• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM RANTAI PASOKAN INDUSTRI PERBERSAN DENGAN PENDEKATAN SYSTEM

Dalam dokumen Modul Sistem Agribisnis (Halaman 175-185)

DYNAMICS

Beras merupakan komoditas pangan strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Dinamika yang terjadi pada sisi produksi dan sisi konsumen menyebabkan berbagai persoalan klasik muncul dalam industri perberasan di Indonesia. Setiap tahun terjadi kelebihan produksi sebagai akibat panen raya yang terjadi di sentra produksi, hal tersebut menyebabkan petani selaku produsen menerima pendapatan yang berkurang karena harga gabah yang menurun. Persoalan yang sama dihadapi juga oleh pelaku lain dalam industri perberasan, seperti pedagang perantara gabah, industri penggilingan dan pedagang beras. Dalam waktu yang lain, industri perberasan mengalami persoalan kelangkaan beras yang mengakibatkan konsumen harus membayar lebih mahal. Kelangkaan beras tersebut terjadi karena terjadinya kekurangan pasokan gabah dan beras dari sentra produksi. Persoalan-persoalan tersebut selalu berulang setiap tahunnya dan seperti tidak pernah teratasi dengan berbagai kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah.

Kebijakan pemerintah dalam pengembangan industri perberasan terfokus pada aspek peningkatan efisiensi dan produktivitas sistem produksi/budidaya padi. Efisiensi sistem produksi padi tersebut dilakukan dengan menerapkan program peningkatan mutu intensifikasi, sistem usahatani terpadu padi dan ternak, introduksi benih/varietas baru dan program sejenis lainnya. Secara prinsip, program-program industri perberasan hanya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas padi dan indeks pertanaman sehingga ketersediaan beras menjadi meningkat dan konsumen dapat mengkonsumsi beras dengan harga yang murah. Perumusan dan implementasi kebijakan industri perberasan harus bersifat menyeluruh atau sistemik dengan ruang lingkup terpaan kebijakan dari hulu sampai hilir. Dengan kata lain, harus meliputi seluruh jaringan rantai pasokan industri perberasan yang setidaknya terdiri atas lima level, yaitu level petani yang melakukan budidaya padi di persawahan dan ladang, pedagang perantara gabah

(bandar/tengkulak), penggilingan beras, pedagang beras di sentra produksi dan pedagang beras di pasar induk perkotaan.

Struktur Dasar Manajemen Rantai Pasokan Beras

Manajemen rantai pasokan industri perberasan di Kabupaten Bandung merupakan suatu siklus tertutup yang terdiri atas umpan balik aliran material berupa gabah, beras, uang dan aliran informasi berupa permintaan yang terjadi pada interaksi pelaku industri perberasan dari mulai petani sampai dengan pedagang beras di pasar induk di Bandung dan Jakarta. Setiap aliran material dan informasi yang terjadi merupakan hasil keputusan yang dilakukan oleh setiap pelaku industri perberasan (Gambar 11).

Petani akan mengirim gabah yang dimilikinya kepada pedagang pengumpul sehingga gabah yang dimilikinya akan berkurang. Demikian pula fenomena yang sama terjadi pada rangkaian pelaku industri perberasan lainnya, seperti penggilingan beras menjual beras kepada pedagang beras yang berada di pasar induk yang terdapat di Bandung dan Jakarta. Keputusan penjualan tersebut secara langsung akan mengurangi persediaan beras yang dimiliki penggilingan beras. Pada setiap fenomena keputusan yang terjadi pada setiap level pelaku terdapat struktur umpan balik negatif (negative feedback loop) yang akan menghasilkan perilaku yang menuju keseimbangan (balanced) atau mengarah pada pencapaian tujuan (goal seeking).

Gabah di

Petani PedagangGabah di

Produksi Padi + + -Gabah di Penggilingan Beras di Penggilingan Beras di Pedagang + -+ -+ -Penjualan Beras -Permintaan Beras + + Harga Beras + -Keinginan Petani untuk Menanam Padi + +

Setiap pelaku industri perberasan memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan yang ingin diperolehnya. Hal tersebut menimbulkan konflik tujuan yang secara terwujud dalam keinginan setiap pelaku yang ingin menjual sebanyak-banyak produk yang dihasilkan dengan harga yang setinggi-tingginya. Namun hal tersebut tidak terjadi karena adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, seperti modal dan permintaan pasar yang diterima. Hal tersebut, menimbulkan keputusan kompromistik berupa penyesuaian-penyesuaian material dan informasi pada saat interaksi terjadi diantara mereka. Dengan demikian timbul dinamika aliran material, dan informasi pada rantai pasokan beras atau lebih dikenal dengan oscillation atau bullwhip effect (Sterman, 2000).

