• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis : Yudo Pramudyanto, S.T, M.T. (Auditor Muda pada Inspektorat I)

pencampuran:

a. Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) ter-tentu; dan

b. Jenis Bahan Bakar Minyak Umum, dan diselenggarakan dengan periode seti-ap 12 (dua belas) bulan, dimulai bulan Jan-uari dan proses persiapan pengadaannya paling lambat 90 (sembilan puluh) hari se-belum periode pengadaan.

Ditegaskan dalam Permen ESDM ini, Dir-jen Migas menyampaikan Badan Usaha BBM yang akan melaksanakan pengadaan BBN Jenis Biodiesel dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit yang disebut Badan Pengelola Dana kepada Dirjen EBTKE Ke-menterian ESDM.

Selanjutnya, setelah melalui verifikasi dari Tim Evaluasi Pengadaan BBN Jenis Bio-diesel, Menteri akan menetapkan daftar Badan Usaha BBM dan Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel beserta alokasi volume BBN Jenis Biodiesel untuk masing-masing Badan Usaha BBM sebagaimana dimak-sud Pasal 10 ayat (10b): “Badan Usaha

BBN Jenis Biodiesel yang telah mendapa-tkan penetapan wajib menyalurkan BBN Jenis Biodiesel kepada Badan Usaha BBM sesuai dengan: a. alokasi volume BBN Je-nis Biodiesel; dan b. waktu dan spesifikasi BBN Jenis Biodiesel yang disepakati dalam kontrak,”

Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel yang tel-ah menandatangani kontrak dengan Badan Usaha BBM dan telah menyalurkan BBN Jenis Biodiesel, menurut Permen ESDM ini, berhak memperoleh Dana Pembiayaan Biodiesel dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit sebagaimana dimaksud Pasal 15: “Pembayaran Dana Pembiayaan

Biodiesel kepada Badan Usaha BBN Jenis Biodiesel sebagaimana dimaksud

dilaku-kan paling lambat setiap 1 (satu) bulan setelah Badan Pengelola Dana meneri-ma hasil verifikasi,”

Di Bulan Oktober 2018, Kementerian ESDM juga menerbitkan Permen ESDM Nomor 45 tahun 2018 sebagai beruba-han Permen ESDM Nomor 41 Tahun 2018 dengan mengubah/menambah-kan beberapa ketentuan yaitu:

1. Ketentuan Pasal 14 ayat (5) dirubah menjadi ”Dalam rangka perhitungan

selisih kurang antara harga indeks padar Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Minyak Umum dengan harga Indeks pasar BBN Jenis Biodiesel dilaku-kan setiap bulan.”

2. Ketentuan Pasal 26 ditambahkan 2 huruf baru yaitu dengan huruf c dan huruf d sehingga berbunyi sebagai berikut:

c. Verifikasi dalam rangka memper-oleh Dana Pembiayaan Biodies-el untuk penyaluran BBN Jenis Biodiesel sampai dengan bulan Agustus 2018 dilakukan oleh Menteri melalui Dirjen EBTKE; dan

d. Harga indeks pasar BBM Jenis Minyak Solar dalam rangka per-hitungan selisih kurang antara harga indeks pasar BBM Jenis Minyak Solar dengan harga in-deks pasar BBN Jenis Biodiesel yang ditetapkan sebelum Pera-turan Menteri ini ditetapkan se-belum Peraturan Menteri ini tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya habis.

Ditegaskan dalam Permen ESDM ini, Badan Usaha BBM yang tidak melakukan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) Jenis Biodiesel dengan BBM jenis Minyak Solar dikenai sank-si administratif berupa denda sebesar Rp6.000,00 per liter volume BBN Jenis Biodiesel yang wajib dicampur, dan/ atau pencabutan izin usaha. Saksi administratif sebagaimana dimaksud, menurut Permen ini, ditetapkan oleh Menteri melalui Dirjen Migas.

Dalam hal terjadi peningkatan pen-jualan BBM jenis minyak solar, menurut Permen ini, alokasi volume BBN Jenis Biodiesel yang telah ditetapkan oleh Menteri dapat disesuaikan.

