• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. PERLINDUNGAN INDUSTRI DAN PERTANIAN

B. Kebijakan Pembatasan Perdagangan Tembakau di

1. Kebijakan cukai tembakau

Kebijakan tarif cukai hasil tembakau di tahun 2013 dilandasi oleh beberapa latar belakang kepentingan yang berbeda. Di satu sisi cukai masih menjadi alat penerimaan negara yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pemerintah. Disisi lain, pemerintah juga harus mempertimbangkan keberadaan industri hasil tembakau yang memeberikan kesempatan kerja yang cukup luas bagai masyarakat. Kemudian tidak kalah pentingnya adalah aspek pengendalian konsumsi. Meskipun Indonesia belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco control (FCTC) namun langkah-langkah kebijakan di bidang industri hasil tembakau juga sudah mengarah pada FCTC tersebut.

Pokok-pokok kebijakan tarif cukai 2013 antara lain: mempertegas sistem tarif cukai hasil tembakau dengan penerapan tarif cukai full spesifik; mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau; pemberlakuan tarif cukai rata-rata jenis hasil tembakau untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami kenaikan secara moderat dalam kisaran 8,5%; kebijakan cukai hasil tembakau 2013 dilakukan dalam rangka pengendalian konsumsi dan kepentingan penerimaan negara, yang kemudian akan dijelaskan di bawah ini:95

Pokok-Pokok Kebijakan

Bila merujuk pada struktur tarif cukai hasil tembakau yang telah ditetapkan pemerintah tersebut, terdapat beberapa hal pokok kebijakan cukai hasil       

95

Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013. http://www.tcsc.com//html. Selasa/22/01/2014

tembakau tahun 2013. Penulis mencoba untuk menafsirkan pokok-pokok kebijakan tersebut dalam rangkuman tulisan sebagai berikut :96

a. Mempertegas sistem tarif cukai hasil tembakau, yaitu penerapan tarif cukai full spesifik dalam rangka memudahkan pemungutan dan pengawasan barang kena cukai

Kebijakan tarif cukai hasil tembakau 2013 semakin mengukuhkan penerapan sistem tarif cukai spesifik yang mengarah pada penyederhanaan struktur tarif cukai. Sistem tarif cukai spesifik secara teoritis akan mengurangi disparitas harga antara harga jual eceran penetapan pemerintah dengan harga transaksi pasar. Adanya disperitas inilah yang menjadi faktor pemicu upaya-upaya pelarian cukai baik yang sifatnya pemalsuan pita cukai, penggunaan pita cukai yang bukan haknya bahkan tanpa pita cukai sama sekali. Dengan penerapan sistem spesifik, maka intervensi pemerintah terhadap cukai hasil tembakau tidak lagi dilakukan terhadap harga jual eceran namun lebih difokuskan pada intervensi tarif. Harga jual secara fleksibilitas dapat diimplementasikan oleh pengusaha hasil tembakau sesuai dengan strategi pemasaran masing-masing. Hal inilah yang memberikan dampak pada penurunan disperitas harga di tingkat pasar. Efek multipliernya tentu saja akan berimbas pada semakin berkurangnya upaya-upaya pelanggaran cukai yang diakibatkan oleh adanya disperitas harga tersebut.97 b. Mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang

Tarif Cukai Hasil Tembakau j.o PMK Nomor 167/PMK.011/2011

       96

Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013. http://www.tcsc.com//html. Selasa/22/01/2014

97

Pada tahun 2012 para pengusaha hasil tembakau yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) mengajukan gugatan uji materi terhadap pemberlakuan PMK 167/PMK.011/2011 tentang tarif cukai hasil tembakau. Salah satu hal pokok yang digugat adalah besaran tarif cukai yang diimplementasikan dalam PMK tersebut dianggap telah melanggar ketentuan Undang-undang Cukai karena telah melebihi angka tarif maksimum 57% dari harga jual eceran. Putusan Mahkamah Agung pada akhirnya menerima gugatan uji materi dari Formasi tersebut. Sebagai konsekuensinya, pemerintah diharuskan untuk segera mencabut pemberlakuan PMK 167/PMK.011/2011. Menurut perhitungan waktu paling lambat bagi pemerintah untuk menjalankan putusan MA atas uji materi adalah tanggal 24 Desember 2012. Hal inilah yang membuat pemberlakuan PMK 179/PMK.011/2012 menjadi agak unik dan juga cukup kompleks. PMK 179 mulai berlaku sejak tanggal 25 Desember 2012. Suatu pemberlakuan peraturan yang tidak lazim ditambah lagi bahwa tanggal 25 Desember merupakan hari libur.98

c. Pemberlakuan tarif cukai rata-rata jenis hasil tembakau untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami kenaikan secara moderat berkisar mulai Rp5,00 s.d. Rp20,00 per batang atau secara rata-rata dalam kisaran 8,5%.

