• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO

A. PENJELASAN UMUM

A.2. KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO

Kondisi

Perekonomian Global Tahun 2014

Perekonomian global sepanjang tahun 2014 diwarnai beberapa permasalahan krusial di antaranya adalah masih terdapat risiko pelemahan ekonomi di berbagai negara, khususnya negara-negara berkembang. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan lemahnya permintaan global mendorong pelemahan kinerja perdagangan dunia. Sinyal ini dipertegas oleh lembaga keuangan Dana Moneter Internasional (IMF) yang untuk kesekian kalinya memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global.

Lemahnya permintaan global dan penurunan aktivitas perdagangan dunia pada gilirannya menyebabkan penurunan berbagai harga komoditas dunia, termasuk harga minyak mentah dunia. Terkait dengan harga minyak dunia, masih terdapat faktor lain yang mendorong pelemahan harga minyak dunia secara signifikan diantaranya adalah dampak eskalasi krisis Crimea antara Rusia dan Ukraina, krisis geopolitik di Timur Tengah dimana negara-negara terkait berupaya meningkatkan pangsa pasar mereka melalui strategi perang harga minyak. Selain itu, melimpahnya pasokan minyak mentah dunia dengan hadirnya energi substitusi, yaitu shale oil and gas, serta ketidaksepakatan Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) untuk mengurangi kuota produksi minyaknya telah mendorong peningkatan pasokan minyak dan penurunan harga minyak mentah di pasar global.

Penurunan harga minyak dunia memberikan dampak berbeda pada negara-negara pengekspor minyak dan negara-negara pengimpor minyak. Pada negara pengekspor minyak, turunnya harga minyak akan memberikan tekanan fiskal yang signifikan mengingat sumber pendapatan utama mereka adalah dari penjualan minyak bumi. Sedangkan bagi negara-negara pengimpor, rendahnya harga minyak bumi akan mendorong aktifitas perekonomian, menurunkan inflasi, serta mengurangi tekanan fiskal. Disamping itu harga minyak dunia yang rendah menghadirkan kesempatan untuk melakukan reformasi kebijakan pengelolaan subsidi energi.

Catatan atas Laporan Keuangan -9- Bagi Indonesia yang harus mengimpor sebagian kebutuhan bahan bakar minyaknya, penurunan harga minyak dunia ini membawa dampak mengendurnya tekanan terhadap fiskal, neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan. Tekanan pada APBN yang berasal dari: (1) kemungkinan shortfall penerimaan akibat perlambatan kinerja ekonomi; (2) kemungkinan membengkaknya belanja pemerintah pusat, terutama subsidi BBM akibat depresiasi nilai tukar rupiah yang cukup signifikan; dan (3) harga minyak yang cukup tinggi sampai dengan tiga triwulan pertama 2014, telah mendorong pemerintah melakukan kebijakan pemotongan anggaran Kementerian Negara/Lembaga (K/L) pada APBN-P tahun 2014.

Kinerja Perekonomian Indonesia Tahun 2014

Permasalahan lain dalam perekonomian global di tahun 2014 adalah gejolak arus modal dan likuiditas global akibat normalisasi kebijakan moneter yang diambil The Fed. Arah kebijakan The Fed untuk mengurangi dan menghentikan stimulus moneter yang telah dilakukan selama ini telah menimbulkan pembalikan arus modal dari emerging markets termasuk Indonesia ke perekonomian Amerika Serikat. Fenomena tersebut telah menyebabkan penguatan dolar Amerika Serikat terhadap semua mata uang dunia

Di tengah kondisi perekonomian global yang melambat, kinerja perekonomian nasional tumbuh relatif cukup baik sejalan dengan fundamental ekonomi yang kuat dan stabilitas makroekonomi yang terjaga serta proses penyesuaian ke arah yang lebih sehat.

Dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan makro ekonomi, kebijakan Bank Indonesia tetap diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi dan mengelola defisit transaksi berjalan yang sehat. Upaya-upaya tersebut dilakukan melalui strategi pengelolaan likuiditas dan tingkat suku bunga serta didukung penguatan koordinasi Pemerintah dan Bank Indonesia. Pelaksanaan kebijakan stabilitas ekonomi tersebut ditempuh dengan tetap memperhatikan upaya menjaga pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi

Realisasi pertumbuhan ekonomi di tahun 2014 masih cukup baik walaupun sedikit melambat. Perlambatan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor tekanan pada kinerja neraca perdagangan yang disebabkan oleh lemahnya permintaan global serta defisit pada neraca perdagangan migas. Defisit neraca perdagangan migas didorong oleh tingginya permintaan domestik. Pada saat yang sama, kinerja investasi (PMTB) terus menunjukkan perlambatan yang didorong oleh dampak depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sehingga meningkatkan biaya impor bahan baku dan barang modal. Di samping itu, tingginya tingkat suku bunga dalam negeri turut meningkatkan biaya kredit dan pembiayaan investasi. Namun di sisi lain, tingkat konsumsi masyarakat masih cukup tinggi sehingga mampu menjaga pertumbuhan ekonomi pada tingkat 5,06 persen.

Boks 1. Pengertian The FED, Quantitative Easing (QE) dan Tapering Off

The FED (The Federal Reserve System) merupakan gabungan dari 12 bank swasta nasional di Amerika Serikat yang dipimpin oleh Dewan Gubernur yang beranggotakan tujuh orang. Meskipun secara teknis The FED merupakan lembaga swasta, tetapi The FED lebih berperan sebagai badan pemerintah daripada sebuah entitas bisnis. Dibawah seorang Chairman, The FED dapat berperan sebagai bank sentral Amerika Swasta.

Layaknya bank sentral lainnya, The FED mengelola perekonomian Amerika Serikat dengan cara menaikkan ataupun menurunkan suku bunga acuan. Tetapi The FED tidak dapat menurunkan suku bunga di bawah nol, dimana hal ini telah dipertahankan selama lebih dari 6 tahun.

Salah satu cara yang digunakan The FED untuk merangsang ekonomi Amerika Serikat adalah dengan memompa uang secara langsung ke dalam sistem keuangan dengan cara membeli

Catatan atas Laporan Keuangan -10- obligasi jangka panjang dengan harapan uang tersebut dapat digunakan kembali untuk keperluan lainnya, atau yang biasa dikenal dengan kebijakan Quantitative Easing.

Kebijakan ini cukup membantu Amerika Serikat ketika dilanda resesi di tahun 2009. Sampai dengan akhir tahun 2013, The FED telah membeli obligasi USD 85 miliar per bulan. Totalnya, di akhir tahun 2013, The FED telah mengantongi hampir USD 4 triliun dalam bentuk obligasi. Jika dibandingkan dengan aset yang dimiliki The FED sebelum krisis keuangan hanya sebesar USD 80 miliar.

Tapering off adalah proses pengurangan obligasi yang dibeli melalui Quantitative Easing secara bertahap. Tujuan dari The FED melakukan Tapering Off adalah karena The FED ingin kembali ke keadaan normal, artinya tidak ada lagi pembelian obligasi atau memasukkan dolar kembali ke sistem keuangan ekonomi Amerika Serikat.

Usulan rencana kebijakan Tapering Off mulai bergaung di bulan Mei tahun 2013, ketika Ketua The FED, Ben S. Bernanke, mengusulkan agar The FED segera mengurangi pembelian obligasi di tahun 2013, dan dampaknya langsung terasa ke seluruh pasar keuangan emerging market walaupun pada akhirnya kebijakan ini baru dilaksanakan di sepanjang tahun 2014.

Pengumuman kebijakan ini memunculkan kekhawatiran secara global. Perubahan yang dilakukan The FED, bisa mengundang respons pasar secara global. Dampak dari pengumuman kebijakan Tapering Off juga mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Di awal pengumuman kebijakan Tapering Off ditahun 2013 juga menjadi salah satu penyebab Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh hingga 20%. Keinginan The FED mengurangi stimulus tersebut membuat dana asing yang parkir di Indonesia banyak yang keluar dari Indonesia. Jumlah nilai dana asing yang keluar sangat signifikan. Banyak investor menunggu kepastian dari kebijakan Tapering Off sehingga menyebabkan ketidakstabilan pasar.

PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2014

Sepanjang tahun 2014, ekonomi Indonesia mampu tumbuh relatif cukup baik sebesar 5,06 persen meskipun lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2013 yang mencapai 5,73 persen. Melambatnya pertumbuhan ini terutama dikarenakan terjadinya penurunan ekspor Indonesia sebagai dampak lemahnya permintaan global dan konsekuensi jangka pendek kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah serta sebagai dampak atas kebijakan Pemerintah dan BI dalam rangka memperbaiki neraca perdagangan. Di sisi lain, impor juga tumbuh negatif karena mahalnya biaya impor sebagai dampak depresiasi nilai tukar Rupiah. Pertumbuhan tertinggi menurut lapangan usaha sepanjang tahun 2014 terjadi pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh sebesar 9,31 persen, diikuti oleh sektor Konstruksi sebesar 6,58 persen dan sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan sebesar 5,96 persen.

Struktur perekonomian Indonesia menurut lapangan usaha didominasi oleh tiga lapangan usaha utama yaitu Industri Pengolahan (23,71 persen); Perdagangan, Hotel dan Restoran (14,60 persen) dan Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan (14,33 persen). Ditinjau dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi tahun 2014 terjadi pada beberapa komponen. Komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 5,46 persen adalah Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga, diikuti oleh Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 4,25 persen dan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 2,07 persen.

Struktur perekonomian Indonesia menurut pengeluaran didominasi oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (56,12 persen), diikuti Pembentukan Modal Tetap Bruto (31,70 persen) dan Ekspor Barang dan Jasa (23,08 persen).

Catatan atas Laporan Keuangan -11- PDB seri 2000 atas dasar harga berlaku selama tahun 2014 mencapai Rp10.094,93 triliun atau naik sebesar Rp1.007,65 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 sebesar Rp9.087,28 triliun. Sedangkan PDB seri 2000 atas dasar harga konstan pada tahun 2014 mencapai Rp2.909,18 triliun atau naik sebesar Rp140,13 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2013 sebesar Rp2.769,05 triliun.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Grafik 1. Tren PDB Harga Berlaku Seri 2000 Tahun 2010-2014 (Triliun Rupiah)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 2. Struktur PDB Seri 2000 Menurut Pengeluaran tahun 2010 s.d 2014

6.446,90 7.419,20 8.230,90 9.087,28 10.094,93 0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 2010 2011 2012 2013 2014 T ri li u n R u p ia h

Produk Domestik Bruto Seri 2000 Tahun 2010-2014

PDB atas Harga Berlaku Seri 2000

56,51 54,63 54,63 55,8 56,12 9,11 9,02 8,91 9,1 8,98 32,03 31,95 32,65 31,65 31,7 0,66 2,99 5,26 5,25 4,95 1,68 1,40 (1,44) (1,81) (1,76) -10 15 40 65 2010 2011 2012 2013 2014 % Tahun

PDB Seri 2000 Menurut Pengeluaran Tahun 2010-2014

Konsumsi Rumah Tangga

Komsumsi Pemerintah

Pemb. Modal Tetap Bruto

Perubahan Invt +Diskr. Satistik

Catatan atas Laporan Keuangan -12- PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 dan 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3. Struktur PDB Seri 2000 Menurut Lapangan Usaha atas Dasar harga Berlaku

Tahun 2013 dan Tahun 2014 (persen)

Boks 2. Perubahan Tahun Dasar PDB Indonesia Berbasis SNA 2008

Pada penyusunan dokumen APBN-P tahun 2014, data PDB baik menurut pengeluaran maupun lapangan usaha menggunakan tahun dasar 2000 atau disebut dengan seri 2000. Pada seri ini PDB menurut pengeluaran terdiri dari 6 komponen sedangkan PDB menurut lapangan usaha terdiri dari 9 sektor. Namun pada akhir tahun pelaporan 2014, PDB disesuaikan dengan perhitungan tahun dasar 2010 (seri 2010) dimana PDB menurut lapangan usaha menggunakan 17 kategori dan menurut pengeluaran menjadi 7 komponen.

