• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMITRAAN KONTRAK KERJA

Dalam dokumen Modul Sistem Agribisnis (Halaman 59-65)

Colin Kirk dalam White (1990) merumuskan Contract farming adalah suatu cara mengatur produksi pertanian dimana para petani kecil di beri kesempatan menyediakan produk pertanian untuk perusahaan inti sesuai dengan syarat yang telah ditentukan dalam perjanjian (contract). Perusahaan ini yang membeli hasil tersebut dapat menyediakan bimbingan teknis, kredit, input produksi, serta menangani pengolahan dan pemasaran.

Di Indonesia konsep contract farming dikenal dengan istilah kemitraan. Kementerian pertanian mendefinisikan kemitraan usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Selain itu, kemitraan dapat didefinisikan

sebagai upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing. Dengan demikian untuk membangun kemitraan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu persamaan perhatian, saling percaya dan saling menghormati, saling menyadari pentingnya kemitraan, ada kesepakatan misi, visi, tujuan dan nilai yang sama, berpijak pada landasan yang sama serta kesediaan untuk berkorban.

Adapun unsur-unsur kemitraan yaitu:

a. Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih.

b. Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut (equality).

c. Adanya keterbukaan atau trust relationship antara pihak-pihak tersebut (transparancy).

d. Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi manfaat (mutual benefit).

Tipe kemitraan yang banyak dilakukan di Indonesia terdiri dari dua tipe yaitu tipe disparsial dan tipe sinergis. Tipe disparsial merupakan pola hubungan antara pelaku usaha yang satu sama sekali tidak memiliki ikatan formal yang baik. Tipe ini dicirikan tidak ada hubungan antara organisasi fungsional diantara setiap tingkatan usaha hulu dan hilir, jaringan agribisnis hanya hanya terikat pada mekanisme pasar sedangkan antar pelakunya bersifat tidak langsung. Dalam tipe disparsial adanya ekspolitasi yang dilakukan pengusaha terhadap petani sehingga menyebabkan posisi tawar petani untuk produk yang dihasilkan menjadi rendah. Pihak pengusaha lebih kuat dari pihak produsen. Kesenjangan ini terjadi sebagi akibat dari informasi tentang mutu, harga dan tekhnologi dan akses permodalan tidak dikuasi oleh petani.

Tipe sinergis merupakan kemitraan yang berbasis pada kesadaran saling membutuhkan dan saling mendukung pada masing-masing pihak yang bermitra. Sinergi yang dimaksudkan saling menguntungkan dalam bentuk petani

menyediakan lahan, tenaga kerja, sarana sedangkan pihak pengusaha menyediakan modal, bimbingan teknis dalam hal ini tekhnologi dan sebagai penjamin pasar. Dalam tipe ini adanya kontrak (contract) kerja yang disepakati diantara pihak yang bermitra, adanya keterkaitan ini menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus di penuhi. Pada kenyataannya kemitraan pertanian memang bermanfaat dalam meningkatkan akses petani kecil ke pasar, modal dan tekhnologi serta mencegah terjadinya

diseconomics of scala.

Berdasarkan surat keputusan menteri pertanian tentang pedoman kemitraan usaha pertanian, pola kemitraan usaha petanian yang banyak diterapkan di Indonesiaadalah sebagai berikut :

1. Pola Kemitraan Inti plasma

Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah serta memasarkan hasil produksi. Kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari pola kemitraan inti plasma adalah terciptanya saling ketergantungan dan saling menguntungkan, tercipta peningkatan usaha, dapat mendorong perkembangan ekonomi.

Kelemahan :

1) Pihak Plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga kesepakatan yang telah ditetapkan berjalan kurang lancar.

2) Komitmen inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan oleh plasma.

3) Belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang perusahaan inti mempermainkan harga.

2. Pola Kemitraan Subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Pola subkontak ditandai adanya kesepakatan tentang kontak bersama yang mencakup; volume, harga, mutu, dan waktu. Pola subkontrak sangat bermanfaat juga kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan dan produktivitas serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra.

