• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan adalah seluas 147, 19 Km2 atau 14.719 ha. Namun berdasarkan hasil digitasi atas peta rupa bumi bakosurtanal luas wilayah adalah 16.506,8 ha. Untuk kepentingan akurasi pemetaan dan kajian dalam RTRW ini maka selanjutnya luas ini yang akan digunakan dalam proses analisa hingga rencana.

Batas administrasi wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut :  Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Tangerang  Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta dan Kota Depok  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kota Depok  Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang

Wilayah Kota Tangerang Selatan dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pasanggrahan dan Sungai Cisadane sebagai batas administrasi kota di sebelah barat. Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan sebagai salah satu daerah penyangga provinsi DKI Jakarta. Selain itu, wilayah ini juga menjadi daerah perlintasan yang menghubungkan Provinsi Banten dengan Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat.

Tabel 4. Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan

No Kecamatan Luas Daerah (Ha)

1. Serpong 2.836,90 2. Serpong Utara 2.228,60 3. Ciputat 2.106,00 4. Ciputat Timur 1.775,80 5. Pamulang 2.869,10 6. Pondok Aren 2.993,50 7. Setu 1.696,90 Jumlah 16.506,80

Sumber : BPS Tangerang Selatan

Kecamatan dengan wilayah paling besar di Kota Tangerang Selatan terdapat di Kecamatan Pondok Aren dengan luas 2.993 ha atau 20,30% dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Kecamatan Setu dengan luas 1.696,9 ha atau 10,06%. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 4.

Gambar 6. Lokasi titik-titik pengukuran geolistrik

4.1.2 Keadaan Klimatologi dan Topografi

Cuaca dan iklim adalah proses interaktif alami (kimia, biologis dan fisis) di alam, khususnya di atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya sumber energi, yaitu Matahari dan gerakan rotasi Bumi pada poros (kurang 24 jam) serta revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Dalam peristiwa ini, pendekatan fisis lebih dominan daripada kimia dan biologis. Cuaca sebagai kondisi udara sesaat dan iklim sebagai kondisi udara rata-rata dalam kurun waktu tertentu merupakan hasil interaksi proses fisis.

Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal.

Trenberth, Houghton and Filho (1995) dalam Hidayati (2001) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang . Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tanaman, oleh karena itu iklim merupakan salah satu data yang sangat diperlukan dalam perencanaan wilayah terutama keperluan pertanian.

Sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah, dimana sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 – 3% sedangkan ketinggian wilayah antara 0 – 25 m dpl. Untuk kemiringan pada garis besarnya terbagi atas 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Kemiringan antara 0 – 3% meliputi Kecamatan Ciputat, kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong dan Kecamatan Serpong Utara.

4.1.3 Keadaan Geologi dan Geomorfologi

Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan dan Energi, kondisi geologi Kota Tangerang Selatan pada umumnya terbentuk oleh dua formasi batuan yaitu :

a. Batuan Aluvium (Qa) yang terdiri dari aluvial ungai dan rawa yang berbentuk pasir, lempung, lanau, kerikil, kerakal dan sisa tumbuhan. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan lapisan yang subur bagi tanaman pertanian.

b. Batuan Gunung Api yang berupa material lepas yang terdiri dari lava andesit, dasit, breksi tuf dan tuf. Secara fisik Lava Andesit berwarna kelabu-hitam dengan ukuran sangat halus, afanitik dan menunjukkan struktur aliran, dan Breksi Tuf dan Tuf pada umumnya telah lapuk, mengandung komponen Andesit dan Desit. Pada umumnya tanah jenis ini digunakan sebagai kebun campuran, permukiman dan tegalan.

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Adapun pada beberapa Kecamatan terdapat lahan yang bergelombang seperti di perbatasan antara Kecamatan Setu dan kecamatan Pamulang serta sebagian di kecamatan Ciputat Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah.

Berdasarkan klasifikasi dari United Soil Classification System, batuan ini mempunyai kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan.

Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 maka Kota Tangerang Selatan termasuk satuan morfologi dataran pantai dan kipas gunung api Bogor. Dataran pantai yang dicirikan oleh permukaannya yang nisbi datar drngan ketinggian antara 0 – 15 m di atas permukaan laut. Dataran ini termasuk dataran rendah Jakarta (Bemmelen, 1949). Sedangkan kipas gunung api bogor yang menyebar dari selatan ke utara dengan Bogor sebagai puncaknya. Satuan ini ditempati oleh rempah-rempah gunung api berupa tuf, konglomerat dan breksi yang sebagian telah mengalami pelapukan kuat, berwarna merah kecoklatan.

