• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1. Air laut 2. Air hujan

2.4 Kebutuhan Air Bersih

Kebutuhan air bersih dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu kebutuhan domestik dan non domestik.

2.4.1 Kebutuhan Domestik

Kebutuhan domestik merupakan kebutuhan air yang digunakan untuk keperluan rumah tangga dan sambungan kran umum. Besar kebutuhan domestik yang diperlukan dihitung rerata kebutuhan air per satuan orang perhari. Kebutuhan air perorang perhari disesuaikan dengan dimana orang tersebut tinggal. Setiap kategori kota tertentu mempunyai kebutuhan akan air yang berbeda. Semakin besar kota maka tingkat kebutuhan air juga akan semakin besar.

Kebutuhan air bersih berdasarkan kategori kota dan jumlah penduduk dapat dilihat pada tabel 2.1.

II-6 Tabel 2. 1 Kebutuhan Air Bersih berdasarkan Kategori Kota dan Jumlah

Penduduk

N

O URAIAN

KATEGORI KOTA BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK (JIWA) Sumber : Petunjuk Teknis Perencanaan Rancangan Teknik Sistem Penyediaan Air

Minum vol VI, 1998, Dept. PU.

2.4.2 Kebutuhan Non Domestik

Kebutuhan non domestik merupakan kebutuhan air selain untuk keperluan rumah tangga dan sambungan kran umum, seperti penyediaan air untuk sarana sosial, tempat ibadah, sekolah, rumah sakit, asrama, dan juga untuk keperluan komersil seperti industri, hotel, perdagangan, serta untuk pelayanan jasa umum.

II-7 2.4.3 Fluktuasi Kebutuhan Air

Pada umumnya, masyarakat indonesia melakukan aktifitas penggunaan air pada pagi dan sore hari dengan konsumsi air yang lebih banyak daripada waktu waktu lainnya.

Dari keseluruhan aktifitas dan konsumsi sehari tersebut dapat diketahui pemakaian rata-rata air. Dengan memasukkan besarnya faktor kehilangan air ke dalam kebutuhan dasar, maka selanjutnya dapat disebut sebagai fluktuasi kebutuhan air. Dan di dalam distribusi air minum, tolak ukur yang digunakan dalam perencanaan maupun evaluasinya adalah kebutuhan air hari maksimum dan kebutuhan air jam maksimum dengan mengacu pada kebutuhan air rata-rata.

Pada umumnya kebutuhan air dibagi dalam tiga kelompok : 1. Kebutuhan rata - rata

Pemakaian air rata-rata menggunakan persamaan berikut:

π‘„β„Ž = 𝑄𝑑

𝑇 (2.1)

Dimana : Qh = Pemakaiaan air rata-rata (m3/jam) Qd = Pemakaian air rata-rata sehari (m3) T = Jangka waktu pemakaian (jam) 2. Kebutuhan harian maksimum

Kebutuhan air harian dengan menggunakan rumus:

Kebutuhan air per hari = Jumlah penduduk x kebutuhan rata-rata per hari (2.2) 3. Kebutuhan pada jam puncak

Kebutuhan harian maksimum dan jam puncak sangat diperlukan dalam perhitungan besarnya kebutuhan air baku, karena hal ini menyangkut kebutuhan pada hari-hari tertentu dan pada jam puncak pelayanan. Sehingga penting mempertimbangkan suatu nilai koefisien untuk keperluan tersebut. Kebutuhan air harian maksimum dan jam puncak dihitung berdasarkan kebutuhan dasar dan nilai kebocoran dengan pendekatan sebagai berikut :

Qh-max = C1 . Qh (2.3)

Dimana : C1 = Konstanta (1,2 – 2,0).

(Soufyan & Takeo, 2005)

II-8 2.5 Analisa Hidrolika Dalam Sistem Jaringan Distribusi Air Minum

2.5.1 Hukum Bernoulli

Aliran dalam pipa memiliki tiga macam energi yang bekerja didalamnya, yaitu : 1. Energi Ketinggian

2. Energi Tekanan 3. Energi Kecepatan

Hal tersebut dikenal dengan prinsip Bernulli bahwa energi total pada sebuah penampang pipa adalah jumlah energi kecepatan, energi tekanan dan energi ketinggian yang dapat ditulis sebagai berkut :

ETot = Energi ketinggian + Energi kecepatan + Energi Tekanan (2.4) ETot =

𝑧 +

P

𝛾𝑀

+

𝑉2

2g

(

2.5)

Dimana : P

𝛾𝑀 = tinggi tekan (m) 𝑉2

2g= tinggi energi (m) Z = elevasi (m) (Putra, 2012).

