• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN HUKUM TENTANG KOPERASI SYARIAH

A. Keberadaan Koperasi Syariah sebagai Salah Satu Lembaga

3 Ilmi Makhalul, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, (Jakarta: UI Press, 2002), hal. 1

2. Apa saja perbedaan koperasi syariah dengan koperasi konvensional dan perbankan syariah?

3. Bagaimana penerapan prinsip syariah pada koperasi syariah, perbankan syariah, dan prinsip operasional koperasi konvensional (studi komparatif)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan

a. Untuk mengetahui keberadaan koperasi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan di Indonesia

b. Untuk perbedaan koperasi syariah dengan koperasi konvensional dan perbankan syariah

c. Untuk mengetahui penerapan prinsip syariah pada koperasi syariah, perbankan syariah, dan prinsip operasional koperasi konvensional (studi komparatif)

2. Manfaat

a. Secara teoretis

Menambah wawasan serta pengetahuan terhadap lembaga koperasi syariah sebagai bagian dari lembaga keuangan yang ada di Indonesia. b. Secara praktis

Dapat menambah pengetahuan kepada masyarakat khususnya para pelaku usaha mengenai lembaga keuangan koperasi syariah. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pemahaman dan pengalaman masyarakat mengenai prinsip-prinsip syariah dalam Islam, khususnya yang penerapannya pada koperasi syariah.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang bertemakan mengenai lembaga keuangan syariah, sudah cukup banyak yang diangkat dan dibahas, namun penulisan dengan judul

Keberadaan Koperasi Syariah Di Indonesia (Studi Komparatif Dengan Koperasi Konvensional Dan Perbankan Syariah, belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dengan demikian penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya, sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggung jawabkan baik secara moral maupun akademik.

E. Tinjauan Kepustakaan

Koperasi syariah adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.4

Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi syariah yaitu:

Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya.

a. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi; b. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi syariah yang menjadi anggota

yang memiliki lingkup lebih luas.

Umumnya koperasi, termasuk koperasi syariah dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung

4

berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

Masalah kesenjangan ekonomi muncul ke permukaan sebagai sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Ketimpangan dalam distribusi pendapatan terjadi dan terus berlangsung antara lain disebabkan sangat kecilnya akses lembaga perbankan yang ada di tengah-tengah masyarakat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kelompok masyarakat berpenghasilan kecil. Sementara kesempatan berusaha maupun pemerataan kesejahteraan sosial agaknya masih tetap belum terjamin karena tidak menyentuh kebutuhan dan persoalan mendasar masyarakat bawah.

Umat Islam yang berkeyakinan bahwa produk perbankan konvensional mengandung riba, berdampak pada pengusaha kecil yang sulit mengembangkan usahanya karena kesulitan mendapatkan dana investasi dan modal kerja. Ketimpangan sosial ekonomi akan semakin nyata antara perkembangan usaha kecil yang puluhan juta unit banyaknya dengan perkembangan usaha besar yang relatif cepat tetapi berjumlah sedikit. Hal ini memicu pertentangan sosial dan dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Selain itu terbentuknya lembaga keuangan Islam juga bersumber dari adanya larangan riba di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Larangan Al-Al-Qur’an yang berkenaan dengan riba terdapat dalam surat Al Baqarah (ayat 275, 276, 278, 279, 280), Surat Al-Imran (ayat 130), Surat Ar-Rum (ayat 39), Surat An-Nisa (ayat 161).

Berdirinya lembaga keuangan Islam juga didasari oleh kenyataan adanya praktek sistem bunga. Sistem bunga adalah tambahan pembayaran atas uang

pokok pinjaman. Berdasarkan batasan tersebut pengertian bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang pinjaman tersebut apabila diinvestasikan. Jumlah pinjaman tersbut disebut "pokok utang" (principal).5

Pemerataan sistem bunga pada kenyataannya membawa akibat negatif yaitu masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramal secara pasti. Sementara itu dia tetap wajib membayar persentase berupa pengambilan sejumlah uang tertentu yang tetap berada di atas jumlah pokok pinjaman. Keadaan ini bertentangan dengan ketentuan Allah dalam Al-Qur’an Surat Luqman ayat 34 yang intinya bahwa hanya Allah yang dapat mengetahui sesuatu yang akan terjadi di masa datang, sedangkan manusia tidak akan bisa meramalnya. Selain itu hal ini akan semakin memberatkan nasabah karena dengan penetapan persentase jumlah bunga akan menjadi kelipatan perseratus dari sisa pinjaman dikalikan dengan jangka waktu pinjaman, sehingga dalam jangka waktu tertentu bisa terjadi suatu saat jumlah yang harus dikembalikan nasabah berlipat ganda dari pokok pinjaman, misalnya pinjaman dikenakan bunga 12 % pertahun, maka dalam jangka waktu 10 tahun bunganya akan menjadi 120 % dari pokok pinjaman.

