• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebutuhan dari program pengelolaan TNKL

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 34-41)

Key players

5.4. Pengolahan Elemen-elemen Strategi Pengelolaan TNKL dengan Teknik ISM

5.4.2. Kebutuhan dari program pengelolaan TNKL

Berdasarkan kajian pada sub subbab 5.2.2., diketahui bahwa terdapat 11 kepentingan/aspirasi yang dibutuhkan stakeholders dalam program pengelolaan TNKL. Kesebelas kebutuhan tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan teknik

ISM untuk menentukan kebutuhan mana yang paling prioritas untuk dikelola terlebih dahulu karena pengaruhnya terhadap kebutuhan lainnya.

Elemen kebutuhan terhadap program pengelolaan TNKL secara

co-management terdiri dari 11 sub elemen yaitu (1) keseimbangan fungsi ekosistem

TNKL, (2) distribusi manfaat TNKL secara berkeadilan, (3) peran serta masyarakat dalam menjaga keutuhan TNKL, (4) koordinasi rencana antar lembaga/stakeholders dalam pengelolaan, (5) keberlanjutan pembiayaan pengelolaan TNKL, (6) pendidikan lingkungan bagi stakeholders, (7) peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat sekitar, (8) perluasan lapangan kerja, (9) pengembangan desa penyangga, dan (10) kontribusi ekonomi TNKL bagi pembangunan daerah, dan (11) perencanaan bersama stakeholders inti.

Kesebelas sub elemen tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik ISM untuk mendapatkan elemen kunci yang merupakan kebutuhan utama dalam pengelolaan TNKL dengan pendekatan co-management (Gambar 19 dan 20).

Gambar 19 Posisi sub elemen kebutuhan dari program pada Grafik Driver

Power – Dependence.

Berdasarkan hasil analisis seperti gambar tersebut di atas memperlihatkan bahwa sub elemen koordinasi rencana antar lembaga/stakeholders dalam pengelolaan, pendidikan lingkungan bagi stakeholders, dan perencanaan bersama stakeholders inti, terletak pada sektor IV yang merupakan peubah

independent yaitu sub elemen kebutuhan yang perlu mendapat perhatian serius

karena merupakan sub elemen yang mempunyai kekuatan penggerak (driver

power) yang besar dalam pengelolaan TNKL dengan pendekatan

co-8 7 3 1 6 2, 9 5 4 10 11 DEPENDENCE

management dan memiliki ketergantungan (dependent) yang rendah terhadap

sub elemen kebutuhan pengelolaan lainnya. Hal ini sesuai dengan kepentingan dan aspirasi sebagian besar stakeholders yang menghendaki koordinasi rencana antar lembaga/stakeholders yang baik dan kontinyu, serta peningkatan pengetahuan masyarakat.

Sementara itu, sub elemen distribusi manfaat TNKL secara berkeadilan serta pengembangan desa penyangga, terletak pada sektor III yang merupakan sub elemen pengait (lingkage) dari sub elemen lainnya. Sub elemen pada sektor ini memiliki kekuatan pendorong (driver power) yang besar terhadap suksesnya pengelolaan TNKL tetapi memiliki ketergantungan (dependence) yang besar pula. Setiap tindakan terhadap kebutuhan pengelolaan pada sub elemen ini akan mempengaruhi suksesnya pengelolaan TNKL dan sebaliknya jika sub elemen ini mendapatkan perhatian yang kurang maka dapat berpengaruh terhadap kegagalan pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management. Adapun sub elemen keseimbangan fungsi ekosistem TNKL, peran serta masyarakat dalam menjaga keutuhan TNKL, peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat sekitar, perluasan lapangan kerja, dan kontribusi ekonomi TNKL bagi pembangunan daerah, terletak pada sektor II yang merupakan sub elemen yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan sub elemen lainnya. Sementara itu sub elemen keberlanjutan pembiayaan pengelolaan TNKL terletak pada sektor I

autonomus merupakan sub elemen yang tidak terkait dengan sistem, dan

mungkin mempunyai hubungan sedikit.

Model struktur elemen kebutuhan sebagaimana Gambar 20 terdiri dari 5 tingkat. Koordinasi rencana antar lembaga/stakeholders dalam pengelolaan merupakan elemen kunci kebutuhan. Sub elemen ini menjadi penggerak utama dan mempengaruhi sub elemen pada tingkat di bawahnya.