2.5.2 Hukum Kontinuitas

Pada aliran percabangan pipa juga berlaku hukum kontinuitas dimana debit yang masuk pada suatu pipa, sama dengan debit yang keluar pada pipa.

Q = A . V (2.6)

Dimana :

Q = debit yang mengalir pada suatu penampang pipa (m3/det) A = luas penampang (m2)

V = Kecepatan aliran (m/det) (Putra, 2012)

II-9 2.5.3 Kehilangan Tekanan (Headloss)

Kehilangan tinggi tekan dalam pipa dapat dibedakan menjadi kehilangan tinggi tekan mayor (major losses) dan kehilangan tinggi tekan minor (minor losses).

2.5.3.1 Kehilangan Tinggi Tekan Mayor (Major Losses)

Ada beberapa teori dan formula untuk menghitung besarnya kehilangan tinggi tekan mayor ini yaitu dari Hazen-Williams, Darcy-Weisbach, Manning, Chezy, Colebrook-White dan Swamme-Jain. Adapun besarnya kehilangan tinggi tekan mayor dalam kajian ini dihitung dengan persamaan Hazen-Williams ialah :

Hf = [ Q x L

Chw = koefisien kekasaran Hazen-Williams D = diameter pipa (m)

Untuk melihat nilai koefisien kekasaran pipa Chw (Hazen-William) dapat dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Nilai Koefisien Kekasaran Pipa Chw (Hazen-William) Jenis Pipa Nilai β€œC” Perencanaan Asbes Cement (ACP) Sumber : Nilai Koefisien kekasaran pipa pada rumusan Hazel-William

II-10 2.5.3.2 Kehilangan Tinggi Tekan Minor (Minor Losses)

Ada berbagai macam kehilangan tinggi tekan minor sebagai berikut:

1. Kehilangan tinggi minor karena pelebaran pipa

2. Kehilangan tinggi minor karena penyempitan mendadak pada pipa 3. Kehilangan tinggi minor karena mulut pipa

4. Kehilangan tinggi minor karena belokan pada pipa

5. Kehilangan tinggi minor karena sambungan dan katup pada pipa Secara umum rumus kehilangan tinggi tekan akibat minor losses : hl = kL V2

2𝑔 (2.8)

Dimana :

Hl = kehilangan tinggi tekan minor (m) L = panjang pipa (m)

k = koefisien karakteristik pipa (m) (Putra, 2012)

Kehilangan minor pada umumnya akan lebih besar bila terjadi perlambatan kecepatan aliran didalam pipa dibandingkan peningkatan kecepatan akibat adanya pusaran arus yang ditimbulkan oleh pemisahan aliran dari bidang batas pipa (Putri,dkk, 2014).

2.5.4 Kapasitas Aliran

Menghitung Kapasitas aliran yang terjadi di dalam pipa dengan mengunakan persamaan Hazen-William :

Q = 0,2785 . πΆβ„Žπ‘€ . 𝐷2,63 . 𝑆0,54 (2.9)

Dimana :

Q = Debit aliran pada pipa

Chw = koefisien kekasaran Hazen william R = jari-jari hidrolis

D = Diameter pipa

S = kemiringan garis energi

II-11 2.5.5 Tekanan

Analisa Perhitungan Besarnya Tekanan yang terjadi :

P = 𝑝 . 𝑔 . β„Ž (2.10)

Diamana :

p = Masa Jenis air (Kg/m3) g = Percepatan gravitasi (N) h = Tinggi elevasi (m) 2.6 Proyeksi Penduduk

Proyeksi jumlah penduduk diperlukan dalam perancangan sistem jaringan perpipaan distribusi air minum. Hal ini penting dilakukan agar bangunan tersebut dapat digunakan sesuai dengan periode desain yang telah direncanakan dan tidak menimbulkan masalah pada masa yang akan datang. Begitu juga hal nya dalam mendesain bangunan distribusi air minum bagi penduduk suatu desa/kelurahan, maka jumlah penduduk kelurahan pada masa yang akan datang haruslah diketahui. Untuk mengetahui jumlah penduduk pada masa yang akan datang tersebut, digunakan metode proyeksi jumlah penduduk.