Tabel 1. Perbandingan Klasifikasi PDB seri 2000 dan seri 2010

Seri 2000 Seri 2010 Pengeluran 1. Konsumsi RT 2. Konsumsi Pemerintah 3. PMTB 4. Perubahan Inventori 5. Ekspor Barang dan Jasa 6. Impor barang dan jasa Sektoral

1. Pertanian,

peternakan,kehutanan, dan perikanan

2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, gas, dan air bersih 5. Konstruksi

6. Perdagangan, hotel dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, real estate dan jasa

perusahaan 9. Jasa-jasa

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pengeluaran

1. Konsumsi Rumah Tangga

2. Konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga 3. Konsumsi pemerintah

4. PMTB

5. Perubahan Inventori 6. Ekspor Barang dan Jasa 7. Impor barang dan jasa Sektoral

1. Pertanian, kehutanan, dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan 4. Pengadaan listrik dan gas 5. Pengadaan air 6. Konstruksi

7. Perdagangan besar dan eceran, reparasi perawatan mobil dan sepeda motor 8. Transportasi dan pergudangan 9. Penyediaan akomodasi dan makan minum 10. Informasi dan komunikasi

11. Jasa keuangan

12. Real Estate

13. Jasa perusahaan

14. Administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib

15. Jasa pendidikan

16. Jasa keseatan dan kegiatan sosial 17. Jasa lainnya 14,42 11,29 23,69 0,77 9,98 14,32 6,99 7,52 11,01

2013

14,33 10,49 23,71 0,8 10,05 14,6 7,39 7,65 10,98

2014

Pertanian, peternakan,.. Pertambangan dan Penggalian Industri pengolahan

Listrik, gas, dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, real estat dan jasa perusahaan Jasa-jasa

Catatan atas Laporan Keuangan -13- PDB tahun dasar 2010 tersebut telah mengimplementasikan System of National Accounts (SNA) 2008 yang merupakan rekomendasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu rekomendasi PBB dalam buku panduan SNA 2008 bahwa pergantian tahun dasar dilakukan pada tahun yang berakhir 0 dan 5 dengan maksud untuk menjamin keterbandingan PDB secara internasional dan penyusunannya melalui kerangka Supply and Use Tables (SUT) 2010. Penyusunan SUT berguna untuk menjaga konsistensi penghitungan PDB dengan 3 pendekatan yaitu pendekatan produksi, pengeluaran dan pendapatan. Selain itu, perubahan tahun dasar PDB memberikan gambaran perekonominan nasional terkini, menunjukkan penghitungan yang lebih akurat terkait level dan struktur ekonomi dengan memasukkan kegiatan ekonomi baru yang belum dicatat dalam penghitungan sebelumnya.

Selain perubahan komponen menurut pengeluaran maupun lapangan usaha menurut produksi, PDB Seri 2010 juga dimaksudkan untuk mencakup perubahan struktur ekonomi selama 10 tahun terakhir, khususnya akibat perubahan teknologi dan informasi yang berpengaruh terhadap pola distribusi dan munculnya kegiatan ekonomi yang baru serta produk baru yang terjadi selama 10 tahun terakhir. Sebagai konsekuensinya, terdapat perbedaan hasil perhitungan PDB, baik secara nilai maupun pertumbuhan, misalnya PDB nominal, PDB konstan dan pertumbuhan PDB.