Selain itu, masih terdapat umpan balik negatif yang muncul dari hubungan kausal antara petani sebagai pengambil keputusan dalam produksi padi dengan pasar yang dicerminkan dengan harga beras. Peningkatan harga beras mendorong peningkatan keinginan petani untuk menanam padi. Keinginan tersebut dilaksanakan dengan menanam padi yang akan meningkatkan produksi padi. Meningkatnya produksi padi mengakibatkan ketersediaan gabah meningkat sehingga volume penjualan gabah di pedagang pengumpul dan penggilingan menjadi meningkat. Peningkatan pembelian gabah di penggilingan mengakibatkan jumlah produksi beras meningkat sehingga volume beras yang diperdagangkan di level pedangang beras menjadi meningkat. Volume perdagangan beras yang meningkat tersebut akan menekan atau menurunkan harga beras yang terjadi di pasaran. Harga beras yang turun tersebut membuat gairah petani untuk menanam padi menjadi menurun dan hal tersebut berlanjut pada menurunnya volume perdagangan gabah dan beras. Tanpa ada struktur keputusan yang baru maka fenomena tersebut akan selalu terus berulang dan bersifat menuju keseimbangan.

Struktur dasar pembentuk manajemen rantai pasokan beras di kabupaten Bandung. Kedua struktur dasar tersebut adalah struktur dasar aliran beras dan struktur dasar aliran uang. Dalam struktur aliran beras, secara implisit terdapat struktur dasar aliran informasi berupa order/demand pada setiap level pelaku (Gambar 12,13 dan 14).

GKP di Petani Pengeringan GKP di Petani GKS di Petani Pertambahan GKS di Petani Produksi GKP GKS di Pedagang Pengumpul GKS di Bandar Transaksi 1 Transaksi 2 Transaksi 3 GKG di Pemilik RMU GKG di Pedagang Beras Transaksi 4 Transaksi 5 Penggilingan oleh Pemilik RMU Penggilingan oleh Pedangan Beras GKS di Pemilik RMU GKS di Pedagang Beras Pengeringan RMU Pengeringan Ped Beras Waktu pengeringan fraksi konversi GKP-GKS Lama Penjemuran waktu penggilingan di Pemilik RMU waktu penggilingan di Pedg Beras konversi padi ke GKP Produksi Beras PK Kab Bandung Produk Sampingan Penawaran GKS Petani <Dayabeli Ped Peng> <Dayabeli

Bandar> Pemilik RMU><Dayabeli

<Dayabeli Pdg Beras> Produktivitas

Padi per Musim

Luas Panen Efek Stok Beras di Bdr Penawaran GKS di Pdg Peng

Gambar 12. Struktur Dasar Aliran Beras

Gambar 12 menunjukkan struktur dasar aliran beras dari level petani, bandar, RMU (penggilingan beras) dan pedagang beras. Berawal dari produksi padi di level petani yang dilanjutkan dengan proses penjemuran petani yang menghasilkan akumulasi gabah kering simpan (GKS) yang diap dijual oleh petani. Persediaan GKS petani berkurang karena adanya penjualan kepada pedagang pengumpul dan atau bandar. Petani secara rasional memilih target pembeli berdasarkan harga jual tertinggi GKS yang akan diterima serta adanya pertimbangan sosial berupa hubungan emosional dengan para pelaku pasar. Para pedagang pengumpul dan bandar akan melakukan jumlah pembelian sesuai dengan daya beli yang mereka miliki. Daya beli tersebut ditentukan oleh fakor ketersediaan uang tunai yang dimiliki setiap pelaku usaha.

Para pedagang pengumpul tidak melakukan transaksi secara langsung dengan pemilik RMU, melainkan mereka melakukan transaksi dengan bandar. Selanjutnya GKS yang terakumulasi di bandar akan dijual kepada pemilik RMU untuk diolah menjadi beras atau dijual kepada pedagang beras. Pedagang beras akan melakukan makloon atau memanfaatkan jasa penggilingan beras untuk mengolah GKG yang dimiliki oleh mereka.

