• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1.4 Keadaan Rumah

Hasil penelitian berdasarkan keadaan rumah responden pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut.

4.1.4.1. Status Rumah Terhadap Banjir

Berdasarkan penelitian keadaan status rumah terhadap banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Status Rumah Terhadap Banjir Pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007

Frek Banjir Jumlah (orang) Persentase (%)

Banjir 47 95.9

Tidak 2 4.1

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Distribusi Responden berdasarkan status rumah terhadap banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD yang terkena Banjir 47 orang (95.9%) dan tidak terkena banjir sebanyak 2 orang (4.1%).

4.1.4.2. Tempat Penyimpanan Air

Kondisi tempat penyimpanan air rumah responden pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Air pada beberapa Kabupaten/Kota Propinsi NAD, Tahun 2007 Tempat Penyimpanan Air Jumlah (orang) Persentase (%)

Terbuka 3 6.1

Tertutup 46 93.9

Jumlah 49 100

Distribusi responden berdasarkan tempat penyimpanan air pada beberapa Kabupaten/Kota Propinsi NAD yang tertutup yaitu 46 orang (93.9%) dan penyimpanan air terbuka 3 orang (6.1%).

4.1.4.3. Tempat Penyimpanan Makanan

Berdasarkan hasil penelitian menurut tempat penyimpanan makanan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Tempat Penyimpanan Makanan pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007

Tempat Penyimpanan Makanan Jumlah (orang) Persentase (%)

Terbuka 2 4.1

Tertutup 47 95.9

Jumlah 49 100

Tabel 4.9 diatas dapat dilihat tempat penyimpanan makanan pada beberapa Kabupaten/Kota di NAD yang tertutup sebanyak 47 orang (95.9%) dan yang terbuka sebanyak 2 orang (4.1%).

4.1.4.4. Keberadaan Tikus

Berdasarkan penelitian menurut keberadaan tikus yang berada di rumah responden pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dapat dilihat dibawah ini.

Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan Tikus pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD, Tahun 2007 Keberadaan Tikus Jumlah (orang) Persentase (%)

Ada 32 65

Tidak Ada 17 35

Jumlah 49 100

Dari tabel diatas 4.10 dapat dilihat keberadaan Tikus di rumah responden yang terdapat tikus berjumlah 32 orang (65%) dan rumah yang tidak terdapat tikus 17 orang (35%).

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Kejadian Leptospirosis

Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap masyarakat diketahui bahwa terdapat 49 penderita Leptospirosis pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD tersebut. Jumlah penderita yang paling tinggi ditemukan di Kabupaten Langsa yaitu 20 orang (40,8%) diikuti Kabupaten Aceh Utara 15 orang (30,6%) frekuensi ini lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan frekuensi banjir yang datang ke Kota Langsa 2 x dalam setahun. Penyelidikan Epidemiologi oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta pada tahun 2002 yaitu Kecamatan Cengkareng, Palmerah dan Tanah Abang dimana dari 138 responden didapatkan proporsi leptospirosis sebesar 13%. Hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Mampang Prapatan oleh Feurah, dkk, 2002 didapatkan proporsi kejadian leptospirosis positif sebesar 14,3% dari 46 responden (Deasy, 2002).

5.2. Karakteristik 5.2.1 Umur

Dari hasil penelitian dapat diketahui distribusi responden menurut umur yang paling terbanyak adalah 20 - 30 thn sebanyak 23 orang (47%), > 30 thn sebanyak 18 orang (36.7%), sedangkan < 20 tahun sebanyak 8 orang

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

(16.3%), hal ini sesuai menurut Yatim yang dikutip Hernowo (2002), bahwa jumlah pasien Leptospirosis sebanyak 80 orang selama periode 1991 – 1993 didapat kelompok umur diatas 50 tahun sebanyak 28 orang (35%) orang, kelompok umur 40 – 49 tahun sebanyak 21 orang (26%). Kelompok umur 20 – 39 tahun sebanyak 4 (5%) orang. Dari jumlah pasien per kelompok umur tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok umur 20 – 39 tahun cenderung lebih beresiko terkena leptospirosis.

Penyakit Leptospirosis jarang terjadi pada bayi dan anak remaja mungkin karena kenyataannya mereka paling sedikit terpapar (Sehgal, Et.al, 1991). Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, hal ini mungkin diakibatkan pekerjaannya yang lebih banyak terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi (Soebronto, 1981).

5.2.2 Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian diketahui menurut Janis kelamnin penderita leptospirosis yang terbanyak adalah laki-laki sebanyak 26 orang (53,1%) sedangkan perempuan sebanyak 23 orang (46,9%), ini diakibatkan pada saat banjir terjadi laki-laki turun langsung membersihkan lingkungan sehingga terpapar dengan kotoran rodent.

Demikian juga menurut teori Sehgal et.al (1991) yang mengatakan bahwa laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis. Hal ini mungkin diakibatkan karena laki-laki memiliki

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi (Soebronto 1981, Depkes 2002).

5.2.3 Pekerjaan

Hasil penelitian ini diperoleh berdasarkan tingkat pekerjaan terbanyak tidak beresiko yaitu 46 orang (93,9%) dan yang beresiko yaitu petani dan peternak sebanyak 3 orang (6,1%).

Ini dapat disebabkan penderita leptospirosis waktu menggunakan sumber air bersih untuk pertanian telah tercemar dengan bakteri leptospirosis atau perilaku kebiasaan membersihkan kaki, tangan dan tubuh lainnya tidak menggunakan sabun setelah kontak dengan air yang tergenang dan telah terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.

Menurut Simanjuntak (2002) leptospirosis disebut juga penyakit pekerjaan, karena sering menyerang petani, pekerja pembersih selokan, pemburu bebek liar, para dokter hewan, pekerjaan rumah potong, pekerja perkebunan dan para wisatawan pendaki gunung.

Menurut teori Faisal (1998) bakteri leptospirosis mampu bertahan hidup lama pada air tergenang seperti di kolam renang, di lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah rawa dan Lumpur di pertambangan dan pertanian/perkebunan. Untuk itu pekerjaan merupakan faktor resiko timbulnya kejadian leptospirosis. Hal ini disebabkan pekerjaan yang dilakukan kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi leptospirosis.

Hendra Sinarta Ketaren : Karakteristik Dan Kondisi Lingkungan Rumah Penderita Penyakit Leptospirosis Pada Beberapa Kabupaten/Kota Di Propinsi NAD Tahun 2007, 2009.

USU Repository © 2009

5.3. Keadaan Lingkungan 5.3.1. Frekuensi Banjir

Dari hasil penelitian ditemukan frekuensi banjir pada beberapa Kabupaten/Kota di Propinsi NAD dalam 1x setahun sebanyak 27 responden (55%) sedangkan 2x setahun 22 responden (45%). Hai ini disebabkan lebih sering banjir datang maka makin besar kemungkinan seseorang untuk terkena penyakit leptospirosis.

Menurut Depkes RI (2002) yang dikutip oleh Deasy (2002), bahwa pada frekuensi musim hujan yang lebih sering turun hujan dalam setahun perlu mewaspadai berjangkitnya penyakit leptospirosis, karena daerah tersebut berpotensi besar untuk terjadi banjir. Kondisi lingkungan yang banjir akan mempercepat proses penularan bakteri leptospira melalui air (Depkes, 2005).

Dokumen terkait