• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum DAS Ciliwung

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum DAS Ciliwung

4.1.1. Bentuk dan Wilayah Daerah Aliran Sungai Ciliwung

DAS Ciliwung membentang dari kaki Gunung Pangrango sampai Teluk Jakarta meliputi areal seluas 347 km2, dengan panjang sungai utamanya 117 km. Menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: hulu, tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa Bogor, Ratujaya Depok, dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan. Masing-masing bagian tersebut mempunyai karakteristik fisik, penggunaan lahan, dan sosial ekonomi masyarakat yang sedikit banyak berbeda. Distribusi penutupan lahan di DAS Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Keadaan Penutupan Lahan di DAS Ciliwung Tahun 2009 Berdasarkan wilayah administrasi, DAS Ciliwung (dari hulu sampai hilir) melingkupi Kab. Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Propinsi DKI Jakarta dengan deliniasi wilayah sebagai berikut :

a. Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi)

dan sebagian kecil Kota Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan).

b. Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis), Kota Bogor (Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor Tengah, Kota Bogor Utara, dan Tanah Sareal) dan Kota Administratif Depok (Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji).

c. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah administrasi pemerintahan Kota Madya Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Barat, Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah Kota Madya Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

4.1.2. Topografi dan Curah Hujan 4.1.2.1.Bagian Hulu

Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km2 yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl. Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, dan Katulampa. Bagian hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan lereng yang tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15% (70,5 km2 ), 15-45% (52,9 km2), dan sisanya lebih dari 45%. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan porositas batuan.

Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.636 mm dengan rata-rata hujan bulanan 303 mm. Sebaran waktu (time distribution) hujan di bagian hulu disajikan dalam Gambar 12.

Batas musim kemarau dengan musim penghujan di bagian hulu tidak jelas, kecuali daerah Citeko dimana musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai dengan September, dan musim penghujan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Mei (Antoro dan Fahmiza, 2002). Debit sungai rata-rata selama periode 1989-2001 di Bendung Katulampa disajikan dalam Gambar 13.

Gambar 12. Distribusi Curah hujan bulanan di DAS Ciliwung

Gambar 13. Rata-rata Debit Sungai Ciliwung di Bendung Katulampa 4.1.2.2.Bagian Tengah

Bagian tengah Bagian tengah mencakup areal seluas 94 km2 merupakan daerah bergelombang dan berbukit-bukit dengan variasi elevasi antara 100 m sampai 300 m dpl. Di bagian Tengah terdapat dua anak sungai, yaitu: Cikumpay dan Ciluar, yang keduanya bermuara di sungai Ciliwung. Bagian tengah Ciliwung didominasi area dengan kemiringan lereng 2-15%. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 3.910 mm dengan rata-rata hujan bulanan 326 mm.

0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb M ar Apr M ei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

C H ( m m ) Bulan G. M as Kat ulampa Depok

Grafik Hubungan Debit Katulampa terhadap Waktu Periode Tahun 1992 - 2002

0 10 20 30 40 50 60 1992 -01 1992 -07 1993 -01 1993 -07 1994 -01 1994 -07 1995 -01 1995 -07 1996 -01 1996 -07 1997 -01 1997 -07 1998 -01 1998 -07 1999 -01 1999 -07 2000 -01 2000 -07 2001 -01 2001 -07 2002 -01 Bulan D e b it ( m 3 /d e ti k ) Debit

Sebaran waktu (time distribution) hujan di beberapa stasiun pengamatan DAS Ciliwung disajikan dalam Gambar 14.

Sumber : diolah dari Antoro dan Fahmiza (2002)

Gambar 14. Distribusi Curah Hujan Bulanan di DAS Ciliwung Tengah 4.1.2.3.Bagian Hilir

Bagian Bagian hilir sampai stasiun pengamatan Kebon Baru/Manggarai pada elevasi 8 m dpl mencakup areal seluas 82 km2 merupakan dataran rendah bertopografi landai dengan elevasi antara 0 m sampai 100 m dpl. Bagian hilir didominasi area dengan kemiringan lereng 0-2 %, dengan arus sungai yang tenang. Bagian lebih hilir dari Manggarai dicirikan oleh jaringan drainase, yang sudah dilengkapi dengan Kanal Barat yang berupa saluran kolektor. Curah hujan rata-rata tahunan selama periode 1989-2001 adalah 2.126 mm dengan rata-rata hujan bulanan 177 mm. Sebaran waktu (time distribution) hujan di bagian hilir disajikan dalam Gambar 15.