Kebijakan menaikan tarif cukai terhadap hasil tembakau yang tergolong primadona penghasil cukai (SKM, SPM dan SKT) adalah suatu keharusan apabila pemerintah ingin memenuhi target penerimaan cukai tahunan sebesar 88,02 trilyun rupiah. Apalagi bila mengingat asumsi tingkat pertumbuhan produksi       

98

rokok yang akan sedikit melambat di tahun 20013 sejalan dengan pemberlakuan PP nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Akan tetapi meskipun terhadap seluruh produk primadona tersebut dinaikan tarif cukainya, pemerintah tetap memperhitungkan kebijakan keberpihakan pada industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Beban tarif cukai hasil tembakau yang dibuat dengan tangan (khususnya SKT) masih lebih rendah dibandingkan yang dibuat dengan mesin. Kemudian untuk tarif cukai hasil tembakau untuk jenis Tembakau Iris (TIS), Klobot (KLB), dan Kelembak Menyan (KLM) dinaikkan dalam kisaran Rp1,00 sampai dengan Rp4,00 per batang/gram. Untuk tarif cukai hasil tembakau yang diimpor ditetapkan sama dengan tarif cukai tertinggi untuk masing-masing jenis dan golongan hasil tembakau yang diproduksi di dalam negeri. Disamping menaikan tarif cukai beberapa jenis produk hasil tembakau, kebijakan cukai kali ini juga menaikkan batasan HJE per batang dan gram untuk 10 (sepuluh) layer tarif cukai. Sejak pemberlakuan tarif spesifik tahun 2006, tercatat baru tahun ini saja pemerintah melakukan penyesuaian terhadap HJE. Menurut analisa penulis, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghindari tarif cukai agar tidak melebihi batasan tertinggi 57% sebagaimana putusan uji materi MA. Untuk memenuhi aspek penyederhanaan administrasi, struktur tarif cukai 2013 juga telah dilakukan penyederhanaan. Beberapa jenis rokok yang semula terdiri atas tiga layer batasan HJE kini disederhanakan dengan menggabungkan SKM golongan I layer 3 digabung, sehingga jenis SKM golongan I menjadi 2 layer. Kemudian, SPM golongan II layer 3 digabung, sehingga jenis SPM golongan II menjadi 2 layer.99       

99

d. Kebijakan Cukai hasil tembakau 2013 dilakukan dalam rangka pengendalian konsumsi dan kepentingan penerimaan negara

Permasalahan aspek kesehatan yang disebakan oleh konsumsi hasil tembakau sudah menjadi wacana umum. Kampanye mengenai peringatan dampak kesehatan akibat merokok sudah dilakukan dengan berbagai cara dan upaya, baik oleh Kementerian Kesehatan maupun kelompok masyarakat yang peduli dengan hal ini. Sebenarnya secara riil sudah ada bentuk pembatasan yang dilakukan pemerintah terhadap akses produk hasil tembakau tersebut, antara lain dengan kebijakan: batasan jumlah batang sigaret dalam kemasan eceran, pencantuman label peringatan bahaya merokok, persyarataan perizinan yang semakin diperberat, dan sebagainya. Akan tetapi hal-hal tersebut dianggap belum cukup efektif untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau. Terakhir, upaya untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau semakin menguat dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Kebijakan menaikan tarif cukai hasil tembakau adalah salah satu langkah efektif untuk mendukung upaya pengendalian konsumsi hasil tembakau. Secara teoritis, apabila tarif cukai hasil tembakau ditingkatkan maka asumsinya konsumen akan mengurangi konsumsinya terhadap hasil tembakau. Disisi lain, kebijakan menaikan tarif cukai hasil tembakau dalam jangka pendek akan meningkatkan penerimaan negara. Data statistik membuktikan bahwa sejak sepuluh tahun yang lalu, angka penerimaan cukai cenderung meningkat secara signifikan. Sederhanya saja, tahun 2002 angka penerimaan cukai baru mencapai 23,34 trllyun rupiah        

sedangkan tahun 2012 yang lalu angka penerimaan cukai sudah mencapai 84,67 trilyun rupiah.100

Meskipun demikian, efek peningkatan penerimaan cukai sebagai akibat kebijakan menaikkan tarif cukai menurut teori Laffer akan berhenti pada titik tarif tertentu (peak of tariff). Setelah tarif puncak tersebut, menurut Laffer, penerimaan justru akan menurun, jadi sinergi antara kebijakan pengendalian hasil tembakau dengan kebijakan peningkatan penerimaan cukai akan berhenti pada tingkat tarif peak tersebut. Pada akhirnya pemerintah harus memilih, apakah cukai akan dijadikan sebagai instrumen pengendalian konsumsi ataukah masih akan terus dipakai sebagai instrumen untuk meningkatkan penerimaan negara.101

Kebijakan tarif cukai hasil tembakau yang dijalankan pemerintah merupakan sinergi dari beberapa kepentingan yang berbeda. Disatu sisi pemerintah harus mengakomodir kebutuhan pencapaian target penerimaan cukai sesuai asumsi APBN. Namun disisi lain pemerintah juga berkomitmen untuk memenuhi rekomendasi FCTC dalam rangka lebih peduli dengan aspek kesehatan. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah aspek ketenagakerjaan dalam industry hasil tembakau. Semua aspek kepentingan tersebut senantiasa harus diakomodir dalam penyusunan kebijakan tariff cukai hasil tembakau.

Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, pokok-pokok kebijakan tarif cukai 2013 mencakup antara lain:102

       100

Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau 2013. http://www.tcsc.com//html. Selasa/22/01/2014

101

Ibid 77

102

a. mempertegas sistem tarif cukai hasil tembakau dengan penerapan tarif cukai full spesifik;

b. mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau;

c. pemberlakuan tarif cukai rata-rata jenis hasil tembakau untuk jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami kenaikan secara moderat dalam kisaran 8,5%; d. kebijakan cukai hasil tembakau 2013 dilakukan dalam rangka

pengendalian konsumsi dan kepentingan penerimaan negara.

Dokumen terkait