2.4 Lesson Learn Dari Permasalahan yang Serupa
2.4.1 Keamanan Lahan Dari Status Lahan
Contoh lesson learn dari Peru menunjukkan bahwa program-program sertifi kasi menelan biaya administrasi sangat mahal dan tidak selalu mencapai tujuan yang diharapkan, bahkan ketika diimplementasikan pada skala besar. Sertifi kat tanah memiliki banyak manfaat informal yang diperoleh bagi pemilik properti yaitu menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan mengenai lahan. Namun, sertifi kasi tidak selalu dapat meningkatkan akses terhadap kredit, atau mencegah pertumbuhan pemukiman informal baru. Perubahan sosial dan ekonomi dengan cepat meluas di seluruh dunia, banyak rumah tangga berpendapatan rendah lebih memilih kohesi sosial, yang secara adat dapat menyediakan pengaturan kepemilikan lahan, atau mobilitas yang ditawarkan dari sistem sewa, selama mereka menikmati keamanan yang memadai dan perlindungan hukum. Mendapatkan kepastian perlindungan yang mudah ini lebih dicari, di mana pasar lahan dan perencanaan mendorong berbagai opsi kepemilikan melebihi sertifi kasi.
Selain itu, banyak pemerintah di negara berkembang hanya memiliki sedikit pengalaman dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan lahan perkotaan yang sesuai untuk semua jenis permintaan. Langsung dan tidak langsung, positif dan negatif akibat dari kebijakan tertentu, pengukuran keberhasilannya sangat sulit diprediksi, dan jika suatu hal tidak dapat diprediksi, maka hal tersebut tidak dapat dikendalikan.
Mengingat keterbatasan sertifi kasi tanah untuk individu, nilai-nilai utama dari sebuah pendekatan inkremental dan pentingnya membangun pengaturan kepemilikan lahan yang ada dimana telah banyak dikenal orang, UN-HABITAT mendukung penggunaan berbagai alternatif pilihan dalam kepemilikan lahan yang
dapat disesuaikan untuk berbagai keadaan pada setiap daerah. Beberapa inovasi, pilihan kepemilikan dengan perantara, telah dikembangkan oleh pemilik lahan, organisasi masyarakat sipil, pengembang swasta, lokal, dan nasional, bahkan pemerintah maupun masyarakat sendiri. Ini adalah pragmatis, pertimbangan jangka pendek, menengah dan jangka panjang akan berarti, untuk meningkatkan keamanan, perbaikan permukiman, serta akses terhadap peluang kerja dan jasa (UNESCAP, 2008).
Beberapa inovasi dalam kepemilikan lahan antara lain: a. Penghunian liar dan persepsi adanya izin.
Ketika kaum miskin menempati sepetak lahan milik swasta atau publik, tanpa adanya ijin legal namun dapat tinggal di lahan tersebut untuk kurun waktu yang lama tanpa digusur, maka akan terjadi peningkatan perasaan terjamin atas pemakaian lahan tersebut. Persepsi ini oleh penghuni dan oleh kota secara keseluruhan semakin kuat bila pihak otoritas lokal juga menyediakan layanan dasar untuk permukiman tersebut. Penghunian lahan semacam ini sering menjadi langkah awal yang dilakukan oleh kaum miskin untuk memastikan adanya semacam hak atas lahan, meskipun masih terdapat resiko tergusur karena tidak ada pengakuan kepemilikan secara legal.
b. Perlindungan hukum dari penggusuran.
Beberapa negara seperti Filipina dan India memiliki hukum yang memberi perlindungan dari penggusuran terhadap kaum miskin yang telah lama tinggal di permukiman kumuh di atas lahan pribadi dan publik. Namun dalam kenyataannya penggusuran terus terjadi dan masyarakat miskin yang tidak memiliki organisasi atau bantuan hukum yang memadai akhirnya tidak mampu menahan penghancuran hunian mereka.
c. Kepemilikan yang diperoleh melalui penghunian terus menerus (adverse possesion).
