dilakukan pada pohon-pohon yang cacat atau kurang baik dengan maksud untuk memberi ruang tumbuh pada pohon yang berkwalitas baik sehingga diperoleh hasil akhir yang tinggi. Penjarangan ini dilakukan apabila tajuk pohon satu lain telah saling bersinggungan/ penutup.

Pengendalian hama dan penyakit/perlindungan tanaman meliputi kegiatan pemberantasan hama dan penyakit serta pencegahan dari bahaya kebakaran. Pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan apabila timbul gejala serangan hama dan penyakit dengan jenis dan dosis sesuai dengan kebutuhan. Pencegahan bahaya kebakaran dilakukan pada musim kemarau dengan cara pembuatan papan peringatan bahaya kebakaran, dan lain-lain.

d. Tahap Pemanenan Hasil

Tahap pemanenan ini ada dua cara dalam sistem pemanenannya yaitu dengan sistem borong dengan syarat diameter harus diatas 16 cm, dan sistem kubikasi sesuai dengan muatan bus yang mengangkut.

Memanen hasil kayu sebagai tanaman pokok hendaknya disesuaikan dengan daur ekonomis untuk masing-masing jenis kayu sebagai contoh untuk kayu bakar atau bahan baku industri pada umur 2-4 tahun dari hasil penjarangan atau pemangkasan, sedangkan untuk bahan bangunan sebaiknya dipanen minimal pada umur 8 tahun.

Kayu pinus yang ada di Dusun Marubun Pane biasanya dipanen pada umur 20 tahun, alasan untuk dipanen bisa disebabkan karena kebutuhan hidup yang mendesak, untuk bahan bangunan membuat rumah mereka, dan juga disebabkan karena permintaan pengusaha pinus ataupun pasar kayu bulat yang dilakukan melalui agen kayu. Pemanenan pinus ini dilakukan dengan menggunakan mesin pemotong kayu atau disebut dengan chain saw, dan tidak ada alat khusus yang dipakai.

e. Tahap Pemasaran

Pemasaran kayu hutan rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane yang dilakukan oleh petani biasanya dalam bentuk pohon berdiri dan bukan dalam volume kayu yang rebah. Para pembeli biasanya pengusaha kayu suatu pabrik kayu, pengusaha perindustrian kayu, pengusaha pengrajin kayu, dan juga pedagang pengumpul kayu, yang akan mendatangi pemilik hutan rakyat untuk melihat keadaan fisik pohon, jumlah pohon, dan apakah sudah layak panen atau tidak layak panen, selanjutnya akan diadakan transaksi. Cara penjualan seperti ini banyak dipilih oleh petani karena dianggap mudah dan praktis, sehingga tidak menyusahkan petani. Sistem penjualan kayu pinus di Dusun Marubun Pane ada 2 macam, yaitu :

a. Diborongkan (sistem borong)

Sistem ini dilakukan melalui agen kayu datang dan berminat membeli kayu– kayu pinus kepada si pemilik kayu. Kemudian agen kayu akan memperkirakan berapa kira–kira kubikasi kayu yang dapat dihasilkan dari kayu–kayu tersebut, biasanya agen kayu hanya melakukan taksiran saja atas kayu yang akan dibeli ataupun diborongkan. Pembeli kayu atau agen kayu akan membeli kayu –kayu pinus tersebut dalam keadaan pohon berdiri lalu dihitung jumlahnya dan dikalikan dengan harga per pohonnya sesuai dengan kesepakatan antara pembeli dan pemilik. Kemudian transaksipun dilakukan antara pembeli kayu dengan pemilik kayu. Cara penjualan seperti ini banyak dilakukan petani karena keuntungannya dianggap mudah dan praktis, sehingga tidak menyusahkan petani dalam menghitung kubikasi, volume ataupun diameter kayu pinus tersebut. Setelah adanya kesepakatan antara agen dan pemilik kayu, maka pemanenan pun segera dilaksanakan. Petani hutan rakyat yang tinggal di Dusun Marubun Pane hanya tinggal