Dalam Gambar 13 terlihat bahwa produksi beras di Kabupaten Bandung merupakan akumulasi hasil proses penggilingan yang dilakukan oleh pemilik RMU dan pedagang beras. Beras tersebut selanjutnya akan dijual ke pedagang beras di kota Bandung dan Jakarta (terutama pasar induk Cipinang). Setiap transaksi yang terjadi sejak level petani sampai dengan pedagang beras di pasar induk daerah perkotaan akan membentuk umpan balik negatif sehingga menghasilkan proses menuju keseimbangan (balancing process) ketersediaan gabah atau beras. Proses tersebut akan selalu berulang karena tidak adanya struktur keputusan baru berupa inovasi produk, proses ataupun kelembagaan. Kondisi tersebut yang menyebabkan fenomena kelangkaan dan kelebihan beras selalu berulang, seolah-olah tidak terselesaikan seperti lingkaran setan (virtuous and viscious cycle).

Fenomena kelangkaan atau kelebihan pasokan beras selalu direspons (diintervensi) oleh pemerintah pusat dan daerah dengan cara merubah parameter keputusan berupa tambahan atau pengurangan aliran beras di masyarakat dengan cara melakukan operasi pasar oleh bulog/dolog setempat. Perubahan perilaku yang dihasilkan oleh intervensi tersebut hanya bersifat sesaat karena tidak adanya struktur keputusan baru yang mampu mengatasi fenomena tersebut secara permanen atau berkelanjutan.

Beras di Kab Bandung Produksi Beras Putih Kab Bandung Beras di Pasar Bandung Beras di Pasar Cipinang Transaksi dg Konsumen Bdg Transaksi dg Konsumen Jkt Beras utk Bandung Beras utk Jakarta Alokasi Beras utk Bdg Alokasi Beras utk Jkt Pasokan ke Bdg Pasokan ke Jkt waktu pasokan ke Bdg fraksi beras bagus utk Jkt Keluaran Beras Menir fraksi menir Permintaan Konsumen Bdg Aktual Permintaan Konsumen Jkt Aktual waktu pasokan ke Jkt

Efek Stok Beras di Pasar Bdg

Efek Stok Beras di Pasar Jkt

<Produksi Beras PK Kab Bandung>

Satu hal yang sering terabaikan dalam keputusan manajemen rantai pasokan beras adalah struktur aliran uang yang terjadi di para pelaku perberasan di Kabupaten Bandung. Aliran uang merupakan hasil umpan balik dari aliran beras yang terjadi. Uang merupakan sumberdaya yang terbatas sehingga menentukan jumlah aliran beras yang terjadi (Gambar 14).

Struktur dasar aliran uang yang terjadi pada sistem rantai pasokan beras di Kabupaten Bandung merupakan interaksi dari kas (persediaan uang) pada setiap level pelaku yang terlibat, keputusan jumlah pembelian gabah atau beras serta pendapatan yang diterima dari proses transaksi yang terjadi antara satu pelaku dengan pelaku yang lain. Ketersediaan kas yang dimiliki oleh setiap pelaku dan permintaan pasar akan menentukan daya beli untuk pengadaan gabah ataupun beras. Jumlah kas yang bertambah akan meningkatkan daya beli yang akan meningkatkan jumlah pembelian gabah atau beras. Sebaliknya, semakin bertambah jumlah pembelian gabah atau beras akan mengurangi jumlah kas yang tersedia. Perilaku dari struktur keputusan dan fisik tersebut akan menuju kepada keseimbangan dan apabila tidak ada struktur baru akan mengakibatkan fenomena yang berulang.

Kelancaran aliran kas pada sistem rantai pasokan beras yang ditentukan oleh ketersediaan kas akan tertekan atau terganggu apabila terjadi perubahan parameter keputusan seperti meningkatnya jumlah peredaran gabah atau beras karena musim panen raya. Fenomena panen raya tersebut mengakibatkan para pelaku pasar berhadapan dengan dua alternatif keputusan, yaitu : membeli dengan harga yang sama dalam jumlah yang lebih banyak tapi menunda pembayaran atau membeli lebih banyak dengan membayar secara tunai (seperti biasanya) tapi harganya lebih rendah. Secara rasional, para pelaku pasar akan memilih keputsan yang kedua, yaitu membeli lebih banyak secara tunai dengan harga yang lebih rendah. Kondisi tersebut akan ditransmisikan dari hulu sampai ke hilir atau dari gabah sampai ke beras. Fenomena tersebut yang selalu terjadi berulang pada sistem rantai pasokan beras di Kabupaten Bandung dan Indonesia.