Tabel 2. Perbandingan Perkembangan PDB Seri 2000 dan Seri 2010 2010 2011 2012 2013 2014 PDB Nominal Tahun Dasar 2000 (Rp T) 6.446,9 7.419,2 8.229,4 9.084,0 10.094,9 PDB Nominal Tahun Dasar 2010 (Rp T) 6.864,1 7.843,7 8.662,6 9.578,4 10.542,7 PDB Riil Tahun Dasar 2000 (Rp T) 2.314,5 2.464,6 2.618,9 2.770,3 2.909,2 PDB Riil Tahun Dasar 2010 (Rp T) 6.864,1 7.287,3 7.726,5 8.152,9 8.568,10

Pertumbuhan PDB Tahun Dasar 2000 (%) 6,2 6,5 6,3 5,7 5,06

Pertumbuhan PDB Tahun Dasar 2010 (%) 6,4 6,2 6,0 5,5 5,02

Sumber: Badan Pusat Statistik

Inflasi Sepanjang tahun 2014, harga berbagai komoditas secara umum menunjukkan adanya kenaikan. Pada bulan Desember 2014, dari hasil pemantauan BPS di 82 kota tercatat seluruh kota mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi di Merauke sebesar 4.53 % dengan IHK 123,90 dan terendah terjadi di Meulaboh sebesar 1,17 % dengan IHK 120,56. Tingkat inflasi tahun ke tahun (Desember 2014 terhadap Desember 2013) sebesar 8,36 persen.

Kelompok volatile food mengalami tekanan inflasi sepanjang tahun 2014 hal ini terjadi akibat ketidakstabilan harga dan keterbatasan stok beberapa volatile food seperti beras dan aneka cabai yang terjadi hingga penghujung tahun 2014 .

Sementara, tekanan inflasi dari kelompok administered prices meningkat. Peningkatan inflasi pada kelompok ini terjadi antara lain karena pengalihan subsidi BBM di penghujung tahun yang menyebabkan harga BBM di masyarakat menggunakan harga non subsidi untuk jenis premium dan subsidi tetap untuk jenis solar, penyesuaian tarif listrik kelompok Rumah Tangga dan Industri, penyesuaian harga LPG 12 kg, serta penyesuaian kenaikan tarif angkutan secara umum seiring musim liburan.

Di sisi lain, penurunan harga komoditas global yang dapat mengkompensasi tekanan inflasi yang berasal dari depresiasi rupiah dinilai sebagai penyebab cukup terkendalinya inflasi inti. Dalam rangka menjaga kestabilan harga domestik, Pemerintah terus melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia melalui forum TPI dan TPID terutama pada upaya penentuan mekanisme fixed subsidy BBM dan reformasi subsidi energi lainnya, kemampuan fiskal pemerintah dalam mengalokasikan penghematan subsidi serta pengawasan, distribusi dan

Catatan atas Laporan Keuangan -14- stabilitasi harga pangan strategis. Laju inflasi bulanan (m-to-m) dan Tahunan (y-o-y) selama tahun 2014 tergambar di Grafik 4.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 4. Tren Laju Inflasi Bulanan dan Tahunan Tahun 2014

Nilai Tukar Rupiah Selama tahun 2014 nilai tukar rupiah mengalami tekanan depresiasi. Secara rata-rata rupiah tercatat melemah sebesar 12,67 persen pada level Rp11.878/USD dari sebelumnya sebesar Rp10.452/USD di tahun 2013. Secara point to point (ptp) pada 31 Desember 2014, rupiah terdepresiasi sebesar 2,06 persen (yoy) dari Rp12.189/USD di 31 Desember 2013 ke level Rp12.440/USD.

Tekanan terhadap nilai tukar rupiah atas dolar AS khususnya terjadi pada triwulan IV tahun 2014. Kejadian ini dipengaruhi oleh beberapa hal di antaranya menguatnya dolar Amerika Serikat terhadap hampir seluruh mata uang berbagai negara sejalan dengan perbaikan ekonomi Amerika Serikat dan rencana kenaikan suku bunga Fed Fund Rate, melambatnya perekonomian global, serta perilaku investor yang menunggu proses peralihan pemerintahan. Bank Indonesia terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya sehingga dapat mendukung penyesuaian ekonomi secara terkendali. Di samping itu, koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia akan terus ditingkatkan dalam menjaga stabilitas ekonomi makro dan persepsi positif pasar terhadap perekonomian Indonesia.