Keadaan tersebut akan lebih parah lagi apabila nasabah tidak dapat mengembalikan tepat pada jatuh temponya karena kewajiban membayar bunga akan terus berlangsung sebelum pinjaman dilunasi. Sehingga semakin nasabah tidak mampu untuk membayar, maka nasabah semakin terbebani bunga yang semakin berat.

Penerapan persentase bunga seperti itu jelas mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian bunga berbunga karena setiap bunga yang sudah jatuh tempo dan tak terbayar akan dianggap sebagai bagian utang. Sistem perbankan yang ada sekarang ini memiliki kecendrungan terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi di tangan kelompok elite, para bankir dan pemilik modal. Alokasi kekayaan yang tidak seimbang ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerawanan berupa benturan-benturan, bahkan konflik antar kelas sosial yang pada gilirannya keadaan seperti ini akan mengganggu stabilitas nasional maupun perdagangan nasional. Dalam masyarakat yang maju seperti Amerika Serikat, kekuatan pokok ekonomi bukanlah terletak pada keahlian, melainkan pemulihan dan kendali atas modal abstrak yaitu kekuatan pokok yang berada di tangan sebagai pemegang saham utama pada perusahaan besar dan modern.

Bank-bank yang ada sekarang dikatakan tidak berhasil dalam upaya pemerataan pendapatan karena pranata pembayaran bunga tetap menjamin dari debitur secara terus-menerus ke arah kreditur. Jumlah debitur semakin lebih banyak dari pada jumlah kreditur. Peminjaman yang diperoleh pada umumnya menjadi nilai tambah bagi debitur untuk membayar bunga kepada kreditur, terutama untuk jenis pinjaman yang bersifat konsumtif. Oleh karena itu bank dengan pranata bunga menciptakan suatu keadaan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin.

Beroperasinya lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syari’at Islam diharapkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap terwujudnya sistem ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang terjadi setelah

prinsip ekonomi yang menjadi pedoman kerjanya dipengaruhi atau dibatasi oleh ajaran Islam. Sehingga sistem ekonomi Islam bukanlah suatu pemikiran yang bersifat final melainkan terus berkembang melalui kerja ijtihad.6

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga ekonomi Islam yang dibangun berbasis keumatan, sebab dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat. Maal Wattamwil yang dikenal dengan sebutan BMT yang dimotori pertama kalinya oleh BMT Bina Insan Kamil tahun 1992 di Jakarta. Kendati awalnya hanya merupakan Kelompok Swadaya Masyarakat Syari'ah namun demikian memiliki kinerja layaknya sebuah Bank. Diklasifikasinya BMT sebagai KSM guna menghindari jeratan hukum sebagai bank gelap dan adanya program PHBK Bank Indonesia (Pola Hubungan kerja sama antara Bank dengan kelompok Swadaya Masyarakat) hasil kerjasama Bank Indonesia dengan LSM Jerman GTZ. Dari segi jumlah, BMT pun merupakan lembaga keuangan syariah yang paling banyak apabila dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan syari’ah lainnya. Kehadiran BMT di Indonesia, selain ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dibidang ekonomi, juga memiliki misi penting dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah di wilayah kerjanya. Hal ini didasarkan pada visi BMT bahwa pembangunan ekonomi hendaknya dibangun dari bawah melalui kemitraan usaha.

Berdasarkan kesesuian prinsip koperasi dalam Islam dan hukum kebolehan koperasi dalam Islam, maka koperasi adalah sebuah lembaga yang dapat diterapkan untuk BMT. Kebolehan ini juga didasarkan pada relevansi konsep

6 http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/15979C52-188F-461C-9AAA-7AB644541394/3016/ bempvol2no1jun99.pdf. Diakses tanggal 5 Agustus 2010.

antara koperasi dan BMT. 7 Terdapat kesamaan konsep antara koperasi dan BMT sehingga hal ini mendukung dijadikannya koperasi sebagai badan hukum untuk BMT. BMT yang berbadan hukum koperasi harus mengganti sistem bunga yang biasa diterapkan dalam sistem perkoperasian di Indonesia dengan sistem yang sesuai dengan prinsip Islam yaitu bagi hasil, sehingga merancang sebuah konsep lembaga koperasi syariah adalah suatu kebutuhan yang harus dilakukan.8

F. Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder.9

1. Jenis Data dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya.10

Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer

7

http://www.koperasisyariah.com/telaah-badan-hukum-koperasi-untuk-bmt/. Diakses tanggal 18 Juni 2010.