Daerah hilir yang umumnya berada di Jakarta dan Tangerang batas antara musim kemarau dan musim penghujan tampak jelas. Musim penghujan mulai jatuh pada bulan Desember dan berakhir pada bulan Maret. Secara umum hujan di bagian hilir ini paling kering dibandingkan dengan hujan di bagian tengah dan hulu DAS.

Sumber : diolah dari Antoro dan Fahmiza (2002)

Gambar 15. Distribusi Curah Hujan Bulanan di DAS Ciliwung Hilir 4.1.3. Karakteristik Lahan dan Tata Ruang Wilayah DAS Ciliwung 4.1.3.1.Penguasaan Lahan dan Penggunaan Lahan

Penguasaan lahan di bagian hulu dapat dikelompokkan menjadi lahan negara, hak milik dan hak guna usaha. Lahan negara dalam bentuk kawasan hutan dikelola oleh pemerintah c.q Balai Taman Nasional Gede-Pangrango (Kawasan Taman Nasional), Balai Konservasi Sumberdaya Alam (Kawasan Hutan Cagar Alam Telaga Warna) Departemen Kehutanan, dan Perum Perhutani (Kawasan Lindung dan Produksi). Lahan dalam bentuk situ dan badan sungai dikelola oleh Pemda dan pemerintah c.q Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Lahan milik umumnya digunakan untuk kebun, sawah tadah hujan dan teknis, tegalan/ladang, pemukiman dan tempat rekreasi. Sedangkan lahan dalam bentuk hak guna usaha digunakan sebagai kebun (PT. Gunung Mas dan PT. Ciliwung). Lahan milik umumnya dimiliki oleh orang yang bertempat tinggal di luar lahan milik tersebut.

Penguasaan lahan di bagian tengah seperti halnya di bagian hulu dapat dikelompokkan menjadi lahan negara, hak milik dan hak guna usaha. Lahan negara dalam bentuk kawasan hutan dikelola oleh pemerintah c.q. Perum Perhutani (Kawasan Lindung dan Produksi). Lahan dalam bentuk situ dan badan sungai dikelola oleh Pemda dan pemerintah c.q Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. Lahan milik umumnya digunakan untuk kebun, sawah tadah hujan, dan teknis, tegalan/ladang, pemukiman dan tempat rekreasi. Sedangkan lahan dalam bentuk hak guna usaha

digunakan sebagai kebun. Penggunaan lahan di bagian hilir didominasi oleh lahan hunian (build up areas), jaringan jalan, badan sungai dan saluran drainase lainnya, sedikit lahan hijau dalam bentuk taman.

Kondisi penggunaan lahan, dalam hal ini tingkat penutupan lahan (land cover)- merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi keseluruhan DAS. Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air, pengurangan aliran permukaan serta pengendalian erosi saat musim penghujan dan mencegah kekeringan saat musim kemarau.

4.1.3.2.Perubahan Penggunaan Lahan dan tata Ruang Wilayah DAS Ciliwung

Berdasarkan hasil kajian Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, Ditjen RRL, Dephut (1997), pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung bagian hulu dan bagian tengah secara garis besar dibedakan menjadi 4 (empat) jenis pemanfaatan lahan yaitu hutan, pertanian, pemukiman (termasuk diantaranya industri, perdagangan, dll), dan lain-lain (termasuk situ). Baik DAS bagian hulu maupun bagian tengah masih didominasi oleh kawasan pertanian yaitu masing- masing sebesar 63,9% dan 72,2%. Akan tetapi, DAS bagian hulu masih terdapat kawasan hutan sekitar 25 % sedangkan DAS bagian tengah sudah tidak mempunyai kawasan hutan sama sekali.