Beberapa negara Asia memiliki hukum yang menetapkan bahwa siapapun yang tinggal di sebuah lahan untuk beberapa waktu (biasanya lima hingga sepuluh tahun) tanpa digusur atau diminta membayar sewa atau digugat oleh pemilik lahan tersebut dan selalu membayar pajak selama periode waktu tersebut, dapat secara ‘de facto’ menjadi pemilik lahan tersebut dengan cara ‘adverse possession’. Namun pada kenyataannya, keluarga miskin di perkotaan jarang dapat menggunakan hak mereka atas lahan dengan cara ini, meskipun mereka telah memenuhi persyaratan untuk ini. Masyarakat yang terorganisir dan terdukung dengan baik umumnya lebih sukses dalam menggunakan klausul ini.
d. Hak atas lahan secara adat.
Di banyak negara di Asia, banyak lahan yang masih dikuasai dan digunakan berdasarkan sistem kepemilikan tradisional atau adat, baik oleh individu, keluarga, masyarakat, kaum elit feodal, desa, dan kelompok. Banyak dari sistem ini berlaku sejak jaman feodal, ketika desa lebih independen daripada sekarang dan lebih memiliki kebebasan dalam menentukan bagaimana lahan digunakan. Di kota-kota, semakin sedikit kasus dimana rumah tangga dan masyarakat menempati lahan dengan selalu diakui oleh pemerintah dan oleh karenanya agak kurang memberi jaminan rasa aman.
e. Hak bersama atas lahan.
Terdapat pula bentuk kepemilikan yang mengijinkan orang untuk memiliki atau menyewa properti berkelompok. Kepemilikan lahan atau penyewaan bersama menawarkan banyak keuntungan bagi kaum miskin, misalnya mengurangi biaya pendaftaran per rumah tangga dan mendorong terpeliharanya kohesi sosial. Hal ini juga merupakan cara terbaik menghadapi kekuatan pasar yang cenderung meminggirkan kaum miskin. Masalah utama adalah keragu-raguan pemerintah dalam mengakui hak bersama ini
dan terdapat perbedaan kedudukan individual dalam kelompok, termasuk antara laki-laki dan perempuan. Keputusan juga terkadang diambil oleh segelintir orang saja.
f. Hak sewa.
Penyewaan lahan berbagai bentuknya, termasuk kontrak antara penyewa dengan pemilik lahan individu, swasta, pemerintah, dan lembaga keagamaan. Kontrak sewa dapat melibatkan rumah tangga individu atau seluruh masyarakat, dan biasanya mencakup periode waktu terbatas antara satu dan tiga puluh tahun. Beberapa kontrak sewa adalah informal dan disetujui secara verbal, sementara yang lain membuat dokumen hukum yang sesuai dan membutuhkan bantuan notaris dan pengacara. Menyewa memberikan keleluasaan dan kemerdekaan lebih besar dari kepemilikan, sementara bagi pemilik lahan publik, menyewa berarti adanya pengelolaan guna lahan publik dalam periode waktu yang terencana.
g. Sertifi kat lahan sementara:
Bentuk kepemilikan ini hampir sama kuatnya dengan kepemilikan penuh, namun dengan beberapa aturan. Sertifi kat lahan sementara biasanya diberikan dimana masyarakat miskin berada dalam proses transisi dari penghuni ilegal menjadi pemilik lahan yang mereka tempati. Biasanya sertifi kat lahan sementara diubah menjadi sertifi kat lahan penuh ketika rumah tangga telah membayar biaya pembangunan lahan atau membayar kembali pinjamannya. Karena melibatkan tahap tambahan birokratis untuk kota-kota, diperlukan sistem administrasi lahan yang baik dan berfungsi.
2.4.2 Keamanan Lahan di Daerah Sempadan