• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I. Pendahuluan

C. Keberagamaan

C. Keberagamaan

Agama adalah sebagai sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia. Hal ini senada dengan pendapat Geertz bahwa agama adalah alat yang dapat digunakan

untuk memahami aspek kehidupan manusia.78 Agama juga dapat memberi arti kehidupan bagi individu maupun kelompok, harapan mengenai keabadian hidup setelah mati, sebagai sarana manusia untuk mengangkat diri dari kehidupan yang penuh penderitaan mencapai kehidupan yang penuh spiritual. Selain itu agama dapat juga untuk memperkuat dasar persamaan tujuan serta nilai-nilai yang menjadi landasan masyarakat.

Yang dimaksud dengan keberagamaan warga Tionghoa adalah bagaimana kehidupan yang menggambarkan pelaksanaan ajaran agama yang terlihat dalam sikap dan perilaku. Selain itu, bagaimana agama dapat menjadi kontrol sosial terhadap kehidupan, serta sebagai pengawas sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran agama itu sendiri. Karena, walau bagaimanapun agama dapat memberi aspek kehidupan bagi para pemeluknya.

Menurut bapak Yudi, agama itu adalah kontrol terhadap diri kita, mengatur bagaimana kita berperilaku terhadap sesama. karena dengan agama kita merasa mendapatkan sebuah ketentraman spiritual.79 Karena agama selalu mengajarkan terhadap kita mengenai hal kebaikan bukan mengajarkan kepada hal keburukan, karena itu jika kita dapat mengamalkannya sesuai dengan ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh agama melalui doktrin-doktrin keagamaan yang berada dalam kitab suci, maka kita akan menjadi orang yang selamat.

78

Lihat dalam Daniel L.Pas,. Seven Theories of Religion. Dari Animisme E.B.Taylor, Materialisme Karl Mark hingga Antrolopogi Budaya C.Geertz. (Yogyakarta: Qalam), 2002, h.397.

79

Upacara keagamaan yang dilakukan oleh warga Tionghoa dalam Klenteng Kwan Sing Bio adalah berdasarkan pada unsur kepercayaan dan keyakinan dalam melakukanya, serta doktrin-doktrin yang berada dalam kitab suci masing-masing. Sebagaimana yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia bahwa agama adalah suatu sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan (dewa) dengan melakukan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan kepercayaan. Sebagai orang yang beragama tentu pemeluk keagamaan akan melakukan kewajiban-kewajiban yang telah diperintahkan oleh agama yang telah mereka anut dan yang diyakini. Sebab, jika mereka tidak meninggalkan kewajiban-kewajiban yang diajarkan agama, maka dia akan berdosa karena telah meninggalkannya.

1. Dimensi keyakinan

Jika dilihat dari segi keyakinan ( ideologis ), tingkat religiusitas warga Tionghoa sangat tinggi. Pada umumnya mereka yang menjadi anggota Tri Dharma (Tao, Konghucu, Budha) meyakini serta berpegang teguh pada doktrin dan ajaran agama yang telah mereka terima. Mereka yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan alam beserta isinya dan para malaikat di dunia ini adalah sesuai dengan kehendaknya.

Umat Tri Dharma yakin, jika kita berbuat baik, maka kita akan dapat balasan yang baik pula, dan jika berbuat kejahatan maka kita juga akan mendapat buah dari kejahatan itu. Jadi, lewat siraman rohani mereka akan mendapat sebuah pencerahan dari para penceramah agama yang mereka yakini.

Sebagai contoh keimanan agama, dapat dilihat dengan aktivitas seseorang ketika melakukan ajaran agama yang terdapat dalam kitab suci, perilaku agama dapat dilihat bagaimana seseorang melaksanakan kegiatan keagamaan seperti sembahyang, membaca kitab suci, dan perilaku lain yang mendatangkan manfaat spiritual, seperti bagaimana mengatur pola makan.