Kelemahan :

1) Hubungan subkontrak yang terjalin semakin lama cendrung mengisolasi produsen kecil dan mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama dalm penyedian bahan baku serta dalam hal pemasaran.

2) Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak , perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat, saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah.

3) Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tetapi tidak di imbangi dengan sistem pembayaran yang tepat.

3. Pola Kemitraan dagang umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi, Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan Agribisnis khususnya hortikultura yang tergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainya bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya.

Kelemahan:

1) Dalam praktiknya harga dan volume produksnya sering ditentukan secara sepihak oleh pengusaha mitra sehingga merugikan kelompok mitra.

2) Sistem perdagangan seringkali ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi.

3) Dalam sistem ini pembayaran barang –barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok mitra.

Keunggulan :

1) Kelompk mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Sedangkan perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen.

2) Keuntungan diperoleh dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjualbelikan , serta kualitas produk sesuia dengan kesepakatan pihak yang bermitra.

4. Pola Kemitraan Keagenan

Bentuk kemitraan terdiri atas pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberi hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Perusahaan besar bertanggungjawab atas mutu dan volume produk, sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk dan jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk.

Keunggulan : pola ini memungkinkan dilaksanakan oleh para pengusaha kecil yang kurang kuat modalnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi, Berbeda dengan pola dagang umum yang justru perusahaan besarlah yang kadang-kadang lebih banyak menangguk keuntungan dan kelompok mitra harus bermodal kuat.

Kelemahan : Usaha kecil mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen, usaha kecil sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target.

5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis

Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidaya suatu komoditas pertanian. Perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. Pola KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan resiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan.

Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti-plasma, pola KOA banyak ditemukan di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Kelemahan dari KAO adalah pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar sehingga dirasakan kurang adil oleh kelompok usaha kecil. Perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan kelompok usaha mitra.

6. Dagang Umum

Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar memasarkan produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya (Roy, 1967).

7. Waralaba

Pola waralaba merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi merek dan saluran distribusi perusahaan kepada usaha kecil penerima waralaba dengan disertai bantuan dan bimbingan manajemen. Pengaturan yang terinci mengenai kemitraan bisnis pola waralaba ini telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 26 Tahun 1997 tentang waralaba.

Di dalam peraturan pemerintah kemitraan sendiri terdapat pengaturan khusus tentang waralaba ini, antara lain dalam pasal 7 yang menentukan sebagai berikut :

a. Usaha besar dan atau usaha menengah yang bermaksud memperluas usahanya dengan memberi waralaba, memberikan kesempatan dan mendahulukan usaha kecil yang memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai penerima waralaba untuk usaha yang bersangkutan.

b. Perluasan usaha oleh usaha besar dan atau usaha menengah dengan cara waralaba di kabupaten atau kotamadya Daerah Tingkat II di luar ibukota propinsi hanya dapat dilakukan melalui kemitraan dengan usaha kecil.

8. Modal Ventura

Modal Ventura dapat didefinisikan dalam berbagai versi. Pada dasarnya berbagai macam definisi tersebut mengacu pada satu pengertian mengenai modal ventura yaitu suatu pembiayaan oleh suatu perusahaan pasangan usahanya yang prinsip pembiayaannya adalah penyertaan modal (Roy, 1967).

Meskipun prinsip dari modal ventura adalah “penyertaan” namun hal tersebut tidak berarti bahwa bentuk formal dari pembiayaannya selalu penyertaan. Bentuk pembiayaannya bisa saja obligasi atau bahkan pinjaman, namun obligasi atau pinjaman itu tidak sama dengan obligasi atau pinjaman biasa karena mempunyai sifat khusus yang pada intinya mempunyai syarat pengembalian dan balas jasa yang lebih lunak.

Dalam dokumen Modul Sistem Agribisnis (Halaman 59-65)