• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Bidang Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya

BAB II : KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN

B. Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid

3. Kebijakan Bidang Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya

a. Bidang Politik

Kabinet pertama Abdurrahman Wahid, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Sebelum pemilihan, Abdurrahman Wahid telah berbicara mengenai perlunya membentuk suatu kabinet “Persatuan Nasional” yang terdiri atas anggota- anggota yang berasal dari spektrum politik yang luas. Ide ini mungkin dapat terlaksana seandainya Abdurrahman Wahid bebas memilih menteri- menterinya. Abdurrahman Wahid berbicara dengan penuh harap mengenai kabinet yang sedang direncanakannya ini, sambil menyebutkan nama-nama mereka yang ia anggap terbaik dari 25 menterinnya. Pada waktu pengumuman, kabinet itu telah menjadi gabungan yang terlalu besar, yang tediri dari berbagai kepentingan politik dan perorangan yang bukan saja berbeda tetapi saling berlawanan. Namun demikian, masih ada menteri- menteri yang secara potensial memang baik. Siaran televisi mengenai pengumuman susunan kabinet ini merupakan hal yang juga penting untuk disimak. Abdurrahman Wahid memulai pengumuman ini dengan membacakan susunan kabinet, oleh karena jelas Abdurrahman Wahid tak dapat melakukan sendiri.57

57

Dalam bulan November 1999, Abdurrahman Wahid berangkat untuk mengadakan lawatannya yang penting ke berbagai negara. Ini adalah rangkaian pertamanya ke luar negeri sebagai presiden. Sebagaimana kunjungan-kunjungannya ke luar negeri, kali ini mengadakan sejumlah pertemuan yang telah diatur terlebih dulu, ditambah kunjungan kenegaraan untuk melengkapi rute perjalananya. Dalam kunjungannya ke Amman di Yordania dan Salt Lake City di Amerika Serikat, Abdurrahman Wahid juga mengadakan kunjungan singkat ke negara-negara ASEAN untuk memperkenalkan dirinya dan pemerintahannya, kemudian diakhiri dengan kunjungan di Tokyo dan Washington DC. Dalam perjalanannya ke Yordania, Abdurrahman Wahid mengunjungi Kuwait dan Qatar. Lalu di Amman ia bertemu dengan Raja Abdullah dan adiknya, Putra Mahkota Hussein dan juga Yaser Arafat, yang melintasi lembah Yordania untuk berbicara dengannya membicarakan masalah cita-cita bangsa Palestina. Abdurrahman Wahid pun berencana bertemu dengan PM Israel namun batal. Pada salah satu konfrensi pers Abdurrahman Wahid di Salt Lake City, ia mengungkit masalah KKN. Abdurrahman Wahid mengemukakan secara tak langsung bahwa tiga menterinya terlibat KKN. Seminggu kemudian Menko Kesra Hamzah Haz tiba-tiba mengundurkan diri. Perjalanan Abdurrahman Wahid ke luar negeri yang kedua dilakukan pertengahan

Desember dengan tujuannya ke Beijing untuk membahas masalah ekonomi di Indonesia.58

Salah satu perhatian utama Abdurrahman Wahid sebagai Presiden adalah membina sekelompok orang yang dipercayainya untuk mengawasi proses reformasi dan pengelolaan negara. Tindakan resminya yang pertama adalah membubarkan dua departemen. Yang pertama adalah Departemen Penerangan. Alasannya kehadiran departemen ini lebih banyak ruginya daripada manfaatnya, baik oleh karena pendekatannya yang bersifat otoriter terhadap pengendalian informasi dan oleh karena kebiasaan yang berurat akar untuk memeras uang dari penerbit media. Yang kedua ditutupnya adalah Departemen Sosial. Alasan yang diberikan adalah korupsi dan praktik-praktik pemerasan telah sedemikian merasuki departemen ini sehingga departemen ini tak dapat lagi direformasi dan kegiatannya harus dilakukan oleh departemen-departemen yang lain. Penutupan kedua departemen ini memang kontroversial, apalagi yang berkaitan dengan departemen sosial dan membuatnya kehilangan popularitas di kalangan tertentu.59

Sekembalinya di Jakarta dari kunjungan luar negerinya, Abdurrahman Wahid mengambil tindakan yang menentukan dengan mengganti kepala BPPN yaitu Glenn MS Yusuf. Penggantian ini ia lakukan

58 Ibid, hlm. 357-359

59

karena Glenn MS Yusuf mempunyai hubungan terlalu dekat dengan rezim Orde Baru.60

Bulan selanjutnya, Abdurrahman Wahid berangkat ke London, Paris, Amsterdam, Berlin dan Roma. Dalam perjalanan pulang, ia berkunjung ke New Delhi, Seoul, Bangkok dan Brunei. Tujuan dari lawatan ini, demikian jelasnya, adalah untuk mendapatkan dukungan dari Eropa, baik secara ekonomi maupun politik, untuk pelaksanaan reformasi di Indonesia.61

