• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Nekton

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Nekton

Legendre dan Legendre (1983) menetapkan bahwa jika nilai keanekaragaman (H’) yang diukur bernilai 0, maka komunitas akan terdiri dari satu spesies atau jenis tunggal. Nilai H’ akan mendekati maksimum jika semua spesies terdistribusi secara merata dalam komunitas. Grafik indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) secara spasial dapat dilihat pada Gambar 14. Indeks keanekaragaman (H’) di Sungai Cihideung ditiap

stasiun berkisar 1,159-2,258. Keanekaragaman yang paling tinggi didapatkan di stasiun 3 dan paling rendah di stasiun 2. Rendahnya nilai H’ di stasiun 2 disebabkan jumlah spesies yang tertangkap sedikit yaitu sebanyak 9 spesies dibandingkan pada stasiun lain, sedangkan kondisi fisik-kimia air stasiun 2 masih dalam keadaan baik. Diduga rendahnya H’ di stasiun 2 adalah karena kondisi habitat dan keadaan makanannya. Lagler (1972) menjelaskan suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan erat dengan keberadaan makanannya, ikan tersebut dapat bertahan hidup jika terdapat jenis makanan yang disukainya, ketersediaan makanan merupakan faktor yang menentukan jumlah dan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang ada di suatu perairan. Odum (1972) mengatakan ada dua hal penting dalam ruang lingkup keanekaragaman, yaitu banyaknya spesies yang ada dalam suatu komunitas dan kelimpahan dari masing-masing spesies tersebut. Semakin kecil jumlah spesies dan variasi jumlah individu tiap spesies atau ada beberapa individu yang jumlahnya mendominasi maka keanekaragaman suatu ekosistem akan mengecil.

Indeks keseragaman bila dilihat berdasarkan stasiun berkisar 0,546-0,77. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 3 dan terendah di stasiun 2. Nilai keseragaman yang rendah pada stasiun 2 dengan nilai mendekati 0 menunjukan adanya jumlah individu yang terkonsentrasi pada satu atau beberapa jenis. Hal ini dapat diartikan adanya jenis spesies tertentu yang memiliki jumlah individu relatif banyak, sementara beberapa jenis lainnya memiliki jumlah individu yang relatif sedikit. Sedangkan nilai E pada stasiun 3 hampir mendekati 1. Hal ini menunjukan jumlah individu tiap jenis adalah sama atau hampir sama.

Nilai indeks dominansi pada tiap stasiun pengamatan berkisar 0,213-0,639. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,639 dan terendah pada stasiun 3 sebesar 0,213. Nilai dominansi yang tinggi pada stasiun 2, diduga ada jenis spesies tertentu yang jumlah indivudu relatif banyak, yaitu ikan jeler. Mann (1981) in Herteman (1998) menyatakan bahwa dominansi jenis sering terjadi karena beberapa hal antara lain kompetisi pakan alami oleh jenis tertentu yang disertai perubahan kualitas lingkungan, tidak seimbangnya antara predator dan mangsa sehingga terjadi kompetisi antar jenis.

1.639 1.159 2.153 0.546 0.366 0.770 0.648 0.403 0.639 0.213 0.294 2.558 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4

H' E D

Gambar 14. Grafik keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton berdasarkan lokasi pengamatan.

Grafik pada Gambar 15 menunjukkan indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton secara temporal. Nilai H’ tertinggi terdapat pada sampling pertama sebesar 2,456 dan terendah pada sampling ke 2 sebesar 1,808. Hal ini diduga adanya variasi dari jumlah spesies yang tetangkap tiap sampling, dimana jenis spesies tertangkap pada tiap sampling berturut-turut yaitu 14, 12, dan 14 spesies.

Nilai keseragaman di setiap sampling berkisar antara 0,407 dan 0,645, dimana nilai keseragaman tertinggi terdapat pada sampling pertama dan terendah

sampling kedua. Nilai E terendah pada sampling kedua menunjukan penyebaran individu tidak merata, dimana tiga jenis nekton tidak dijumpai pada sampling

kedua serta ada spesies tertentu yang memiliki jumlah individu yang besar, yaitu ikan jeler.

