• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

4. LISTRIK, GAS &

6.5 Kebijakan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap

Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan (sustainable) diperlukan suatu kebijakan dalam pengelolaannya. Oleh karena itu dalam pemanfaatan sumberdaya dilakukan secara optimal pada masa sekarang supaya generasi mendatang memperoleh nilai manfaat yang paling tidak sama dengan kondisi sekarang dari sumberdaya tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat alokasi optimal sumberdaya perikanan tangkap di Perairan Tanjung Mutiara adalah seperti terlihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Alokasi Optimal Sumberdaya Perikanan Tangkap di Perairan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam

Alokasi Optimal Satuan Teri (Bagan) Tongkol (Payang) Tuna/Cakalang (Tonda)

Aktual Optimal* Aktual Optimal* Aktual Optimal*

Yield Ton per

tahun 2.267,90 1.564,31 822,63 537,46 1.472,55 963,90

Effort Trip per

tahun 4.571 2.709 3.305 3.496 818 485

Alat

Tangkap Unit 36 21 46 49 32 19

Tangkapan Ton per

trip 0,50 0,58 0,25 0,15 1,80 1,99

Rente Total Rp per

tahun (juta) 3.800,30 2.886,88 3.048,10 1.300,71 4.890,64 3.469,44 Sumber : Hasil Analisis dari Lampiran 6,10 dan 14.

Tabel 23 menunjukkan bahwa berdasarkan tingkat diskon rate sebesar 29% produksi optimal untuk sumberdaya perikanan tangkap bagan sebanyak 1.564,31 ton per tahun, dengan tingkat upaya 2.709 trip. Bila jumlah effort optimal dikonversi kembali ke dalam jumlah aktual maka jumlah unit alat tangkap bagan yang optimal adalah 21 unit. Sementara pada kondisi aktual jumlah bagan sekarang sudah mencapai 36 unit. Produksi optimal payang adalah sebanyak 537,46 ton per tahun, dengan tingkat upaya 3.496 trip, maka untuk jumlah unit alat tangkap yang optimal adalah sebanyak 49 unit. Sehingga bila dibandingkan dengan kondisi aktual maka jumlah alat tangkap payang masih dapat ditambah sebanyak 3 unit lagi. Produksi optimal untuk alat tangkap tonda adalah sebanyak 963,90 ton per tahun, dengan tingkat upaya 485 trip. Bila dilihat dari jumlah effort optimal tersebut maka maka jumlah alat yang optimal adalah sebanyak 19 unit,

jumlah ini jauh lebih sedikit dari jumlah alat pada kondisi aktual sekarang sebanyak 32 unit. Artinya bahwa untuk pemanfaatan sumberdaya tersebut secara optimal yang akan memberikan nilai manfaat optimal jangka panjang maka jumlah alat yang ada perlu pengurangan jumlah alat.

Rata-rata produksi aktual dari pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap bagan adalah sebanyak 2.267,90 ton per tahun, dengan jumlah effort sebanyak 4.571 trip. Jumlah effort ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan alokasi secara optimal, sehingga akan menyebabkan total biaya akan lebih besar dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut. Rata-rata produksi untuk alat tangkap payang adalah 822,63 ton per tahun dengan jumlah effort sebanyak 3.305 trip, sehingga untuk alat tangkap payang punya peluang untuk peningkatan jumlah effort untuk mencapai kondisi optimal. Sementara itu untuk alat tangkap tonda dengan rata- rata produksi aktual sebanyak 1.472,55 ton per tahun, dengan jumlah effort sebanyak 818 trip. Jumlah effort tersebut hampir dua kali lipat dari jumlah effort optimal yang diharapkan yaitu sebanyak 485 trip. Kondisi ini juga akan menyebabkan total biaya yang harus dikeluarkan jauh lebih besar yang pada akhirnya berimplikasi terhadap nilai rente yang diperoleh oleh masyarakat akan jadi berkurang.