2.6.1 Metode Aritmatika/Linear

Metode ini didasarkan pada angka kenaikan penduduk rata-rata tiap tahun. Metode ini digunakan jika data berkala menunjukkan jumlah penambahan penduduk yang relatif sama setiap tahunnya. Persamaan umumnya adalah:

Y = a + bX……… (2.1)

a = βˆ‘Yi – b(βˆ‘Xi)

𝑛 ………... (2.2)

b = n(βˆ‘XiYi)βˆ’( βˆ‘Xi)( βˆ‘Yi)

n(βˆ‘Xi2)βˆ’( βˆ‘Xi)2 ………... (2.3)

dimana:

Y = nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke n X = nilai independen, bilangan yang dihitung dari tahun ke tahun a = konstanta

II-12 b = koefisien arah garis (gradien) regresi linear

2.6.2 Metode Geometri (Power)

Metode ini didasarkan pada rasio pertambahan penduduk rata-rata tahunan. Sering digunakan untuk meramal data yang perkembangannya melaju sangat cepat.

Pertumbuhan penduduk di plot pada semilog.

Persamaan umumnya adalah:

Y = aXb………. (2.4)

Persamaan diatas dapat dikembalikan kepada model linear dengan mengambil logaritma napirnya (ln)

Sehingga persamaannya menjadi:

ln Y = ln a + b ln X………..… (2.5) Persamaan tersebut linear dalam ln X dan ln Y

ln a = βˆ‘ln(Yi)βˆ’bβˆ‘ln(Xi)

n ……….………….. (2.6)

B = nβˆ‘(lnYi)(lnXi)βˆ’( βˆ‘lnXi)( βˆ‘lnYi)

nβˆ‘(lnXi)2βˆ’(βˆ‘lnXi)2 ……….. (2.7)

Dimana:

Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke-n X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal a = konstanta

b = koefisien arah garis (gradien) regresi linear 2.6.3 Metode Eksponensial

Pada metode ini persamaan yang digunakan adalah:

Y = aeb………...……… (2.8)

II-13 ln a = βˆ‘ln (Yi)βˆ’b(βˆ‘Xi)

n ……….. (2.9)

b = nβˆ‘(Xi ln Yi)βˆ’(βˆ‘Xi)( βˆ‘lnYi)

nβˆ‘(Xi)2βˆ’(βˆ‘Xi)2 ………..(2.10)

Dimana:

Y = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke-n X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal a = konstanta

b = koefisien arah garis (gradien) regresi linear

Pemilihan metode proyeksi dilakukan dengan menghitung standar deviasi (simpangan baku) dan koefisien korelasi dengan persamaan sebagai berikut:

S = √n(βˆ‘Xi2)βˆ’(βˆ‘Xi)2

n(nβˆ’1) ……… (2.11)

Rumus koefisien korelasi:

r = ±√1 βˆ’βˆ‘(yiβˆ’yβ€²)2 βˆ‘(yiβˆ’Λ‰y)2………. (2.12)

dimana:

xi = P – P’

yi = P = jumlah penduduk awal Λ‰y = Pr = jumlah penduduk rata-rata

y’ = P’ = jumlah penduduk yang akan dicari

Metode pilihan ditentukan dengan cara melihat nilai S yang terkecil dan nilai R yang paling mendekati Β± 1.

II-14 2.6.4 Metode Logaritma

Metode ini termasuk metode yang jarang digunakan karena lebih sesuai untuk memproyeksikan populasi binatang.

Rumus yang digunakan dalam metode logaritma:

Pn = r / Cre-n+k……… (2.13)

Dimana:

Pn = Penduduk pada tahun n

n = waktu dalam tahun (periode proyeksi) r = angka pertumbuhan penduduk (%)

e = bilangan pokok sistem logaritma natural = 2,7182818 1/C = initial population size

r/k = upper limit of projection

Dokumen terkait