Harga jual GKS di Petani Harga Penjualan Beras Putih di Pedagang Beras Harga Penjualan Beras Putih++ di Pemilik RMU

Harga Penjualan Beras Putih di Pasar Bandung

<Transaksi 1> <Transaksi 2> <Transaksi 3> <Transak si 4> <Transaksi 5> <Penggilingan oleh Pedangan Beras> <Penggilingan oleh Pemilik RMU> <Transaksi dg Konsumen Bdg> <Transaksi dg Konsumen Jkt>

Harga Penjualan Beras Putih di Pasar Jakarta Kas di Petani Kas di Pedagang Pengumpul Kas di Bandar Kas Penjualan Beras Baru Kas di Pedagang Bandung Kas di Pedagang Jakarta Kas di Pemilik RMU Kas di Pedagang Beras Pengeluaran Petani Cashflow 1 Cashflow 2 Cashflow 3 Cashflow 4 Cashflow 5 Casflow 6 Cashflow 7 Revenue di Bandung Revenue Pdg di Jakarta <Alokasi Beras utk Bdg> <Alokasi Beras utk Jkt> Cashflow 8 Cashflow 9 Harga Menir Pemasukan dr Produk Sampingan Harga Produk Sampingan <Keluaran Beras Menir> <Produk Sampingan> Keuntungan Petani Keuntungan Pedagang Pengumpul Keuntungan Bandar Keuntungan Pedagang Beras Keuntungan Pemilik RMU Keuntungan Pedagang Bandung Keuntungan Pedagang Jakarta Harga jual GKS di Petani Awal <Efek Stok thd Harga GKS di Petani> Harga jual GKS di Pedagang Pengumpul

Harga Penjualan Beras Putih++ di Pemilik

RMU-Awal

Gambar 14. Struktur Dasar Aliran Uang

Simulasi Strategi Pengembangan Sistem Rantai Pasokan Industri Perberasan

Bagian ini merupakan pengembangan dari struktur dasar aliran beras dan aliran uang pada sistem rantasi pasokan industri perberasan di Kabupaten Bandung. Kedua struktur dasar (aliran beras dan uang) di atas dikembangkan menjadi stock and flow diagram yang selanjutnya dikembangkan menjadi model simulasi dengan menggunakan perangkat lunak (software) Vensim 5.7. Model simulasi dikembangkan berdasarkan level pelaku yang terlibat, yaitu : petani, pedagang pengumpul, bandar, pedagang beras, pemilik RMU, agregat Kabupaten Bandung, pedagang beras Jakarta dan pedagang beras Bandung (Lampiran).

Dalam model simulasi pada setiap level pelaku tersebut dilakukan integrasi aliran fisik berupa aliran beras dan uang serta aliran informasi berupa permintaan (order). Berdasarkan model integrasi tersebut dilakukan simulasi

dengan merubah parameter yang mencerminkan adanya kebijakan peningkatan produksi beras yang seringkali diterapkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bandung selaku pemegang otoritas teknis produksi padi dan beras di Kabupaten Bandung.

Strategi produksi yang biasa dilakukan pemerintah pusat dan dinas pertanian Kabupaten Bandung dalam sistem rantai pasokan inudstri perberasan di Kabuapten Bandung adalah peningkatan produktivitas dan perubahan jumlah musim tanaman (indeks pertanaman). Peningkatan produktivitas dilakukan dengan cara perubahan teknologi budidaya baik perubahan komponen teknologi maupun dan model teknologi. Komponen teknologi yang diterapkan adalah perubahan penggunaan varietas, penggunaan pupul organik, pengendalian hama dan penyakit, cara penanaman dan komponen teknologi lainnya yang diaplikasikan secara terpisah. Sedangkan model teknologi merupakan keterpaduan dari beberapa komponen teknologi yang didifusikan kepada petani secara bersamaan, seperti sistem usahatani terpadu, integrasi pasi dan ternak dan beberapa yang lainnya.

Berdasarkan penerapan strategi produksi tersebut dilakukan simulasi atas struktur keputusan dan struktur fisik kondisi aktual dari sistem rantai pasokan beras di Kabupaten Bandung. Simulasi akan dilakukan dengan dengan cara melakukan perubahan produktivitas padi dan perubahan jumlah musim tanam.