Berdasarkan uraian di atas maka pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Perairan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam ke depan, seyogianya tidak lagi menambah unit alat tangkap untuk alat tangkap bagan dan tonda. Kecuali untuk payang masih dapat ditambah unit alat tangkap sebanyak 3 unit lagi. Bahkan ke depan untuk alat tangkap bagan dan tonda dapat dilakukan upaya secara bertahap untuk mengurangi jumlah alat tersebut, guna memperoleh nilai tangkapan yang optimal dengan rente yang diperoleh juga optimal. Bila tidak hal ini akan menimbulkan dampak terhadap kelestarian sumberdaya dalam bentuk terjadinya overfishing, penurunan produktivitas serta tingkat pendapatan nelayan sendiri.

Diharapkan kepada pemerintah daerah melalui dinas terkait, dapat membuat suatu kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Tanjung Mutiara secara optimal. Kebijakan yang diambil adalah tidak lagi memberi izin terhadap penambahan dan pengoperasian alat

tangkap yang sudah melebihi kondisi optimal. Untuk itu penambahan alat atau armada tangkap yang baru dapat dialokasikan untuk pemanfaatan daerah fishing ground perairan lepas pantai. Tindakan ini dilakukan sebagai antisipasi mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan terhadap daya dukung di perairan tersebut, terutama bagi penangkapan dengan alat tangkap bagan dan tonda.

Sejalan dengan adanya suatu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Tanjung Mutiara, maka hal yang sangat penting adalah perlunya menerapkan sistem monitoring dan pendataan secara sistematis terhadap produksi ikan baik yang bernilai jual, konsumsi dan yang terbuang. Temuan di lapangan menunjukan bahwa masih banyak hasil tangkapan nelayan yang belum tercatat, terutama nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya di luar TPI. Hal ini penting dilakukan guna memperoleh data yang akurat sebagai bahan dalam membuat perencanaan pengelolaan perikanan tangkap ke depan.

Salah satu tujuan dari pengelolaan sumberdaya perikanan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dari para pelaku ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya perikanan, terutama nelayan. Tingkat kesejahteraan akan terlihat dari tingkat produktivitas dan pendapatan yang diperoleh oleh para pelakunya. Diharapkan agar penigkatan kesejahteraan nelayan di Tanjung Mutiara tidak hanya dijadikan sebagai fungsi tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap, akan tetapi lebih ditekankan sebagai target pengelolaan perikanan yang ingin dicapai. Konsekuensinya adalah Pemerintah Daerah melalui dinas teknis terkait dapat menentukan dan memilih pola pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Tanjung Mutiara. Pola pemanfaatan sumberdaya ikan tidak hanya untuk mendapatkan produksi tinggi, sehingga melakukan upaya ekstaksi yang berlebihan, akan tetapi adalah bagaimana pengelolaan sumberdaya ikan mempu memberikan nilai rente yang optimal bagi masyarakat. Ekstraksi sumberdaya yang berlebihan hanya akan memberikan manfaat sesaat, dan untuk waktu jangka panjang masyarakat tidak akan memperoleh apa-apa dari sumberdaya tersebut. Hasil penelitian ini salah satu bentuk pilihan yang ditawarkan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan pemanfaatan secara optimal dan berkelanjutan (suatainable).

Uraian hasil penelitian ini merupakan hasil analisis dinamis optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap untuk jenis alat tangkap bagan, payang dan tonda di Perairan Tanjung Mutiara. Nilai-nilai yang didapat dari hasil analisis ini merupakan nilai optimal yang dapat diperoleh oleh nelayan atau pelaku ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya tersebut. Apabila hal ini diimplementasikan maka nelayan akan memperoleh hasil yang optimal, yang pada akhirnya akan punya peluang untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Berdasarkan Tabel 23, maka skenario kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap bagan, payang dan tonda di Perairan Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, yang menjadi kajian adalah sebagai berikut:

(1) Membuat kebijakan untuk tingkat upaya (Effort) pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap untuk masing-masing alat tangkap bagan berada pada level optimal sebanyak 2.709 trip atau setara dengan jumlah alat tangkap bagan 21 unit, payang sebanyak 3.496 trip atau setara dengan jumlah alat tangkap payang sebanyak 49 unit dan untuk tonda sebanyak 485 trip atau setara jumlah alat tangkap tonda sebanyak 19 unit.