Kawasan hutan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu sebagian besar merupakan hutan lindung yang berstatus hutan negara. Kawasan hutan ini didominasi oleh vegetasi hasil suksesi alami dan menurut data pada BPDAS Citarum Ciliwung (2012), kerapatan vegetasi pada hutan lindung tersebut makin lama makin berkurang. Pada wilayah hutan lindung, penyebaran vegetasinya tidak merata, sehingga terdapat daerah gundul (tanah kosong) yang perlu segera direhabilitasi. Sekitar 28 % kawasan hutan di DAS bagian hulu merupakan hutan produksi yang didominasi oleh tanaman Pinus sp. yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan tanpa pengelolaan yang baik sehingga keberadaan tanaman Pinus makin berkurang, penutupan hutan tersebut sebesar 25 % dari total DAS bagian hulu. Kawasan pertanian di DAS Ciliwung bagian hulu, didominasi oleh persawahan (25,4 %) yang hampir seluruhnya menggunakan sistem pengairan (baik teknis, maupun pengairan sederhana) dan hanya sekitar 5 % yang

menggunakan sistem tadah hujan. Perkebunan yang ada di wilayah ini (16,2 %) didominasi oleh perkebunan teh dan cengkeh.

Untuk DAS Ciliwung bagian tengah, lahan pertanian yang paling banyak dijumpai adalah kebun campuran (31 %) yang merupakan kebun yang dimiliki oleh perorangan yang fungsinya selain untuk pertanian juga sebagai tempat hunian. Meskipun demikian, lahan pertanian untuk persawahan juga masih cukup luas (24,8 %).

Data pemilikan/penguasaan tanah pertanian di Ciliwung menunjukkan adanya kecenderungan ke arah menyempitnya luas lahan yang dikuasai oleh petani. Perubahan yang paling mencolok dalam hal penggunaan lahan di wilayah hulu dan tengah adalah pada proporsi lahan yang digunakan untuk kawasan pemukiman. Areal pemukiman di wilayah tengah mencapai luasan sebesar 29,6 % sedangkan di DAS Ciliwung bagian hulu hanya sekitar 7,4 %. Pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung hulu dan tengah disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Pola Penggunaan Lahan di Wilayah DAS Ciliwung Sub DAS Jenis Pemanfaatan

Lahan

Luas

ha %

Hulu Kawasan Hutan 4,274 28.8

Kawasan Pertanian 9,503 63.9 Perkebunan 2,407 16.2 Kebun campuran 1,775 11.9 Tegalan / ladang 1,543 10.4 Sawah 3,777 25.4 Kawasan Pemukiman 1,099 7.4 Lain-lain 0 0 Jumlah 14,876 100

Tengah Kawasan Hutan 0 0

Kawasan Pertanian 9,923 72.1 Perkebunan 0 0 Kebun campuran 5,560 40.4 Tegalan / ladang 2,070 15.0 Sawah 2,244 16.3 Alang-alang/semak 49 0.4

Kawasan non Pertanian 3,701 26.9

Pemukiman 2,796 20.3 Komplek 214 1.6 Real estate 636 4.6 Industri 58 0.4 Lain-lain (situ) 135 0.8 Jumlah 13,763 100

Pola pemukiman di wilayah hulu berbeda dengan pola yang ada di kawasan tengah. Pola pemukiman di DAS Ciliwung bagian tengah membentuk akumulasi- akumulasi hunian yang cenderung terpusat di Kotamadya Bogor, di Cibinong (sebagai ibukota Kabupaten Tk. II Bogor) dan di Kota Administratif Depok (sebagai pusat kota baru terdekat dengan Jakarta). Pemukiman di kawasan tengah jauh lebih tertata dan memang berfungsi sebagai tempat tinggal. Selain untuk hunian, penggunaan lahan pemukiman di wilayah DAS Ciliwung bagian tengah juga banyak berubah fungsi menjadi kawasan industri dan kawasan perdagangan maupun perkantoran. Di wilayah DAS bagian tengah ini terdapat akumulasi industri yang terletak di sepanjang jalan Raya Bogor dan di sebagian pinggir Sungai Ciliwung.