Dari beberapa uraian ini, dapat dijelaskan bahwa agama adalah sesuatu yang berusaha untuk mengungkapkan segala sesuatu yang tidak dapat diungkapkan dan menjelaskan sesuatu yang tak dapat dijelaskan. Karena kesakralan suatu benda sebenarnya adalah bagaimana kita memperlakukan sebuah benda tersebut, dan bagaimana dorongan emosi jiwa dari diri kita terhadap suatu benda tersebut.

Kegiatan upacara keagamaan dalam klenteng Kwan Sing Bio dilakukan dengan mengikuti jadwal-jadwal yang telah dibuat oleh pihak pengurus yang disesuaikan dengan penanggalan Cina, sehingga acara keagamaan dilaksanakan secara teratur dan terjadwal. Hal ini bukan berarti bahwa tidak diperbolehkan melaksanakan persembahyangan di luar jadwal yang telah tersusun.

Upacara keagamaan warga Tionghoa yang menganut ajaran Tri Dharma pada umumnya dilakukan dalam klenteng. Sehingga Klenteng seringkali diasosiasikan dengan tradisi agama atau kepercayaan Cina, menurut Chauming dan Hudayana hal ini tidaklah benar, sebab semua hal kegiatan keagamaan yang ada unsur kebudayaan lokal seperti pemberian sesajian yang menggunakan berbagai aneka makanan dan kue, dan telah bercampur dengan berbagai ajaran agama yang berlainan yang lebih

dikenal dengan sebutan Tri Dharma atau tiga ajaran (Taoisme, Konfusiusme, dan Budhisme).80

Untuk dapat mengetahui keagamaan yang terdapat dalam klenteng tidaklah mudah, karena tidak adanya pedoman yang pasti dalam setiap klenteng. Sebab, biasanya klenteng yang diperuntukkan satu umat agama, di situ pun kadang masih terdapat orang yang di luar anggota dari klenteng tersebut sebagaimana klenteng Nyi Ronggeng yang berada di Ancol, klenteng ini mulanya hanya untuk umat Buddhis saja, namun pada kenyataanya terdapat pula orang di luar anggota jama'ah dari klenteng ini81.

Semua tradisi keagamaan yang berlaku di klenteng cenderung merupakan kesepakatan bersama dari para pengurus klenteng berdasarkan pemahaman yang mereka terima secara turun-temurun. Namun sesuai dengan perkembangan zaman, tidak menuntut kemungkinan hal itu juga harus disesuaikan dengan tradisi lokal. Secara garis besar di dalam klenteng Kwan Sing Bio ada 3 unsur tradisi keagamaan yaitu:

a. Unsur Tao.

Unsur Tao di dalam Klenteng merupakan unsur yang tak dapat ditinggalkan, ini karena pada awalnya para umat yang mendirikan Klenteng ribuan tahun

80

Lihat dalam Chau Ming dan Hudayana Kandahjaya dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia ( Jakarta: Delta Pamungkas, 1997 ). Vol VIII. Hal 317

81

yang lalu adalah para umat Tao. Beberapa pengaruh Tao dalam klenteng antara lain:

a. Dewa yang dipuja.

b. Ciam Si.( ramalan masa depan).

c. Ci Suak ( melakukan suatu kebaikan yang dapat menghilangkan kesialan).

d. Hu, Pat Kwa.( perlindungan rumah agar tidak di ganggu roh-roh jahat).

b. Unsur Khong Hu Cu

Pengaruh unsur Khong Hu Cu ada pada tata upacaranya antara lain: a. Sam Seng (memberi sesajian kepada udara, laut, dan darat). b. Pemakaian Hio 3 batang (Tao biasa pakai hio 1 batang). c. Tata cara persembahyangan.

c. Unsur Budha

Para pendiri Klenteng pada awalnya adalah umat Tao awam yang tidak mengerti spiritual Tao. Maka, dalam perkembangan selanjutnya mereka mengadopsi berbagai tradisi spiritual keagamaan Budha yaitu:

a. Liam Keng / pembacaan mantra-mantra b. Ciak Cay / Vegetarian

Kegiatan yang bersifat kegamaan dalam setiap klenteng tidak semuanya mempunyai agenda tersendiri, karena biasanya kegiatan tersebut dilakukan bersamaan dengan adanya upacara keagamaan, seperti halnya upacara sembahyang rebutan. Di mana semua warga (baik warga Tionghoa maupun non Tionghoa) diperbolehkan untuk mengambil segala sesuatu yang terdapat pada upacara persembahyangan. Sembahyang rebutan ditujukan pada arwah-arwah umum yang diberi persembahan atau yang disembahyangi.