(2) Bentuk kebijakan yang diambil diantaranya adalah; (a) tidak menerbitkan izin penambahan alat tangkap bagi unit penangkapan ikan dengan alat bagan dan tonda sementara untuk payang masih bisa diberi izin untuk 3 unit alat lagi, (b) mendorong investasi pada industari perikanan tangkap dengan skala usaha menengah ke atas untuk dapat mengoperasikan armada tangkapnya ke perairan lepas pantai atau perairan ZEEI.

(3) Tetap melakukan kontrol dan pengawasan terhadap tingkat produksi aktual dari hitungan hasil tangkapan di Perairan Tanjung Mutiara tidak melebihi tingkat produksi optimal dari sumberdaya ikan tersebut, yaitu masing- masing bagan sebanyak 1.564,31 ton per tahun untuk SDI teri, payang sebanyak 537,46 ton per tahun untuk SDI tongkol, dan tonda sebanyak 963,90 ton per tahun untuk SDI tuna/cakalang.

(4) Pemakaian tingkat discount rate berdasarkan analisis model Kula (1984), dari hasil perhitungan PDRB dan pertumbuhan ekonomi daerah, diperoleh tingkat discount rate sebesar 29%. Kondisi ini memberikan rente pemanfaatan sumberdaya dengan tingkat upaya (Effort) yang lebih tinggi,

sehingga untuk jangka panjang, kondisi ini tidak memberikan nilai rente lagi dari pemanfaatan sumberdaya. Berbeda dengan penggunaan market discount rate sebesar 12%, dimana rente yang diterima saat ini lebih kecil, akan tetapi untuk jangka panjang perolehan rente jauh lebih besar dan kondisi sumberdaya tetap terjaga dan sustainable. Dari uraian di atas maka dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Tanjung Mutiara sebaiknya memakai tingkat discount rate sebesar 12%.

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh informasi tentang kondisi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah perairan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, khususnya untuk penggunaan alat tangkap bagan, payang dan tonda. Dalam hal ini termasuk tingkat alokasi optimum sumberdaya perikanan tangkap di lokasi tersebut.

(1) Produksi aktual rata-rata perikanan tangkap di Perairan Tanjung Mutiara, masing-masing untuk ikan teri dengan alat tangkap bagan adalah sebanyak 2.267,90 ton, ikan tongkol dengan alat tangkap payang sebanyak 822,63 ton dan ikan tuna/cakalang dengan alat tangkap tonda sebanyak 1.472,55 ton. Tingkat upaya (effort) untuk bagan sebanyak 4.571 trip, payang sebanyak 3.305 trip, dan tonda sebanyak 818 trip. Tingkat produksi aktual dari alat bagan, payang dan tonda sudah melebihi dari tingkat MSY, sementara untuk jumlah trip aktual untuk bagan juga sudah melewati tingkat upaya MSY namun masih dibawah tingkat upaya open access. Begitu juga payang dan tonda tingkat effort aktual sudah diatas tingkat upaya MSY, tetapi masih dibawah ambang batas open access, kondisi ini membuat nilai rente sumberdaya perikanan tangkap menjadi negatif.

(2) Pemecahan analitik melalui program MAPLE 9.5 tentang pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Tanjung Mutiara dengan tingkat discount rate 29% menghasilkan nilai optimal biomass sumberdaya ikan (x* ), masing-masing untuk ikan teri dengan alat tangkap bagan sebesar 1.921,52 ton, ikan tongkol dengan alat tangkap payang sebesar 1.494,30 ton, dan ikan tuna/cakalang untuk alat tangkap tonda sebesar 838,65 ton. Nilai optimal yield (h*) masing-masing untuk bagan sebesar 1.563,96 ton, payang sebesar 537,43 ton dan tonda sebesar 963,92 ton, sedangkan untuk optimal effort (E*) untuk bagan sebanyak 2.709 trip, payang sebanyak 3.495 trip, dan tonda sebanyak 485 trip.