Terkait terbitnya Peraturan Menteri ESDM ini, maka periode pelaksanaan pengadaan BBN Jenis Biodiesel oleh PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo Tbk dalam kerangka dana pembiayaan Biodiesel untuk bulan Mei sampai dengan Oktober 2018, dise-suaikan menjadi periode bulan Mei 2018 sampai dengan Desember 2018. C. Kendala

Dalam pelaksanaan Program B20, hingga saat ini masih banyak ditemu-kan kendala seperti:

a. Resistensi End User.

· Masih adanya resistensi dari

end user seperti moda angkutan

kapal dan pertambangan. b. Pasokan Biodiesel

· Sebaran BU BBN Biodiesel tidak merata karena saat ini pabrik Biodiesel lebih banyak berada di Indonesia bagian barat.

c. Logistik Pengiriman

· Adanya permasalahan moda transportasi (terbatasnya kapal pengangkut) dan metode

trans-portasi (double handling dalam pengiriman).

d. Infrastruktur

· Adanya keterbatasan sarana dan fasilitas di TBBM.

Program B20 merupakan Program Man-datori dari Pemerintah yang perlu diawasi pelaksanaannya. Diperlukan peran serta APIP lintas Inspektorat yang intensif dalam melakukan pengawasan mulai dari hulu sampai hilir mengingat banyaknya unit ter-kait yang terlibat dalam pelaksanaannya program ini seperti Ditjen EBTKE, DItjen Migas dan Badan Pengelola Dana Perke-bunan Kepala Sawit.

Sumber Pustaka:

1. Perpres Nomor 61 Tahun 2015 se-bagaimana diubah terakhir dengan Per-pres 66 Tahun 2018.

2. Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008 sebagaimana diubah terkahir dengan Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015 3. Permen ESDM Nomor 41 Tahun 2018

sebagaimana diubah dengan Permen ESDM Nomor 45 tahun 2018.

4. h t t p : / / e b t k e . e s d m . g o . i d / post/2018/08/31/2009/faq.program. mandatori.b20

A

rti harfiah dari whistleblower adalah peniup peluit. Tentu yang dimak-sud disini bukan sekedar peniup peluit biasa, melainkan seseorang yang menyampaikan sesuatu yang diduga mer-upakan pelanggaran yang terjadi di organ-isasi tertentu. Organorgan-isasi bisa merupakan pemerintahaan, swasta maupun organisa-si nirlaba. Whistleblower sendiri bisa mer-upakan pegawai secara umum, namun bisa juga merupakan auditor ataupun pegawai pengawasan/risk management lainnya. Pengungkapan informasi dapat dilakukan kepada otoritas tertinggi perusahaan dan dapat juga dibuka ke public. Penyapaikan ke public ini dapat dilakukan melalui media massa. Informasi pelanggaran dapat beru-pa perilaku korupsi, fraud, penganinyaan, pelecehan ataupun tindakan pelanggaran hukum dan etikan lainnya. Defisnisi ini dikemukakan oleh https://economictimes. indiatimes.com/definition/Whistleblower Pertanyaan mendasarnya adalah menga-pa dibutuhkan wistleblower? Bukankan su-dah ada pengawas internal dan pengawas eksternal yang mengawasi? Jawabann-ya adalah karena sebaik-baiknJawabann-ya kualitas pengawasan, tidak pernah bisa memas-tikan tidak adanya pelanggaran. Internal audit membantu organisasi membentuk “reasonable assurance” bukannya “abso-lute assurance”. Saat pelanggaran terjadi bisa saja ditutupi dengan persekongkolan tingkat tinggi, sehingga sangat sulit dilacak oleh pihak pengawas. Pihak-pihak yang mengetahui pelanggaran tersebut adalah para perlaku pelanggaran (Pelaku), atau orang yang berada disekitar terjadinya pe-langgaran (Saksi), sehingga bisa mencium atau melihat pelanggaran tersebut.

Sebagian dari Pelaku atau Saksi sebe-narnya tidak setuju dengan pelanggaran yang terjadi, namun dia tidak memiliki

ke-WHISTLEBLOWER

“Tulisan ini tersinspirasi dari

Dokumen terkait