Perilaku keagamaan yang nampak dilakukan oleh warga Tionghoa, adalah mereka melakukan kegiatan keagamaan dengan upacara persembahyangan. Persembahyangan yang dilakukan para pengunjung yang datang ke klenteng Kwan Sing Bio tidaklah semata-mata bahwa, mereka adalah anggota dari klenteng tersebut. Akan tetapi mereka merasa sebagai umat yang beragama, haruslah melakukan peribadatan sebagaimana yang diajarkan oleh agama yang dianut.

Kedatangan para penganut Tri Dharma ataupun yang bukan penganut Tri Dharma ke klenteng Kwan Sing Bio, tidaklah semata-mata melakukan sembahyang saja. Selain itu mereka bertujuan untuk mengucapkan terima kasih ke hadapan dewa utama klenteng, aktifitas yang harus dilaksanakan sebagai umat yang beragama, diantaranya mencari ketentraman batin, dan jika telah bersembahyang hati kita menjadi lebih tenang dan lain-lain82.

82

2.Praktek keagamaan ( Ritualistik)

Praktek keagamaan yang dimaksud adalah warga Tionghoa melakukan peribadatan yang dilakukan dalam klenteng Kwan Sing Bio. Ritual keagamaan yang dilakukan, meski hanya sebatas pada praktek ibadah yang telah terjadwal, kapan waktu dan pelaksanaanya menurut penanggalan Cina. Seperti pada sembahyang Rebutan atau Cioko, hari raya Imlek, Waisak dan lain-lain.

Meski hanya sebatas perayaan, namun mereka menghayati betul apa arti dari upacara yang telah dilakukan, sehingga mereka benar-benar merasa bahwa, kehidupan mereka tidak akan berarti apa-apa jika tidak melakukan ajaran atau doktrin keagamaan yang telah mereka terima, baik melalui kitab suci maupun melalui siraman rohani. Siraman rohani yang dimaksud di sini adalah kegiatan ceramah agama seminggu sekali yang diadakan oleh pihak pengurus klenteng dengan mendatangkan para pendeta atau da'inya (istilah dalam islam) untuk memberi siraman rohani bagi umat agama masing-masing.83

Praktek-praktek keagamaan biasanya mencakup dua aspek, yaitu: pertama ritual, hal ini berkaitan dengan seperangkat upacara-upacara keagamaan, perbuatan yang religius dan tata cara pelaksanaan upacara. Kedua yaitu ketaatan, yaitu: dimana seorang penganut dituntut untuk patuh akan apa yang menjadi doktrin dan ajaran dari agama yang dianutnya. Aspek inilah yang terjadi ketika sedang berlangsung pada upacara peringatan Waisak, dimana semua jemaah melakukannya dengan penuh

83

Wawancara dengan Fredi salah satu dari pengurus bidang keagamaan di klenteng Kwan Sing Bio, pada 25 mei 2008.

khusuk dan hidmad. Bagi warga Tionghoa, hal ini adalah dianggap sebagai salah satu bentuk wujud bagaimana mereka memahami dan menjalankan keyakinan agama.

3. Pengalaman /penghayatan

Hal ini dapat diidentifikasikan lewat bagaimana keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang mengenai agama. Sebagaimana ketika seseorang telah melakukan peribadatan atau ajaran yang telah diajarkan oleh agama yang mereka yakini, tentunya ajaran yang telah diyakininya tadi berdasarkan pada bagaimana ia menghayati sebuah doktrin yang ia terima.