Ketika berkunjung di Eropa, Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa Feisal Tandjung dan Wiranto sebagai penghambat bagi reformasi. Abdurrahman Wahid meminta Menko Pertahanan Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan pesan kepada Wiranto agar mengundurkan diri. Ketika Abdurrahman Wahid mendarat di Jakarta pada hari Minggu 13 Februari. Wiranto menjemputnya di lapangan udara, dan dengan bersemangat ia membujuk Abdurrahman Wahid agar bersabar sebelum memintanya mengundurkan diri. Namun Wiranto ingin memastikan Abdurrahman Wahid agar dirinya tak dicopot dari jabatan menteri pertahanan. Dan akhirnya Abdurrahman Wahid mencopot Wiranto sebagai Menteri Pertahanan.62

60 Ibid, hlm. 364 61 Ibid, hlm. 364-365 62 Ibid, hlm. 366-367

Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Abdurrahman Wahid menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret 2000. Pada Juli 2000, Agus Wirahadikusumah mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati Soekarnoputri, anggota TNI mulai menekan Abdurrahman Wahid untuk mencopot jabatan Agus Wirahadikusumah. Abdurrahman Wahid mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus Wirahadikusumah sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Abdurrahman Wahid kembali harus menurut pada tekanan.63

Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Abdurrahman Wahid masih tinggi. Sekutu Abdurrahman Wahid seperti Megawati Soekarnoputri, Akbar Tanjung dan Amien Rais masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Abdurrahman Wahid diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Abdurrahman Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menginginkan sebagian tugas kepresidenan diwakilkan kepada Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati Soekarnoputri menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP

63

MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus 2000, Abdurrahman Wahid mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati Soekarnoputri ingin pengumuman tersebut ditunda. Megawati Soekarnoputri menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Abdurrahman Wahid.64

Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien Rais. Ia menyatakan kecewa mendukung Abdurrahman Wahid sebagai presiden tahun lalu karena gaya kepemimpinan Abdurrahman Wahid yang spontan dan menimbulkan kontroversi. Amien Rais juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati Soekarnoputri dan Abdurrahman Wahid untuk merenggangkan otot politik mereka. Namun Megawati Soekarnoputri tetap mendukung Abdurrahman Wahid, sementara Akbar Tanjung menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November 2000, 151 anggota DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Abdurrahman Wahid.65

Abdurrahman Wahid lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji. Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan

64 Ibid, hlm. 62-63

65

terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.66

b. Bidang Ekonomi

Pada Januari 2000, Abdurrahman Wahid pergi ke Davos, Swiss, untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia. Ia juga berkunjung ke Arab Saudi untuk meminta bantuan keuangan yang lebih besar bagi kepentingan pemulihan ekonomi untuk Indonesia.67

Pada tanggal 24 April 2000, Abdurrahman Wahid di bawah tekakan untuk mereformasi tim ekonominya harus memecat menteri industri dan perdagangan Jusuf Kalla dari Partai Golkar, dan menteri BUMN, Laksamana Sukardi. Dalam pertemuan tertutup dengan DPR, Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa ia memecat Laksamana Sukardi karena menterinya ini tidak mampu bekerja dengan anggota-anggota timnya dan juga oleh karena ia merasa tidak senang dengan pejabat-pejabat yang diangkat oleh Laksamana Sukardi. Bagi Abdurrahman Wahid, hal ini merupakan sebuah kemalangan yang besar mengingat Laksamana Sukardi sangat profesional dan berintegritas bahkan dalam mengejar para koruptor.68

Pada Januari 2000, Abdurrahman Wahid berkeinginan mengirimkan uang ke Aceh untuk membantu kesejahteraan masyarakat agar

66 Ibid, hlm. 64

67 Ibid, hlm. 364 68

mendukung menegosiasi perdamaian di Aceh dengan berniat meminjam uang pada Bulog. Abdurrahman Wahid ingin melakukan peminjaman tanpa berhubungan dengan DPR lebih dulu karena prosesnya akan menjadi lama dan sulit. Pada awal Mei 2000, Abdurrahman Wahid mendapat kabar bahwa uang dalam jumlah empat juta dollar AS telah hilang dari dana cadangan Bulog. Suwondo adalah orang yang pernah menjadi tukang pijit Soeharto dan Abdurrahman Wahid yang telah mengambil uang tersebut. Suwondo mengaku bahwa ia mengambil uang tersebut atas perintah khusus presiden. Namun Abdurrahman Wahid tak pernah memerintah Suwondo untuk mengambil uang tersebut. Dan sebagian uang tersebut dapat diperoleh kembali walau Suwondo telah menghilang. Dalam waktu yang hampir bersamaan, terdapat skandal lagi. Abdurrahman Wahid meminta bantuan dari negeri-negeri asing untuk melakukan investasi di Aceh. Pada bulan Februari, ia mengunjungi Brunei dan berbicara pada Sultan Brunei yaitu Hassanah Bolkiah mengenai keadaan Aceh, akhirnya Sultan Hassanal Bolkiah memberikan sumbangan pribadi sebesar dua juta dollar AS. Sultan Hassanal Bolkiah pun menginginkan sumbangan ini untuk tidak diumumkan kepada masyarakat dan mempercayakan kepada Abdurrahman Wahid untuk mengurusnya. Kedua skandal diatas disebut skandal Buloggate dan skandal Bruneigate.69