Neraca Pembayaran Indonesia

Kinerja NPI tahun 2014 secara keseluruhan menunjukkan peningkatan yang signifikan. NPI 2014 mencatatkan surplus USD 15,2 miliar setelah sebelumnya mengalami defisit USD 7,3 miliar pada tahun 2013. Peningkatan ini didukung juga dengan menyusutnya defisit transaksi berjalan menjadi USD 26,2 miliar (2,95 persen PDB) jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar USD 29,1 miliar (3,18 persen PDB). Perbaikan ini bersumber dari kenaikan surplus neraca transaksi modal dan finansial serta neraca perdagangan non migas, seiring penurunan impor mengikuti pelemahan permintaan domestik. Meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial sebesar USD 43,6 miliar dari sebelumnya sebesar USD 22,00 miliar di tahun 2013 yang berasal dari aliran masuk investasi asing langsung (FDI) dan surplus investasi lain dari penarikan simpanan penduduk di luar negeri serta penarikan pinjaman LN korporasi. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya kepercayaan investor terhadap prospek pertumbuhan ekonomi indonesia. Kinerja perdagangan non migas mengalami perbaikan terutama karena tingginya permintaan minyak nabati dan ekspor manufaktur, sedangkan di sisi migas, defisit neraca perdagangan migas menyusut walaupun volume impor minyak meningkat, hal ini dikarenakan melemahnya harga minyak mentah dunia.

8,22 7,75 7,32 7,25 7,32 6,70 4,53 3,99 4,53 4,83 6,23 8,36 1,07 0,26 0,08 -0,02 0,16 0,43 0,93 0,47 0,27 0,47 1,50 2,46 -2 0 2 4 6 8 10

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Persen

Bulan

Inflasi Tahun 2014

y-o-y m-t-m

Catatan atas Laporan Keuangan -15- Sumber :Bank Indonesia

Grafik 5. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Triwulanan 2013-2014 Ekspor dan Impor

Tahun 2014

Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia periode Januari – Desember 2014 sebesar USD 176,29 miliar atau menurun 3,43 persen dibanding periode yang sama tahun 2013. Capaian ekspor ini terdiri dari ekspor non migas senilai USD 145,96 miliar atau turun 2,64 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya dan ekspor migas sebesar USD 30,33 miliar atau turun 7,05 persen dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan kinerja ekspor ditahun 2014 dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pelemahan permintaan global khususnya dari negara mitra dagang utama Indonesia yaitu Tiongkok dan Jepang serta strategi kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan nilai tambah ekspor minerba.

Selama periode Januari – Desember 2014 total impor mencapai 178,18 miliar atau turun 4,53 persen dibanding dengan periode yang sama tahun 2013. Capaian impor ini terdiri dari impor non migas senilai USD134,72 miliar atau turun 4,70 persen dan impor migas sebesar USD43,46 miliar atau turun 3,99 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai impor golongan barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 3,59 persen, 4,05 persen dan 7,07 persen. Perlambatan impor berasal dari penurunan impor barang konsumsi dan kontraksi impor barang modal serta bahan baku. Penurunan impor juga terkait dengan respons kebijakan dalam mengendalikan permintaan domestik dan kebijakan pemerintah dalam mengurangi ketergantungan terhadap barang impor. Tren perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan selama tahun 2012-2014 dapat dilihat pada grafik 6.

-6.007 -10.126-8.640 -4.342 -4.149 -8.939 -6.963 -6.181 37 8.697 4.578 8.698 6.968 13.872 14.731 7.794 -15.000 -10.000 -5.000 0 5.000 10.000 15.000 20.000 TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV 2013 2014 Ju ta U S D

Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 2013-2014

Transaksi Berjalan Transaksi Modal dan Finansial Neraca Keseluruhan

Catatan atas Laporan Keuangan -16- Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Semesteran 2012-2014 (Miliar USD)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 7. Perkembangan Ekspor, Impor dan Neraca Perdagangan Bulanan 2014 (Juta USD)

Cadangan Devisa Sepanjang Triwulan IV tahun 2014, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang dipengaruhi oleh perbaikan transaksi berjalan serta surplus transaksi modal dan finansial berhasil mendorong kenaikan cadangan devisa dari USD111,2 miliar pada triwulan III tahun 2014 menjadi USD111,86 miliar pada triwulan IV atau setara dengan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Peningkatan cadangan devisa merupakan refleksi daya tahan perekonomian nasional terhadap tekanan sektor eksternal.