Seseorang akan merasakan kenikmatan spiritual jika ia telah melakukan perintah-perintah yang diwajibkan oleh agama, seperti melaksanakan persembahyangan, upacara-upacara keagamaan ataupun melakukan sesuatu kebaikan yang telah dianjurkan oleh agama. Hal ini sebagaimana diungkapkapkan oleh ibu windi (seorang pengunjung yang berprofesi sebagai pengusaha rumah makan) yang datang rutin tiap hari minggu guna untuk melakukan sembahyang di dalam klenteng Kwan Sing Bio, ia merasa tenang apabila telah melakukan persembahyangan.

4. Pengetahuan

Pada umumnya warga Tionghoa mengetahui mengenai dasar-dasar keyakinan yang mereka miliki, hal ini dapat dilihat bagaimana mereka melakukan ritual-ritual keagamaan yang mereka yakini sebagai sebuah ajaran yang harus dilakukan dengan benar. Sebagai misal ketika umat Tri Dharma melakukan upacara Waisak yang jatuh

pada tanggal 20 mei 2008, semua yang mereka lakukan adalah berdasarkan pada doktrin-doktrin yang terdapat pada buku Tata Cara Upacara yang dilakukan pada setiap upacara yang dilakukan dalam klenteng Kwan Sing Bio. Hal ini terlihat dengan jelas bagaimana mereka malkukanya dengan khusuk agar do'a yang mereka panjatkan terkabulkan.

Seseorang dengan pengetahuan yang di miliki akan memberikan keyakinan yang dimilki menjadi lebih berarti, karena sebuah keyakinan tanpa adanya pengetahuan bisa dibilang sebagai taklid yang membabi buta tanpa adanya sebuah upaya untuk mengetahui lebih jauh apa yang telah menjadi keyakinanya.

Dengan adanya sebuah pengetahuan, berarti seseorang tadi telah banyak mendapat informasi mengenai agama, baik informasi tadi berasal dari sebuah forum diskusi, pengajian atau siraman rohani dari para pendeta, kitab suci ataupun hal yang lainya.

5.Konsekuensi

Dimensi ini mengacu pada bagaimana seseorang dapat menunjukkan bagaimana sikap keberagamaanya dalam masyarakat umum. Karena dimensi ini dapat berpengaruh terhadap kehidupan individual ataupun kelompok sosial, hal ini dapat berakibat negatif ataupun positif. Berdasarkan dari hasil penelitian, bahwa keberagamaan warga Tionghoa sangat nampak bagaimana mereka melakukan interaksi baik dengan sesama seagama ataupun beda agama.

Konsekuensi beragama adalah bagaimana individu atau kelompok sosial tersebut menerima ajaran agama. Menurut bapak Efendi, (seorang pegawai Bank yang sering berkunjung ke klenteng untuk melakukan ibadah) sebagai konsekuensi beragama adalah, melakukan hal-hal kebaikan dan yang sesuai dengan perintah-perintah ajaran agama yang ia terima untuk berbuat kebaikan. Dengan demikian kehidupan kita akan lebih teratur.

BAB V Kesimpulan

Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dapat di simpulkan bahwa, anggapan tempat ibadah ( klenteng) itu sakral dan suci yang dilakukan oleh warga Tionghoa di klenteng Kwan Sing Bio Tuban, dapat memberi keabsahan pendapat Hough O'neil ( dalam Asitektur pen. Grolier Internasional. 2002) yang beranggapan