8Ibid

9 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal. 118.

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, Keputusan Menteri Koperasi RI No. 91 /Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan peraturan lain yang terkait.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan upaya lembaga keuangan koperasi syariah, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

2. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang

digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:

a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

3. Analisa data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini akan dibahas tentang tinjauan hukum terhadap koperasi, yang isinya memuat antara lain tentang pengertian dan landasan koperasi, prinsip-prinsip koperasi, bentuk dan jenis koperasi, pendirian koperasi, perangkat organisasi koperasi, dan modal koperasi

BAB III : Bab ini akan membahas tentang tinjauan hukum tentang koperasi syariah, yang isinya antara lain memuat sejarah lahirnya koperasi syariah, peraturan mengenai koperasi syariah di indonesia, mekanisme pendirian koperasi syariah, dan karakteristik koperasi syariah

BAB IV : Bab ini akan membahas tentang keberadaan koperasi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan di indonesia (studi komparatif dengan koperasi konvensional dan perbankan syariah), yang memuat tentang keberadaan koperasi syariah sebagai salah satu lembaga keuangan di Indonesia, Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dan Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS), dan penerapan prinsip syariah pada koperasi syariah, perbankan syariah, dan konsep operasional koperasi konvensional (studi komparatif)

BAB IV : Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.

BAB II

TINJAUAN HUKUM TERHADAP KOPERASI

A. Pengertian dan Landasan Koperasi

Koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti dengan, dan Aperari yang berarti bekerja.11 Dari dua kata ini, dalam bahasa Inggris dikenal istilah Co dan Operation, yang dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah Cooperatieve Vereneging yang berarti bekerja bersama dengan orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu.12Kata CoOperation kemudian diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai Kooperasi yangdibakukan menjadi suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan istilahKOPERASI, yang berarti organisasi ekonomi dengan keanggotaan yang sifatnyasukarela.13

Dalam dunia perkoperasian terdapat berbagai pengertian mengenai Koperasi yang diungkapkan oleh para sarjana baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Dr. Fay (1908) menyatakan bahwa Koperasi adalah suatu perserikatan dengan tujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi (A Cooperative society is an association for the purpose of joint trading, originating among the weak and conducted always in a unselfish spirit on such terms that all who are prepared to assume the duties of membership share in

11

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 1.

12Ibid 13Ibid

its reward in proportion to the degree in which they make use of their association).14Di samping menunjukkan adanya unsur “untuk golongan ekonomi lemah”, definisi dari Dr. Fay juga mengandung unsur-unsur kerja sama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dan adanya unsur demokrasi, yang dapat dilihat dari pernyataan bahwa imbalan jasa kepada anggota diberikan sesuai dengan jasa-jasa atau partisipasi anggota dalam perkumpulan.15

Definisi berikutnya adalah dari Prof. Marvin, A. Schaars, seorang guru besar dari University of Wisconsin, Madison USA, yang mengatakan bahwa

Koperasi adalah suatu badan usaha yang secara sukarela dimiliki dan dikendalikan oleh anggota yang adalah juga pelanggannya dan dioperasikan oleh mereka dan untuk mereka atas dasar nirlaba atau atas dasar biaya (A Cooperative is a businessvoluntary owned and controlled by its member patrons, and operated for themand by them on a non profit or cost basis).16

Berdasarkan definisi tersebut dapat ditemukan adanya unsur-unsur demokrasi, keanggotaan yang sukarela, dan bahwa tujuan utama dari Koperasi adalah memberikan pelayanan kepada anggotaanggotanya, bukan untuk mencari keuntungan.17

Paul Hubert Casselman dalam bukunya yang berjudul “The Cooperative Movement and some of its Problems” mengatakan bahwa Koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang mengandung unsur sosial (Cooperation is an economic system with social content).18

14 Hendrojogi, Koperasi: Asas-asas, Teori, dan Praktik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 20-21.

Definisi Casselman ini kelihatannya sangat

15Ibid

16Ibid, hal. 23-24 17Ibid

sederhana, tetapi sesungguhnya mencakup cakrawala yang luas.19 Dalam definisinya ini berarti Casselman juga menyatakan bahwa Koperasi mengandung 2 unsur, yaitu unsur ekonomi dan unsur sosial. Oleh karena itulah beberapa pakar Koperasi mengatakan bahwa Koperasi itu mempunyai ciri ganda.20

Untuk memberikan pengertian tentang apakah yang dimaksud dengan “Koperasi Indonesia”, tidak boleh mengimpor begitu saja pengertian-pengertian koperasi tersebut di atas, karena cara-cara berkoperasi yang dianggap baik dijalankan di luar negeri, kemungkinan ada yang kurang cocok untuk dijalankan di Indonesia.