4.1.4 Hidrogeologi

4.1.6.1 Mandala Airtanah

Di daerah pemetaan air dapat air tanah dapat dikelompokkan menjadi 2 Mandala berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti yang telar disebutkan di atas, yaitu:

1. Mandala Air tanah Perbukitan Bergelombang Lemah

Litologi penyusunan dari mandala air tanah perbukitanbergelombang lemah terdiri endapan Tersier dan endapan Kuarter. Endapan Tersier berupa batu lempung, tufa dan sisipan batu gamping. Endapan kuarter terdiri dari batuan volkanik muda dan batuan volkanik tua terdiri dari breksi, lahar, tufa batu apung di daerah landai. Penyebaran mata air mandala ini sedikit dijumpai dengan debit umum kurang dari 10 Liter/detik.

Akuifer pada satuan mandala ini umumnya dikelompokkan dalam akuifer produktifitas rendah terutama pada daerah-daerah dengan lereng tajam yang merupakan pencerminan tingkat kelulusan batuan yang rendah, sehingga aliran permukaan semakin menonjol dibandingkan dengan tingkat peresapannya. tata guna lahan di mandala ini berupa ladang, belukar, sawah, pemukiman, kebun karet.

2. Mandala Air Tanah Dataran

Litologi penyusun satuan mandala air tanah dataran adalah adalah material bersifat lepas berupa endapan aluvial pantai dan rawa topografinya berupa dataran pantai yang tersusun oleh material, pasir, lanau, lempung dan lumpur. Sistem akuifer pada mandala air tanah dataran ini adalah sistem aliran antar butir tipologi akuifer batuan sedimen dan endapan aluvial. Tipologi air tanah ini dijumpai di P. Adijaya, Distrik Karas, Desa Nusa Ulan, dan Kaimana. Pada umumnya masyarakat mendapatkan air bersih dengan membuat sumur dangkal pada mandala air tanah dataran tersebut.

4.1.6.2 Tipologi Akuifer

Tipologi akuifer di wilayah studi merupakan sistem akuifer endapan aluvial atau endapan permukaan, dan endapan sedimen, dengan sistem aliran air tanah pada akuifer ini adalah melalui ruang antar butir, aliran air tanah dangkal mengikuti bentuk umum topografi yaitu mengalir ke arah utara.

Menurut peta hidrogeologi regional lembar Jakarta, Pusat Geologi Lingkungan tahun 1993, memetakan hidrogeologi berdasarkan lapisan akuifer endapan permukaan dan lapisan akuifer batuan dasar. Sistem akuifer endapan permukaan didasarkan pada telaah penyebaran aluvial sungai, kipas alivial, ketebalan endpan permukaan diperoleh dari pengamatan pada sumur gali dengan kedalaman mencapai sekitar 15m. Pada umumnya sistem akuifer endapan permukaan dijumpai pada endapan kuarter dan dibeberapa bagian dijumpai di daerah pelapukan batuan Tersier. Dari peta geohidrogeologi regional Jakarta untuk endapan permukaan di wilayah studi kisarannya antara 15-20 m.

4.1.6.3 Akuifer Endapan Permukaan

Akuifer endapan permukaan pada umumnya menempati daerah dataran aluvial sungai dan endapan vulkanik muda. Berdasarkan pada telaah morfologi dan geologi secara ringkas hidrogeologi endapan permukaan di wilayah studi terbagi menjadi dua yaitu luah sumur 1-5 lt/det dan luah sumur < 1 lt/det.

Wilayah luah sumur 1 5- lt/det persebarannya cukup luas, berada di wilayah utara dan timur wilayah serpong yaitu mulai dari Rawa Mekarjaya dan Cilenggang, sedangkan yang diselatan yaitu di Rawakalo dan Pengasinan. Batuan penyususn wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa kerikil dan lempung pasiran dengan ketebalan kurang dari 10 m. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai < 5 lt/detik.

Wilayah luah sumur < 1 lt/det persebarannya di bagian tengah wilayah studi memanjang ke arah utara di sepanjang sungai Cisadane, terutama pada daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang. Sebarannya berada di sebelah barat serpong sampai wilayah Bogor. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa lempung pasiran dan sedikit kerikil dengan ketebalan kurang dari 7 m dan tidak menerus. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 0,2 lt/detik, dengan kedalaman muka airtanah 10 m di bawah muka tanah

Sistem aliran airtanah pada akuifer ini melalui ruang antar butir, umumnya dimanfaatkan melalui sumur gali dengan diameter kurang dari 2 m dengan kedalaman sumur sampai 15 m. Akuifer umumnya terdiri dari beberapa lapisan, ketebalannya kurang dari 4 m dengan selingan lapisan lempung.