bahwa, sebuah tempat ibadah adalah sebagai sesuatu yang suci. Begitu juga dengan kesakralan yang terdapat di klenteng Kwan Sing Bio dapat membenarkan anggapan Eliade ( dalam Daniel L.Pas, Seven Theories of Religion. Yogyakarta: 2002) bahwa dewa yang disembah oleh penyembahnya seolah dapat mempertemukan antara yang disembah dengan penyembahnya. Hal ini dilihat dari bagaimana Orang Tionghoa di klenteng Kwan Sing Bio Tuban melakukan peribadatan di rumah ibadah yang digunakan untuk menyembah para dewa dengan suasana yang terkesan sakral, di mana terlihat seoah mereka sedang bertemu dan bercengkrama dengan dewa yang dipuja. Dewa dapat disimbolkan dari sebuah patung yang dianggap sebagai dewa tertentu, karena simbol adalah sebagai alat mediasi untuk menyampaikan sesuatu, dalam hal ini adalah do'a-do'a yang dilakukan oleh warga Tionghoa di klenteng Kwan Sing Bio Tuban. Demi berlangsungya dan tertibnya keadministrasian klenteng maka dibentuklah sebuah kepengurusan yang berfungsi untuk mengurus semua keperluan yang ada dalam klenteng, sebagaimana keperluan untuk upacara peringatan ulang tahun Kwan Sing Tee Koen, dan keperluan harian lainnya.

Dari segi historis, klenteng Kwan Sing Bio tidak ada unsur Fengsui (sinerginya bangunan dengan penghuni), layaknya kebanyakan klenteng yang harus menghadap kearah sungai, seperti, Ancol dan Boen Tek Bio, karena klenteng Kwan Sing Bio berasal dari daerah lain dan semua bentuk bangunannya masih asli sampai sekarang. Jika klenteng ini berada dan menghadap kearah lautan hanyalah akibat dari fenomena alam yang terjadi saat itu. Hal ini dapat kita saksikan dengan letak sebuah klenteng Tju Ling Kiong yang menghadap alun-alun Tuban (yang tidak menghadap

lautan). ini sebagai bukti bahwa tidak semua klenteng akan menghadap ke arah perairan.

Pengaruh klenteng Kwan Sing Bio dapat terlihat sikap antusiasme umat Tri Dharma dalam setiap melakukan upacara keagamaan yang berada di klenteng Kwan Sing Bio, (meski di Tuban sendiri terdapat klenteng lain yaitu Tju Ling Kiong). Sedangkan dalam bidang sosial, warga Tionghoa lebih mempercayakan bantuan sosialnya kepada pihak klenteng, untuk disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, karena dalam AD ART kepengurusan klenteng terdapat dana sosial bagi mereka yang membutuhkan, dalam hal ini yang mendapat bantuan sosial tidak hanya orang-orang yang menganut ajaran Tri Dharma, namun juga mereka yang non Tri Dharma.

Dalam bidang sosial dapat dilihat bagaimana pihak klenteng dan segenap anggotanya melakukan bakti sosial terhadap warga yang memerlukan bantuan sebagaimana ketika terjadi banjir pada beberapa waktu lalu di beberapa wilayah Tuban. Hal ini membuktikan bahwa mereka tidak pandang bulu dalam menolong sesama umat manusia.

Jika dilihat dari kajian Psikologis, bahwa pengaruh Klenteng Kwan Sing Bio dengan ajaran Tri Dharma yang ada, dapat kita saksikan bagaimana motivasi mereka beribadah di klenteng Kwan Sing Bio melalui ritual-ritual keagamaan serta instrumen-instrumen yang digunakan pada setiap upacara persembahyangan. Hal lain dapat dilihat dengan semakin berkembangnya bangunan klenteng Kwan Sing Bio dari waktu ke waktu yang semakin meningkat, ini menunjukkan bahwa kesadaran

keagamaan mengalami peningkatan (bukan berarti bahwa sebelumnya tidak ada kegiatan keagamaan). Karena salah satu tingkat religiusitas suatu kelompok dapat dilihat dengan semakin majunya kegiatan keagamaan maupun segi bangunan tempat peribadatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti. Agama-agama di Dunia, kata pengantar, (Yogyakarta: IAIN Kalijaga Press), 1988.

Al-Qurtuby, Sumanto. Arus Cina Islam Jawa, (Jogjakarta: Inspeal Ahimsakarya Press), 2003.

Azumardi Azra, (ed) Agama Dalam Keragaman Etnik Di Indonesia, (Jakarta: Litbang Depag RI),1998.