21

Jadi dalam hal mengimpor pengertian Koperasi itu, harus diadakan penyesuaian-penyesuaian dengan:22

1. Cita-cita segenap bangsa Indonesia, yaitu terbentuknya negara adil dan makmur yang menyeluruh;

2. Kondisi-kondisi yang berlaku serta kebutuhan-kebutuhan yang nyata dari masyarakat umumnya di Indonesia;

3. Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

Berdasarkan hal tersebut maka untuk memperoleh pengertian mengenai Koperasi yang sesuai dengan dunia perkoperasian di Indonesia, akan lebih baik jika dikemukakan juga pendapat-pendapat para sarjana yang berasal dari Indonesia. Para sarjana Indonesia tersebut tentunya akan lebih mendasarkan pendapatnya pada situasi dan kondisi Koperasi di Indonesia secara nyata sehingga akan diperoleh pengertian mengenai Koperasi yang lebih baik dan sesuai untuk negara Indonesia. Hal ini penting mengingat situasi dan kondisi dunia Koperasi

19Ibid

20Ibid, hal. 25

21 G. Kartasapoetra, Koperasi Indonesia, (Jakarta: Bina Adiaksara dan Rineka Cipta, 2003), hal. 2.

pada suatu negara dapat berbeda dengan negara lainnya. Pengertian-pengertian Koperasi tersebut di antaranya adalah:

1. Pendapat Prof. R.S. Soeriaatmadja

Koperasi ialah suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar persamaan derajat sebagai manusia, dengan tidak memandang haluan agama dan politik secara sukarela masuk, untuk sekadar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama.23 2. Pendapat Mohammad Hatta dalam bukunya The Cooperative Movement in

Indonesia

Koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong-menolong.24

3. Pendapat R.M. Margono Djojohadikoesoemo

Koperasi adalah perkumpulan manusia seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerja sama untuk memajukan ekonominya.25 4. Pendapat Nindyo Pramono

Koperasi adalah suatu perkumpulan atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan, yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota menurut peraturan yang ada, dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para anggotanya.26

23 Hendrojogi, Op. cit., hal. 22.

24 Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, dan Nadia Maulisa Benemay, Hukum

Koperasi Indonesia Pemahaman, Regulasi, Pendirian, dan Modal Usaha, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 19.

25Ibid

26 Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia

Selain pendapat dari para sarjana maka pengertian Koperasi juga dapat diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Dalam hal ini peraturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Di dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.

Dari definisi di atas, maka Koperasi Indonesia mempunyai ciri-ciri seperti berikut:27

1. Adalah suatu badan usaha yang pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan memperoleh keuntungan ekonomis. Oleh karena itu Koperasi diberi peluang pula untuk bergerak di segala sektor perekonomian, di mana saja, dengan mempertimbangkan kelayakan usaha.

2. Tujuannya harus berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraannya. Oleh karena itu pengelolaan usaha Koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif, dan efisien, sehingga mampu mewujudkan pelayanan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat sebesar-besarnya pada anggota.

3. Keanggotaan Koperasi bersifat sukarela tidak boleh dipaksakan oleh siapapun dan bersifat terbuka, yang berarti tidak ada pembatasan atau diskriminasi dalam bentuk apapun juga.

4. Pengelolaan Koperasi dilakukan atas kehendak dan keputusan para anggota dan para anggota yang memegang serta melaksanakan kekuasaan

27 R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma,, Hukum Koperasi Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 4.

tertinggi dalam Koperasi. Karena pada dasarnya anggota Koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa Koperasi.

5. Pembagian pendapatan atau Sisa Hasil Usaha dalam Koperasi ditentukan berdasarkan perimbangan jasa usaha anggota kepada Koperasi, dan balas jasa terhadap modal yang diberikan kepada para anggota adalah terbatas. Artinya, tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar dan tidak semata-mata didasarkan atas besarnya modal yang diberikan.

6. Koperasi berprinsip mandiri. Ini mengandung arti bahwa Koperasi dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada pihak lain, memiliki kebebasan yang bertanggung jawab, memiliki otonomi, swadaya, berani mempertanggung-jawabkan perbuatan sendiri dan keinginan mengelola diri sendiri.

Koperasi merupakan suatu badan usaha yang diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945. Koperasi diharapkan dapat menjadi pilar perekonomian di Indonesia

Dokumen terkait