69

c. Bidang Sosial dan Budaya

Abdurrahman Wahid mempunyai daftar yang luar biasa panjangnya mengenai masalah apa yang harus dipecahkannya. Salah satunya adalah mengatasi gerakan separatis di Papua Barat dan memutus siklus kekerasan di Aceh. Abdurrahman Wahid mengadakan pertemuan dengan pemimpin-pemimpin masyarakat Aceh dalam usahanya untuk menegosiasikan suatu penyelesaian. Dalam menghadapi tuntutan mengenai diselenggarakannya suatu referendum, Abdurrahman Wahid menjelaskan bahwa yang ada dalam benaknya bukanlah suatu referendum mengenai kemerdekaan melainkan bentuk-bentuk otonomi. Pada 30 Desember Abdurrahman Wahid berangkat ke Jayapura, ibukota Irian Jaya. Abdurrahman Wahid bertemu dengan pemimpin-pemimpin masyarakat dari segenap Irian Jaya. Abdurrahman Wahid menyatakan penggantian nama Irian Jaya menjadi Papua. Hal ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat Irian Jaya.70

Pada bulan Maret 2000, Abdurrahman Wahid berkunjung ke Timor Timur. Di Dili ia disambut hangat oleh Xanana Gusmao dan Jose Ramos- Horta. Abdurrahman Wahid berpidato tentang penyesalan dan kesedihannya mengenai kekerasan yang terjadi di Timtim. Abdurrahman Wahid pun atas nama seluruh bangsa Indonesia memohon maaf atas kesalahan yang telah terjadi. Ketika ia berbicara mengenai perlunya Indonesia dan Timtim untuk

70

menjalin hubungan baik dan bekerjasama sebagai sahabat, komentar- komentarnya diterima dengan hangat sebagai hal yang tulus. Abdurrahman Wahid juga berpidato di hadapan para pengungsi dan kemudian ia berbicara dengan pemuka-pemuka agama.71

Pada Maret 2000, pemerintahan Abdurrahman Wahid mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001. Abdurrahman Wahid juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut karena sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan berbangsa dan bernegara masa kini.72

Pada bulan April, terjadi demontrasi di Jakarta oleh Laskar Jihad yang menuntut adanya perdamaian di Ambon dan Maluku serta mempersalahkan pemerintah dan kelompok Kristen sebagai pihak-pihak yang tidak berbuat apa-apa untuk mencapai perdamaian.73 Demonstrasi ini dipicu karena semakin parahnya konflik antara orang Islam dan Orang Katolik di Maluku. Laskar Jihad terbentuk pada tahun 2000 untuk menjalankan Perang Sabil melawan orang Kristen. Laskar Jihad dipimpin oleh seorang warga Indonesia dari garis keturunan Arab (Hadhrami) bernama Ja’far Umar Thalib. Laskar Jihad yang dipimpinnya beranggotakan

71 Ibid, hlm. 369

72 M. Hamid, op. cit, hlm. 61 73

sekitar 3000 orang yang ditempatkan di Maluku dari tahun 2000 sampai 2002.74 Laskar Jihad mendatangi Maluku untuk menyelesaikan masalah, dan mereka mendapat bantuan senjata dari militer. Laskar Jihad pun melakukan serangan di berbagai desa-desa Kristen. Abdurrahman Wahid pun marah dan jengkel terhadap militer dan memerintahkan untuk menghentikan aksi Laskar Jihad. Walaupun Abdurrahman Wahid telah berusaha menghentikan Laskar Jihad namun ia gagal untuk kekerasan di Maluku.75

Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia. Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Abdurrahman Wahid pada Yayasan Shimon Peres.76

Hubungan Abdurrahman Wahid dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Abdurrahman Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.77

74

M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta, Serambi, 2008, hlm. 713-714

75 Greg Barton, op. cit, hlm. 379-381 76 Ibid, hlm. 61

77

Pada September 2000, Abdurrahman Wahid menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Di Papua Barat, Abdurrahman Wahid memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Akibatnya Abdurrahman Wahid dikritik oleh Megawati Soekarnoputri dan Akbar Tanjung karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.78

Presiden Abdurrahman Wahid mengeluakan PP. no. 6 tahun 2000 tentang pemulihan hak warga keturunan Tionghoa dalam hal keyakinan, tradisi dan budaya. Presiden Abdurrahman Wahid juga mencabut Inpres no. 14 tahun 1967 yang melarang semua bentuk ekspresi keagamaandan adat Tionghoa di muka umum. dengan adanya kebijakan tersebut, warga Indonesia keturunan Tionghoa dapat berekspresi sesuai keyakinan, budaya dan tradisi.79 Pada tanggal 9 April 2001 Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Keputusan Presiden Nomer 19/2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur Fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).80

78 Ibid, hlm. 63

79 MN. Ibad & Ahmad Fikri AF, Bapak Tionghoa Indonesia, Yogyakarta, LkiS, 2011, hlm. 132 80

C.Jasa-Jasa Presiden Abdurrahman Wahid Bagi Indonesia

Dokumen terkait