4.1.6.4 Akuifer Batuan Dasar

Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah Jakarta terbagi menjadi 3 satuan dengan luah sumur yaitu 1) luah sumur lebih dari 25 lt/detik, 2) luah sumur 5-25 lt/det, 3) luah sumur < 5 lt/det, persebaran masing-masing satuan seperti pada Lampiran 8 (peta hidrogeologi batuan dasar). Wilayah luah sumur > 25 lt/det persebarannya tidak luas setempat-setempat, berada di wilayah Utara Jakarta sepanjang pantai, yaitu antara muara Ancol dan muara Angke, dan dari pantai Dadap sampai Kosambi wilayah Barat Pantai Jakarta berbatasan dengan Tangerang. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah dengan batuan berupa batu gamping koral dan batu gamping pasiran. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer aliran melalui celah, rekahan dan saluran pelarutan persebarannya setempat melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 10 lt/detik

Wilayah luah sumur 5-25 lt/det persebarannya sangat luas hampir seluruh wilayah berada pada wilayah dengan luah sumur 5–25 l/det. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan sedimen kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dengan ketebalan antara 3-18 m, dijumpai sisipan lempung sehingga di beberapa tempat bisa ditemukan sumur artesis pada kedalaman antara 3-21 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), dan akuifer tertekan (confined) sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai melalui rekahan.

Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah studi yaitu daerah Serpong dan sekitarnya sebesar hanya terdiri dari 1 kelompok luah sumur yaitu luah sumur < 5 lt/det, persebaran masing-masing satuan seperti pada Lampiran 8. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah sebagian kecil batuan sedimen kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dan breksi, dan sebagian berupa batuan tersier berupa breksi, batu gamping pasiran dengan ketebalan antara 3-20 m, kedalaman antara 60-250 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), dan akuifer tertekan (confined) sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai melalui rekahan dan saluran pelarutan.

4.1.5 Kondisi Airtanah

Secara umum kondisi airtanah di wilayah studi atau di wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi 3 jenis (Sukardi dkk, 1986), yaitu:

1. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal mempunyai kedalaman < 40 meter, bersifat tidak tertekan dan terdapat pada lapisan akuifer terbuka (unconfined aquifer), preatik air tanah kurang lebih mengikuti bentuk permukaan tanah setempat. Air tanah dangkal ini berasal dari daerah Parung, Depok dan sekitarnya, serta telah dieksploitasi secara intensif untuk keperluan domestik dengan menggunakan sumur pompa, baik listrik maupun tangan, dan sumur gali biasa.

Pada musim kemarau panjang terjadi penurunan muka preatik air tanah dangkal yang cukup besar, dan akan kembali naik setelah musim hujan tiba. Dari pengamatan lapangan diperoleh data bahwa di daerah Serpong pada musim hujan kedalaman air tanah dangkal mencapai 5 – 10 meter, namun pada musim kemarau dapat mencapai 10 – 12 meter.

2. Air Tanah Kedalaman Sedang

Air tanah kedalaman sedang mempunyai kedalaman antara 40-140 meter dan bersifat tertekan, terletak pada lapisan akuifer yang tertekan (confined aquifer). Air tanah ini berasal dari daerah Bogor dan areal di upstreamnya, dan telah dieksploitasi secara

intensif untuk berbagai keperluan industri, perkantoran, hotel, rumah sakit, apartemen dan pusat-pusat perbelanjaan, dengan dengan volume yang cukup besar.

3. Air Tanah Dalam

Air tanah dalam mempunyai kedalaman > 140 meter dan bersifat tertekan, terletak pada akuifer yang tertekan (confined aquifer). Air tanah ini berasal dari daerah Bogor dan areal di upstreamnya, juga telah dieksploitasi secara intensif untuk keperluan industri, perkantoran, hotel, rumah sakit dan pusat-pusat perbelanjaan, dengan dengan volume yang besar. Air tanah kedalaman sedang dan dalam, selain kualitasnya memenuhi kriteria kualitas air bersih, potensinya memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam jumlah besar.

4.1.6 Jenis Tanah

Secara umum penyebaran dan sifat-sifat tanah berkaitan erat dengan keadaan landformnya. Hal ini terjadi karena hubungannya dengan proses genetis dan sifat batuan atau bahan induk serta pengaruh sifat fisik lingkungan. Landform sebagai komponen lahan dan tanah sebagai elemennya sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut.

Dilihat dari data jenis tanah berdasarkan keadaan geologi, di wilayah Kota Tangerang Selatan sebagian besar terdiri dari batuan endapan hasil gunung api muda dengan jenis batuan kipas aluvium dan aluvium/aluvial. Sedangkan dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya di Kota Tangerang Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Oleh karena itu secara umum lahan cocok untuk pertanian/perkebunan. Jenis tanah yang sangat sesuai dengan kegiatan pertanian tersebut makin lama makin berubah penggunaannya untuk kegiatan lainnya yang bersifat non-pertanian. Sedangkan untuk sebagian wilayah seperti di Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu jenis tanahnya ada yang mengandung pasir khususnya untuk daerah yang dekat dengan Sungai Cisadane.

4.2 Pengukuran Geolistrik

Dokumen terkait