(3) Nilai rente optimal sumberdaya ikan teri, tongkol, dan tuna/cakalang masing-masing sebesar Rp 2.886.878.358, Rp 1.300.705.855, dan Rp 3.469.438.448, sedangkan nilai rente overtime masing-masing untuk ikan teri, tongkol, dan tuna/cakalang mencapai Rp 9.920.544.186, Rp 4.469.779.570, dan Rp 11.922.468.890.

(4) Perhitungan alokasi optimum sumberdaya perikanan tangkap bagan, payang dan tonda menghasilkan banyaknya tangkapan optimal (quota) per trip yang dapat ditangkap di perairan Tanjung Mutiara. Tangkapan optimal per trip untuk masing alat bagan, payang dan tondapada tingkat discount rate 29% masing-masing sebanyak 577 kilogram, 154 kilogram, dan 1.988 kilogram. (5) Jumlah alat optimal berdasarkan analisis dinamik untuk bagan sebanyak 21

unit, payang sebanyak 49 unit dan tonda sebanyak 19 unit.

(6) Hasil tangkapan yang terjadi saat ini tidak optimal, dimana untuk bagan dan tonda sudah melebihi sementara untuk payang masih kurang. Hal ini berdamapak terhadap nilai rente yang diterima oleh nelayan juga tidak optimal. Untuk effort yang sudah melebih optimal akan menyebabkan total cost jadi lebih tinggi dan sebaliknya yang kurang menyebabkan tidak effisiennya usaha yang dilakukan, yang keduanya akan menurunkan nilai rente yang diterima.

7.2 S a r a n

Agar tercapainya tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap yang optimal dan berkelanjutan serta mampu memberi nilai manfaat terhadap kesejahteraan nelayan, maka beberapa rekomendasi berikut dapat dijadikan bahan bagi Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Agam, sebagai berikut :

(1) Agar membuat kebijakan tingkat upaya (Effort) penangkapan ikan pada level optimal, masing-masing untuk bagan sebanyak 2.708 trip, payang sebanyak 3.495 trip, dan tonda sebanyak 484 trip atau sebanyak 21 unit bagan, 49 unit payang dan 19 unit tonda, pada tingkat discount rate 29%.

(2) Bentuk kebijakan yang dapat diambil antaranya adalah (a) menunda penerbitan izin baru penambahan armada tangkap kecuali payang masih dapat ditambah untuk 2 unit lagi, (b) mendorong investasi pada industri perikanan tangkap skala menengah ke atas untuk beroperasi di zona lepas pantai dan ZEEI.

(3) Agar membuat kebijakan pengelolaan perikanan tangkap terutama dalam hal zonasi pemanfaatan dan alokasi optimum pemanfaatan sumberdaya perikanan bagan, payang dan tonda di Perairan Tanjung Mutiara.

Adrianto L. 1992. Studi Penggunaan Model Bioekonomi Linier Dinamik dalam Pengelolaan Sumberdaya Kakap Merah (Lutjanus spp) di Perairan Sekitar Juwana, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor (IPB).

Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi Perikanan- Pencemaran [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, IPB Bogor.

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam. 2003. Kabupaten Agam dalam angka (Agam In figures), kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Agam dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Agam. Lubuk Basung: BPS.

--- 2006. Produk Domestik Regional Bruto (Gross Domestic Regional Product) Kabupaten Agam 2001-2005. Lubuk Basung: BPS.

[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Sumbar. 1997. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Padang: Bappeda.

Briant C dan WG Louise. 1987. Manajemen Pembangunan untuk Negara Berkembang. Jakarta: LP3ES.

Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Clark C, Munro G. 1975. The Economics of Fishing and Modern Capital Theory. A Simplified Approach. Journal of Environmental Economic and Management 7(2): 92-106.

Clarke RP, Yoshimoto SS, Pooley SG. 1992. A Bioeconomic Analysis of The North-Western Hawaiian Island Lobster Fishery. Marine Resource Economics 7(2): 115-140.

Cunningham S. 1981. The Evolution of the Objective of Fisheries Management During 1970s. Ocean Management 6:251-278.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tentang Perikanan. Jakarta: DKP RI.

