BAB I PENDAHULUAN
3.1 Keberhasilan Mediasi di Pengadilan Agama Sidoarjo
Secara umum, mediasi sebenarnya sudah diatur di dalam Bab XVIII Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu dirumuskan pada Pasal 1851 sampai dengan Pasal 1864, adapun mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa (secara damai) antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak ketiga yang dianggap netral dan tidak memiliki kewenangan memutus.
Fungsi mediasi berdasarkan tekhnik yang digunakan Mediator Hakim dan Mediator Non Hakim dapat diidentifikasi dalam berbagai hal, misalkan saja mediator menuntut persetujuan para pihak dengan mendesak kepada para pihak bahwa tahapan berikutnya tidak baik, agar selalu bertanggung jawab dengan menghilangkan gengsi dengan jalan untuk saling mengalah, agar usulan dari mediator dijadikan sebagai arahan (suggestion), agar para pihak rela dalam melepas perasaan yang terpendam kepada mediator di mana mediator sering menggunakan kaukus, dan mengkonfirmasi tujuan para pihak saat mengikuti jalannya proses mediasi dengan harapan para pihak nantinya mampu diberikan suatu keuntungan yang lebih lewat keberhasilan mediasi adapun rasa puas dari para pihak terhadap perkembangan.
Teori keberhasilan mediasi mampu terlaksana apabila keikutsertaan para pihak atau advokat yang berwenang secara langsung diikut sertakan
untuk menyelesaikan perkara secara damai. Kehadiran para pihak atau advokat yang berwenang dapat menghindari keterlambatan yang disebabkan perselisihan mengenai wewenang berdamai. Peran mediator di sini bisa mendorong perdamaian dengan solusi selain penyelesaian dengan beberapa pertimbangan yang tidak memberikan dampak merugikan yang sifatnya
win-win solution dengan harapan adanya pengaruh positif di masa mendatang.
Tabel 6. Rekapitulasi Per kar a yang Berhasil di Mediasi
NO PERKARA J UMLAH BERHASIL
MEDIASI % 1 IJIN POLIGAMI 16 1 0.45% 2 PEMBATALAN PERKAWINAN 2 - % 3 CEMBURU 1014 92 40.78% 4 KAWIN PAKSA 2180 131 57.87% 5 EKONOMIS 5 1 0.45%
6 TIDAK ADA TANGGUNG
JAWAB
11 1 0.45%
7 KAWIN DI BAWAH UMUR 0 - %
8 KEKEJAMAN JASMANI 0 - %
9 KEKEJAMAN MENTAL 4 - %
10 DIHUKUM 2 - %
J UMLAH 3.489 226 100%
Untuk memperoleh gambaran yang lengkap, maka dapat dipaparkan beberapa pengertian dalam tabel di atas, diantaranya adalah : 1. Ijin Poligami adalah Suatu sistem perkawinan yang membolehkan
satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan dan berdasarkan aturan hukum yang berlaku. 2. Pembatalan Perkawinan adalah Perkawinan dapat di batalkan, apabila
para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan berdasarkan Pasal 22-28 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
3. Cemburu ialah Salah satu pihak tidak pernah menaruh kepercayaan kepada pasangannya dikarenakan tuduhan/perkiraan yang tidak bisa dibuktikan.
4. Kawin Paksa ialah Perkawinan yang dilandasi tanpa adanya cinta dan kasih sayang sebelumnya, tanpa adanya kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang baik.
5. Faktor Ekonomis ialah Faktor utama timbulnya keretakan rumah tangga, di karenakan kebutuhan hidup yang lebih tinggi daripada penghasilan yang di peroleh.
6. Tidak ada Tanggung Jawab ialah Salah satu pihak meninggalkan pasangannya selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanhpa alasan yang sah (ikatan dinas).
7. Kawin di Bawah Umur ialah Suatu perkawinan yang belum memenuhi ketentuan aturan yang berlaku di Indonesia.
8. Kekejaman Jasmani ialah Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
9. Kekejaman Mental ialah Perselisihan atau pertengkaran antara Suami-isteri tanpa adanya kekerasan, melainkan pengaruh jiwa yang selalu tertekan dan terancam setiap saat.
10.Dihukum ialah Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 39 ayat (2) huruf c Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Berdasarkan keadaan perkara yang masuk di Pengadilan Agama Sidoarjo dengan jumlah 3.489 perkara, diantaranya 226 perkara berhasil diselesaikan oleh Mediator Hakim dan Mediator non Hakim melalui proses mediasi di Pengadilan Agama Sidoarjo.
Adapun Mediator Hakim dan Mediator Non Hakim yang berperan langsung dalam proses mediasi di Pengadilan Agama Sidoarjo sangat membantu para pihak yang berperkara, berikut daftar nama Mediator Hakim dan Mediator Non Hakim di Pengadilan Agama Sidoarjo.