Berkala Arkeologi Edisi Khusus ( Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta. 1994.

C.I. Salmon.D. Lombard., Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta, Edisi ke II. (Jakarta:Yayasan Cipta Loka Caraka), 2003. Crey, Peter. Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa, Perubahan

Persepsi Tentang Cina. 1755-1825, (jakarta : Komunitas Bambu), 2008. Evers, Hans Dieter, Sosiologi Perkotaan, (Jakarta : LP3ES), 1986.

Edi Sedyawati dkk, Tuban: Kota Pelabuhan Di Jalan Sutra, (Jakarta Depdikbud), 1992.

Eriawati, Yusmaini. Distribusi Barang Melalui Asia Yang Berlatar Politis dalam Berkala Arkeologi, Edisi Khusus ( Yogyakarta : Balai Arkeologi Yogyakarta), 1994.

Hariyono. Drs. P., Kultur Cina dan Jawa, Pemahaman Menuju Asimilasi Kultural (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan), 1994.

---, Hari Jadi Kota Tuban, (Jakarta :Dikbud ), 1985.

James, J.Fox, dalam Agama dan Upacara (Jakarta: PT. Widyadara, Indonesian Heritage ), 2002.

J. Mulung, Lexy. M.A. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung, P.T. Remaja Rosda Karya). 2007.

K Adi, Yuniarso. dalam "Berkala Arkeologi, Evaluasi Data dan Interpretasi

Baru Sejarah Indonesia kuna (edisi Khusus)", (Yogyakarta: Balai Arkeologi Yogyakarta), 1994.

Kandahjaya, Hudayana, dan Chau Ming. Ensiklopedi Nasional Indonesia ( Jakarta: Delta Pamungkas), Vol VIII 1997.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta balai Pustaka), edisi kedua cet ke 4. 1995.

Koentjaranigrat.pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Rieneka Cipta), 1990. L.Pas, Daniel. Seven Theories of Religion. Dari Animisme E.B.Taylor,

Materialisme Karl Mark Hingga Antrolopogi Budaya C.Geertz. (Yogyakarta: Qalam), 2002.

Murtiko, Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang, dan Tempat Ibadah Tri Dharma Se- Jawa (Semarang : Empeh Wong Kam Fu), 1980.

Karya), 2002. M.T. Hariano, Paulus, Drs. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. (Jakarta : PT. Bumi

Aksara),2007.

O'neil, Hough. dalam Asitektur Abad 17-19. (Jakarta: PT. Widyadara Indonesian Heritage ), 2002.

---, Pemerintahan kota Tuban dalam Untaian Sejarah, (PT. Java Pustaka Media Utama), JP-MU 2006

R. Betty, Scraff. Kajian Sosiologi Agama, Judul asli. The Sosiologi of Religion. (London: Hutchinson & co. Ltd), 1970. diterjemahkan oleh. Drs Machnun Setiono, G, Benny. Tionghoa dalam Pusaran Politik, (Jakarta: Elkaso),2000. ---,Selayang Pandang Kabupaten Tuban. Hal.14-20 (tidak ada penerbit

dan pengarang)

Sulistiyorini, Yuni. Upacara Sembahyang Rebutan di Tempat Ibadah Tri Dharma Tuban. Skripsi : Fak. Sastra UI. 1996.

Suryadianta, Leo. Negara Dan Etnis Tionghoa, (Jakarta: LP3ES), 2002. Yuanzhi, Kong, Prof. Muslim Tionghoa Cheng Ho, (Jakarta : Pustaka Popular

Obor), 2007.

Yoest, Riwayat Klenteng, Vihara, Lithang di jakarta dan Banten (Jakarta : Buana Ilmu Populer), 2008.

http://id.wikipedia.org/wiki/Klenteng"Kategori: Klenteng / Budaya Tionghoa

data di akses pada19 mei 2008.

http://puslit.petra.ac.id~puslit/journals, data diakses pada 23 Mei 2008.