--- 2003. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 10/Men/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan. Jakarta: DKP RI. [Dispeperla] Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Agam. 2003.

Data Base Perikanan Tahun 2003 Kabupaten Agam. Lubuk Basung: Dispeperla Agam.

Dahuri R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan : Kesejahteraan untuk Rakyat. Jakarta: Lispi.

Elfindri. 2002. Ekonomi Patron & Client : Fenomena Mikro Rumah Tangga Nelayan dan Kebijakan Makro. Padang: Andalas Press.

Feliatra. 1998. Strategi Pembangunan Perikanan dan Kelautan Nasional dalam Peningkatan Devisa Negara. Pekanbaru: Unri Press.

Fauzi A. 2001. Prinsip-prinsip Penelitian Sosial Ekonomi. Bogor: Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, IPB.

--- 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Fauzi A, Suzy A. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Grima APL and F. Berkes. 1989. Natural Resources: Access, Right to Use and Management in Berkes, Fikret (ed). Common Property Resources: Ecology and Community-based Sustainable Development. London: Belhaven Press. Gordon HS. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resource. The

Fishery Journal of Political Economy 62:124-142.

Hanafi A dan Guntur WM. 1984. Penelitian Untuk Mengevaluasi Efektifitas Program Kemasyarakatan. Surabaya: Usaha Nasional.

Hanafiah AM dan AM Saefuddin. 1986. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta: UI Press.

Juwono PS. 1998. Ketika Nelayan Harus Sandar Dayung : Studi Nelayan Miskin di Desa Kirdowono. Jakarta: Konphalindo.

Jamasy O. 2004. Keadilan, Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Belantika.

Kusnadi. 2000. Nelayan : Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Jakarta: Humaniora Utama Press.

---.2004. Polemik Kemiskinan Nelayan. Yogjakarta: Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan.

Kula E. 1984. Derivation of Social Time Preference Rates for the U.S and Canada. Quarterly Journal of Economics, 99:873-882.

Kusumastanto T. 2002. Metode Kuantitatif untuk Bisnis. Bogor: FPIK IPB. Munro GR. 1998. The Economics of Overcapitalization and Fishery Resource

Management. Portsmouth : A Review. Concerted Action Workshop.

Mubyarto. 1984. Nelayan dan Kemiskinan (Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai). Jakarta: CV Rajawali.

Moeljarto V. 1996. Pemberdayaan Kelompok Miskin Melalui Program IDT. Jakarta: Centre For Strategic and International Studies.

Nikijuluw VPH. 2001. Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir secara Terpadu [Makalah]. Jakarta: Seminar PEMP.

--- 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Kerjasama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional dengan P. Pustaka Cidesindo. Jakarta: PT Cidesindo.

Nizam K. 2005. Analisis Kemiskinan Rumah Tangga Nelayan di Kabupaten Padang Pariaman [Thesis]. Padang: Program Pascasarjana UNP.

Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Oldeman, Irsal Las, SN Darwis. 1979. An Agroclimatic Map of Sumatra. Bogor: Central Reseach Institut For Agriculture.

Ress J. 1990. Natural Resources: Allocation, Economics and Policy, Second Edition. London: Routledge.

Schaefer M. 1954. Some Aspects of the Dynamics of Populations Importent to the Management of Commercial Marine Fisheries. Bull. Inter-Am. Trop.Tuna. Comm. 1:27-56.

Soegiarto A. 1976. Pedoman Umum Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jakarta: Lembaga Oseanologi Nasional.

Sastrawidjaya M. 1998. Nelayan Nusantara. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP).

Satria A. 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan : Formasi Sosial dan Mobilitas Nelayan. Bandung: Humaniora Utama Press.

Supranto J. 1983. Linear Programming. Jakarta: LPFE UI.

---. 2000. Statisik, Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Singarimbun M dan Effendi S. 1998. Metode Penelitian Survei. Jakarta: [LP3S] Lembaga Penyelidikan, Penelitian Pengembangan Ekonomi dan Sosial. Tuwu A. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia

Press.

Usman H dan PS Akbar. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

82

PETA KABUPATEN AGAM

Dokumen terkait