Ketika kebutuhan terhadap koordinasi rencana antar lembaga/stakeholders dalam pengelolaan yang dilanjutkan dengan pendidikan lingkungan bagi

stakeholders serta perencanaan bersama stakeholders inti telah terpenuhi, maka

akan dapat membantu pemenuhan distribusi manfaat TNKL secara berkeadilan. Kebutuhan tersebut juga untuk memenuhi pengembangan desa penyangga. Ketika kebutuhan tersebut di atas telah terpenuhi maka pemenuhan kebutuhan selanjutnya yang akan tercapai yaitu peningkatan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat sekitar dan perluasan lapangan kerja. Dampak selanjutnya yaitu kebutuhan terhadap peran serta masyarakat dalam menjaga keutuhan TNKL,

kontribusi TNKL bagi pembangunan daerah, serta keseimbangan fungsi ekosistem TNKL akan terwujud.

Level 1

Level 4 Level 2

Level 3 Distribusi manfaat TNKLsecara berkeadilan desa penyanggaPengembangan

Perencanaan bersama

stakeholders inti

Pendidikan lingkungan bagi stakeholders

Peran serta masyarakat dalam menjaga keutuhan TNKL

Keseimbangan fungsi ekosistem TNKL Kontribusi ekonomi TNKL bagi

pembangunan daerah

Peningkatan kesejahteraan dan

pendapatan masyarakatsekitar lapangan kerjaPerluasan

Koordinasi rencana antarlembaga/

stakeholders dalampengelolaan

Level 5

Gambar 20 Diagram model struktural dari elemen kebutuhan dalam pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management.

Elemen kunci kebutuhan program dalam pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management yaitu perlunya koordinasi rencana antar

lembaga/stakeholders. Kebutuhan terhadap koordinasi antar

lembaga/stakeholders dirasa sangat penting. Hal ini dikarenakan koordinasi merupakan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak/stakeholders. Perubahan situasi/lingkungan yang begitu cepat, menuntut interaksi antar

stakeholders yang semakin cepat pula. Terkait dengan perencanaan kegiatan

pengelolaan TNKL, koordinasi membutuhkan pertukaran informasi yang intensif antar lembaga/stakeholders untuk mengkonfirmasi sejumlah data detail sumberdaya untuk mencapai tujuan pengelolaan TNKL. Perencanaan yang tidak sinergi dengan kepentingan lembaga lainnya akan menyebabkan kegagalan program.

Disamping itu, pelaksanaan pendidikan lingkungan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial secara seimbang perlu bagi stakeholders yaitu pejabat (seperti kepala desa dan pihak BTNKL), dan juga lembaga adat dan masyarakat. Pendidikan lingkungan ini bermanfaat untuk mempromosikan sikap pro-lingkungan serta mengurangi konflik antara masyarakat setempat dengan kawasan konservasi (Liu et al. 2010). Mbile et al. (2005) juga menyatakan bahwa sistem pengelolaan perlu menjaga keseimbangan pemanfaatan dengan daya dukung dan menjamin partisipasi masyarakat lokal secara dinamis untuk mendukung pembangunan ekonomi. 5.4.3. Kendala utama dalam pengelolaan TNKL secara co-management

Dalam rangka memenuhi elemen kebutuhan dari program pengelolaan TNKL sebagaimana sub subbab 5.4.2. terdapat berbagai kendala untuk menerapkan prinsip co-management. Sebanyak 10 sub elemen kendala utama yang dihasilkan berdasarkan hasil observasi, analisis kepentingan stakeholders dan diskusi pakar dianalisis menggunakan teknik ISM untuk menentukan kendala utama mana yang prioritas untuk diatasi karena mempengaruhi sub elemen kendala lainnya.

Berbagai kendala utama yang dihadapi dalam pengelolaan TNKL secara

co-management, yaitu (1) kurangnya komitmen internal BTNKL, (2) paradigma preservationist pihak BTNKL, (3) ketidakpercayaan masyarakat terhadap

program/kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah/pihak BTNKL, (4) belum jelasnya kesepakatan dalam pengelolaan antara masyarakat dengan pihak BTNKL, (5) belum adanya komitmen dalam pengelolaan bersama, (6) ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan TNKL, (7) rendahnya kapasitas SDM masyarakat setempat, (8) lemahnya peran pemda terkait alokasi anggaran, (9) keengganan pemerintah/pihak BTNKL untuk berbagi hak dan tanggung jawab pengelolaan, dan (10) kurangnya koordinasi antar

stakeholders inti.

Hasil analisis dengan menggunakan teknik ISM, memperlihatkan sebaran setiap sub elemen kendala utama pada tiga sektor masing-masing sektor I, II dan IV seperti terlihat pada Gambar 21. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sub elemen kendala kurangnya komitmen internal BTNKL, rendahnya kapasitas SDM masyarakat setempat, lemahnya peran pemda terkait alokasi anggaran, dan kurangnya koordinasi antar stakeholders inti, terletak pada sektor IV yang merupakan peubah independent, yaitu sub elemen yang sangat berpengaruh

pada pengelolaan TNKL dengan pendekatan co-management. Sub elemen tersebut merupakan kekuatan penggerak (driver power) yang besar dengan tingkat ketergantungan (dependence) yang rendah terhadap sub elemen kendala lainnya. Sub elemen pada sektor II terdiri dari ketidakpercayaan masyarakat terhadap program/kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah/pihak BTNKL, belum jelasnya kesepakatan dalam pengelolaan antara masyarakat dengan pihak BTNKL, ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan TNKL, belum adanya komitmen dalam pengelolaan bersama, serta keengganan pemerintah/pihak BTNKL untuk berbagi hak dan tanggung jawab pengelolaan, merupakan peubah dependent, yang berarti sub elemen tersebut terpengaruh oleh sub elemen lain dalam pengelolaan TNKL dengan pendekatan

co-management.