Hasil wawancara mengenai klenteng Kwan Sing Bio Tuban dengan pengurus klenteng.

Nama : Nurdin Iskandar Pekerjaan : Swasta

Jabatan : Sekretaris Umum Hari/Tanggal : Selasa/ 28 Mei 2008 Tempat :Tuban, Jawa Timur

Apa tujuan didirikan klenteng Kwan Sing Bio ?.

Untuk menghormati orang yang semasa hidupnya sangat dikagumi baik kepahlawanannya, keadilannya, kejujurannya, dan lin-lain dan ketika wafat dibuatlah semacam kuil (sekarang disebut klenteng) dari situlah dilakukan pemujaan dan dianggaplah sebagai orang suci.

Kapan didirikannya klenteng ini?

Klenteng berdiri sekitar tahun 1725

Bagaimana dengan sejarahnya ?

Pada waktu itu terjadi pemberontakan/pembantaian terhadap orang-orang Tionghoa di Batavia dan mayatnya banyak yang dibuang kelautan, sehingga semua orang Tionghoa yang berada di Batavia, karawang, cirebon, semarang, mengungsi kearah timur tanpa adanya tujuan termasuk warga keturunan Tionghoa yang berada di Tambakboyo. Warga keturunan Tionghoa dari Tambakboyo ini mempunyai tempat pemujaan yang dipuja. Keluarga tersebut juga ikut mengungsi, sehingga tempat inipun ikut diboyong kearah timur. Pada zaman dahulu tidak ada jalan dan kendaran yang bagus seperti sekarang ini maka, diangkutlah tempat tersebut dengan menggunakan beberapa perahu-perahu/ kapal-kapal untuk diangkut ke arah timur, termasuk rumah/bangunan yang masih ada dan berdiri hingga saat ini tanpa adanya perubahan sedikitpun.

Karena di lautan Tuban pada saat itu sering terjadi arus putar84 dan pada saat itu perahu-perahu tersebut terkena arus putar, maka berhentilah perahu-perahu tersebut dan tidak dapat meneruskan perjalanan lagi kearah timur. Ahirnya rombongan perahu tersebut berhenti tepat di depan Klenteng yang sekarang ini. Secara ritual ditanyakanlah dengan menggunakan pue apakah Kongco itu mau tinggal di sini? artinya dia mau ditaruh di sebuah tempat dimana perahu-perahu tadi berhenti, ternyata mau (sui pue). Kemudian diangkatlah rumah-rumah tersebut dari kapal/ atau perahu-perahu tadi ditaruh dan dipasang di sini (lokasi klenteng saat ini), sehingga sekitar 200an tahun yang lalu dinamakanlah klenteng Tambakbayan karena berasal dari Tambakboyo, jadi dahulu jika ingin mengajak sanak keluarga ke tempat ibadah, maka diajaklah mereka ke klenteng Tambakbayan. Versi yang paling kuat.

Visi misinya ?

Sama saja dengan yang lain, yaitu memuja kepada Sin Bing yaitu orang yang ditakuti dan dipercaya sebagai pembantu dari Tuhan dan mendapat tugas dari Tuhan untuk mengawasi manusia dalam kehidupan sehari-hari di dunia ini. Jadi kita percaya kita puja, sehingga jika kita berbuat salah maka cepat-cepatlah sembahyang meminta ampunan agar supaya tidak terjadi malapetaka karena telah melakukan sesuatu yang tidak baik tadi.

.

Kenapa di namai Kwan Sing Bio ?

Dalam setiap Klenteng yang dipuja itu mempunyai nama dan kebetulan namanya adalah Kwan Im Tiang, sedang marganya adalah Kwan lalu kita panggil Kwan Kong (mbah dari Kwan/ marga Kwan) atau kwan Tie A/ Kwan Sing Tie Gun. Semua itu adalah untuk sebuah penghormatan atau nama gelar karena dianggap sebagai yang suci dan naik menjadi Dewa, makanya kita sebut sebagai Kwan Sing

Dokumen terkait