• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan I.5: Model Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn d.Karakteristik agen pelaksana

F. Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan PERDA Kota tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera

I. 5. 5 Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok

I. 5. 5. 1 Latar Belakang & Dasar Hukum Pemberlakuan KTR

Dalam rangka menciptakan tujuan pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Telah secara tegas dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Bab II Pasal 3. Sehingga kesehatan itu sangatlah penting bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Maka dengan disemangati oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ini, pemerintah juga telah menerbitkan PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan. Dimana PP ini melakukan penyelenggaraan pengamanan penggunaan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

Adapun yang menjadi dasar hukum pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok adalah sebagai berikut:

1. UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

a. Pasal 10 yaitu setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial. b. Pasal 11 setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,

mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.

c. Pasal 113 ayat 1 dan 2. Ayat 1 tentang pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. Ayat 2 yaitu zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang

mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

2. PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

3. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang kawasan bebas rokok pada sarana kesehatan.

4. Instruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 4/U/1997 tentang lingkungan sekolah bebas rokok.

5. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No. 188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok. a. Pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas

pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan. Ayat 2 menyatakan bahwa pimpinan atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menetapkan dan menerapkan KTR.

b. Pasal 4 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum dilarang menyediakan tempat khusus untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap rokok hingga batas terluar.

c. Pasal 5 ayat 1 menyatakan bahwa KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tempat kerja dan tempat umum dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok.

6. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

7. Peraturan Walikota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

I. 5. 5. 2 Defenisi dan Ruang Lingkup KTR

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.31

Adapun Ruang lingkup dari KTR ini meliputi:32

a. hak dan kewajiban;

b. KTR, antara lain: fasilitas pelayanan kesehatan; tempat proses belajar mengajar; tempat anak bermain; tempat ibadah; angkutan umum; tempat kerja; dan tempat umum.

c. pengendalian iklan produk rokok di media luar ruang; d. sponsor untuk produk rokok;

e. tanggung jawab sosial perusahaan untuk produk rokok;

31

Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok, Bab I, Pasal 1 ayat 9. hal. 4

32

f. kewajiban dan larangan; g. mekanisme peneguran; h. peran serta masyarakat; i. pembinaan dan pengawasan; j. penyidikan;

k. sanksi administratif; dan l. ketentuan pidana.

I. 5. 5. 3 Pembinaan dan Pengawasan KTR

1. Pembinaan

Pembinaan KTR dilaksanakan oleh SKPD, yang dijelaskan dalam pasal-pasal berikut:33

1. Pasal 33: ayat 1, Pembinaan KTR dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan tempat yang dinyatakan sebagai KTR. Ayat 2, SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan melakukan pembinaan terhadap KTR fasilitas pelayanan kesehatan;

33

b. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pendidikan melakukan pembinaan KTR tempat proses belajar mengajar dan tempat anak bermain dan/atau berkumpulnya anak-anak;

c. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang sosial melakukan pembinaan terhadap KTR tempat ibadah;

d. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang perhubungan melakukan pembinaan terhadap KTR angkutan umum;

e. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang olahraga melakukan pembinaan terhadap KTR fasilitas olahraga;

f. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang ketenagakerjaan melakukan pembinaan KTR tempat kerja;

g. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pariwisata dan bidang perhubungan melakukan pembinaan KTR tempat umum;

h. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang ketertiban umum melakukan pembinaan seluruh KTR; dan

i. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pertamanan melakukan pembinaan KTR di kawasan pertamanan atau tempat lain yang menjadi tanggung jawabnya. Ayat 3, Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah.

2. Pasal 34, Pembinaan pelaksanaan KTR dilaksanakan oleh SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) sesuai bidang tugasnya dan/atau wewenangnya di bawah koordinasi Dinas Kesehatan.

3. Pasal 35, Pembinaan pelaksanaan KTR, berupa: a. penyadaran, bimbingan, dan/atau penyuluhan; b. pemberdayaan masyarakat; dan c. menyiapkan petunjuk teknis.

4. Pasal 36, Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dapat dilakukan oleh:

a. masing-masing SKPD dengan melaksanakan berbagai kegiatan pembinaan dalam rangka pembinaan pelaksanaa KTR; dan

b. bekerja sama dengan masyarakat, badan atau lembaga dan/atau organisasi kemasyarakatan.