34

terima bersih, yang berarti si pembeli yang mengurus semua kegiatan operasional dan mengeluarkan biaya yang diperlukan dalam kegiatan penebangan, penyaradan, pengangkutan, pemasaran, dan termasuk perijinan. Perijinan dalam menebang pohon, mengangkut, dan memasarkan kayu dari hutan tanah milik harus dimiliki yaitu IPKTM Ijin Pemanfaatan Kayu Tanah Milik (IPKTM). Dulunya masyarakat Dusun Marubun Pane tidak perlu membuat surat ataupun IPKTM ini, tapi mengingat karena dulu banyak sekali praktek-praktek illegal logging ataupun penebangan yang sembarangan, sehingga terjadi kasus-kasus yang tidak diharapkan. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat, mengambil suatu kebijakan agar dibuatlah ijin tertulis berupa IPKTM.

Pemanenan dilakukan harus disertai adanya IPKTM, sehingga kegiatan penebangan ataupun pemanenan boleh dilakukan karena merupakan surat ijin atau wewenang yang sah tertulis untuk kegiatan penebangan pohon, pengumpulan, pengangkutan dan pemasaran kayu yang menjadi suatu bukti kelegalitasan kayunya, atau surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan, atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat. IPKTM dapat diberikan pada setiap orang atau badan hukum atau koperasi yang melakukan kegiatan pemanfaatan kayu pada tanah milik hutan rakyat yang ada di Dusun Marubun Pane.

Isi dari prosedur penjualan dan sekaligus perijinan (IPKTM) yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Petani ataupun pemilik hutan rakyat yang mau menjual kayu ataupun pinusnya, harus terlebih dahulu mengurus Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kepala Desa (Penghulu). SKT ini berisikan bahwasannya si pemilik benar memiliki suatu tanah/lahan yang disertai dengan luasnya, dan di atasnya ditumbuhi jenis pohon yang disertai dengan jumlahnya.

2. Kepala desa biasanya langsung meninjau ke lokasi untuk melihat kebenaran keberadaan lahan dan kayu (pohon) di lahan pemilik hutan rakyat tersebut.

3. SKT yang sudah selesai diurus dan sudah diperoleh si pemilik hutan rakyat, selanjutnya diurus akte tanah dari camat Nagori tersebut.

4. Akte tanah yang sudah selesai diurus, maka SKT akan diserahkan kepada pengusaha ataupun pembeli katu, kemudian si pembeli mengusulkan permohonan penebangan kayu ke Dinas Kehutanan dengan menyertakan SKT, surat jual beli yang sudah ditandatangani oleh si pemilik lahan dan si pembeli, dan KTP.

5. Dinas Kehutanan akan datang ke lokasi/lahan hutan rakyat yang bersangkutan untuk melakukan penghitungan secara sensus.

6. Sensus ataupun pendataan yang sudah dilakukan, maka IPKTM dapat dikeluarkan lalu penebangan kayu bisa dikerjakan, biaya yang dikenakan dalam pengurusan IPKTM ini adalah sebesar Rp 100.000 per meter kubik.

b. Sistem Kubik ( Kubikasi )

Sistem kubikasi merupakan cara penghitungan berdasarkan jumlah volume kayu diameter, dan juga kubikasi pinus yang diperoleh. Biasanya Masyarakat Dusun Marubun Pane menjual pinusnya berdasarkan volume kayu pinus dan mereka juga menjual kayu pinusnya kepada pengusaha kayu disesuaikan dengan muatan sebuah truk engkel yang merupakan alat transportasi untuk mengangkut kayu hasil tebangan. Tetapi sistem kubikasi ini sudah mulai jarang dilakukan, artinya masyarakat yang menjual pinusnya lebih senang cepat-cepat untuk mendapatkan uang/materi tanpa perlu lagi sibuk mengukur ataupun menghitung kubikasi kayu mereka yang akan dijual. Sebenarnya jika dikaji lebih jauh berdasarkan wawancara dengan penyuluh kehutanan, bahwa sistem kubikasi inilah yang sebenarnya lebih menguntungkan, karena volume, diameter, ataupun kubikasi kayu dapat diketahui secara pasti dan benar, tidak ada lagi istilah menaksir ataupun menduga. Tetapi kenyataan dilapangan itulah yang terjadi kalau masyarakat Dusun Marubun Pane sudah terbiasa dengan sistem borong yang secara cepat dan prosesnya tidak lama.