Tabel 7. Daftar Mediator di Pengadilan Agama Sidoar jo
NO MEDIATOR HAKIM NO MEDIATOR NON HAKIM
1 Hj. ATIFATURRAHMANIYAH, SH 8 NURUL HUDA, S.Hi
2 Drs. AKHMAD ABDUL HADI, SH 9 RINI ASTUTI, S.Hi 3 Dra. SITI MUAROFAH SA’ADAH, SH
4 Drs. H. SRIYATIN, SH., MH 5 Drs. H. ROBANI INDRA, SH 6 Drs. MUTAKIN
7 Dra. Hj. CHULAILAH
Sumber. www.pa-sidoarjo.net
Adapun langkah-langkah mediator dalam penerapan mediasi kepada para pihak berdasarkan penjelasan yang mampu diterima lahir batin. Penjelasan kepada para pihak sebelum menanyakan akar permasalahannya dikategorikan mampu sebagai acuan utama para mediator dalam memberikan keyakinan pada para pihak untuk membatalkan percerainnya lewat mediasi. Berikut akan dijelaskan keberhasilan oleh mediator dalam mencegah perceraian di Pengadilan Agama Sidoarjo :
1. Pada tahap awal mediasi seorang mediator akan memberikan penjelasan tentang kedudukan nikah, yang mana nikah adalah salah satu ibadah di dalam agama Islam. Jika para pihak sudah mulai memahami, mediator
akan menjelaskan hal yang mendalam lagi seperti perceraian adalah sesuatu yang halal tetapi haram menurut agama.
2. Tahap selanjutnya, seorang mediator akan menjelaskan tentang kesucian dan kesakralan suatu pernikahan yang mana setiap prosesinya selalu dilandasi oleh Ijab dan Kabul, Ijab dan Kabul di sini bukan merupakan sesuatu hal yang bersifat main-main, coba-coba atau pun senda gurau belaka, mediator juga akan menjelaskan bahwa pernikahan di dalam agama Islam tidak pernah di kenal yang namanya nikah secara eksperimen. Jadi pernikahan dalam Islam termasuk sesuatu ibadah yang sifatnya sakral dan suci yang harus dijalani.
3. Penerapan “Baiti jannati” oleh mediator kepada para pihak mampu menjadikan suatu arahan terbaik setelah para pihak mulai memahami keberadaan nikah di dalam setiap hidup ummat muslim pada umumnya tanpa adanya paksaan pada para pihak yang berperkara untuk mengurungkan setiap niatnya melanjutkan perceraiannya.
4. Dalam hal memberikan arahan-arahan positif kepada setiap pihak berperkara, biasanya mediator mewajibkan para pihak untuk selalu mencapai suatu tangga kebahagiaan dalam berkeluarga, hal ini biasanya diberikan kepada para pihak yang masih ingin dilakukannya mediasi kembali.
5. Disaat proses mediasi berjalan tugas mediator selalu mengarahkan dan memberikan himbauan kepada para pihak agar para pihak bisa
menyelesaikan masalah secara internal keluarganya sebelum di ajukan perkaranya ke Pengadilan Agama.
6. Adanya suatu kemampuan seorang mediator dalam membuat perumpaan kepada para pihak menjadikan para pihak selalu paham akan apa yang di jelaskan oleh mediator dengan suasana yang tenang dan sedikit humor, misalkan saja seorang mediator akan menjelaskan kepentingan suami-isteri itu laksana pakaian, yang mana pakaian di sini diartikan sebagai pelindung, penutup tubuh dan keanggunan seseorang, dengan pengertian seorang suami-isteri mampu menjaga keadaan masing-masing pasangan dengan menutupi kekurangan yang satu dengan kebanggan atau kemanfaatan yang lain, selain adanya kebersamaan diantara para pihak dalam melindungi setiap aib ataupu keburukan yang dipunya satu sama lainnya digolongkan mampu untuk mempererat keharmonisan dan juga mampu menjaga kehormatan para pihak masing-masing dalam memperoleh keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah. Hal inilah yang sering dipertimbangkan oleh para pihak saat proses mediasi berlangsung.
7. Adapun himbauan penutup dari para mediator untuk para pihak yang berperkara agar para pihak selalu menjauhi kekerasan saat harus menyelesaikan masalah dalam rumah tangganya, agar salah satu pihak yang lemah akan mengerti dan paham, bahwa masih ada tempat untuk berlindung dan mencurahkan keluh kesahnya dirinya pada pasangannya
tanpa harus selalu mengusir atau mengembalikan pasangannya pada orang tuanya pada saat percekcokan terjadi di antara para pihak.