0,08 -1,52 -3,34 -0,73 -1,17 -1,04 -4,0 -3,5 -3,0 -2,5 -2,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 82 84 86 88 90 92 94 96 98 Sem I 2012 Sem II 2012 Sem I 2013 Sem II 2013 Sem I 2014 Sem II 2014

Ekspor, Impor, Neraca Perdagangan Semesteran (USD Miliar)

Ekspor Impor Neraca Perdagangan -444 843 669 -1.963 53 -288 42 -312 -270 21 -426 187 -2.500 -2.000 -1.500 -1.000 -500 0 500 1.000 12.000 12.500 13.000 13.500 14.000 14.500 15.000 15.500 16.000 16.500

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Ekspor, Impor, Neraca Perdagangan Bulanan Tahun 2014 (Juta USD)

Catatan atas Laporan Keuangan -17- Sumber : Bank Indonesia

Grafik 8. Cadangan Devisa 2014 (Miliar USD)

BI Rate Pada bulan November dan Desember 2014, BI rate diputuskan berada di level 7,75 persen dimana dari Januari – Oktober 2014 BI rate sebesar 7,50 persen. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju sasaran 4±1 persen pada 2015 dan 2016 serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Berdasarkan UU mengenai Bank Indonesia, penetapan sasaran inflasi dilakukan oleh Pemerintah. Dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah dan Bank Indonesia, ditetapkan sasaran Inflasi untuk periode 2013 – 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%.

Suku Bunga Surat Berharga Negara (SBN)

Ketertarikan investor terhadap obligasi pemerintah masih tetap tinggi. Hal tersebut terlihat dari kepemilikan asing yang terus meningkat pada surat berharga negara (SBN) yang dapat diperdagangkan (tradable). Porsi kepemilikan asing pada SBN tradable pada 12 Desember 2014 tercatat mencapai 38,6 persen dengan nilai nominal sebesar Rp 470,0 triliun atau lebih tinggi dibanding posisinya pada akhir tahun 2013 yang mencapai 32,5 persen dengan nominal Rp323,9 triliun.

Suku Bunga SPN 3 Bulan

Berakhirnya stimulus moneter oleh The Fed pada Quantitative Easing (QE 3) pada akhir Oktober 2014 menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pergerakan tingkat suku bunga obligasi Pemerintah Indonesia. Tingkat obligasi pemerintah dengan tenor 5, 10, dan 30 tahun terlihat mengalami tekanan sejak pertengahan tahun 2013 dan terus berlanjut hingga tahun 2014. Selain faktor global, tingkat suku bunga obligasi pemerintah mengalami peningkatan yang disebabkan oleh tekanan yang bersumber dari faktor domestik seperti kenaikan laju inflasi. Tekanan terhadap tingkat suku bunga obligasi juga tercermin pada obligasi negara dengan tenor pendek, seperti Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan juga mengalami hal serupa. Meskipun demikian, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan pada Tahun 2014 masih dapat dikendalikan di tingkat 5,8 persen atau lebih rendah dibandingkan asumsi APBN- P 2014 sebesar 6,0 persen.

IHSG Perkembangan pasar saham domestik selama 2014 menunjukkan kinerja positif seiring dengan sentimen positif global dan perbaikan data ekonomi domestik. IHSG pada triwulan I 2014 mencapai level 4.768,28 (28 Maret 2014) atau naik 11,6% (qtq) dibandingkan level triwulan IV 2013 yang sebesar 4.274,18. Sedangkan pada triwulan II 2014 mencapai level 4.878,58 (30 Juni 2014) atau naik 2,3% (qtq) dibandingkan triwulan I 2014. Pada Triwulan III 2014 mencapai level 5.137,58 (30 September 2014) atau naik 5,3% (qtq) dibandingkan

102.59 107.68 111.16 111.86 96 98 100 102 104 106 108 110 112 114 Tw I Tw II Tw III Tw IV

Dokumen terkait