Berbeda dengan DAS Ciliwung bagian tengah, pemukiman di bagian hulu cenderung menyebar meskipun ada juga kecenderungan memusat ke arah sepanjang jalan raya Ciawi - Cisarua. Kawasan pemukiman di daerah hulu ini cenderung meningkat pesat dari tahun ke tahun baik jumlah maupun jenisnya, akan tetapi kecenderungan tersebut mengarah pada berkembangnya daerah ini menjadi kawasan wisata.

Kawasan pemukiman di wilayah DAS Ciliwung bagian hulu tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal (hunian) tapi juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan yang hanya dihuni pada saat-saat tertentu saja. Selain itu, sebagian pemukiman penduduk setempat masih mencerminkan tipe pemukiman pedesaan yaitu tempat tinggal yang digabung dengan kebun.

Dari pola penggunaan lahannya, dapat dikatakan bahwa DAS Ciliwung tengah sudah lebih mengalami proses urbanisasi dibandingkan dengan DAS Ciliwung hulu. Pola penggunaan lahan di Ciliwung hulu masih dapat dikatagorikan wilayah pertanian dengan fungsi khusus sebagai daerah pariwisata dan konservasi. Perkembangan ini dapat terjadi karena adanya pengaruh urbanisasi dari Jakarta ke arah Bogor yang dipercepat oleh jalan tol Jagorawi (hingga Gadok). Selain itu, adanya akumulasi industri di Ciliwung bagian tengah ini juga mempercepat terjadinya urbanisasi.

Tabel 11. Perubahan Tipe Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Tipe Penggunaan Lahan 1981 – 1985 1985 – 1990 Hlb (hutan lebat belukar)  Lt, Hs, Kt, Kc  Kt Hb (hutan belukar)  Lt  Lt, Kc Hs (semak)  Kr, Kc, Lt, Sw, Pk, Kt  Hlb  Kr Kc (kebun campuran)  Sw, Pk, Kr, Lt  Hlb, Hs  Kr, Lt  Tg, Hb, Kt Kt (kebun teh)  Hlb, Sw, Hs  Hlb, Kc, Lt  Pk Kr (kebun karet)  Hs, Kc  Kc, Hs, Kt Pk (pemukiman)  Sw, Kc, Tg, Hs  Sw, Tg, Kc, Kt, Kr Lt (lahan tebuka)  Hs, Kc, Hlb, Hb, Tg  Hb, Kc, Kt Tg (tegalan)  Pk, Lt, Sw  Sw, Kc  Pk Sw (sawah)  Pk, Kt, Tg  Hs, Kc  Tg, Pk Sumber : Anonim (1997)

Ket :  Luasan areal berkurang, terkonversi menjadi  Luasan areal bertambah, berasal dari

Berdasarkan data pada Tabel 11 dan Tabel 12 dapat dikemukakan bahwa pada kurun waktu 1981-1985 telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup cepat, yaitu meningkatnya areal pemukiman dan lahan terbuka serta berkurangnya areal tegalan, hutan lebat belukar, semak dan hutan belukar.

Luas areal pemukiman meningkat sebesar 943 ha dalam DAS Ciliwung bagian hulu. Areal pemukiman mencakup kampung dan penggunaan non-pertanian lainnya seperti sarana dan prasarana daerah wisata. Perubahan ini terutama terjadi pada daerah-daerah dengan tingkat aksesibilitas yang tinggi atau mempunyai sarana perhubungan yang baik. Sebelum menjadi areal pemukiman, daerah tersebut merupakan sawah, kebun campuran, tegalan, semak dan hutan. Lahan terbuka juga menunjukan peningkatan luas yaitu 534 ha dalam DAS Ciliwung hulu yang sebelumnya merupakan hutan semak, kebun campuran, hutan lebat belukar, hutan belukar dan tegalan.