Gambar 21 Posisi sub elemen kendala utama dalam pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management pada Grafik Driver Power –

Dependence.

Sub elemen paradigma preservationist pihak BTNKL berada pada sektor I

autonomus yang merupakan sub elemen yang tidak terkait dengan sistem.

Walaupun demikian, sub elemen kendala tersebut mungkin dapat mempengaruhi kendala utama lainnya.

Model struktur elemen kendala utama sebagaimana Gambar 22 terdiri dari 5 tingkat. Kurangnya koordinasi internal BTNKL serta kurangnya koordinasi antar

stakeholders inti merupakan elemen kunci kendala utama. Sub elemen ini menjadi penggerak utama dan mempengaruhi sub elemen pada tingkat di bawahnya. 8 7 3, 4, 9 1, 10 2 5, 6 DEPENDENCE

Level 1

Level 4 Level 2

Level 3

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap program/ kegiatan yang

dilaksanakan oleh pengelola

Keengganan pengelola untuk berbagi hak dan tanggung

jawab pengelolaan Belum jelasnya kesepakatan dalam pengelolaan antara

masyarakat dengan pengelola

Rendahnya kapasitas SDM masyarakat setempat

Lemahnya peran pemda terkait alokasi anggaran

Kurangnya komitmen

internal pengelola antar stakeholders intiKurangnya koordinasi Level 5

Belum adanya komitmen dalam pengelolaan

bersama Ketergantungan masyarakat

terhadap sumberdaya dalam kawasan TNKL

Gambar 22 Diagram model struktural dari elemen kendala utama dalam pengelolaan TNKL melalui pendekatan co-management.

Berdasarkan hasil pengolahan dengan teknik ISM terhadap elemen kendala utama, terdapat elemen kunci yaitu kurangnya komitmen internal BTNKL maupun kurangnya koordinasi antara komunitas lokal dengan BTNKL. Sebagai sebuah konsep, pentingnya koordinasi telah disadari oleh stakeholders, namun sebagai sebuah proses riil, koordinasi cenderung menjadi slogan yang mudah diucapkan namun sulit diimplementasikan dan menjadi penyebab bagi kegagalan berbagai institusi dalam melaksanakan tupoksinya. Koordinasi merupakan sistem yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak karena perubahan situasi/lingkungan yang begitu cepat, menuntut interaksi antar stakeholders yang semakin cepat pula. Kegagalan dalam koordinasi disebabkan karena kegagalan di dalam membangun tujuan organisasi (Moekayat 1994, dalam Karyana 2007). Koordinasi membutuhkan pertukaran informasi yang intensif antar semua pihak untuk mengkonfirmasi sejumlah data detail sumberdaya untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan hasil wawancara, pelaksanaan koordinasi oleh pihak BTNKL telah sering dilakukan. Dalam rangka koordinasi internal, pelaksanaan rapat rutin bulanan maupun pertemuan dalam rangka pemantapan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan, telah dilaksanakan oleh pihak BTNKL. Begitu juga dengan rapat-rapat koordinasi dengan stakeholders terkait, yang dimulai dengan penyusunan rencana kegiatan di tingkat desa hingga di kabupaten. Namun, koordinasi yang dilakukan terhadap masyarakat sekitar TNKL sebagai stakeholders inti masih kurang.

Koordinasi yang telah dilakukan, nampaknya belum menyentuh substansi dari tujuan pelaksanaan kegiatannya. Pemahaman yang muncul menganggap bahwa power sharing yang diterapkan merupakan hasil akhir dari suatu pengelolaan kawasan, padahal mestinya hal tersebut baru merupakan titik awal suatu proses co-management dalam sistem pengelolaan TNKL. Disamping itu, terkait lemahnya peran pemerintah daerah dalam alokasi anggaran untuk kegiatan pemberdayaan desa sekitar TNKL, perlu didukung dengan pendanaan dari pihak BTNKL. Koordinasi yang diterapkan bersama stakeholders termasuk dinas terkait akan menguntungkan sistem pengelolaan TNKL ke depan, termasuk dukungan nyata dari pemerintah daerah dalam hal arahan kebijakan pemberdayaan desa.

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 34-41)

Dokumen terkait