Nilai indeks dominansi masing-masing sampling memiliki kisaran antara 0,228-0,504. Nilai tertinggi di dapat pada sampling kedua sebesar 0,504. Namun nilai indeks dominansinya masih tergolong rendah. Hal tersebut menunjukan bahwa secara temporal tidak ada spesies yang dominan.

2.456 2.150 0.645 0.565 0.228 0.282 1.808 0.504 0.407 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

sam pling 1 sam pling 2 sam pling 3

H' E D

Gambar 15. Grafik keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton berdasarkan waktu pengambilan sampel.

Secara umum, tingkat keanekaragaman, keseragaman, dominansi di Sungai Cihideung dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai keanekaragaman (H’) Sungai Cihideung berada diantara 1 dan 3 yaitu sebesar 1,755. Hal tersebut menunjukan adanya tingkat keanekaragaman jenis nekton yang ada tergolong sedang. Hal ini berarti ada beberapa jenis ikan tertentu masih dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan kondisi Sungai Cihideung sekarang ini, meskipun kualitas keragaman yang ada tidak maksimal. Tidak maksimalnya kualitas keragaman diduga karena adanya kegiatan-kegiatan manusia yang sudah bersifat merubah ekosistem sungai. Misalnya adanya penggalian pasir dan semakin menuju ke hilir beban pencemarnya makin banyak. Tingkat kestabilan suatu ekosistem bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas keanekaragaman sumberdaya hayati ekosistem tersebut. Tinggi rendahnya tingkat keanekaragaman dapat juga dipengaruhi oleh tingkat tekanan ekologis yang diterima oleh ekosistem Sungai Cihideung. Sebagai contoh, padatnya pemukiman dan aktifitas disekitar bantaran perairan diduga dapat menurunkan kualitas keanekaragaman sumberdaya hayati nekton yang ada, sehingga nilai keanekaragaman yang diperoleh tidak termasuk tinggi. Namun berdasarkan pengakuan penduduk sekitar secara lisan, penangkapan nekton yang ada di Sungai Cihideung termasuk eksploitasi sekala kecil, sebab mereka

cendrung menangkap untuk dikonsumsi sendiri. Cara penangkapan ikan yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan pancing dan jala lempar, dan kadang-kadang menggunakan setrum ikan.

Nilai indeks dominansi secara umum mendekati angka 0 yaitu sebesar 0,403. Hal tersebut menunjukan bahwa hampir tidak ada spesies yang mendominasi (Legendre dan Legendre, 1983). Sebagai Contoh, walaupun ikan jeler setiap kali sampling perolehannya cukup besar, namun hanya pada stasiun 2. Banyaknya jenis nekton yang dapat berkembang di Sungai Cihideung nampaknya juga dipengaruhi oleh kondisi substrat yang cocok. Hal ini diperkuat oleh nilai indek keseragaman yang cendrung mendekati angka 1; yaitu sebesar 0,643. Angka tersebut menunjukan penyebaran jumlah individu tiap jenis relatif sama.

Lokasi pengamatan ternyata memiliki pengaruh yang cukup nyata terhadap tinggi rendahnya keanekaragaman sumberdaya hayati perikanan di Sungai Cihideung. Pada Gambar 14 dapat diamati bahwa dari stasiun 1 sampai 4, nilai keanekaragaman (H’) cendrung mengalami peningkatan kecuali pada stasiun 2. kondisi tersebut diduga semakin luas wilayah perairan maka jenis nekton yang ada semakain beragam.

Tabel 8. Data keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi sumberdaya hayati nekton. Indeks H' E C Stasiun Stasiun 1 1.6395 0.5465 0.4034 Stasiun 2 1.1591 0.3656 0.6390 Stasiun 3 2.5577 0.7699 0.2130 Stasiun 4 2.1529 0.6481 0.2939 Waktu Sampling 1 2.4556 0.2278 0.6450 Sampling Sampling 2 1.8083 0.4067 0.5044 Sampling 3 2.1496 0.2817 0.5646 Total rata-rata 1.7549 0.6426 0.4032

4.6. Tingkat Kesamaan Habitat antar Stasiun Berdasarkan Parameter Fisika

Dokumen terkait