Hutan lebat belukar memiliki struktur vegetasi yang baik dan penutupan yang tinggi hingga sangat tinggi. Hutan belukar memiliki struktur penutupan vegetasi yang kurang baik dibandingkan dengan hutan lebat belukar. Kebun campuran umumnya terdiri dari kombinasi tanaman semusim dan tanaman keras/kayu. Tegalan umumnya diusahakan untuk tanaman semusim. Perubahan dari hutan lebat belukar menjadi hutan belukar atau bahkan menjadi kebun campuran

maupun tegalan akan sangat mempengaruhi sistim tata air (hidrologi) DAS Ciliwung.

Selama 1985-1990, perubahan penggunaan lahan yang cukup cepat adalah berkurangnya areal persawahan, hutan lebat belukar dan lahan terbuka serta bertambahnya areal kebun teh, hutan belukar dan tegalan. Areal persawahan berkurang seluas 1.734 ha terkonversi menjadi tegalan dan pemukiman, sedangkan hutan lebat belukar berkurang seluas 654 ha terkonversi seluruhnya menjadi kebun teh, dan lahan terbuka berkurang seluas 458 ha terkonversi menjadi hutan belukar, kebun campuran dan kebun teh. Hal ini merupakan indikasi adanya desakan penduduk terhadap lahan di kawasan hutan, disamping indikasi dari upaya-upaya reboisasi yang masih belum berjalan optimal.

Dalam kurun waktu 1985-1990, kebun teh menunjukan perluasan areal yang sangat cepat yaitu seluas 1.338 ha, berasal dari areal yang sebelumnya merupakan hutan belukar, kebun campuran dan lahan terbuka. Di sisi lain, areal kebun teh juga sedikit terkonversi menjadi pemukiman. Kebun teh ini meliputi areal dengan tanaman yang lebih produktif maupun areal yang masih baru ditanami. Perubahan yang menarik dalam kurun waktu 1985-1990 adalah konversi seluruh areal kebun karet seluas 200 ha menjadi pola penggunaan kebun campuran, hutan dan pemukiman, karena umur karet sudah tidak produktif. Penebangan pohon karet diikuti oleh perubahan ke pola penggunaan lainnya. Kenaikan areal pemukiman dalam kurun waktu 1985-1990 sebesar 269 ha jauh lebih kecil dibandingkan kurun waktu 1981-1985.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa perubahan pola penggunaan lahan yang terjadi di DAS Ciliwung bagian hulu mempunyai kecenderungan yang meningkat dari tahun ke tahun kearah penggunaan yang karakteristik resapannya lebih kecil dan mengakibatkan berkurangnya fungsi konservasi dari areal Ciliwung bagian hulu. Berkurangnya luasan hutan menjadi areal lain terutama lahan terbuka, pemukiman dan penggunaan lain menyebabkan fungsi hidrologis terganggu.

4.1.4. Jenis Tanah di DAS Ciliwung

Jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Sub DAS Ciliwung Bagian Hulu meliputi jenis komplek Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol

Coklat, Latosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Hal ini didasarkan atas Peta Tanah Tinjau untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor skala 1 : 20.000.000 dari Pusat Penelitian Tanah Bogor. Dari jenis-jenis tanah diatas, jenis tanah yang tersebar luas di DAS Ciliwung Bagian Hulu adalah Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat sebesar 32,89 % dari total luas areal DAS Ciliwung Bagian Hulu. Jenis tanah Latosol dan asosiasinya memiliki sifat tanah yang baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, struktur granular dan remah, kedalaman efektif umumnya > 90 dan agak tahan terhadap erosi serta sifat kimia tanah pada dasarnya tergolong baik dengan PH tanah agak netral serta kandungan bahan organik biasanya rendah atau sedang.

Sumber : Pusat Penelitian Tanah Bogor, 2002

Gambar 16. Peta Sebaran Jenis Tanah di DAS Ciliwung

4.1.5. Tinggi Muka Airtanah dan Jejaring Aliran Airtanah (Flownet) di DAS Ciliwung

Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensial di semua titik pada garis tersebut adalah sama. Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jejaring aliran (flow net). Seperti

telah disebutkan sebelumnya bahwa jejaring aliran dibuat untuk menghitung aliran air tanah.