2. Pengawasan

Dalam melakukan pengawasan, SKPD dapat melibatkan masyarakat, badan atau lembaga dan/atau organisasi kemasyarakatan dalam melakukan pengawasan pelaksanaan KTR seperti yang dijelaskan oleh pasal-pasal berikut:34

1. Pasal 37, SKPD dapat melibatkan masyarakat, badan atau lembaga dan/atau organisasi kemasyarakatan melakukan pengawasan pelaksanaan KTR.

2. Pasal 38, ayat 1, Pengawasan KTR dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan tempat yang dinyatakan sebagai KTR. Ayat 2, SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan melakukan pengawasan terhadap KTR fasilitas pelayanan kesehatan;

34

b. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pendidikan melakukan pengawasan terhadap KTR tempat proses belajar mengajar dan tempat anak bermain dan/atau berkumpulnya anak-anak;

c. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang sosial melakukan pengawasan terhadap KTR tempat ibadah;

d. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang perhubungan melakukan pengawasan terhadap KTR angkutan umum;

e. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang olahraga melakukan pengawasan terhadap KTR fasilitas olahraga;

f. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang ketenagakerjaan melakukan pengawasan KTR di tempat kerja;

g. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pariwisata dan bidang perhubungan melakukan pengawasan KTR di tempat umum;

h. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang ketertiban umum melakukan pengawasan seluruh KTR; dan

i. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya di bidang pertamanan melakukan pengawasan KTR di kawasan pertamanan atau tempat lain yang menjadi tanggung jawabnya. Ayat 3, Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaporkan oleh masing-masing instansi sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah paling lambat 6 (enam) bulan.

3. Pasal 39, ayat 1, Pengelola, pemimpin dan/atau penanggung jawab KTR wajib melakukan inspeksi dan pengawasan di KTR yang menjadi tanggung jawabnya. Ayat 2, Pengelola, pimpinan dan/atau penanggung jawab KTR harus melaporkan hasil inspeksi dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada SKPD terkait paling lambat 6 (enam) bulan sekali.

I. 6 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial.35

1. Kebijakan Publik menurut James Anderson merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.

Selain itu, tujuan adanya konsep adalah untuk mendapatkan batasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti. Maka untuk mendapatkan batasan yang jelas, defenisi konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

36

2. Implementasi kebijakan publik menurut William N Dunn merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan tahapan kebijakan. Suatu program kebijakan

Kebijakan publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

35 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survei. (Jakarta: LP3ES, 1995), hal. 33

36

hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasi sumber daya finansial dan manusia.37

Adapun variabel yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan dalam penelitian ini diambil dari model implementasi kebijakan George C. Edwards III dan Donald S. Van Meter dan Van Horn, yakni:

Maka implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

5. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik

3. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.

37 William N. Dunn, Analisa Kebijakan Publik. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998), hal. 24-25

I. 7 Operasionalisasi Konsep

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah dalam mengumpulkan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara, yaitu:

1. Komunikasi

a. Intensitas sosialisasi antar bagian dalam organisasi Dinas Kesehatan kota Medan terhadap pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kota Medan. b. Intensitas sosialisasi kepada SKPD kota Medan dan masyarakat kota Medan

tentang kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kota Medan. c. Penyampaian informasi tentang Kawasan Tanpa Rokok. 2. Sumber Daya

a. Ketersediaan sumber daya manusia/aparatur.

b. Ketersediaan dana (financial) dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok. c. Ketersediaan fasilitas (sarana dan prasarana).

d. Kemampuan dan kinerja sumber daya manusia dalam pelaksanaan kebijakan. 3. Disposisi

a. Persepsi implementor terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kota Medan.

b. Respon implementor terhadap pelaksanaan kebijakan Peraturan Daerah kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

c. Tindakan implementor kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kota Medan. 4. Struktur Birokrasi

a. Pembentukan struktur organisasi yang berkaitan dengan pengelompokan kerja masing-masing pelaksana.

b. Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pelaksanaan Peraturan Daerah kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok.

5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

a. Karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok.

b. Kondisi ekonomi masyarakat dengan perilaku merokok.

c. Apakah elit politik mendukung implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok.

d. Sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberi dukungan bagi implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok.

1. 8 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan.

Dokumen terkait