Harga satu truk engkel yang ada di Dusun Marubun Pane sampai kepada kecamatan Tigarunggu ataupun Nagori Tigarunggu biasanya sudah ditetapkan bermuatan 10 m³ kayu bulat, dimana 1 m³ kayu pinus ditetapkan harganya sebesar Rp 100.000, ini saya dapatkan informasinya dari petani/pemilik hutan rakyat yang menjual kayu pinusnya, sumber ini juga saya dapatkan langsung dari agen kayu. Sehingga 1 truk engkel itu (10 m³) berharga Rp 1.000.000. Setelah itu pemanenanpun dilakukan, dan kayu bulat pinus hasil tebangan dimuat ke dalam truk engkel, transaksi antara si pemilik kayu dan pembeli (pengusaha kayu) dilakukan. Besarnya harga yang harus dibayar pengusaha kayu kepada si pemilik kayu adalah tergantung dari kubikasi/volume kayu yang diperoleh. Semua biaya operasional penebangan, pengangkutan dan IPKTM dilakukan dan ditanggung oleh pengusaha (pembeli) kayu. Setelah itu, pemasaran kayu hasil tebangan inipun selanjutnya dilakukan oleh pengusaha kayu.

36

Pengusaha -pengusaha kayu tersebut adalah dapat berupa pengusaha/pembeli pinus rakyat dan pengusaha industri-indusri kayu baik skala kecil maupun menengah. Pengusaha pinus rakyat menjual kayu (pinus) dari hasil hutan rakyat ke panglong (usaha dagang kayu) maupun industri pengolahan kayu skala kecil dan menengah, (misal industri kayu gergajian, industri meubel lokal, dsb). Kayu tersebut diolah untuk berbagai kegunaan seperti bahan pertukangan, papan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Harga kayu yang dijual oleh pengusaha pinus rakyat ini di pabrik/industri pengolahan kayu adalah Rp 700.000 per meter kubik. Industri pengolahan kayu akan mengolah kayu-kayu pinus tadi sebagai bahan baku. Industri kayu gergajian jaraknya lumayan jauh dari Dusun Marubun Pane. Industri gergajian ini fungsinya untuk mengolah kayu pinus itu menjadi menjadi kayu–kayu gergajian, kemudian kayu-kayu gergajian ini akan dibeli oleh industri–industri meubel lokal sebagai bahan baku untuk membuat lemari, kursi, meja, tempat perabotan rumah tangga, perabotan rumah tangga, dan lain-lain, yang biasanya industri ini berada di luar daerah, yang jaraknya sangat jauh dari Dusun Marubun Pane. Pemasaran kayu gelondongan ini selain untuk memenuhi kebutuhan lokal yaitu untuk kayu bangunan dan bahan baku industri meubel, sebagian besar juga dipasarkan kepada perusahaan-perusahaan kayu seperti TPL, ataupun perusahaan pembuatan bubur kertas. Berikut dibawah ini gambaran saluran pemasaran hasil hutan rakyat yang terdapat di Dusun Marubun Pane.

Gambar 4. Saluran Pemasaran Hasil Hutan Rakyat Dusun Marubun Pane Hasil Hutan

Rakyat/Petani

Pedagang Pengumpul Pasar kayu bulat

Penggergajian

Industri Meubel Lokal Penggergajian

Umumnya pemasaran kayu bakar di Dusun Marubun Pane belum ada dilakukan, artinya masyarakat biasanya memanfaatkan sendiri kayu-kayu yang dikumpulkan untuk dijadikan sebagai bahan bakar rumah tangga dari hutan rakyat, dan tidak menjualnya.

Gambar 5. Petani Hutan Rakyat Mengumpulkan Kayu Bakar Untuk Dimanfaatkan Sendiri.

Potensi Hutan Rakyat

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada setiap masyarakat/petani hutan rakyat pinus di Dusun Marubun Pane sebenarnya sudah mulai memanen dan menjual kayu hutan rakyatnya (Pinus merkusii) mulai tahun 1990-an. sampai dengan

Dokumen terkait