Garis kontur permukaan air (garis aliran) sangat mirip dengan garis topografi yang ada pada peta. Garis topografi ini sangat penting untuk mewakili elevasi di bawah permukaan tanah. Elevasi tersebut adalah kedalaman hidrolik. Garis kontur permukaan air dapat digunakan untuk mengetahui arah dari aliran airtanah pada wilayah yang diberikan. Peta dari garis kontur permukaan air ini disebut dengan flownet (jejaring aliran). Airtanah selalu bergerak dari area yang memiliki kedalaman hidrolik yang tinggi ke area yang memiliki kedalaman hidrolik yang rendah.

Sebaran kedalaman airtanah bebas di sekitar DAS Ciliwung sangat bervariasi. Kedalaman airtanah di sumur DAS Ciliwung Hulu berkisar antara 1 – 7 m bawah muka tanah setempat (bmt). Kedalaman yang paling besar adalah di Tugu Selatan mencapai 7 m bmt. Kedalaman airtanah semakin besar ke arah tengah DAS Ciliwung yaitu di daerah Cimahpar dan Sukaraja yang mencapai 11.9 m bmt. Sebaran muka airtanah disajikan pada Tabel 12.

Kedalaman muka airtanah mengikuti kedalaman akuifer bebas (dangkal). Kedalaman akuifer bebas di DAS Ciliwung Hulu berkisar antara 0 – 16 m bmt, sedangkan di DAS Ciliwung bagian tengah berkisar antara kedalaman 6 – 20 m bmt. Muka airtanah semakin dalam dari Hulu ke Tengah DAS Ciliwung. Hal ini selain disebabkan oleh kedalaman akuifer bebas juga disebabkan oleh pemakaian airtanah yang lebih banyak di daerah Tengah DAS Ciliwung. Pemakain ini yang semakin besar ini berbanding lurus dengan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Pola kedalaman muka airtanah di DAS Ciliwung disajikan pada Gambar 17.

Tabel 12. Tinggi Muka Airtanah Bebas di Sekitar DAS Ciliwung No Lokasi Sumur Kedalaman

Sumur (bmt) Tebal Air (m) Elevasi Tanah (m dpl) Elevasi Muka Airtanah (m dpl) Koordinat BT LS 1 Tugu Selatan 7.0 1.7 1015 1,008.0 106.9648 -6.7008 2 Tugu Selatan 6.0 7.8 980 974.0 106.9575 -6.6907 3 Tugu Selatan 6.0 8.0 930 924.0 106.9496 -6.6876 4 Tugu Utara 5.5 3.5 990 984.5 106.9636 -6.6938 5 Batu Layang 1.9 1.3 840 838.1 106.9498 -6.6791 6 Batu Layang 5.7 1.0 780 774.3 106.9426 -6.6701 7 Batu Layang 1.0 1.2 810 809.0 106.9421 -6.6773 8 Kopo 12.0 1.2 720 708.0 106.9172 -6.6620 9 Megamendung 5.0 1.0 650 645.0 106.9118 -6.6442 10 Cipayung 3.5 2.5 610 606.5 106.8935 -6.6529 11 Gadog 9.4 0.6 510 500.6 106.8632 -6.6560 12 Sindangsari 10.5 3.3 410 399.5 106.8418 -6.6446 13 Ciheuleut 11.0 2.0 345 334.0 106.8136 -6.6022 14 Sukaraja 11.9 0.3 435 423.1 106.8350 -6.6168 15 Kedunghalang 8.0 1.0 250 242.0 106.8395 -6.5899 16 Cimahpar 3.5 2.0 250 246.5 106.8259 -6.5894 17 Selaawi 11.0 1.0 259 248.0 106.8222 -6.5697 18 Cilebut 6.4 2.3 200 193.6 106.7980 -6.5314 19 Cilebut 6.0 1.5 221 215.0 106.7995 -6.5348 20 Kedungbadak 5.3 1.0 253 247.7 106.8015 -6.5583 21 Sempur 5.0 1.0 291 286.0 106.7985 -6.5889 22 Cimande Hilir 3.5 4.2 435 431.5 106.8246 -6.7038 23 Girangsari 4.0 3.5 450 446.0 106.8451 -6.6607 24 Ciburuy 3.0 3.7 500 497.0 106.8371 -6.6932 25 Rancamaya 9.0 1.7 440 431.0 106.8317 -6.6732 26 Cmandala 1 8.0 3.5 156 148.0 106.8296 -6.5307 27 Cimandala 2 6.0 2.0 146 140.0 106.8240 -6.5364 Sumber : Anonim (1999)