Perubahan Produktivitas

Tinggi Step Waktu Step Perubahan Produktivitas 1 0.95 0.9 0.85 0.8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Time (Year)

Perubahan Produktivitas : Current Dmnl

Perubahan Jml Musim Tanam Perubahan Jml Musim Tanam 4 3 2 1 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Time (Year)

Perubahan Jml Musim Tanam : Current Dmnl Tinggi Step1 Waktu Step1

Berdasarkan hasil simulasi tersebut, diperoleh hasil bahwa persediaan (stock) gabah di petani, pedagang pengumpul dan bandar meningkat. Demikian juga peningkatan tersebut terjadi pada persediaan (stock) beras di pemilik RMU, pedagang beras di Kabupaten Bandung, pedagang beras di perkotaan Jakarta dan Bandung (Gambar 6). Meningkatnya persediaan gabah dan beras tersebut disebabkan oleh semakin rendahnya harga gabah dan harga beras. Para pelaku indsutri perberasan secara rasional menahan diri untuk menjual gabah dan beras dalam kondisi harga yang rendah dan menyimpan gabah dan beras sebagai persediaan. Mereka akan menjual gabah dan beras pada saat yang tepat, yaitu pada saat harga gabah dan beras telah meningkat.

Gambar 16. Dinamika Persediaan (stock) dan Harga Gabah dan Beras Namun demikian, kenaikan produktifitas dan jumlah musim tanaman yang menyebabkan tidak semua pelaku industri perberasan yang terlibat memperoleh keuntungan dari usahanya. Petani sebagai pelaku industri perberasan di sektor hulu mengalami kerugian di awal peningkatan produksi, selanjutnya mengalami peningkatan yang dalam tertentu, kemudian mengalami penurunan secara tajam, selanjutnya secara perlahan mengalami peningkatan kembali namun masih dibawah keuntungan yang diterma sebelum strategi dan kebijakan produksi

tersebut diterapkan. Kecenderungan keuntungan yang diterima oleh pedagang pengumpul, bandar, pedagang beras dan pemilik RMU di sentra produksi memiliki kecenderungan perilaku yang sama, yakni keuntungan yang diterima tidak stabil serta keuntungan yang diterima lebih rendah dibandingkan pada saat sebelum strategi dan kebijakan produksi diterapkan. Kondisi tersebut berbeda dengan yang dialami pedagang beras di pasar induk perkotaan seperti Pasar Induk Ciping Jakarta dan beras Jakarta dan pedagang di pasar beras Bandung yang mengalami keuntungan dengan kecenderungan meningkat setalah mengalami penurunan sesaat (Gambar 7 ).

Berdasarkan dinamika persediaan gabah dan beras, harga gabah dan beras serta keuntungan setiap pelaku yang terlibat yang terlibat dalam rantai pasokan industri perberasan tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi peningkatan produksi yang sering dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak dapat dilakukan secara parsial tanpa memperhatikan insutrumen pengembangan rantai pasokan industri perberasan yang lain. Hal tersebut terjadi karena peningkatan produksi padi memerlukan peningkatan daya beli atau ketersediaan uang (kas) sedemikian rupa sehingga persediaan (stock) gabah dan beras dapat dibeli, dan rantai pasokan berjalan normal.

Strategi pengembangan rantai pasokan industri perberasan yang mampu menjamin ketersediaan beras yang cukup serta mampu menjamin kesejahteraan petani harus memadukan strategi produksi usahatani dan agroindustri beras, strategi pembiayaan yang mampu diakses oleh seluruh level pelaku usaha yang terlibat dalam rantai pasokan industri perberasan, strategi pengembangan sumberdaya manusia serta strategi pengelolan resiko usaha rantai pasokan beras secara simultan/berkesinambungan. Strategi yang terpadu tersebut perlu dilakukan karena manajemen rantai pasokan beras merupakan suatu sistem koordinasi aliran materi berupa gabah, beras, uang, fasilitas serta aliran informasi berupa order/permintaan, ide dan pengetahuan dan inovasi. Aspek utama yang perlu diperhatikan adalah suatu sistem pembelajaran pada seluruh level pelaku industri perberasan yang terlibat yang mampu menciptakan co-innovation agar menghasilkan daya saing dan kesejahteraan yang berkelanjutan. Dengan memperhatikan sistem pembelajaran tersebut, diharapkan juga dapat tercipta suatu sistem rantai pasokan industri perberasan yang berkeadilan yang dicirikan dengan tidak adan

MODEL MANAJEMEN LOGISTIK DALAM MENINGKATKAN

Dalam dokumen Modul Sistem Agribisnis (Halaman 175-185)