Garis aliran adalah suatu garis sepanjang mana butir-butir akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir sungai melalui media tanah yang tembus air (permeable). Garis ekipotensial adalah suatu garis sepanjang mana tinggi potensial di semua titik pada garis tersebut adalah sama. Kombinasi dari beberapa garis aliran dan garis ekipotensial dinamakan jejaring aliran (flow net). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa jejaring aliran dibuat untuk menghitung aliran air tanah.

Garis kontur permukaan air (garis aliran) sangat mirip dengan garis topografi yang ada pada peta. Garis topografi ini sangat penting untuk mewakili elevasi di bawah permukaan tanah. Elevasi tersebut adalah kedalaman hidrolik. Garis kontur permukaan air dapat digunakan untuk mengetahui arah dari aliran airtanah pada wilayah yang diberikan. Peta dari garis kontur permukaan air ini disebut dengan flownet. Airtanah selalu bergerak dari area yang memiliki kedalaman hidrolik yang tinggi ke area yang memiliki kedalaman hidrolik yang rendah.

Gambar 17. Kedalaman Airtanah di Sekitar DAS Ciliwung

Jejaring aliran airtanah (flownet) dianalisis menggunakan perangkat lunak Surfer 9.0. jejaring aliran airtanah Hasil analsis flownet memperihatkan arah aliran airtanah berasal dari arah selatan ke utara DAS Ciliwung. Kedalaman airtanah mengikuti kontur tanah setempat. Garis aliran yang didapatkan terbatas hanya untuk daerah Bogor. Hal ini disebabkan keterbatas data pengukuran. Garis aliran yang didapatkan bahwa aliran airtanah tidak mengarah ke badan sungai dan adanya pola aliran airtanah yang keluar dari DAS Ciliwung yaitu di daerah DAS Ciliwung bagian Tengah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor

keterbatasan data. Selain faktor tersebut, juga disebabkan oleh adanya kemungkinan ekplorasi airtanah yang berlebih didaerah tersebut. Airtanah akan mengisi air sungan dalam bentuk baseflow (aliran dasar) dan sebaliknya air sungai juga akan dapat mengisi airtanah apabila adanya pemakaian airtanah dangkal dengan jumlah yang besar.

Gambar 18. Jejaring Aliran (Flownet) di DAS Ciliwung 4.1.6. Geologi DAS Ciliwung

4.1.6.1.Geologi DAS Ciliwung Hulu

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bogor Skala 1 : 100.000, DAS Ciliwung hulu terdiri dari formasi batuan diantaranya Satuan Breksi dan Lava (Qvk), Satuan Batuan Endapan Lebih Tua (Qvpo), Saruan Aliran Lava Basal Gunung Gegerbentang (Qvba), Batuan Tufa Batuapung Pasir (Qvst), Breksi Tufaan dan Lapii (Qvsb), Kipas Aluvial (Qav) dan Batuan Aliran Lava (Qvsl).

1. Satuan Breksi dan Lava dari G. Kencana dan G. Limo (Qvk). Pada umumnya tersingkap di bagian timur DAS Ciliwung hulu. Satuan ini terdiri dari bongka-bongkah tufa andesit dan breksi andesit dengan banyak sekali fenokris piroksen dan lava basal

2. Satuan Batuan Endapan Lebih Tua (Qvpo). Satuan batuan ini membentuk DAS Ciliwung hulu. Penyebarannya dari Gunung Gede Pangrango bagian selatan hulu DAS Ciliwung. Formasi batuan ini tersusun dari lahar, lava basal andesit, dengan oligoklas-andesitla,

Dokumen terkait